Jika tujuan pribadi dan hubungan dengan orang lain cukup penting

Hubungan interpersonal dapat dibangun di mana saja bahkan di kegiatan sehari-hari Anda, namun tidak banyak orang mengerti, bagaimana membangun hubungan yang memerlukan interaksi antara dua orang atau lebih ini, dan bisa mendatangkan berbagai manfaat bagi Anda.

Dimulai dari keputusan seseorang terhadap sikap orang lain, di mana hal tersebut dapat menunjukkan rasa suka atau benci seseorang, dan akan berpengaruh pada interaksi tersebut. Interaksi sosial ini memerlukan relasi atau kesamaan kepentingan, agar bisa dibangun bersama.

Contoh hubungan interpersonal yang mungkin dapat menggambarkannya adalah hubungan kerja secara profesional, di mana orang-orang bekerja di bawah perusahaan tersebut memiliki kepentingan yang sama, sehingga terjadilah komunikasi antar dua arah.

Jenis koneksi sosial ini selalu dikaitkan dengan komunikasi, padahal masih banyak unsur perlu Anda aplikasikan dalam membangun hubungan yang baik, bisa jadi itu interaksi Anda dengan keluarga, teman, pasangan ataupun platonik.

Ciri-ciri Hubungan Interpersonal yang Perlu Diketahui

Ada berbagai ciri yang menandakan bahwa interaksi sosial antar pribadi ini sedang terjalin, sebagai makhluk sosial, interaksi atau komunikasi antar dua orang merupakan hal lumrah terjadi, sebab manusia akan saling membutuhkan satu sama lain bagaimanapun.

1. Mengirim dan Menerima Pesan secara Verbal dan Non Verbal

Orang-orang terlibat dalam interaksi antar pribadi ini, secara tidak sadar mengirim dan menerima pesan secara verbal dan non verbal. Sikap verbal yang dimaksud adalah dalam bentuk lisan ataupun tulisan, sedangkan non verbal bisa dalam bentuk gerakan mata atau sentuhan.

Hal ini dilakukan secara spontan, selain itu orang-orang yang terlibat juga akan memberikan umpan balik secara langsung kepada orang yang bersangkutan. Jadi terlihat bahwa interaksi ini terjalin, dengan adanya interaksi berlangsung antar dua orang atau lebih.

2. Suasana Informal

Ciri berikutnya dalam hubungan ini adalah suasana informal, di mana kondisi dari interaksi sosial tersebut sudah tidak canggung, sebab mereka sudah saling mengenal sehingga suasana tidak terasa kaku.

Namun tetap saja interaksi sosial ini lebih pada hubungan individu, yaitu pertemanan dan kerabat. Setiap jenis hubungan pasti memiliki kedekatan berbeda-beda, interaksi terjalin saat Anda bersama dengan keluarga dan kerabat juga akan terlihat berbeda.

3. Komunikasi Dua Arah

Tentu saja komunikasi dua arah menjadi ciri yang termasuk ke dalam interaksi ini, komunikasi ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus menerus. Kedua pihak saling mengirim dan menerima pesan, baik dalam bentuk perkataan ataupun gesture tubuh.

Setiap hubungan pasti akan terjalin komunikasi dua arah, hal inilah membuat interaksi tersebut menjadi hidup. Maka dari itu bagi Anda yang kurang mahir dalam menjalin komunikasi, sebaiknya segera latih diri Anda dalam membangun komunikasi yang baik.

Tipe-tipe Hubungan Interpersonal yang Berbeda

Hubungan antar pribadi ini dapat terjalin di mana saja, mulai dari kedekatan cukup intim antara dua orang ataupun hanya sekedar profesionalitas dalam pekerjaan. Namun tetap saja di dalam koneksi sosial tersebut, orang-orang didalamnya memiliki tujuan atau minat yang sama.

1. Keluarga

Interaksi ini terjalin antara orang-orang memiliki hubungan darah atau terhubung melalui pernikahan, bisa jadi ini merupakan koneksi pertama Anda miliki sebagai individu. Keluarga menjadi orang pertama yang memiliki kedekatan cukup intim kepada Anda, selain pasangan.

Kedekatan dengan keluarga tentunya berbeda-beda, namun pada umumnya interaksi ini memiliki kedekatan cukup intim, karena kedua pihak sering berinteraksi. Pihak-pihak termasuk dalam hubungan keluarga, seperti ayah, ibu, kakak, adik, suami, istri dan lainnya.

