Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman

Jakarta -

Zaman Mesolitikum dikenal juga dengan nama zaman Batu Pertengahan atau zaman Batu Madya. Zaman ini berlangsung antara tahun 10.000 - 5.000 sebelum Masehi (SM). Zaman Meoslitikum di Asia Tenggara juga dikenal dengan nama zaman Haobinhian.

Zaman Mesolitikum ditandai dengan kecenderungan manusia purba untuk tinggal di tepi sungai dan laut. Sebab, persediaan air dan makanan laut memungkinkan manusia untuk bermukim di sana, seperti dikutip dari buku Sejarah 1 untuk SMA Kelas X oleh Drs. Sardiman A.M., M.Pd.

Zaman Mesolitikum

Karakteristik Zaman Mesolitikum

Karakteristik zaman Mesolitikum di antaranya yaitu kebiasaan manusia purba tinggal di tepi sungai atau laut, jika dibandingkan dengan manusia purba di zaman Paleolitikum. Di sisi lain, manusia purba zaman Mesolitikum juga banyak yang tinggal di gua.

Kebudayaan zaman Mesolitikum meninggalkan jejak di Sumatra, Jawa, Kalimanta, Sulawesi, dan Flores. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan kebudayaan Mesolitikum meluas ke berbagai tempat di Indonesia. Pendukung kebudayaan zaman batu tengah adalah Homo sapiens.

Peninggalan zaman Mesolitikum yang sangat terkenal adalah adanya kebudayaan kjokkenmoddinger dan berkembangnya abris sous roche.

Kjokkenmoddinger berasal dari kata bahasa Denmark kjokken yang artinya dapur dan modding yang artinya sampah. Dengan kata lain, kjokkenmoddinger adalah sampah dapur atau sampah makanan dari manusia purba di zaman Mesolitikum.

Kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput dan kerang yang menggunung. Manusia purba zaman Mesolitikum saat itu tinggal di tepi pantai dengan rumah-rumah bertonggak.

Manusia purba saat itu hidup dari makan siput dan kerang. Setelah isinya diambil untuk dimakan, kulitnya dibuang begitu saja, sehingga dalam waktu lama menjadi bukit kulit kerang. Kjokkenmoddinger ditemukan di depan Pantai Sumatra Timur Laut, di antara Langsa di Aceh dan Medan di Sumatra Utara.

Pebble atau Kapak Sumatra ditemukan dari penelitian ahli arkeologi Pieter Vincent van Stein Callenfels pada tahun 1925. Saat itu, Callenfels menemukan kapak yang berbeda dengan chopper, yaitu kapak genggam dari zaman Paleolitikum. Pebble culture banyak ditemukan di Sumatra Utara

Batu pipisan adalah batu bata penggiling beserta landasannya yang di zaman kini akan berfungsi mirip cobek. Batu pipisan berguna untuk menggiling makanan dan menghaluskan pewarna atau cat merah.

Cat tersebut diduga digunakan untuk kegiatan yang terkait kepercayaan. Pipisan ditemukan di Sumatra Utara, Sampung di Ponorogo, Gua Prajekan Besuki di Jawa Timur, dan Bukit Remis Aceh.

Kebudayaan abris sous roche adalah kebudayaan manusia purba yang tinggal di gua-gua. Manusia purba zaman Mesolitikum juga tinggal di gua yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Karena dijadikan tempat tinggal, gua seolah-olah menjadi perkampungan manusia purba yang meninggalkan jejak-jejak kebudayaan.

Kebudayaan manusia purba zaman Mesolitikum yang tinggal di gua-gua menciptakan kebudayaan-kebudayaan baru, yaitu kebudayaan tulang atau bone culture dan kebudayaan Toala.

Bone culture adalah budaya manusia purba zaman Mesolitikum yang hidup di gua-gua untuk menggunakan alat-alat sehari-hari dari tulang. Nama Sampung bone culture berasal dari penemuan Callenfels di Gua Lawa di Jawa Timur yang sebagian besar merupakan peralatan dari tulang.

