Bagaimana cara negara-negara asean menanggulangi akibat penyalahgunaan

Salah satu wujud dari kejahatan trasnasional yang krusial karena menyangkut masa depan generasi suatu bangsa, adalah kejahatan dibidang penyalahgunaan narkotika. Kejahatan peredaran gelap narkotika merupakan salah satu kejahatan berdimensi internasional. Bentuk kerjasama negara-negara asean dalam menanggulangi kejahatan transnasional narkotika selama ini dengan melakukan kerjasama MoU, MLA dan ekstradisi. Dalam menghadapi MEA 2015 bentuk kerjasama yang ideal dalam menanggulangi kejahatan transnasional narkotika selain melanjutkan kerjasama yang selama ini ada juga ditambah yang lebih spesifik diantaranya: Kerjasama, yang meliputi Bidang informasi intelijen dalam rangka penegakkan hukum, Operasi bersama, Pembentukan Kantor Penghubung dan Bantuan Kerjasama untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peralatan . Kemiteraan dan solidaritas negara negara mitra dialog.

Sejumlah negara ASEAN mengikuti pertemuan The 3rd Meeting of ASEAN Airport Interdiction Task Force (AAITF) di Pecatu – Bali, tanggal 20 – 21 Mei 2013, guna membahas kerjasama dalam pemberantasan Narkoba di kawasan bandar udara, pelabuhan dan wilayah perbatasan. AAITF merupakan sebuah forum yang terbentuk atas gagasan Indonesia, untuk mengimplementasikan kerja sama antar negara ASEAN. Pertemuan yang diprakarsai oleh ASEAN Secretariat dan BNN ini adalah rangkaian pertemuan ke-3 yang dihadiri oleh anggota ASEAN dan non ASEAN. Adapun pertemuan pertama dan kedua telah berlangsung di Bangkok, Thailand, pada tanggal 1 – 3 Mei 2012 dan 1 November 2012.Tujuan yang ingin dicapai dari forum ini adalah membangun jaringan kerja sama dan kolaborasi di antara negara-negara ASEAN dalam bidang interdiksi, khususnya airports interdiction, guna memutus jaringan peredaran gelap Narkoba. Selain itu juga bertujuan memberikan arti nyata dan kegiatan konkrit bagi upaya bersama negara-negara ASEAN dalam mencapai ASEAN Drugs Free 2015, serta membawa manfaat langsung bagi upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Indonesia.Interdiksi sendiri bermakna suatu kegiatan operasi memutus jaringan sindikat Narkoba nasional maupun internasional dengan cara mengejar atau menghentikan orang, kapal laut, pesawat terbang atau kendaraan yang diduga membawa Narkotika atau Prekursor Narkotika, untuk dilakukan penangkapan terhadap tersangka serta penyitaan barang bukti dan asetnya. Dari negara anggota ASEAN, selain Indonesia, turut hadir delegasi dari Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Hadir pula beberapa negara observer, seperti Jepang, Australia, dan India. Adapun peserta lain dari lingkup nasional adalah para Kepala Badan Narkotika Nasional Propinsi (BNNP), Direktur Narkoba Polda seluruh Indonesia serta perwakilan 10 instansi pemerintah terkait.Dalam pertemuan ini para delegasi juga berdiskusi untuk dapat menyelesaikan term of reference (TOR) yang akan menjadi acuan kerangka kerjasama bagi para negara anggota ASEAN dan negara mitra ujar Kepala BNN Anang Iskandar pada saat acara pembukaan. Guna menambah wawasan, tiap delegasi mendapatkan sesi untuk memaparkan tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan bersama dalam hal peningkatan kemampuan dan kerjasama, sekaligus berbagi pengalaman dalam hal operasional di lapangan. Pelaksanaan AAITF menjadi penting bila kita mengacu pada Deklarasi Pemimpin ASEAN, mengenai komitmen ASEAN Bebas Narkoba Tahun 2015. AAITF memiliki peran strategis dalam memotong lalu lintas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dari ataupun yang masuk ke wilayah negara ASEAN dan negara mitra. Indonesia dalam hal ini BNN, memiliki komitmen tinggi dalam mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkoba, utamanya yang terjadi di wilayah udara, laut, perairan darat, dan lintas batas. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala BNN, Nomor : KEP 516/XI/BNN/2012, tanggal 28 November 2012, tentang Teknis Operasional Interdiksi, yang menjadi dasar dan pedoman teknis bagi Tim Interdiksi Terpadu di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota dalam menjalankan operasi di lapangan.Sebagai informasi, kedepannya Indonesia juga berupaya untuk dapat lebih memaksimalkan keberadaan Satgas Interdiksi, dari 6 (enam) satgas yang telah terbentuk saat ini akan ditingkatkan menjadi enam puluh delapan (68). Keenam satgas yang telah berdiri tersebut berada di wilayah Jakarta, Medan, Manado, Bitung, Batam, dan Bali.Sebagaimana kita ketahui, ancaman peredaran Narkoba di Indonesia telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Indonesia juga menjadi tujuan sindikat Narkoba dalam memasukkan berbagai jenis Narkoba, khususnya amphetamine type stimulants (ATS), ekstasi dan methamphetamine kristal. Data UNODC tahun 2011 menyebutkan bahwa terdapat sekitar 3,7 – 4,7 juta penyalahguna Narkoba di Indonesia. Dari jumlah itu sebanyak 1,2 juta orang adalah pengguna methamphetamine kristal, sedangkan 950.000 orang mengkonsumsi ekstasi.Oleh karenanya penting bagi kita untuk tetap menjaga komitmen dalam mensukseskan bentuk kerjasama ini, sekaligus saling berbagi dan belajar mengenai pendekatan atau pengalaman dari tiap-tiap negara ASEAN dalam hal pelaksanaan operasi interdiksi di wilayah yurisdiksinya masing-masing. (HmsBNN)