2. Persahabatan

Tipe berikutnya adalah persahabatan, di mana interaksi ini terjalin tanpa syarat, sebab pihak-pihak yang berada didalamnya menjalin koneksi atas kemauan sendiri. Dan individu-individu tersebut, juga menikmati kehadiran satu sama lain.

Seseorang yang memiliki hubungan persahabatan, menandakan bahwa mereka memiliki kecocokan cukup tinggi, dan bisa jadi hubungan Anda bersama sahabat, lebih penting dibandingkan dengan pasangan atau keluarga.

3. Pasangan

Hubungan bersama pasangan terjalin karena adanya perasaan tertarik satu sama lain, sehingga menciptakan koneksi penuh kedekatan, kepercayaan, keintiman dan saling menghargai. Sama halnya dengan interaksi dua arah, pasangan juga perlu membalas perasaan satu sama lain.

Mereka juga perlu berkompromi dan saling mengerti satu sama lain, agar tercipta hubungan yang dapat bertahan dalam jangka waktu lama. Setiap pihak yang memiliki koneksi dengan pasangannya, pada umumnya terikat satu sama lain atau memiliki ikatan khusus.

4. Profesional atau Kerja

Tipe berikutnya dalam hubungan ini adalah hubungan kerja, orang-orang terlibat berada di bawah organisasi atau perusahaan yang sama, sehingga memiliki tujuan yang sama, dan biasa disebut sebagai rekan kerja atau kolega.

Faktor Hubungan Interpersonal yang Berpengaruh

Dalam terbentuknya suatu hubungan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi koneksi tersebut bisa terbentuk. Mungkin sudah menjadi sifat alami manusia, bahwa mereka akan menunjukkan beberapa sikap yang membuat hubungan antara pribadi ini dapat terjalin.

1. Ekspresi Wajah

Tidak hanya tersampaikan melalui perkataan, namun ekspresi wajah yang Anda berikan kepada lawan bicara, juga menimbulkan persepsi atau anggapan akan diterimanya. Orang bisa menilai respons Anda berikan, melalui ekspresi wajah dalam beberapa detik.

Secara tidak sadar, bahasa tubuh juga bisa menandakan bagaimana respons Anda terhadap keputusan atau perkataan yang diberikan lawan bicara. Meskipun gerak tubuh tidak termasuk ke dalam media komunikasi, namun tubuh bisa mengartikannya sebagai bahasa atau masalah.

2. Komunikasi

Faktor lainnya dalam hubungan interpersonal adalah komunikasi, di mana komunikasi efektif akan menciptakan suasana interaktif dan menyenangkan.

Jika interaksi berlangsung dalam suasana komunikatif, maka akan lebih mudah bagi Anda maupun lawan bicara, untuk mengerti kemauan satu sama lain.

3. Kepribadian

Kepribadian seseorang yang berbeda-beda, membuat pihak lain dapat mengetahui tanggapan atau respons yang diberikan sehingga terjalin interaksi tersebut. Kebiasaan, karakter dan perilaku, dapat menjadi pengalaman subjektif yang mengekspresikan kepribadian Anda.

4. Stereotyping

Faktor lainnya dalam hubungan adalah stereotyping, merupakan persepsi seseorang di mana mereka memperlakukan kelompok tersebut dengan cara berbeda. Bisa mengelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin ataupun berdasarkan cerdas atau bodohnya seseorang.

Cara untuk Mengembangkan Hubungan Interpersonal

Koneksi antar pribadi ini dapat Anda tingkatkan kembali, membangun interaksi antar dua belah pihak menjadi hal yang mudah, namun tidak semua orang bisa melakukannya. Terlebih lagi dalam dunia kerja, di mana Anda akan berhubungan dengan orang-orang asing.

1. Membangun Kebersamaan

Hubungan interpersonal dapat dikembangkan dengan membangun kebersamaan, di mana Anda tidak membeda-bedakan rekan kerja dan memperlakukannya dengan sama. Hargai pendapat orang lain, karena setiap orang memiliki hak tersebut.

2. Memberikan Senyuman

Hanya memberikan senyuman saja, Anda bisa meningkatkan hubungan antara pribadi. Cobalah untuk bersikap lebih ramah kepada orang lain, namun masih dalam batas wajar, sehingga mereka tidak sungkan untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan Anda.

Dengan bersikap lebih perhatian kepada semua rekan kerja misalnya, maka interaksi antar pribadi ini akan lebih mudah terjalin, alhasil Anda juga akan lebih nyaman berada di sekitar orang-orang tersebut.