Von Stein Callenfels merupakan peneliti pertama di Gua Lawa, dekat Sampung, Ponorogo, Jawa Timur pada 1928-1931. Ia saat itu menemukan alat-alat dari batu, seperti ujung panang dan flake, batu-batu penggolingan, kapak yang sudah diasah, alat-alat dari tulang, dan tanduk rusa

Kebudayaan Tala adalah kebudayaan suku bangsa Toala yang mendiami gua-gua di Lamoncong, Sulawesi Selatan hingga akhir abad ke-19. Kebudayaan Toala meninggalkan flake, alat-alat dari tulang, dan serpih bilah. Ujung serpih yang runcing dapat menjadi alat penusuk untuk melubangi benda, seperti kulit.

Salah satu ciri khas kebudayaaan Toala adalah lukisan-lukisan di gua-gua tempat tinggal warga suku Toala, seperti cap tangan dan lukisan babi hutan yang dicat. Peninggalan lukisan kebudayaan Toala masih dapat dilihat di Maros, Sulawesi Selatan.

Itu dia peninggalan zaman Mesolitikum beserta budayanya. Selamat belajar ya, detikers!

Simak Video "Studi: Hanya 7% Populasi Dunia yang Punya DNA Unik 'Manusia Modern'"



(twu/nwy)

PEMBAGIAN zaman pra-aksara dibagi menjadi dua, yaitu secara geologi dan arkeologi. Geologi sendiri merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bebatuan, sedangkan arkeologi adalah ilmu yang mempelajari tentang peninggalan sejaran. Saat ini topik yang akan dibahas adalah secara arkeologi.

Zaman pra-aksara atau zaman pra-sejarah juga disebut sebagai zaman nirleka yang berarti zaman tanpa tulisan atau aksara. Di zaman ini memang manusia belum mengenal adanya kasara dan tulisan, sehingga kehidupan mereka masih sangat sederhana.

Lantas, seperti apa Pembagian Zaman Pra-Akasara Secara Arkeologi? Berikut informasinya.

Pembagian Zaman Pra-Akasara Secara Arkeologi

Zaman Batu

Pada zaman batu, manusia purba bertahan hidup dengan cara berburu dan bercocok tanam dengan sederhana. Kehidupan di zaman ini belum ada tulisan apalagi teknologi. Hanya ada beberapa alat sederhana yang bisa diciptakan manusia purba, seperti kapak genggam, kapak perimbas, dan sebuah karya berupa patung berbentuk manusia dan hewan.

Zaman batu terbagi atas beberapa zaman, yaitu:

 Baca juga: Info Menarik Jurusan Arkeologi, Peluang Kerjanya Apa Saja Ya?

Zaman Palaeolitikum atau zaman batu tua yang berlangsung pada 50.000 hingga 10.000 SM. Di zaman ini manusia purba mengenal berburu dan mengumpulkan makanan.

Zaman Mesolitikum atau zaman batu tengah dimana manusia sudah mulai hidup semi menetap dan mulai mengenal memasak karena adanya temuan perkakas.

Zaman Neolitikum atau zaman batu baru/muda dimana manusia sudah mulai hidup menetap dan telah mengenal bercocok tanam dan bisa menghasilkan makanan sendiri.

Zaman Megalitikum atau zaman batu besar dimana manusia purba sudah mulai membuat dan meningkatkan kebudayaannya dan meninggalkan bukti berupa menhir, punden berundak, dolmen, dan lain-lain.

Zaman Logam

Zaman logam disebut juga sebagai zaman perundingan dan manusia purba sudah mengenal teknologi sederhana dan pertukangan. Manusia purba mulai membuat alat-alat yang terbuat dari logam, seperti perunggu dan besi. Pada zaman logam, dibagi menjadi tiga, yaitu:

Zaman Tembaga, di zaman ini manusia purba mulai mengenal tembaga sebagai bahan dasar alat-alat.

Zaman Perunggu, di zaman ini manusia mulai membuat berbagai macam alat menggunakan bahan perunggu, seperti kapak corong, candrasa, dan nekara.

