Kain kafan yang digunakan oleh orang yang mati dalam keadaan ihram tidak boleh

Kain kafan yang digunakan oleh orang yang mati dalam keadaan ihram tidak boleh
mengafani jenazah dengan kain ihram

BincangSyariah.Com – Di Indonesia, banyak masyarakat yang menyimpan kain ihramnya untuk dijadikan kain kafan ketika kelak dia meninggal. Ini dilakukan sebagai bentuk harapan agar kain ihram tersebut menjadi saksi kebaikan dan pelindung pada dirinya di alam kubur. Sebenarnya, bagaimana hukum mengafani jenazah dengan kain ihram, apakah boleh? (Baca: Bolehkah Memakai Pakain Ihram Selain Warna Putih?)

Menjadikan kain ihram sebagai kafan, atau mengafani jenazah dengan kain ihram hukumnya boleh. Tidak ada larangan dalam Islam untuk menjadikan kain ihram sebagai kain kafan. Oleh karena itu, jika ada jenazah hendak dikafani dengan kain ihram, baik dia meninggal pada saat ihram atau dia meninggal ketika sedang di rumah, maka hukumnya boleh asalkan kain ihram tersebut cukup untuk dijadikan kain kafan atau ditambah kain lain jika tidak cukup.

Hal ini karena jenazah boleh dikafani dengan kain apa saja, termasuk kain ihram, asalkan menutupi seluruh tubuh jenazah. Semua pakaian atau kain yang boleh dipakai sehari-hari, termasuk kain ihram, maka boleh dijadikan kain kafan untuk mengafani jenazah. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu berikut;

قال أصحابنا رحمهم الله: ويجوز تكفين كل إنسان فيما يجوز له لبسه في الحياة

Ulama kami (ulama Syafiiyah-semoga Allah merahmati mereka) berkata; ‘Boleh membungkus setiap orang (jenazah) dengan pakaian yang boleh dipakai sewaktu masih hidup.

Bahkan jika seseorang meninggal pada saat ihram, maka dia dianjurkan untuk dikafani dengan kain ihram yang sedang dia gunakan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas, dia bercerita bahwa ketika sedang wukuf di Arafah, tiba-tiba ada orang yang jatuh dari kendaraannya dan patah tulang lehernya dan meninggal. Lalu Rasulullah Saw bersabda;

اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ، وَلاَ تُحَنِّطُوهُ، وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ القِيَامَةِ مُلَبِّيًا

Mandikan dia dengan air dicampur daun bidara, kafani dia dengan dua lapis kain (yang dia kenakan untuk ihram), jangan diberi minyak wangi, dan jangan ditutup kepalanya, karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil membaca talbiyah.

Apakah mayit yang berihram –haji atau umrah- ditutupi kakinya atau tetap terbuka seperti kepada dan wajahnya?

Alhamdulillah.

Tidak ada dalil dari sunah nabawiyah terkait membuka dua kaki orang ihram ketika meninggal dunia. Yang ada dalam sunah, kewajiban membuka kepalanya dalam sebagian redaksi ‘Wajahnya’. Sementara dua kaki ditutup seperti menutup seluruh tubuh.

Rujukan utama dalam masalah ini adalah hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhua berkata:

بَيْنَمَا رَجُلٌ وَاقِفٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ ، إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْه وَلَا تُحَنِّطُوهُ ، وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ ، فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّياً) رواه البخاري ( 1206 ) ومسلم ( 1206

“Ketika ada seseorang wukuf bersama Nabi sallallahu alaihi wa salalm di Arafah, tiba-tiba dia terjatuh dari kendaraan dan patah tulang lehernya. Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallalm bersabda, “Mandikan dengan air dan daun bidara. Kenakan kain kafan dari pakaiannya dan jangan diberi wewangian. Jangan ditutup kepalanya. Karena Allah akan bangkitkan di hari kiamat dalam kondisi bertalbiyah.” HR. Bukhori, (1206) dan Muslim, (1206).

Muslim sendiri dalam redaksi ada tambahan ‘wajah’ sehingga sekali meriwayatkan ‘Jangan ditutupi kepada dan wajahnya.”

Kata ‘waqosothu’ dari kata al-waqsu yaitu patah tulang lehernya.

Kata ‘sidr’ adalah daun bidara. Ditumbuk digunakan dalam memandikan dan membersihkan.

Kata ‘Wala tuhannituhu’ jangan menaruh hanuth. Yaitu wewangian yang dicampur untuk mayit secara khusus. Hal itu menunjukan bahwa semua jenis wewangian tidak diperbolehkan bagi orang ihram.