3. Menjadi Penengah

Dalam suatu hubungan Anda juga perlu menjadi penengah, di mana jika terjadi perselisihan yang terjadi di lingkungan kerja atau keluarga, tidak ada salahnya untuk menjadi penengah. Bukan bersikap ingin ikut campur, namun sikap ini bisa meningkatkan koneksi antar pribadi kedua pihak.

Pastikan Anda mengetahui apa permasalahannya, dan bersikap netral terhadap keduanya. Memang tidak mudah menjalin hubungan interpersonal, apalagi kita harus berinteraksi dengan orang lain yang terkadang cukup menguras energi.

Membangun hubungan interpersonal dapat dilakukan di mana saja, atau mungkin Anda tidak sadar bahwa hubungan tersebut sudah terjalin dalam hubungan keluarga.***(Editor/UMSU)

Oleh : Bambang Supiansyah,S.IP.,M.Kes

Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan BKD Kab.Kotim

Bukan rahasia umum bahwa konflik adalah suatu yang desdruktif / merusak, karena itu sedapat mungkin konflik tersebut harus dihindari, namun fakta menunjukan bahwa dengan adanya konflik dapat memicu banyak kemajuan, inovasi dan kreatifitas, hal ini bila ditinjau dari segi positifnya konflik, tetapi kalau konflik tersebut ditinjau dari segi negatifnya, konflik itu akan memicu suatu kehancuran yang lambat laun akan mengakibatkan salah satu kelompok akan hancur. Dari sini timbul pertanyaan “bagaimana kita menyikapi konflik?”.

    Sebelum menjawab pertanyaan tersebut terlebih dahulu kita harus mengenal terlebih dahulu apa definisi dari konflik. Menurut sebagian para ahli konflik adalah perilaku anggota organisasi yang di curahkan untuk beroposisi terhadap anggota lainnya, selain itu ada juga yang mengatakan konflik adalah pertentangan yang terjadi ketika kepentingan salah satu kelompok dihalang-halangi, atau disingkirkan oleh kepentingan kelompok lain.

     Dari dua definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya konflik itu adalah adanya dua kelompok yang saling bertentangan baik secara terbuka maupun latent (tertutup). Konflik itu kadang-kadang merupakan suatu yang sangat perlu dalam suatu organisasi, tapi konflik yang bagaimana? Tentu saja konflik yang dapat merangsang perubahan dalam organisasi dan dapat menolong organisasi untuk secara terus menerus belajar (learning), namun tidak semua konflik akan menciptakan perubahan yang positif. Konflik yang mampu merangsang perubahan hanyalah konflik yang lazim disebut konflik fungsional. Disini seorang leader/manager/pemimpin dituntut agar berperan besar untuk membuat dan membawa kearah konflik yang fungsional bukan membawa kearah konflik yang desdruktif/merusak.

Jika tujuan pribadi dan hubungan dengan orang lain cukup penting

Sumber (www.google.com)

Konflik yang fungsional akan merangsang organisasi menjadi kritis terhadap perubahan-perubahan yang selalu terjadi baik itu dari dalam (intern) maupun dari luar (ekstern) dan lebih inovatif serta kreatif, sedangkan konflik yang desdruktif (merusak) hanya akan merangsang organisasi menjadi kacau balau dan tidak kooporatif. Kalau kita lihat atau kita tinjau dari sudut pandang tradisional konflik itu hanya akan merusak sehingga harus dihindari bahkan sama halnya dengan irasionalitas, kekerasan dan kehancuran.

     Jika dalam suatu organisasi timbul suatu konflik, maka manajemenlah yang dapat memadamkan konflik, seorang leader/manager/pemimpin/dituntut bertindak baik secara administrasi maupun manajemen. Bagaimana seorang leader/manajer bertindak secara administrasi bisa dilihat dari caranya mengatur dan menjalankan penyelenggaraan apa yang dikehendaki suatu organisasi, sedangkan tindakan manajemen dapat dilihat dari bagaimana cara seorang pemimpin dalam mengendalikan, mengarahkan dan memanfaatkan segala faktor dan sumber daya, baik itu manusia, bahan, peralatan dan lain-lain, yang berdasarkan perencanaan yang diperlukan untuk menyelesaikan atau mencapai suatu tujuan. Hal ini memang bukan tugas yang mudah, dari sini orang akan melihat bahkan dapat menilai peranan seorang pemimpin khususnya pemimpin hirarki yang berperan sebagai wasit atas pemutus pertentangan dalam organisasi secara efektif. Didalam melaksanakan tugasnya pemimpin yang satu dengan yang lainnya selalu ada perbedaan-perbedaan tertentu. Sikap dan tindak tanduk seorang pemimpin akan terlihat justru dalam caranya melakukan pekerjaan kepemimpinannya (leadership) seperti misalnya sewaktu dia memberi perintah kepada bawahannya, caranya menegur kesalahan-kesalahan bawahan, caranya memimpin rapat, cara berkomunikasinya, caranya menegakkan disiplin pada para bawahannya, cara merekomendasikan kegiatan yang sifatnya training kepada bawahan, dan sebagainya.