Zaman Besi, di zaman ini manusia sudah semakin maju dan mulai bisa membuat peralatan yang lebih sempurna dengan bahan besi. Alat-alat yang dibuat seperti pisau, sabit, pedang, dan lain-lain.

Itulah Pembagian Zaman Pra-Aksara Secara Arkeologi.

  • #Arkeologi
  • #Zaman Pra Aksara
  • #Zaman Batu

Periodisasi zaman praaksara dapat dibedakan berdasarkan geologi (ilmu yang mempelajari bebatuan) dan arkeologi (peninggalan sejarah). Zaman praaksara disebut juga zaman nirleka yang di mana nir adalah tidak adal dan leka adalah tulisan. Pada artikel sebelumnya, Eduteam sudah membahas tentang zaman praaksara menurut geologi (ilmu yang mempelajari bebatuan). Sekarang yuk kita selami zaman praaksara berdasarkan benda-benda peninggalannya!

Periodisasi Zaman Praaksara Berdasarkan Arkeologi

Buku berjudul Sapiens Grafis: Kelahiran Umat Manusia oleh Yuval Noah Harari merupakan bentuk adaptasi grafis dari salah satu buku sejarah populer di dunia yaitu Sapiens. Dalam buku ini akan dibahas mengenai awal mula bagaimana umat manusia dilahirkan dan evolusinya hingga sekarang.

Menurut ilmuwan sejarah atau ahli sejarah asal Denmark, CJ. Thomsen (Christian Jürgensen Thomsen), zaman praaksara di Indonesia terbagi menjadi 3 zaman  yaitu zaman batu, zaman perunggu dan zaman besi. Konsep tersebut disebut dengan “three age system” yang menekankan pada pendekatan teknis dan didasarkan atas penemuan alat-alat peninggalan bangsa prasejarah. Sejarawan Indonesia, R Soekmono mengadaptasi teori tersebut dan membagi zaman praaksara Indonesia ke dalam 2 zaman yaitu zaman batu dan zaman logam.

ZAMAN BATU

Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
1. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal

Zaman batu tua berlangsung pada 50.000-10.000 SM. Zaman praaksara ini disebut sebagai zaman batu tua karena pada saat itu manusia menggunakan alat-alat batu yang masih dibuat secara kasar dan sederhana. Pada zaman praaksara ini manusia hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dalam kelompok kecil (10-15 orang) untuk mencari makanan.

Pada zaman praaksara ini, manusia hanya mengenal berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah dan umbi-umbian), mereka belum mulai memasak atau bercocok tanam. Mereka berlindung dari alam dan hewan buas dengan tinggal di dalam gua. Pada masa ini, manusia purba sudah mengenal api. 

Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman

src: ikacuplisblog.wordpress.com

Berdasarkan penemuan fosil, jenis manusia purba yang hidup di zaman paleolitikum, antara lain:

Anda Mungkin Juga Menyukai

– Pithecanthropus Erectus – Meganthropus paleojavanicus – Homo Erectus – Homo Soliensis – Homo Wajakensis

– Homo Floresiensis

Di Indonesia sendiri khususnya di Jember, berdasarkan asumsi di era paleolitikum terbagi menjadi tiga periodisasi yaitu awal, tengah, dan akhir. Dimana terdapat beberapa peninggalan yang menjadi bukti akan hal tersebut yang dapat kamu baca pada buku Babad Bumi Sadeng Mozaik Historiografi Jember Era Paleolitik oleh Zainollah Ahmad.

Berdasarkan daerah penemuannya, hasil kebudayaan zaman Paleolitikum dikelompokkan menjadi:

a. Kebudayaan Pacitan 

Ditemukan oleh Von Koeningswald pada tahun 1935. Alat yang ditemukan berupa kapak genggam dan alat serpih yang masih kasar yang Selain di pacitan, alat-alat juga banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara).

– Kapak genggam (chopper): alat penetak/pemotong, serupa kapak tapi tidak bertangkai, diperkirakan merupakan hasil kebudayaan manusia jenis Meganthropus.