Baca juga:  Contoh profil tablet di pasar gelap Indonesia Tahun 2009

Terkait

Jawaban:

The Golden Triangle ASEAN. Golden Triangle ini meliputi perbatasan Myanmar, Thailand, dan Vietnam Di Golden Triangle ini pernah menangkap 147 kg heroin yang diselundupkan dari Myanmar menuju Thailand menurut data dari UNDOC( United Nations Office on Drugs and Crime).

Drugs Traffiking merupakan kejahatan yang terorganisir dan lintas negara yang sangat menghawatirkan negara-negara terutama negara-negara di ASEAN. ASEAN dalam mengangani ini memiliki beberapa Kesepakatan antar negara dan membentuk badan ASOD(ASEAN Senior Officials on Drugs Matters) Sebagai lembaga yang mewadahi negara-negara ASEAN untuk bekerjasama dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya, ASOD memiliki peran dan tugas sebagai berikut:

a) Melaksanakan ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs,

b) Menyelaraskan pandangan, pendekatan, dan strategi dalam menanggulangi masalah narkotika dan cara memberantas peredarannya di wilayah ASEAN,

c) Mengkonsolidasikan serta memperkuat upaya bersama, terutama dalam masalah penegakan hukum, penyusunan undang-undang, upaya-upaya preventif melalui pendidikan, penerangan kepada masyarakat, perawatan dan rehabilitasi, riset dan pelatihan, kerjasama internasional, pengawasan atas penanaman narkotika serta peningkatan partisipasi organisasi-organisasi non-pemerintah,

d) Melaksanakan ASEAN Policy and Strategies on Drug Abuse Control sebagaimana telah disetujui dalam pertemuan ASEAN Drug Experts ke-4 di Jakarta tahun 1984,

e) Melaksanakan pedoman mengenai bahaya narkotika yang telah ditetapkan oleh “International Conference on Drugs on Drug Abuse and Illicit Trafficking” dimana negara-negara anggota ASEAN telah berpartisipasi secara aktif,

f) Merancang, melaksanakan, dan memonitor, serta mengevaluasi semua program penanggulangan masalah narkotika ASEAN,

g) Mendorong partisipasi dan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika dan,

h) Meningkatkan upaya ke arah tercapainya ratifikasi, aksesi, dan pelaksanaan semua ketentuan PBB yang berkaitan dengan masalah bahaya narkotika.

Indonesia memiliki upaya mencegah narkoba melalui kebijakan kementrian luar negeri

Kejahatan narkotika dan obat terlarang (narkoba) pada umumnya bersifat transnasional (cross border), sehingga tidak ada satu negara pun yang terlepas dari sasaran sindikat kejahatan narkoba internasional termasuk Indonesia. Karena sifatnya yang lintas batas tersebut, masalah narkoba tidak bisa diselesaikan sendiri.

Masyarakat internasional telah memiliki tiga Konvensi anti narkoba yaitu Single Convention on Narcotic Drugs, 1961; Convention on Psychotropic Substances, 1971; dan Convention against the Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988. Sebagai negara pihak di ketiga Konvensi PBB terkait narkotika Indonesia senantiasa aktif dalam kerja sama internasional di bidang penanggulangan tindak pidana perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang.

Pada tahun 2013, Indonesia telah terpilih sebagai salah satu dari 53 negara anggota Commission on Narcotic Drugs (CND), dan Indonesia akan menjalankan tugasnya hingga tahun 2017. Selain itu, pada tanggal 25 April 2013, pakar farmakologi dan farmakokinetis klinik Indonesia, Prof. Dr. Sri Suryawati, berhasil terpilih menjadi salah satu dari 13 Board Member INCB pada pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) PBB, di Markas Besar PBB, New York. Prof. Suryawati selanjutnya akan menjalankan tugasnya di INCB sampai dengan tahun 2017. Terpilihnya wakil dari Indonesia menunjukkan kepercayaan internasional yang tinggi terhadap Indonesia dan akan memberikan sudut pandang yang lebih seimbang dalam memajukan rezim pengawasan narkoba internasional. Pada tingkat multilateral, Indonesia terus berupaya memainkan peran aktifnya dalam memberantas peredaran dan perdagangan gelap narkoba dalam berbagai forum seperti Commission on Narcotic Drugs, Special Session of the United Nations General Assembly on the World Drug Problem yang akan diadakan pada 19-21 April 2016, Head of National Drug Law Enforcement for Asia-Pacific dan berbagai pertemuan lainnya di bawah kerangka UNODC. Indonesia akan terus mendukung setiap upaya penguatan peran lembaga-lembaga PBB, peningkatan koordinasi antar para pemangku kepentingan pada tingkat internasional dan regional, dalam upaya menanggulangi masalah narkotika secara terpadu dan komprehensif, termasuk melalui pendekatan alternative development, yang mengurangi penanaman tumbuhan mengandung zat narkotika melalui langkah-langkah pembangunan dan peningkatan penghasilan di masyarakat. (KIPS, 2016)

Penjelasan:

semoga membantu