Hadits ini menunjukan bahwa menutup seluruh badanya dengan kafan kecuali kepala dan wajah. Telah dinukil dari Imam Ahmad, bahwa beliau membuka dua kakinya juga. Cuma para ulama mazhab Hanbali melemahkan riwayat ini dari Imam Ahmad, dan menegaskan wahm (tidak tepat) orang yang menukil riwayat darinya.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Berbeda darinya maksudnya dari Imam Ahmad dalam menutup kedua kakinya. Diriwayatkan Hambal darinya ‘Tidak menutup dua kakinya. Itu yang disebutkan Khiroqi. Khollal mengatakan, “Saya tidak mengetahui hal ini dalam hadits, dan tidak ada seorangpun yang meriwayatkan dari Abu Abdullah (Imam Ahmad) selain Hambal. Menurutku dia wahm (tidak tepat) dari Hanbal. Yang diamalkan adalah menutup seluruh badan orang ihram kecuali kepalanya. Karena ihromnya lelaki itu di kepalanya. Tidak melarang menutupi kedua kakinya waktu hidupnya begitu juga ketika meninggal dunia.” Selesai ‘Al-mugni, (2/404).

Mazhab Imam Syafii rahimahullah bahwa dibuka kepala orang ihrom saja. Sementara sisa seluruh badannya ditutup. Sementara mazhab dua imam Abu Hanifah dan Malik rahimahumallah adalah kafan orang muhrim seperti kafan mayat lainnya sehingga ditutupi seluruh badannya. Menurut mereka, bahwa hadits Ibnu Abbas khusus bagi shahabat itu saja.

Telah ada dalam Mausu’ah Fiqhiyah, (13/ 244, 245), “Syafiiyah dan Hanabilah mengatakan kalau orang berihram lelaki dan perempuan meninggal dunia, diharamkan memakai wewngian. Diambil sedikit dari rambutnya atau kukunya. Diharamkan menutup kepala lelaki dan memakaikan yang berjahit. Diharamkan menutup wajah orang ihram perempuan. Sebagaiamana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhua sesungguhnya Nabi sallallahu alai wa sallam mengatakan kepada orang berihram yang terinjak untanya dan mati:

( اغسلوه بماء وسدر ، وكفنوه في ثوبيه ، اللذين مات فيهما ، ولا تمسوه بطيب ، ولا تخمروا رأسه ، فإنه يبعث يوم القيامة ملبيّا

“Mandikan dia dengan air dan daun bidara, dan kafankan dengan bajunya. Yang meninggal dunia. Dan jangan diberi wewangian, jangan ditutup kepalanya. Karena dia akan dibangkitkan hari kiamat dalam kondisi bertalbiyah.

Sementara menurut Hanafiyah dan Malikiyah, orang ihram lelaki dan perempuan yang meninggal dunia dikafani sebagaimana orang yang tidak ihram. Maksudnya ditutupi kepala, wajah dan diberi wewangian. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Atho’ dari Ibnu Abbas dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada orang ihram yang meninggal dunia:

(خمِّروهم ولا تشبهوهم باليهود)

“Tutupi mereka, dan jangan menyerupai dengan orang Yahudi.”

Diriwayatkan dari Ali radhiallahu anhu bahwa beliau mengatakan kepada orang ihram, “Kalau meninggal dunia, maka terputus ihramnya.

Dan karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

( إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : ولد صالح يدعو له ، أو صدقة جارية ، أو علم ينتفع به )

“Kalau anak Adam meninggal dunia, maka akan terputus amalannya kecuali tiga, anak sholeh yang mendoakan (kebaikan) kepadanya atau shodaqah jariyah atau ilmu yang bermanfaat. Dan ihram tidak termasuk dari tiga hal ini.” Selesai

Sementara hadits ‘Tutupi mereka dan jangan menyerupai dengan orang Yahudi,’ adalah hadits lemah, diriwayatkan Daruqutni di Sunannya (2/296) dari jalan Ali bin Asyim dari Ibnu Juraij dari Atho’ dari Ibnu Abbas dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam.

Ibnu Al-Jauzi rahimahullah mengomentari, “Hadits tidak shoheh, Yazid dan Harun mengatakan, “Kami senantiasa mengetahui bahwa Ali bin Asyim itu bohong. Dahulu Ahmad mengomentari, ‘Jelek pendapat kepadanya. Yahya mengatakan, “Tidak dianggap sedikitpun. Nasa’I mengatakan, “Haditsnya ditinggal.” Selesai

Tahqiq Fi Ahadits Al-Khilaf, (2/5) dan dilemahkan oleh Syelh Albani di ‘Silsilah Dho’ifah, (3556).

Kesimpulannya bahwa kedua kaki orang ihram ketika meninggal dunia, ditutup dengan kafan dan tidak terbuka.