– Kapak perimbas (ditemukan juga di Gombong, Sukabumi, Lahat): untuk merimbas kayu, memahat tulang & sebagai senjata, diperkirakan merupakan hasil kebudayaan manusia Pithecanthropus.

b. Kebudayaan Ngandong

Alat hasil kebudayaan Ngandong ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur. Alat yang ditemukan berupa peralatan yang terbuat dari tulang dan tanduk rusa, diperkirakan digunakan sebagai alat penusuk, belati, atau mata tombak.

– Alat dari tulang binatang: alat penusuk/belati, ujung tombak bergerigi, mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, menangkap ikan.

– Flakes: alat kecil dari batu Chalcedon, untuk mengupas makanan, berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan. 

Berlangganan Gramedia Digital

Baca SEMUA koleksi buku, novel terbaru, majalah dan koran yang ada di Gramedia Digital SEPUASNYA. Konten dapat diakses melalui 2 perangkat yang berbeda.

Rp. 89.000 / Bulan

2. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut

Merupakan peralihan zaman paleolitikum dan neolitikum. Manusia pendukungnya yaitu bangsa Papua-Melanosoid. Manusia mulai hidup semi menetap di gua-gua yang disebut Abris Sous Roche. Pada saman praaksara mesolitikum, laki-laki berburu dan perempuan tinggal di gua untuk menjaga anak dan memasak. Hasil budaya yang ditemukan pada zaman mesolitikum, yaitu:

a. Kjokkenmoddinger

Kjokkenmoddinger ini berasal dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti “dapur” dan modding berarti “sampah”. Kjokkenmoddinger adalah sampah-sampah dapur berupa tumpukan kulit kerang. Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera. Penemuan hasil budaya dari kjokkenmoddinger adalah peeble, kapak genggam, kapak pendek, dan pipisan. Pipisan merupakan batu penggiling yang digunakan untuk menggiling makanan dan menghaluskan cat merah yang berasal dari tanah merah. Cat merah ini diperkirakan digunakan untuk kepentingan religius dan ilmu sihir.

b. Abris Sous Roche

Manusia pada zaman praaksara ini manusia purba tinggal di gua-gua pada tebing pantai yang dinamakan Abris Sous Roche. Hasil budaya yang ditemukan dari gua-gua tersebut yaitu peralatan dari batu yang telah diasah serta peralatan dari tulang dan tanduk (banyak ditemukan di gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur, karena itu disebut sebagai Sampung Bone Culture). Abris Sous Roche juga banyak ditemukan di Besuki, Bojonegoro, dan Sulawesi Selatan.

Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman

Sumber: sejarahlengkap.com

Hasil budaya lain yang menonjol yaitu lukisan gua berupa cap tangan yang diyakini sebagai bagian dari ritual agama, dianggap memiliki kekuatan magis. Lukisan tersebut banyak ditemukan di gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan. Cap jari tangan warna merah diperkirakan sebagai simbol kekuatan dan perlindungan dati roh-roh jahat, sementara cap tangan jadi jarinya tidak lengkap diperkirakan merupakan ungkapan duka atau berkabung. 

Pada buku Qatar di Mata Penjelajah dan Arkeolog oleh Ali Ghanim al-Hajri dijelaskan mengenai Qatar yang memiliki warisan peradaban luar biasa yang mengekspresikan kekhususan warisan material serta intelektual sejak Zaman Batu. Jika Grameds ingin mengetahui lebih dalam, klik “beli buku” yang ada di bawah ini.

Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman

3. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/ Batu Muda) – Masa bercocok tanam

Kehidupan manusia pada zaman praaksara ini sudah mulai menetap, tidak berpindah-pindah. Jenis manusia yang hidup pada pada zaman praaksara ini yaitu Homo Sapiens ras Mongoloide dan Austromelanosoide. Mereka juga sudah mengenal bercocok tanam, tetapi masih melakukan perburuan. Mereka juga sudah dapat menghasilkan bahan makanan sendiri (food producing).