      Terkadang dalam merekomendasikan tugas kepada bawahan tidak sesuai dengan apa sebenarnya tugas pokok dan fungsi bawahan tersebut, sering kita lihat cara seorang pemimpin merekomendasikan suatu tugas pekerjaan, sesuaikah tugas yang diberikan kepada bawahan tersebut, karena jika rekomendasi tugas tersebut terjadi ketidaksesuaian tugas pokok dan fungsi si penerima tugas, hal inilah yang nantinya akan membuat suatu pekerjaan didalam suatu organisasi menjadi kebingungan akan wewenang kelompoknya. Hal seperti ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin (Leader) dalam merubah perilaku pengikut atau bawahannya. Belum lagi pendapat atasan yang terkadang beranggapan bahwa staf/pegawai/bawahan itu adalah orang yang pasif, malas, tidak berambisi untuk maju, takut memikul tanggung jawab, baru bekerja setelah ada peringatan dari atasan, pendapat seperti ini sebaiknya ditinjau kembali oleh semua atasan atau pemimpin, karena ada satu pendapat para ahli managemen terutama managemen Sumber Daya Manusia”Tidak ada satu orang staf pun yang bodoh, tetapi yang bodoh itu adalah manager pengelola SDM nya itu sendiri”, karena jika sumber daya manusia tersebut ditempatkan sesuai dengan kompetensinya atau keahliannya, maka akan terlihatlah kemampuan yang sebenarnya dari orang tersebut. Memang staf atau bawahan memiliki bermacam-macam karakteristik dan kompetensi. Pemimpin harus jeli dalam menilai para bawahan atau staf dalam organisasi, staf atau bawahan itu dalam melaksanakan pekerjaan yang di berikan oleh atasannya memiliki karakteristik seperti yang sering kita lihat dalam suatu organisasi,  ada bawahan yang memiliki kemampuan tapi tidak memiliki kemauan untuk bekerja, yang parah lagi ada bawahan yang tidak memiliki kemampuan bahkan dibarengi tidak memiliki kemauan untuk bekerja, ada yang tidak mampu namun juga dibarengi tidak ada kemauan untuk bekerja, tetapi ada juga karyawan itu yang mampu bahkan dibarengi adanya kemauan untuk bekerja. Kesemua itu tergantung pendekatan para pimpinan atau manager dalam mengelola sumber daya manusia yang tersedia. (Bagaimana menghadapi karakteristik individu dalam organisasi?  akan dibahas pada penulisan selanjutnya)

Jika tujuan pribadi dan hubungan dengan orang lain cukup penting

Dokumen BKD Kabupaten Kotawaringin Timur “salah satu jiwa kebersamaan yang tertanam pada organisasi”

Kepemimpinan itu adalah seni dan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam artian seorang pemimpin itu mampu menggunakan kekuasaan secara efektif dan bertanggung jawab, seorang pemimpin mampu memahami manusia, bahwa manusia itu mempunyai perbedaan, kekuatan motivasi dalam waktu yang berbeda dan situasi yang berbeda pula, pemimpin itu mampu menggali inspirasi bawahan, dan pemimpin itu mampu menciptakan dan mengembangkan iklim serta situasi yang kondusif agar bawahan mau memberikan kreativitas dan kemampuan terbaiknya.

Menurut pendapat seorang ahli Louis R.Pondy “sumber yang dapat memicu konflik dalam organisasi adalah sebagai berikut :

Pertama “konlik terjadi karena saling ketergantungan”, dalam menjalankan tugasnya antara unit yang satu dengan yang lainnya saling ketergantungan, sehingga terjadi kompetisi dalam memperebutkan otonomi dan koordinasi. Masing-masing unit akan memperjuangkan otonomi yang lebih besar untuk kepentingan unitnya. Langkah ini akan berbenturan dengan langkah dan keinginan organisasi dalam melakukan koordinasi. Semakin tinggi tingkat koordinasi dalam memperjuangkan otonomi, maka semakin tinggi pula potensi konflik apakah itu antar individu, kelompok maupun antar unit-unit dalam organisasi.

