Ajang Asian Games ke-18 sebentar lagi dibuka. Bertempat di Jakarta dan Palembang, upacara pembukaan Asian Games ini akan dilangsungkan pada 18 Agustus mendatang. Gelaran kali ini merupakan kedua kalinya Indonesia menjadi tuan rumah ajang Asian Games. Pada tahun 1962, Indonesia sempat menjadi tuan rumah Asian Games IV. Setelah sebelumnya di New Delhi, India tahun 1951; Manila, Filipina tahun 1954; dan Tokyo, Jepang tahun 1958. Berbeda dengan Asian Games sekarang yang melombakan 42 cabang olahraga, Asian Games IV hanya melombakan 13 cabang olahraga. Jumlah negara yang berpartisipasi juga tidak sebanyak sekarang, yakni 45 negara. Asian Games yang diselenggarakan tahun 1962 itu hanya diikuti 17 negara saja. Indonesia memiliki alasan tersendiri dibalik pengajuan diri menjadi tuan rumah Asian Games IV itu, mengingat usianya yang baru 17 tahun kala itu. Berdasarkan naskah ‘Putusan Sidang ke-VIII Tgl. 22, 23, dan 24 Djuli 1958’, Asian Games, bagi Indonesia, tidak hanya dimaknai sebagai ajang olahraga semata, melainkan sarana untuk menjalin persahabatan terhadap bangsa-bangsa Asia lainnya. Hal itu, menurut naskah ‘Ketentuan2 Principieel pengurus K.O.I. mengenai rentjana pelaksanaan Asian Games IV’ yang diterbitkan tahun 1958, merupakan kelanjutan dari Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung. Berdasarkan naskah tersebut, negara-negara yang ikut serta dalam KAA membawa semangat anti kolonialisme dan imperialisme di kawasan Asia. Sementara, negara-negara yang mendominasi Asian Games dianggap berlawanan semangat KAA itu. Naskah tadi, lebih lanjut, menjelaskan bahwa Indonesia sebagai salah satu pendiri Asian Games, merasa berkewajiban untuk menyelamatkan ajang itu dari pihak yang ingin melenyapkan semangat KAA. Hal itu karena Asian Games merupakan sarana efektif dan praktis untuk memperkuat potensi bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Oleh karena itu, Indonesia meskipun dengan kondisi dalam negeri yang belum stabil, melalui Komite Olimpiade Indonesia (KOI), merasa harus mengajukan diri sebagai tuan rumah. KOI, sebagai induk perolahragaan nasional, kemudian menyusun rencana pelaksanaan Asian Games ini, dari pengajuan calon eksekutif komite Asian Games, infrastruktur, hingga anggaran dana. Setelah Sidang AGF pada 23 Mei 1958, ditentukan bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengisi posisi Ketua Komite Eksekutif Asian Games IV, yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua AGF. Lalu, untuk sekretaris umum dipegang oleh Maladi, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum AGF kala itu. Dua nama itulah wakil Indonesia dalam posisi penting kepanitiaan Asian Games IV. Selain posisi tadi, terdapat pula Dewan Asian Games Indonesia yang berjumlah 36 orang. Kemudian, dari 36 orang itu masih terdapat pula ketua-ketua komisi. UGM menyumbang satu nama untuk posisi ketua komisi pendidikan staf penyelenggara, yakni rektor pertamanya, dr. Sardjito. Pemilihan Sardjito sebagai salah satu ketua komisi terkait pula dengan keterlibatan UGM dalam Asian Games. Prof. Arma Abdullah, yang pada 1962 menjabat sebagai Dekan Fakultas Pendidikan Djasmani (FPD) UGM, menyatakan sivitas akademika UGM banyak terlibat dalam pelaksanaan Asian Games waktu itu, termasuk dirinya. Arma mengungkapkan, UGM mengerahkan dosen serta mahasiswanya untuk ikut membantu pelaksanaan Asian Games IV di Jakarta, khususnya dari FPD yang ketika itu ia pimpin. “Semua itu berdasarkan instruksi rektor,” ungkapnya, Kamis (16/8). Sivitas akademika UGM, menurut Arma, ikut membantu dalam merumuskan aturan pertandingan berbagai cabang olahraga Asian Games IV. Selain itu, ia melanjutkan bahwa sivitas akademika UGM juga membantu dalam mengatur teknis penyelenggaraan pertandingan. “Bahkan ada yang ditunjuk sebagai juri dan wasit pertandingan,” ujarnya. Arma mengungkapkan alasan dibalik pemilihan sivitas akademika UGM sebagai panitia pelaksana Asian Games IV karena keberadaan FPD-nya. “UGM-lah satu-satunya universitas yang memiliki fakultas pendidikan jasmani di Indonesia kala itu,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam) Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia berpeluang mencetak sejarah sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang menjadi tuan rumah Olimpiade jika menang dan terpilih saat bidding tuan rumah Olimpiade 2032. Indonesia bersaing dengan Australia, Qatar, Unifikasi Korea dan India. Sepanjang sejarah, gelaran ajang multievent olahraga terbesar dan paling bergengsi di dunia itu hampir selalu di dominasi negara-negara Eropa. Mulai dari Olimpiade pertama di Athena Yunani 1896 dan 2004, Paris tahun 1900, 1924, London 1908, 1948, Stockholm di Swedia 1912, Antwerp Belanda 1920, Amsterdam, Belanda 1928, Berlin, Jerman 1936, Helsinki di Finlandia 1952, Roma Italia 1960, Munich, Jerman 1972, Montreal, Kanada 