Hasil budaya peninggalan pada zaman praaksara neolitikum, pembuatannya sudah lebih sempurna, lebih halus dan disesuaikan dengan fungsinya. Alat-alat pada masa ini banyak digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Hasil kebudayaan yang terkenal yaitu:

– Kapak Lonjong: alat dari batu yang diasah berbentuk lonjong seperti bulat telur. Diperkirakan digunakan dalam menebang pohon. Peninggalan ini banyak ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti Minahasa dan Papua.

– Kapak Persegi: berbentuk persegi panjang atau trapesium, mirip dengan cangkul, digunakan untuk kegiatan persawahan.  Ukuran besar sering disebut beliung atau pacul, yang berukuran kecil disebut tarah (tatah) dan digunakan untuk mengerjakan kayu. Persebarannya di daerah Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Jawa, dan Bali. 

Ada pula peninggalan lainnya, yaitu:

– Mata panah dan mata tombak: terbuat dari batu yang diasah seara halus untuk kepentingan berburu, ditemukan di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan

– Perhiasan seperti gelang-gelang dari batu indah: banyak ditemukan di wilayah Jawa.  

– Alat pemukul kulit kayu 

– Pakaian dari kulit kayu: Pada zaman tersebut sudah dikenal adanya pakaian, dibuktikan dengan penemuan alat pemukul kulit kayu yang dijadikan sebagai bahan pakaian. 

– Tembikar (periuk belanga): banyak ditemukan pecahan-pecahannya di Sumatra. Di Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang berisi tulang-tulang manusia.

4. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)

Kebudayaan pada zaman praaksara megalitikum diperkirakan berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman perunggu. Manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar. Mereka telah membuat berbagai macam bangunan batu untuk kepentingan upacara keagamaan dan mengubur jenazah. Manusia pendukung pada zaman praaksara ini didominasi oleh Homo Sapiens. 

Menurut Von Heine Geldren, kebudayaan megalitikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang. Pertama adalah Megalitikum Tua (2500-1500 SM) yang menyebar ke Indonesia pada zaman neolitikum dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, arca-arca statis.

Sedangakan masa Megalitikum Muda (1000-10 SM), menyebar pada zaman perunggu dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga , sarkofagus dan arca-arca dinamis.

Hasil kebudayaan zaman megalitikum:

– Menhir: tiang atau tugu batu untuk pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Sulawesi Tengah.

– Punden berundak: bangunan yang tersusun bertingkat, berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Punden berundak bertingkat tiga yang memiliki makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal. Punden berundak ditemukan di daerah Lebak Sibedug, Banten Selatan.

– Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk persembahan pada roh nenek moyang. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Di bawah dolmen sering ditemukan kubur batu untuk meletakkan mayat.

– Sarkofagus: peti kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup, pada ujung-ujungnya terdapat tonjolan. Sarkofagus memiliki jenis bentuk dan ornamen yang berbeda. Di dalamnya ditemukan tulang-tulang manusia dan bekal kubur berupa periuk, beliung persegi, perhiasan dari perunggu dan besi. Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali.

– Kubur batu: peti mati yang dibentuk dari 6 papan batu. Paling banyak ditemukan di daerah Sumba dan Minahasa.

– Waruga: Kubur batu khas Minahasa, kebanyakan berupa kotak batu dengan tutup berbentuk segitiga mirip bangunan rumah sederhana.

– Arca batu: patung-patung dari batu berbentuk binatang atau manusia. Bentuk binatang yang digambarkan yaitu gajah, kerbau, harimau dan monyet. Daerah penemuannya yaitu di Pasemah (Sumatera Selatan), Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur.

ZAMAN LOGAM

Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Zaman logam disebut juga sebagai zaman perundagian karena di masyarakat timbul golongan undagi yang terampil dalam melakukan pekerjaan tangan. Pada zaman ini, manusia purba sudah mulai mengenal teknologi dan pertukangan dengan membuat peralatan yang sesuai dengan kebutuhan hidup. Manusia sudah mulai membuat alat dari logam seperti perunggu dan besi. 