Wallahu a’lam .

Berikut beberapa fikih mengenai jamaah yang meninggal ketika sedang melakukan ibadah haji dan umrah:

1. Jika meninggal ketika ihram:

  • Dimandikan dengan air bercampur daun bidara atau hal yang membuat harum semisal sabun
  • Dikafani dengan dua potong kain diriawayat lainnya dengan kain ihramnya
  • Tidak diberi wewangian
  • Tidak ditutup kepala dan wajahnya
  • Akan dibangkitkan hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah

Hal ini karena mereka akan dibangkitkan dihari kiamat sebagaimana keadaan orang yang berihram, yaitu tidak memakai wangi-wangian, tidak ditutup wajahnya. Adapun memandikan dengan bidara tujuannya agar jasad tetap harum ketika memandikan dan sabun semisal dengan bidara.1

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

بينما رجل واقف بعرفة، إذ وقع عن راحلته فوقصته، أو قال: فأقعصته، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: اغسلوه بماء وسدر، وكفنوه في ثوبين -وفي رواية: في ثوبيه- ولا تحنطوه -وفي رواية: ولا تطيبوه- ، ولا تخمروا رأسه ولا وجهه ، فإنه يبعث يوم القيامة ملبيا

“Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arafah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu hewan tunggangannya menginjak lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Mandikanlah dengan air yang dicampur daun bidara lalu kafanilah dengan dua potong kain – dan dalam riwayat yang lain: “ dua potong kainnya “- dan jangan diberi wewangian. Jangan ditutupi kepala dan wajahnya. Sesungguhnya ia akan dibangkitkan pada hari kiyamat nanti dalam keadaan bertalbiyah.”2

2. Pahala haji dan umrahnya ditulis hingga hari kiamat

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

من خرج حاجا فمات كتب له أجر الحاج إلى يوم القيامة ومن خرج معتمرا فمات كتب له أجر المعتمر إلى يوم القيامة ومن خرج غازيا فمات كتب له أجر الغازي إلى يوم القيامة

“Barangsiapa keluar untuk berhaji lalu meninggal dunia, maka dituliskan untuknya pahala haji hingga hari kiamat. Barangsiapa keluar untuk umrah lalu meninggal dunia, maka ditulis untuknya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barangsiapa keluar untuk berjihad lalu mati maka ditulis untuknya pahala jihad hingga hari kiamat.”3

3. Jika meninggal dalam perjalanan dan belum melakukan ihram, maka tidak termasuk meninggal dalam ketika beribadah haji

Misalnya pesawatnya jatuh ketika perjalanan dari negaranya ke Saudi dan belum berihram. Maka tidak termasuk dalam bab “meninggal ketika ibadah haji dan umrah”.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

إذا هلك من سافر للحج قبل أن يخرج فليس بحاج ، لكن الله عز وجل يثيبه على عمله ، أما إذا أحرم وهلك فهو …. ولم يأمرهم بقضاء حجه ، وهذا يدل على أنه يكون حاجاً ” انتهى .

“Jika kecelakaan ketika safar menuju haji sebelum ia ia keluar (berihram) maka tidak terhitung haji. Akan tetapi Allah akan membalas sesuai niatnya. Adapun jika sudah berihram, kemudian kecelakaan (misalnya mobilnya tabrakan, pent), maka termasuk dalam hadits (cara mengurus jenazahnya).”4

4. Jika meninggal ketika haji (sudah berihram), maak tidak perlu diqadhakan tahun depan oleh walinya

Karena hadits menunjukkan bahwa ia akan dibangkitkan dalam keadaan bertalbiyah hari kiamat dan ini menunjukka ia sudah mencukup hajinya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelasakan,

ولم يأمرهم بقضاء حجه ، وهذا يدل على أنه يكون حاجاً

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk diqadhakan (untuk yang meninggal), karena statusnya ia sudah berhaji.”5

Demikian semoga bermanfaat.

***

Catatan kaki

1 Kami ringkas dari: http://www.sonnaonline.com/DisplayExplanation.aspx?ExplainId=84,49079,95503,81134,89863,118245

2 H.R.Bukhari no. 1265 dan Muslim no 1206

3 HR Abu Ya’la dan dishahihkan Albani dalam Shahih At Targhib 1114

4 Majmu’ Fatawa syaikh Utsaimin 21/252

5 Majmu’ Fatawa syaikh Utsaimin 21/252

___

@Laboratorium Klinik RSUP DR Sarjito, Yogyakarta tercinta
penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

🔍 Dzikir Tasbih, Tentang Dosa, Sejarah Melempar Jumrah, Riba Dalam Berdagang, Wanita Sebagai Pemimpin Negara