1976, Moskow m Rusia 1980, Barcelona 1992, Bahkan dari 29 edisi Olimpiade yang sudah digelar, hanya tiga negara Asia yang tercatat pernah menjadi tuan rumah; Jepang (Tokyo 1964 dan 2020), China (Beijing 2008) dan Korea Selatan (Seoul 1988). Australia menjadi satu-satunya negara asal OCEANIA yang pernah menjadi tuan rumah Olimpiade, yakni ketika Melbourne dan Stockholm, Swedia menjadi tuan rumah bersama pada 1956 serta Sydney di tahun 2000. Benua Amerika juga beberapa kali tercatat pernah menjadi tuan rumah Olimpiade. Mulai dari Olimpiade 1904 di St Louis, Los Angeles 1932, 1984, Meksiko 1968, Atlanta 1996 dan terakhir Rio de Janeiro, Brasil 2016 lalu. Dari catatan yang dilansir situs resmi Olympic.org tersebut, belum pernah tercatat sekalipun negara Asia Tenggara sebagai tuan rumah Olimpiade. "Meskipun saat ini ada sedikitnya lima pesaing, tapi posisi Indonesia cukup kuat bisa mendobrak sejarah sebagai negara Asia Tenggara pertama yang menjadi tuan rumah Olimpiade," kata Raja Sapta Oktohari, Presiden National Olympic Committee (NOC) Indonesia dalam laporannya kepada Presiden Joko Widodo saat Rapat Terbatas (Ratas), Rabu (4/11). Menjadi tuan rumah Olimpiade membawa banyak keuntungan bagi sebuah negara. Salah satunya meninggalkan warisan yang merupakan salah satu syarat yang harus masuk dalam proposal bidding yang dibuat NOC melalui Komite Khusus Bidding Olimpiade 2032. Warisan Olimpiade mencakup keuntungan jangka panjang yang bisa dinikmati oleh kota tuan rumah, masyarkat negara baik sebelum, saat maupun setelah Olimpiade digelar. Kemudian juga keberlanjutan dalam hal penggunaan serta eco-friendly. "Legacy (warisan) dari Olimpiade maupun Paralimpiade nantinya sangat mungkin untuk dibuktikan oleh Indonesia mengingat kita sudah punya pengalaman di Asian Games dan Asian Para Games yang menggunakan Stadion GBK sebagai warisan dari Asian Games 1962," ujar Okto. Tidak hanya sukses dari sisi penyelenggaraan dengan peninggalan warisan sejarah berupa bangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Indonesia juga sukses mengukir prestasi saat pertama kali menjadi tuan rumah Asian Games 1962. Torehan 11 medali emas, 12 perak dan 28 perunggu membuat Merah Putih menempati urutan kedua klasemen perolehan medali dari 17 negara peserta kala itu. Selain itu, Asian Games 1962 juga menjadi kali pertama selama 17 tahun gelaran ajang multievent olahraga terbesar di Asia itu digelar di negara Asia Tenggara. Pada edisi keempat Asian games itu hadir 1.460 atlet peserta yang mengikuti 120 nomor pertandingan dari 13 cabang olahraga. Setelah 56 tahun berlalu, Indonesia kembali mendapatkan kepercayaan menjadi tuan rumah Asian Games pada 2018 lalu. Indonesia menjadi tuan rumah menggantikan Hanoi, Vietnam yang telah memenangkan bidding pada November 2012. Perdana Menteri Vietnam kala itu Nguyen Tan Dung menyebut kondisi ekonomi Vietnam dianggap belum pulih sejak terpapar krisis keuangan dan resesi sejak 2012. Keterbatasan anggaran membuat kas negara tidak cukup untuk menutupi biaya penyelenggaraan Asian Games 2018. Jakarta dan Palembang dengan senang hati menerima limpahan tanggung jawab dari Hanoi Vietnam untuk menjadi tuan rumah Asian Games yang diikuti 45 negara peserta, 11.300 atlet yang mengikuti 465 nomor pertandingan dari 40 cabor. Indonesia sukses menjadi tuan rumah dengan berbagai pengakuan dari negara peserta termasuk Dewan Olimpiade Asia (OCA). Begitu juga sukses prestasi dengan menempati peringkat keempat klasemen medali lewat torehan 31 emas, 24 perak dan 43 perunggu di bawah China, Jepang dan Korea Selatan. Sukses tersebut yang akhirnya mengantarkan Indonesia secara resmi untuk mencalonkan diri mengikuti bidding tuan rumah Olimpiade 2032 melalui pernyataan langsung yang diungkapkan Presiden Joko Widodo pada saat penutupan Asian Games 2018 di Jakarta. Sukses menjadi tuan rumah Asian Games untuk kedua kalinya meyakinkan bahwa Indonesia mampu untuk menyelenggarakan event yang lebih besar lagi, Olimpiade 2032. Sementara itu, di level yang lebih kecil yakni Asia Tenggara, Indonesia sudah empat kali dipercaya menjadi tuan rumah SEA Games. Thailand dan Malaysia menjadi negara yang paling rajin menjadi tuan rumah SEA Games yakni sebanyak 6 kali. Indonesia menjadi yang terbanyak kedua bersama Filipina yakni sebanyak empat kali. Indonesia pertama kali menjadi tuan rumah SEA Games pada 1979 di Jakarta, kemudian berlanjut di tahun 1987, 1997 juga di Jakarta dan terakhir 2011 di Jakarta-Palembang. Di ranah SEA Games, Indonesia sudah mengoleksi 1.824 medali emas, 1.703 perak dan 1.780 perunggu dari total 30 edisi SEA Games sejauh ini. Catatan itu menempatkan Indonesia di urutan kedua negara Asia Tenggara terbanyak peraih medali di sepanjang gelaran SEA Games di bawah Thailand dengan 1.885 emas, 1.930 perak dan 1.943 perunggu. (osc) [Gambas:Video CNN] |