Ada 2 teknik pembuatan alat logam, yaitu dengan cetakan batu (bivalve) dan dengan cetakan tanak liat dan lilin (a cire perdue). Zaman logam dibagi menjadi 3 zaman yaitu zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi, namun zaman tembaga tidak terjadi di Indonesia. 

Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman

1. Zaman Tembaga

Zaman tembaga merupakan awal manusia mengenal logam. Tembaga digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat peralatan. Indonesia diperkirakan tidak terpengaruh dengan zaman tembaga karena sampai sekarang belum ada ditemukan peninggalan sejarah dari zaman tembaga di Indonesia.

2. Zaman Perunggu

Pada zaman ini, manusia membuat alat dengan bahan dasar perunggu. Peninggalan sejarah dari zaman perunggu di Indonesia, anatara lain:

– Candrasa: sejenis senjata, ditemukan di Bandung dan diperkirakan digunakan untuk keperluan upacara.

– Kapak Corong (Kapak Sepatu): alat kebesaran dan upacara adat yang berbentuk seperti corong, ditemukan di Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.

– Nekara: Genderang besar atau tambur yang berbentuk seperti dandang terbalik, digunakan untuk upacara ritual, khususnya sebagai pengiring upacara kematian, upacara memanggil hujan, dan sebagai genderang perang. Daerah penemuannya yaitu di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Sumbawa, Pulau Roti, Selayar, dan Kepulauan Kei. Nekara “The Moon of Pejeng” yang merupakan nekara terbesar di Indonesia terdapat di Bali.

Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman

nekara perunggu (materi4belajar.com)

– Moko: sejenis nekara yang ukurannya lebih kecil, berfungsi sebagai benda pusaka seorang kepala suku, benda yang diwariskan kepada anak laki-laki kepala suku dan juga mas kawin. Moko lebih banyak ditemukan di Pulau Alor dan Manggarai ( Pulau Flores).

– Bejana Perunggu: memiliki bentuk seperti periuk namun langsing dan gepeng. Di Indonesia, bejana perunggu ditemukan di tepi Danau Kerinci (Sumatera) dan Madura. Kedua bejana yang sudah ditemukan memiliki hiasan yang serupa dan sangat indah berupa gambar – gambar geometri dan pilin – pilin yang mirip huruf J.

– Arca Perunggu: ada yang berbentuk manusia dan ada juga yang berbentuk binatang. Umumnya kecil dan terdapat cincin pada bagian atasnya. Cincin tersebut digunakan untuk menggantungkan arca itu karena arca tersebut juga digunakan sebagai liontin. Arca perunggu ditemukan di Bangkinang (Riau), Palembang (Sulawesi Selatan), dan Limbangan (Bogor).

Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Dari benda-benda peninggalan di atas, peninggalan yang paling terkenal adalah kapak corong. Selain itu ditemukan juga benda-benda perhiasan seperti kalung, cincin, anting-anting, dan manik-manik. 

3. Zaman Besi

Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman
Jenis benda arkeologi di atas merupakan hasil kebudayaan pada zaman

sumber: smansadehistory.blogspot.com

Manusia telah mampu membuat peralatan yang lebih sempurna dengan bahan besi yaitu dengan meleburkan bijih besi dan menuangkannya ke dalam cetakan. Hasil peninggalan dari zaman besi yang ditemukan di Indonesia yaitu mata kapak, mata sabit, mata pisau, mata pedang, cangkul, dan sebagainya. Mata kapak digunakan untuk membelah kayu dan mata sabit digunakan untuk menyambit tumbuh-tumbuhan. Benda-benda tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor, Besuki dan Punug (Jawa Timur). 

Manusia Purba yang Pernah Ada di Indonesia

Menurut beberapa peneliti, ada tiga manusia purba yang pernah ditemukan di Indonesia, yaitu Pithecanthropus, Meganthropus, dan Homo.