Kedua “sumber empuk pemicu konflik dalam organisasi lainnya adalah adanya perbedaan dalam menetapkan prioritas dan tujuan”, dimana masing-masing unit pada umumnya hanya memperjuangkan kepentingan dan tujuan dari unitnya masing-masing tanpa memperhatikan tujuan dari unit lain hal seperti ini hanya akan memicu konflik antar unit dalam organisasi menjadi subur.

Ketiga Faktor-faktor birokrasi, terkadang ada kesalahan dalam mendesain birokrasi, kesalahan dalam  desain birokrasi dan prosedur ini adalah sumber empuk konflik yang sangat potensial dalam organisasi.

Keempat Ukuran kinerja yang tidak sesuai, hal ini masih berkaitan dengan faktor-faktor birokrasi, hanya saja ini menyangkut tatacara melakukan monitoring, evaluasi dan penghargaan yang berbeda antar unit satu dengan yang lainnya, yang pada akhirnya bisa menimbulkan kecemburuan social antar unit, dan pemicu konflik ideal.

Kelima Memperebutkan sumber daya yang langka, hal ini sangat erat hubungannya dengan ketersediaan sarana-sarana pendukung yang langka sehingga setiap unit saling berebut pendukung yang langka sehingga setiap unit saling berebut untuk mendukung operasi unitnya masing-masing.

Dari uraian di atas kita akan tahu apa yang menyebabkan konflik, dinamika dan peranannya dalam organisasi. Ada  pertanyaan kita dapat, bagaimana kita mengendalikan, menguasai dan mengatasi konflik yang berperanan negatif maupun positif tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut ada beberapa strategi dalam pengendalian konflik organisasi diantaranya dengan menerapkan strategi sebagai berikut:

Starategi pertama dengan cara Penghindaran (advidance) atau penarikan diri, strategi ini meliputi ketidak acuhan umum terhadap sebab-sebab dari konflik dengan membiarkan konflik berlangsung terus menerus pada tingkat bawah, kondisi-kondisi yang terkendali hanya pada bagian tertentu saja, bahkan bisa berupa sebaliknya konflik akan semakin memburuk. Metode yang digunakan diantaranya seolah-olah tidak memperhatikan adanya konflik, dengan cara pemisahan secara fisik dan mengadakan interaksi terbatas.

Starategi kedua dengan cara Memecah dan menyebar (diffusion), cara ini pemimpin dalam mengambil keputusan harus sedikit bersabar menunggu sampai konflik diantara dua kelompok menjadi berkurang emosionalnya.

Strategi ketiga dengan cara Penyesuaian diri (accommodation), dalam strategi ini paling tidak salah satu pihak yang terlibat konflik usahakan untuk menempatkan kepentingan pihak lain diatas kepentingan diri atau kelompoknya.

Strategi keempat dengan cara mendesain kembali Birokrasi dan reorganisasi, strategi ini mengandalkan otoritas formal dan kepatuhan pada peraturan-peraturan organisasi yang berlaku, personal control (pengendalian diri) akan diganti dengan hukum birokratik, ada restruktur atau struktur organisasi harus dirancang kembali untuk mengurangi konflik.

Strategi kelima dengan cara Perundingan, strategi ini biasanya erat dengan hubungannya dengan sumber-sumber yang ada, sehingga akan menimbulkan persaingan antar kelompok yang berkepentingan dengan hal tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka sumber harus ditingkatkan, atau tuntutan dari pihak-pihak yang bersaing harus diturunkan, dengan mengadakan perundingan-perundingan.

Strategi keenam dengan Konfrontasi dan kolaborasi, strategi ini sumber konflik dicari, didiskusikan dan bisa ditemukan, dimana ditekankan sekali betapa pentingnya kebersamaan dari kelompok yang konflik.

Dari uraian diatas tipe pemimpin yang bagaimana yang bisa mengendalikan konflik baik itu antar individu maupun antar unit/kelompok? untuk itu marilah kita telaah beberapa sifat kepemimpinan warisan tradisional yang perlu atau diperagakan oleh setiap pemimpin yang biasa disebut dengan istilah Hasthabrata. Pandangan ini bertitik tolak dengan sifat-sifat yang ada pada alam diantaranya adalah :

Pemimpin bisa menjadi Matahari (Surya),  dalam keseharian kita selalu menikmati sinar surya atau mentari yang bersifat panas, penuh dengan energy, matahari adalah sumber kehidupan. Tanpa matahari maka akan berakhirlah segala bentuk kehidupan, demikian juga dengan pemimpin hendaknya dapat memberi semangat kepada bawahan sehingga suasana menjadi hidup, enerjik dan penuh kreativitas dan dinamika. Seorang pemimpin hendaknya dapat menimbulkan kinerja pada orang yang dipimpinnya.

Pemimpin dapat bersifat laksana Bulan (Candra), yang mempunyai sifat indah, sejuk, menawan dan mampu menerangi kegelapan. Sebagai seorang pemimpin hendaknya dapat memberikan keteduhan dan ketentraman batin bagi anak buahnya, dapat memecahkan persoalan yang dihadapi bawahannya baik itu persoalan yang dihadapi bawahannya baik itu peroalan dinas maupun pribadi. Dengan demikian seorang pemimpin akan dikagumi oleh anak buahnya.

Pemimpin dapat bersifat laksana Bintang (kartika), yang merupakan petunjuk bagi mereka yang kehilangan arah, bintang bersifat sebagai pedoman bagi manusia yang memerlukannya. Begitu juga dengan pemimpin hendaknya tingkah laku dan perbuatannya patut diteladani, dapat dijadikan arah bagi tujuan individu, kelompok maupun organisasi.

Pemimpin dapat bersifat laksana Angin (Bayu), yang memiliki sifat merata, dan dapat mengisi setiap ruang yang kosong. Angin mampu menembus dan masuk kesegala tempat. Pemimpin hendaknya bersifat teliti, cermat dan dapat menyelami segala kehidupan anak buahnya. Pemimpin hendaknya mampu mengumpulkan data yang tepat dan akurat sehingga keputusan yang diambil lebih bijaksana.

Pemimpin dapat bersifat laksana Awan (Mega), yang memiliki sifat menakutkan. Tetapi apabila awan berubah menjadi hujan, maka akan memberikan kesegaran dan kehidupan, begitulah pemimpin hendaknya dapat bermanfaat bagi anak buahnya.

Pemimpin dapat bersifat laksana Api (Dahana), yang bersifat tegak dan tidak pandang bulu. Siapa yang mendekat akan hangus terbakar. Begitulah seorang pemimpin hendaknya memiliki suatu prinsip. Kata-kata dapat dipegang, konsekuen dan penuh tanggung jawab atas semua perbuatannya. Ia bersifat adil, tidak pilih kasih, siapa yang salah dihukum dan siapa yang berhasil diberi penghargaan. Artinya Pemimpin hendaknya bersifat tegas.

Pemimpin dapat bersifat laksana Lautan (Samudra), samudra itu bersifat luas, dapat memuat apa saja bahkan bisa untuk menampung segala benda. Seorang pemimpin hendaknya memiliki pandangan yang luas, sabar, artinya seorang pemimpin itu mampu menampung segala macam persoalan dan mampu mencari penyelesaian.

Dan yang terakhir adalah bahwa Pemimpin dapat bersifat laksana Bumi (Bantala), bumi bersifat kokoh dan sentosa, dia dapat menghancurkan segala macam barang yang tak berguna menjadi bermanfaat. Artinya Pemimpin hendaknya bersifat luhur dan sentosa budinya, jujur dan mampu memanfaatkan situasi dan kondisi.

Demikian sifat-sifat pemimpin yang diharapkan bisa menanggulangi konflik yang ada pada organisasi yang dipimpinnya, mungkin dari tulisan tersebut diatas ada sedikit yang bisa menjadi masukan seorang pemimpin dalam memecahkan suatu masalah dalam kemelut kepemimpinan yang rumit dan yang menuntut tanggung jawab yang penuh untuk keberhasilan dalam mencapai tujuan individu, kelompok maupun organisasi yang telah ditetapkan.

Untuk direnungkan, penulis disini menuliskan satu kalimat bijak, mungkin kata-kata bijak ini bisa untuk menjadi rambu-rambu untuk para pemimpin dalam membuat suatu keputusan dalam mencapai tujuan bersama dalam organisasi

.Sumber Penulisan :

  1. Manajemen SDM (Salemba Empat 2006)
  2. Kepemimpinan (UT 2002)
  3. Administrasi Kepegawaian (UT 1996)
  4. Perilaku Organisasi (UT 2002)
  5. Psikologi Sosial (UT 2000)