Pithecanthropus Erectus

Seorang geolog yang berasal dari Belanda, yaitu B.D van Rietshoten di tahun 1889 menemukan sebongkah tengkorak manusia. Tengkorak manusia yang ditemukan oleh Rietshoten berada di daerah Wajak pada tahun 1889. Setelah itu, fosil manusia purba Pithecanthropus ditemukan kembali oleh Dr. Eugene Dubois di Trinil, Jawa Timur. Ditemukannya fosi-fosil tersebut di pulau Jawa, maka Pithecanthropus Erectus juga dikenal dengan istilah Manusia Jawa.

Meganthropus

Manusia purba berikutnya yang ditemukan di Indonesia adalah manusia purba Meganthropus Palaeojavanicus, jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manusia besar tua yang berasal dari Jawa. Oleh karena itu, ukuran tubuh Meganthropus Palaejavanicus ini lebih besar bila dibandingkan dengan manusia purba Pithcanthropus Erectus.

Homo

Manusia purba Homo yang telah ditemukan di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu Homo Wajakensis dan Homo Soloensis. Homo Wajakensis pertama kali ditemukan di daerah Wajak, Jawa Timur. Sedangkan Homo Soloensis pertama kali ditemukan di daerah Solo.

Kesimpulan

Jadi, zaman praaksara adalah zaman di mana manusia belum mengenal yang namanya tulisan, sehingga hanya mengandalkan sisa-sisa fosil saja dalam melakukan komunikasi dan mempelajarai kehidupan. Misalnya, suatu memahami suatu makhluk hidup yang telah mati atau membatu. Pada zaman ini, manusia dapat bertahan hidup dengan cara bercocok tanam atau berburu, sehingga masih sangat kental dengan alat berburu dan alat bercocok tanam.

Adapun nama lain dari zaman praaksara adalah zaman nirleka (nir adalah tidak ada dan leka adalah tulisan). Pada zaman praaksara dibagi menjadi 2 periodisasi berdasarkan arkeologi, yaitu zaman batu dan zaman logam. Zaman batu masih dibagi lagi menjadi beberapa periode atau zaman, yaitu Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua) adalah Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah) adalah Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/ Batu Muda) adalah Masa bercocok tanam. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar) adalah zaman Manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar.

[sc_fs_faq html=”true” headline=”h4″ img=”” question=”Apa yang dimaksud dengan zaman praaksara jelaskan?” img_alt=”” css_class=””] Zaman praaksara adalah zaman di mana manusia belum mengenal yang namanya tulisan, sehingga hanya mengandalkan sisa-sisa fosil saja dalam melakukan komunikasi dan mempelajarai kehidupan. Misalnya, suatu memahami suatu makhluk hidup yang telah mati atau membatu. [/sc_fs_faq]

[sc_fs_faq html=”true” headline=”h4″ img=”” question=”Zaman batu terbagi menjadi berapa?” img_alt=”” css_class=””] 1. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal. 2. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. 3. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/ Batu Muda) – Masa bercocok tanam. 4. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar) [/sc_fs_faq]

[sc_fs_faq html=”true” headline=”h4″ img=”” question=”Praaksara adalah zaman dimana manusia?” img_alt=”” css_class=””] Zaman praaksara adalah zaman di mana manusia belum mengenal yang namanya tulisan, sehingga hanya mengandalkan sisa-sisa fosil saja dalam melakukan komunikasi dan mempelajarai kehidupan. Adapun nama lain dari zaman praaksara adalah zaman nirleka (nir adalah tidak ada dan leka adalah tulisan). [/sc_fs_faq]

[sc_fs_faq html=”true” headline=”h4″ img=”” question=”Ada berapakah Pembagian zaman Pra aksara sebutkan?” img_alt=”” css_class=””] Berdasarkan Arkeologi ZAMAN BATU 1. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal. 2. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah) – Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. 3. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/ Batu Muda) – Masa bercocok tanam . 4. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)
ZAMAN LOGAM 1. Zaman Tembaga 2. Zaman Perunggu 3. Zaman Besi [/sc_fs_faq]

Layanan Perpustakaan Digital B2B Dari Gramedia

ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah.

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien