Jelaskan komponen biaya apa saja yang termasuk dalam biaya keselamatan konstruksi proyek?

Uploaded by

SarahYosephine

0% found this document useful (0 votes)

680 views

13 pages

Description:

Komponen Biaya Proyek Teknik Sipil

Copyright

© © All Rights Reserved

Available Formats

PPTX, PDF, TXT or read online from Scribd

Share this document

Did you find this document useful?

Is this content inappropriate?

Report this Document

0% found this document useful (0 votes)

680 views13 pages

Komponen Biaya Proyek (k3)

Uploaded by

SarahYosephine

Description:

Komponen Biaya Proyek Teknik Sipil

Full description

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menerbitkan Permen PUPR 10 tahun 2021 tentang Pedoman SMKK.

SMKK adalah singkatan dari Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi. SMKK adalah bagian dari sistem manajemen pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi untuk menjamin terwujudnya Keselamatan Konstruksi. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa Konsultansi Konstruksi dan/atau Pekerjaan Konstruksi. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.

Peraturan Menteri ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 84AK Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Setiap Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menerapkan SMKK. Penerapan SMKK dilaksanakan berdasarkan tugas, tanggung jawab, dan wewenang sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri.

Penyedia Jasa yang harus menerapkan SMKK merupakan penyedia yang memberikan layanan konsultasi manajemen penyelenggaraan konstruksi, Konsultansi Konstruksi pengawasan, Pekerjaan Konstruksi, dan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi. Penyedia Jasa juga harus menerapkan SMKK dalam memberikan layanan pengkajian, perencanaan, dan perancangan.

Penerapan SMKK harus memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan. Dengan menjamin keselamatan keteknikan Konstruksi, keselamatan dan kesehatan kerja, keselamatan publik dan keselamatan lingkungan.

Penerapan SMKK dimuat dalam dokumen SMKK yang terdiri atas Rancangan konseptual SMKK, RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP.

Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi ditetapkan pada 31 Maret 2021 oleh Menteri PUPR M. Basuki Hadimuljono, diundangkan pada 1 April 2021 oleh Dirjen PP Kemenkumham Widodo Ekatjahjana. Ditempatkan pada Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 286. Agar setiap orang mengetahuinya.

Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi

Latar Belakang

Pertimbangan Permen PUPR 10 tahun 2021 tentang Pedoman SMKK adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 84AK Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi.

Dasar Hukum

Landasan hukum Permen PUPR 10 tahun 2021 tentang Pedoman SMKK adalah:

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018);

  4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6494) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6626);

  6. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2020 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 40);

  7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 13 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 476);

  8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 554) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 26 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1144);

Isi Permen PUPR SMKK

Berikut adalah isi Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi, bukan format asli:

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN KONSTRUKSI

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa Konsultansi Konstruksi dan/atau Pekerjaan Konstruksi.

  2. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.

  3. Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi yang selanjutnya disingkat SMKK adalah bagian dari sistem manajemen pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi untuk menjamin terwujudnya Keselamatan Konstruksi.

  4. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman teknis keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan perlindungan sosial tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

  5. Penjaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Pekerjaan Konstruksi yang selanjutnya disebut PMPM Pekerjaan Konstruksi adalah bagian dari SMKK yang menjamin terlaksananya keselamatan keteknikan konstruksi guna mewujudkan proses dan hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas.

  6. Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi adalah gabungan Pekerjaan Konstruksi dan jasa Konsultansi Konstruksi.

  7. Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan Jasa Konstruksi.

  8. Penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi

  9. Subpenyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi kepada Penyedia Jasa.

  10. Kontrak Kerja Konstruksi yang selanjutnya disebut Kontrak adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

  11. Keselamatan Konstruksi adalah segala kegiatan keteknikan untuk mendukung Pekerjaan Konstruksi dalam mewujudkan pemenuhan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan yang menjamin keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, keselamatan publik dan keselamatan lingkungan.

  12. Rancangan Konseptual SMKK adalah dokumen telaah tentang Keselamatan Konstruksi yang disusun pada tahap pengkajian, perencanaan dan/atau perancangan.

  13. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Penentuan Pengendalian Risiko, dan Peluang yang selanjutnya disebut IBPRP adalah proses mengidentifikasi bahaya, menilai dan mengendalikan risiko, serta menilai peluang.

  14. Rencana Keselamatan Konstruksi yang selanjutnya disingkat RKK adalah dokumen telaah tentang Keselamatan Konstruksi yang memuat elemen SMKK yang merupakan satu kesatuan dengan dokumen Kontrak.

  1. Analisis Keselamatan Konstruksi yang selanjutnya disingkat AKK adalah metode dalam mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya berdasarkan rangkaian pekerjaan dalam metode pelaksanaan kerja (work method statement).

  2. Risiko Keselamatan Konstruksi adalah risiko Konstruksi yang memenuhi 1 (satu) atau lebih kriteria berupa besaran risiko pekerjaan, nilai kontrak, jumlah tenaga kerja, jenis alat berat yang dipergunakan dan tingkatan penerapan teknologi yang digunakan.

  3. Penilaian Risiko Keselamatan Konstruksi adalah perhitungan besaran potensi berdasarkan kemungkinan adanya kejadian yang berdampak terhadap kerugian atas konstruksi, jiwa manusia, keselamatan publik, dan lingkungan yang dapat timbul dari sumber bahaya tertentu, terjadi pada Pekerjaan Konstruksi.

  4. Program Mutu adalah dokumen rencana penerapan Keselamatan Konstruksi yang memuat perencanaan kegiatan penjaminan dan pengendalian mutu yang disusun oleh Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi dan merupakan satu kesatuan dalam Kontrak.

  5. Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi yang selanjutnya disingkat RMPK adalah dokumen telaah tentang Keselamatan Konstruksi yang memuat uraian metode pekerjaan, rencana inspeksi dan pengujian, serta pengendalian Subpenyedia Jasa dan pemasok, dan merupakan satu kesatuan dengan dokumen kontrak.

  6. Rencana Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat RKPPL adalah dokumen telaah tentang Keselamatan Konstruksi yang memuat rona lingkungan, pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang merupakan pelaporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

  7. Rencana Manajemen Lalu Lintas Pekerjaan yang selanjutnya disingkat RMLLP adalah dokumen telaah tentang Keselamatan Konstruksi yang memuat analisis, kegiatan dan koordinasi manajemen lalu lintas.

  8. Masa Pemeliharaan adalah kurun waktu dalam Kontrak untuk melakukan pemeliharaan sejak tanggal serah terima pertama pekerjaan sampai dengan tanggal serah terima akhir pekerjaan.

  9. Unit Keselamatan Konstruksi yang selanjutnya disingkat UKK adalah unit pada Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SMKK dalam Pekerjaan Konstruksi.

  10. Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa konsultansi yang bernilai paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

  11. Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh pejabat pembuat komitmen yang telah memperhitungkan biaya tidak langsung, keuntungan, pajak pertambahan nilai.

  12. Biaya Penerapan SMKK adalah biaya yang diperlukan untuk menerapkan SMKK dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

  13. Kecelakaan Konstruksi adalah suatu kejadian akibat kelalaian pada tahap Pekerjaan Konstruksi karena tidak terpenuhinya Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan, yang mengakibatkan kehilangan harta benda, waktu kerja, kematian, cacat tetap dan/atau kerusakan lingkungan.

  14. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi adalah tenaga ahli yang mempunyai kompetensi khusus di bidang keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi SMKK yang dibuktikan dengan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi.

  15. Ahli Keselamatan Konstruksi adalah tenaga ahli yang mempunyai kompetensi khusus di bidang Keselamatan Konstruksi dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi penerapan SMKK yang dibuktikan dengan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi.

  16. Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang selanjutnya disebut Petugas K3 Konstruksi adalah petugas yang memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi atau instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  17. Petugas Keselamatan Konstruksi adalah orang yang memiliki kompetensi khusus di bidang Keselamatan Konstruksi dalam melaksanakan dan mengawasi penerapan SMKK yang dibuktikan dengan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi.

  18. Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi adalah tanda bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi.

  19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

BAB II PENERAPAN SMKK

Bagian Kesatu Umum

Pasal 2

  1. Setiap Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menerapkan SMKK.

  2. Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan tugas, tanggung jawab, dan wewenang sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Penyedia Jasa yang harus menerapkan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyedia yang memberikan layanan:

    1. konsultasi manajemen penyelenggaraan konstruksi;

    2. Konsultansi Konstruksi pengawasan;

    3. Pekerjaan Konstruksi; dan

    4. Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi.

  4. Selain layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyedia Jasa juga harus menerapkan SMKK dalam memberikan layanan:

    1. pengkajian;

    2. perencanaan; dan

    3. perancangan.

  5. Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan.

  6. Pemenuhan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan menjamin:

    1. keselamatan keteknikan Konstruksi;

    2. keselamatan dan kesehatan kerja;

    3. keselamatan publik; dan

    4. keselamatan lingkungan.

  7. Sasaran atau objek keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a terdiri atas:

    1. bangunan dan/atau aset konstruksi; dan/atau

    2. peralatan dan material.

  8. Sasaran atau objek keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b memiliki yang terdiri atas:

    1. pemilik atau pemberi pekerjaan;

    2. tenaga kerja konstruksi; dan

    3. pemasok, tamu, dan Subpenyedia Jasa.

  9. Sasaran atau objek keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c terdiri atas:

    1. masyarakat di sekitar proyek; dan

    2. masyarakat terpapar.

  10. Sasaran atau objek keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d terdiri atas:

    1. lingkungan kerja;

    2. lingkungan terdampak proyek;

    3. lingkungan alam; dan

    4. lingkungan terbangun.

  11. Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dimuat dalam dokumen SMKK yang terdiri atas :

    1. Rancangan konseptual SMKK;

    2. RKK;

    3. RMPK;

    4. Program Mutu;

    5. RKPPL; dan

    6. RMLLP.

Bagian Kedua Rancangan Konseptual SMKK

Pasal 3

  1. Dalam melakukan pekerjaan pengkajian, perencanaan, dan perancangan, Penyedia Jasa konsultansi konstruksi dan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi menyusun Rancangan Konseptual SMKK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Dalam menyusun Rancangan Konseptual SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi dan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi harus memiliki Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi, atau Ahli Keselamatan Konstruksi.

  3. Dalam hal pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi, tenaga ahli yang dilibatkan merangkap sebagai Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi dan/atau Ahli Keselamatan Konstruksi.

Pasal 4

Rancangan Konseptual SMKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang disusun pada pekerjaan pengkajian dan perencanaan paling sedikit memuat:

  1. lingkup tanggung jawab pengkajian dan/atau perencanaan;

  2. informasi awal terhadap kelaikan yang meliputi lokasi, lingkungan, sosio ekonomi, dan/atau dampak lingkungan; dan

  3. rekomendasi teknis.

Pasal 5

  1. Rancangan Konseptual SMKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang disusun pada pekerjaan perancangan memuat:

    1. lingkup tanggung jawab perancang, termasuk pernyataan bahwa jika terjadi revisi desain, tanggung jawab revisi desain dan dampaknya ada pada penyusun revisi;

    2. metode pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi;

    3. standar pemeriksaan dan pengujian;

    4. rekomendasi rencana pengelolaan lingkungan hidup;

    5. rencana manajemen lalu lintas, jika diperlukan;

    6. IBPRP;

    7. daftar standar dan/atau peraturan perundang-undangan Keselamatan Konstruksi yang ditetapkan untuk desain;

    8. pernyataan penetapan tingkat risiko Keselamatan Konstruksi;

    9. biaya SMKK serta kebutuhan personil keselamatan Konstruksi; dan

    10. rancangan panduan keselamatan pengoperasian dan pemeliharaan konstruksi bangunan.

  2. IBPRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f memuat penilaian risiko Keselamatan Konstruksi pada setiap tahapan pekerjaan yang dihitung dengan perkalian nilai tingkat kekerapan dan tingkat keparahan dampak bahaya.

  3. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berjenjang pada skala 1 (satu) sampai dengan 5 (lima).

  4. Pernyataan penetapan tingkat Risiko Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h ditentukan berdasarkan kriteria penentuan tingkat risiko keselamatan.

  5. Dalam hal pekerjaan perancangan memiliki besaran kurang dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), Rancangan Konseptual SMKK hanya memuat IBPRP.

Bagian Ketiga RKK

Pasal 6

  1. Dalam melaksanakan Pekerjaan Konstruksi, Penyedia Jasa menyusun RKK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Setiap RKK memuat elemen SMKK yang terdiri atas:

    1. kepemimpinan dan partisipasi tenaga kerja dalam Keselamatan Konstruksi;

    2. perencanaan Keselamatan Konstruksi;

    3. dukungan Keselamatan Konstruksi;

    4. operasi Keselamatan Konstruksi; dan

    5. evaluasi kinerja penerapan SMKK.

  3. RKK terdiri atas:

    1. RKK pengawasan;

    2. RKK manajemen penyelenggaraan konstruksi; dan/atau

    3. RKK pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi.

  4. RKK pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a disusun oleh penyedia jasa konsultansi pengawasan.

  5. RKK manajemen penyelenggaraan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disusun oleh penyedia jasa manajemen penyelenggaraan konstruksi.

  6. RKK pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c disusun oleh Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi.

Pasal 7

  1. Kepemimpinan dan partisipasi tenaga kerja dalam Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a merupakan kegiatan penyusunan kebijakan untuk mengembangkan budaya berkeselamatan, yang paling sedikit terdiri atas subelemen:

    1. kepedulian pimpinan terhadap isu eksternal dan internal;

    2. organisasi pengelola SMKK;

    3. komitmen Keselamatan Konstruksi dan partisipasi tenaga kerja; dan

    4. supervisi, training, akuntabilitas, sumber daya, dan dukungan.

  2. Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c dan huruf d menyusun subelemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

  3. Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan huruf b hanya menyusun subelemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.

Pasal 8

  1. Elemen perencanaan Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b merupakan kegiatan yang paling sedikit terdiri atas subelemen:

    1. IBPRP;

    2. rencana tindakan keteknikan, manajemen, dan tenaga kerja yang tertuang dalam sasaran dan program; dan

    3. pemenuhan standar dan peraturan perundangan-undangan Keselamatan Konstruksi.

  2. Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) menyusun subelemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 9

  1. Elemen dukungan Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c merupakan komponen pendukung Keselamatan Konstruksi yang terdiri atas subelemen:

    1. sumber daya berupa teknologi, peralatan, material, dan biaya;

    2. kompetensi tenaga kerja;

    3. kepedulian organisasi;

    4. manajemen komunikasi; dan

    5. informasi terdokumentasi.

  2. Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c dan huruf d menyusun subelemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

  3. Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan huruf b hanya menyusun subelemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.

Pasal 10

  1. Elemen operasi Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d merupakan kegiatan dalam mengendalikan Keselamatan Konstruksi, yang paling sedikit terdiri atas subelemen:

    1. perencanaan implementasi RKK;

    2. pengendalian operasi Keselamatan Konstruksi;

    3. kesiapan dan tanggapan terhadap kondisi darurat; dan

    4. investigasi kecelakaan Konstruksi.

  2. Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c dan huruf d menyusun subelemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

  3. Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan huruf b hanya menyusun subelemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.

Pasal 11

  1. Elemen evaluasi kinerja penerapan SMKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e paling sedikit terdiri atas subelemen:

    1. pemantauan atau inspeksi;

    2. audit;

    3. evaluasi;

    4. tinjauan manajemen; dan

    5. peningkatan kinerja Keselamatan Konstruksi.

  2. Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c dan huruf d menyusun subelemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

  3. Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan huruf b hanya menyusun subelemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

Pasal 12

  1. Dalam hal pekerjaan konsultansi pengawasan memiliki besaran kurang dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), RKK pengawasan hanya memuat:

    1. prosedur dan/atau instruksi kerja pengawasan;

    2. formulir izin kerja yang telah ditandatangani; dan

    3. laporan penerapan RKK pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi.

  2. Dalam hal pekerjaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi, tenaga ahli yang dilibatkan merangkap sebagai Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi dan/atau Ahli Keselamatan Konstruksi.

Pasal 13

  1. Setiap calon Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi harus menyusun dan menyampaikan RKK penawaran dalam dokumen penawaran.

  2. RKK penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian persyaratan tender.

  3. Dalam hal Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah ditetapkan sebagai pemenang tender, RKK penawaran harus dimutakhirkan menjadi RKK pelaksanaan.

Pasal 14

  1. Dalam melakukan Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko keselamatan konstruksi kecil melalui pengadaan langsung, Penyedia Jasa menyusun RKK sederhana.

  2. RKK sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. kebijakan Keselamatan Konstruksi;

    2. pengadaan alat pelindung diri dan alat pelindung kerja;

    3. IBPRP sederhana;

    4. rambu keselamatan sesuai identifikasi bahaya; dan

    5. jadwal inspeksi.

Bagian Keempat RMPK dan Program Mutu

Pasal 15

  1. Setiap Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi wajib menyusun PMPM Pekerjaan Konstruksi dalam RMPK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. RMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. struktur organisasi Penyedia Jasa beserta hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Subpenyedia Jasa;

    2. jadwal pelaksanaan pekerjaan;

    3. gambar dan spesifikasi teknis;

    4. tahapan pekerjaan;

    5. rencana metode pelaksanaan kerja (work method statement) terdiri atas komponen metode kerja, tenaga kerja konstruksi, material, alat, dan aspek Keselamatan Konstruksi;

    6. rencana pemeriksaan dan pengujian;

    7. pengendalian Subpenyedia Jasa, meliputi kriteria persyaratan pemilihan Subpenyedia Jasa yang dilakukan oleh Penyedia Jasa pelaksana konstruksi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Pengguna Jasa; dan

    8. pengendalian pemasok meliputi jenis pekerjaan yang dipasok, jumlah pemasok, kriteria, dan prosedur pemilihan.

  3. Dalam pengendalian Subpenyedia Jasa dan pemasok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dan huruf h, penyedia jasa harus memastikan Kontrak memuat anggaran Biaya Penerapan SMKK sesuai kebutuhan.

Pasal 16

  1. Setiap Penyedia Jasa manajemen penyelenggaraan konstruksi dan/atau pengawasan harus menyusun PMPM Pekerjaan Konstruksi dalam Program Mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Program Mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. informasi kerja;

    2. organisasi kerja yang menggambarkan hubungan Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa;

    3. jadwal pelaksanaan pekerjaan termasuk jadwal peralatan serta penugasan personel inti dan personel pendukung;

    4. metode pelaksanaan kerja;

    5. pengendalian pekerjaan terkait kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan metode kerja; dan

    6. laporan pekerjaan.

Pasal 17

  1. Dalam hal Pekerjaan Konstruksi memiliki Risiko Keselamatan Konstruksi kecil dan melalui metode pengadaan langsung, RMPK hanya memuat metode pekerjaan, rencana pemeriksaan dan pengujian, dan jumlah dan jenis pemasok.

  2. Dalam hal jasa Konsultansi Konstruksi melalui Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi, Program Mutu hanya memuat metode dan pengendalian pekerjaan.

Bagian Kelima RKPPL

Pasal 18

  1. Untuk Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Keselamatan Konstruksi sedang dan besar, setiap Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi wajib menyusun rencana pengelolaan lingkungan dalam dokumen RKPPL sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Dokumen RKPPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. struktur organisasi;

    2. rona lingkungan awal sebelum dimulainya Pekerjaan Konstruksi;

    3. rencana kerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang meliputi:

      1. lokasi rencana pengelolaan dan pemantauan;

      2. potensi dampak kegiatan pada lingkungan;

      3. kegiatan yang menimbulkan dampak; dan

      4. dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan;

    4. pelaporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang meliputi:

      1. lokasi pengelolaan dan pemantauan;

      2. kegiatan yang menimbulkan dampak;

      3. hasil pelaksanaan Pengelolaan;

      4. hasil pelaksanaan Pemantauan;

      5. evaluasi dan kesimpulan; dan

      6. dokumentasi yang menggambarkan atau menjelaskan rona akhir lingkungan.

Bagian Keenam RMLLP

Pasal 19

  1. Untuk Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Keselamatan Konstruksi sedang dan besar, setiap Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi wajib menyusun rencana manajemen lalu lintas dalam dokumen RMLLP sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Dokumen RMLLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. rencana manajemen lalu lintas pekerjaan, yang paling sedikit memuat:

      1. analisis arus lalu lintas atau metode pelaksanaan sesuai dengan kebutuhan; dan

      2. pelaksanaan kegiatan manajemen lalu lintas;dan

    2. pelaporan kegiatan.

  3. Dalam hal pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terkait dengan lalu lintas, RMLLP paling sedikit memuat penentuan lalu lintas di lokasi pekerjaan, pertimbangan kelas jalan, serta perambuan untuk keselamatan pekerja, dan pengguna jalan.

  4. Penyusunan RMLLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:

    1. ketentuan mengenai kelebihan dimensi dan beban muatan; dan

    2. analisis dampak lalu lintas, jika diperlukan.

  5. Analisis arus lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a digunakan sebagai dasar dalam penerapan manajemen lalu lintas.

Bagian Ketujuh Penerapan SMKK Tahap Pembangunan

Paragraf 1 Umum

Pasal 20

  1. SMKK diterapkan pada tahapan:

    1. pemilihan Penyedia Jasa;

    2. pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi; dan

    3. serah terima pekerjaan.

  2. Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan PMPM pekerjaan konstruksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Tahapan serah terima pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

    1. serah terima pertama pekerjaan;

    2. masa pemeliharaan; dan

    3. serah terima akhir pekerjaan.

Paragraf 2Tahap Pemilihan Penyedia Jasa

Pasal 21

  1. Penerapan SMKK pada tahap pemilihan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi oleh Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dituangkan dalam dokumen pemilihan dengan menilai RKK penawaran.

  2. Selain RKK penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen pemilihan juga harus memuat evaluasi terhadap personil manajerial untuk Keselamatan Konstruksi.

  3. Dokumen pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat:

    1. manajemen Risiko Keselamatan Konstruksi yang paling sedikit memuat uraian pekerjaan, identifikasi bahaya, dan penetapan tingkat Risiko Keselamatan Konstruksi pada Pekerjaan Konstruksi; dan

    2. Biaya Penerapan SMKK pada HPS.

  4. Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijelaskan oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia Jasa pada saat penjelasan dokumen.

  5. RKK yang telah dinilai sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dilengkapi dan disahkan pada saat rapat persiapan pelaksanaan kontrak.

  6. Pengguna Jasa mengacu pada hasil dokumen pekerjaan jasa Konsultansi Konstruksi perancangan dan/atau berkonsultasi dengan ahli keselamatan dan kesehatan kerja Konstruksi dan/atau ahli Keselamatan Konstruksi dan/atau tenaga ahli yang membidangi Keselamatan Konstruksi dalam menetapkan uraian pekerjaan, identifikasi bahaya, dan penetapan tingkat Risiko Keselamatan Konstruksi pada Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.

  7. Personil manajerial untuk Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan:

    1. untuk Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Keselamatan Konstruksi besar terdiri atas:

      1. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi utama atau Ahli Keselamatan Konstruksi utama; atau

      2. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi madya atau Ahli Keselamatan Konstruksi madya dengan pengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun;

    2. untuk Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Keselamatan Konstruksi sedang terdiri atas:

      1. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi madya atau Ahli Keselamatan Konstruksi madya; atau

      2. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi muda atau Ahli Keselamatan Konstruksi muda dengan pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan

    3. untuk Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Keselamatan Konstruksi kecil terdiri atas:

      1. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi muda atau Ahli Keselamatan Konstruksi muda; atau

      2. Petugas Keselamatan Konstruksi.

  8. Biaya Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus dimasukkan pada daftar kuantitas dan harga dengan besaran biaya sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pengendalian dalam RKK.

Pasal 22

  1. Dalam hal pengadaan Pekerjaan Konstruksi menggunakan metode sistem harga terendah, Penyedia Jasa yang tidak menyampaikan perkiraan Biaya Penerapan SMKK dinyatakan gugur.

  2. Dalam hal pengadaan Pekerjaan Konstruksi menggunakan metode sistem nilai, Penyedia Jasa yang tidak menyampaikan perkiraan Biaya Penerapan SMKK nilai penawaran biayanya dinilai nol.

Pasal 23

  1. Penerapan SMKK dalam tahap pemilihan Penyedia Jasa pengawasan atau manajemen penyelenggaraan konstruksi oleh Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dituangkan dalam dokumen pemilihan.

  2. Dokumen pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memuat:

    1. identifikasi bahaya dan pengendalian risiko terhadap aktivitas pengawasan atau manajemen penyelenggaraan pekerjaan sesuai tahapan Pekerjaan Konstruksi;

    2. tenaga ahli untuk Keselamatan Konstruksi; dan

    3. Biaya Penerapan SMKK pada HPS.

  3. Biaya Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c pada jenis kontrak waktu penugasan disampaikan dalam biaya langsung nonpersonil.

  4. Biaya Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c pada jenis kontrak lumsum disampaikan dalam keluaran komponen penerapan SMKK dan daftar keluaran dan harga.

  5. Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijelaskan oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia Jasa pada saat penjelasan dokumen.

Paragraf 3 Tahap Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

Pasal 24

  1. Penerapan SMKK pada tahapan pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan dengan melaksanakan RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP.

  2. Pelaksanaan RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disesuaikan dengan lingkup pekerjaan dan kondisi di lapangan.

  3. RKK yang berupa RKK pelaksanaan, RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pelaksana Pekerjaan Konstruksi untuk diperiksa, dibahas, atau direviu oleh konsultan Pengawas/direksi teknis/Pengguna Jasa.

  4. RKK yang berupa RKK pelaksanaan , RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP yang telah diperiksa, dibahas, atau direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui oleh Konsultan Manajemen Konstruksi dan/atau Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa pada saat rapat persiapan pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi.

  5. Program Mutu, RKK yang berupa RKK pengawasan dan RKK manajemen penyelenggaraan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh konsultan Pengawas atau Konsultan Manajemen Konstruksi, diperiksa, dibahas, atau direviu oleh pelaksana Pekerjaan Konstruksi/Pengguna Jasa, dan disetujui oleh Konsultan Manajemen Konstruksi dan/atau Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa pada saat rapat persiapan pelaksanaan Pekerjaan.

Pasal 25

  1. Dalam tahap pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi, RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP harus disesuaikan dengan perubahan lingkup dan kondisi pada saat pelaksanaan pekerjaan.

  2. Penyesuaian RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari Pengguna Jasa.

  3. Pengguna Jasa melakukan pengawasan pelaksanaan RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL dan RMLLP, serta mengevaluasi kinerja penerapan SMKK yang dilaksanakan oleh Penyedia Jasa.

  4. Dalam melakukan pengawasan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengguna Jasa dapat dibantu oleh Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi, ahli Keselamatan Konstruksi, tenaga ahli teknis yang terkait Keselamatan Konstruksi, dan/atau petugas Keselamatan Konstruksi.

Pasal 26

  1. Penyedia Jasa harus menerapkan AKK untuk pekerjaan yang mempunyai tingkat risiko besar dan/atau sedang dan pekerjaan bersifat khusus sesuai dengan metode kerja Konstruksi yang terdapat dalam RKK.

  2. Pekerjaan bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:

    1. pekerjaan panas/menimbulkan percikan api;

    2. pekerjaan pengangkatan;

    3. pekerjaan di ruang terbatas;

    4. pekerjaan menyelam;

    5. pekerjaan di malam hari;

    6. pekerjaan di ketinggian lebih dari 1,80 (satu koma delapan puluh) meter;

    7. pekerjaan menggunakan perancah;

    8. pekerjaan dengan menggunakan radiography;

    9. pekerjaan bertegangan listrik; dan

    10. pekerjaan penggalian atau kedalaman.

  3. AKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi, Ahli Keselamatan Konstruksi, tenaga ahli teknis yang terkait Keselamatan Konstruksi, dan/atau Petugas Keselamatan Konstruksi.

  4. AKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditinjau kembali oleh Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi, Ahli Keselamatan Konstruksi, dan/atau tenaga ahli yang membidangi Keselamatan Konstruksi dalam hal terjadi perubahan metode kerja, situasi, pengamanan, dan sumber daya manusia.

  5. Hasil peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus mendapatkan persetujuan dari Pengguna Jasa dan ahli teknik sesuai bidangnya yang ditunjuk oleh Penyedia Jasa pelaksana konstruksi.

Pasal 27

Dalam tahap pelaksanaan pekerjaan konstruksi, Rencana metode pelaksanaan kerja, AKK serta rencana pemeriksaan dan pengujian merupakan komponen yang digunakan sebagai bagian dari persyaratan izin kerja.

Pasal 28

  1. Penyedia Jasa pelaksana konstruksi melaporkan pelaksanaan RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) kepada Pengguna Jasa sesuai dengan kemajuan pekerjaan.

  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa laporan:

    1. harian;

    2. mingguan;

    3. bulanan; dan

    4. akhir.

  3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan dokumentasi foto dan/atau audio visual.

Pasal 29

  1. Berdasarkan hasil pengawasan pelaksanaan RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Pengguna Jasa melaksanakan evaluasi kinerja penerapan SMKK setiap bulan.

  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan pelaksanaan dan penerapan RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL, dan RMLLP.

  3. Penyedia Jasa pelaksana konstruksi harus melaksanakan peningkatan kinerja sesuai hasil evaluasi kinerja penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Paragraf 4 Tahap Serah Terima Pekerjaan

Pasal 30

  1. Penerapan SMKK dalam tahap serah terima pertama pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a dilakukan oleh Konsultan Manajemen Konstruksi/pengawasan dan Penyedia Jasa pelaksana konstruksi.

  2. Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan dokumen hasil penerapan SMKK.

  3. Selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dokumen hasil penerapan SMKK juga melampirkan RMLLP.

  4. Dokumen hasil penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pengguna Jasa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam berita acara serah terima pertama pekerjaan.

Pasal 31

  1. Penerapan SMKK dalam Masa Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b dilakukan oleh Penyedia Jasa pelaksana konstruksi dengan menerapkan elemen operasi Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

  2. Untuk menerapkan SMKK dalam Masa Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Jasa harus merujuk pada:

    1. gambar terpasang dan dokumen terlaksana; dan

    2. panduan keselamatan operasi dan pemeliharaan Konstruksi bangunan yang sudah memperhitungkan Keselamatan Konstruksi yang disusun oleh Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi berdasarkan hasil gambar terpasang dan RKK yang sudah dimutakhirkan.

  3. Laporan penerapan SMKK sebagaimana ayat (1) disampaikan kepada Pengguna Jasa dalam Masa Pemeliharaan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam laporan pelaksanaan pemeliharaan.

Pasal 32

  1. Penerapan SMKK dalam tahapan serah terima pekerjaan dilakukan dengan menyerahkan dokumen:

    1. laporan pelaksanaan RKK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

    2. dokumen RMPK;

    3. dokumen Program Mutu; dan

    4. dokumen RKPPL.

  2. Selain menyerahkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyedia Jasa juga menyerahkan dokumen RMLLP.

  3. Dalam tahap serah terima akhir pekerjaan, Pengguna Jasa mengeluarkan surat keterangan nihil kecelakaan Konstruksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini kepada Penyedia Jasa pelaksana konstruksi bagi Pekerjaan Konstruksi yang telah diselesaikan tanpa adanya kecelakaan Konstruksi berdasarkan laporan akhir pelaksanaan RKK.

  4. Dalam hal terjadi kecelakaan, surat keterangan nihil kecelakaan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencantumkan kejadian Kecelakaan Konstruksi beserta surat peringatan yang disusun sesuai dengan komponen kegiatan penerapan SMKK.

  5. Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi harus melampirkan panduan operasi dan pemeliharaan yang merupakan pemutakhiran rancangan konseptual SMKK pada tahap perancangan yang merupakan bagian dari laporan penerapan SMKK.

  6. Dalam hal ditemukan kondisi yang menyimpang dari standar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan, panduan keselamatan pengoperasian dan pemeliharaan konstruksi bangunan harus dikaji ulang oleh pengkaji teknis atau tim laik fungsi yang ditunjuk oleh Pengguna Jasa.

BAB III KOMPONEN KEGIATAN PENERAPAN SMKK

Bagian Kesatu Umum

Pasal 33

Komponen kegiatan penerapan SMKK merupakan penjelasan penerapan SMKK yang paling sedikit terdiri atas:

  1. Risiko Keselamatan Konstruksi;

  2. UKK; dan

  3. Biaya Penerapan SMKK.

Bagian Kedua Risiko Keselamatan Konstruksi

Pasal 34

  1. Risiko Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a terdiri atas:

    1. kecil;

    2. sedang; dan

    3. besar.

  2. Tingkat Risiko Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pengguna Jasa sesuai dengan kriteria penentuan tingkat risiko Keselamatan Konstruksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Risiko Keselamatan Konstruksi kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    1. bersifat berbahaya rendah berdasarkan penilaian tingkat risiko dalam RKK yang ditetapkan oleh Pengguna Jasa berdasarkan perhitungan;

    2. Pekerjaan Konstruksi dengan nilai harga perkiraan sendiri sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

    3. mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang berjumlah kurang dari 25 (dua puluh lima) orang; dan/atau

    4. Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan teknologi sederhana.

  4. Risiko Keselamatan Konstruksi sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    1. bersifat berbahaya sedang berdasarkan penilaian tingkat risiko dalam RKK yang ditetapkan oleh Pengguna Jasa berdasarkan perhitungan;

    2. Pekerjaan Konstruksi dengan nilai harga perkiraan sendiri di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

    3. mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang berjumlah 25 (dua puluh lima) orang sampai dengan 100 (seratus) orang; dan/atau

    4. Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan teknologi madya.

  5. Risiko Keselamatan Konstruksi besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    1. bersifat berbahaya tinggi berdasarkan penilaian tingkat risiko dalam RKK yang ditetapkan oleh Pengguna Jasa berdasarkan perhitungan;

    2. Pekerjaan Konstruksi dengan nilai HPS di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

    3. mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang berjumlah lebih dari 100 (seratus) orang;

    4. menggunakan peralatan berupa pesawat angkat;

    5. menggunakan metode peledakan dan/atau menyebabkan terjadinya peledakan; dan/atau

    6. Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan teknologi tinggi.

  6. Dalam hal suatu Pekerjaan Konstruksi memenuhi lebih dari 1 (satu) kriteria Risiko Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penentuan Risiko Keselamatan Konstruksi ditentukan dengan memilih Risiko Keselamatan Konstruksi yang lebih tinggi.

  7. Pada Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan metode padat karya atau menggunakan banyak tenaga kerja namun sedikit penggunaan peralatan mesin, kebutuhan Personel Keselamatan Konstruksi ditentukan oleh RKK.

Bagian Kedua Unit Keselamatan Konstruksi

Pasal 35

  1. Dalam menerapkan SMKK, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi harus membentuk UKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b.

  2. UKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada unit yang menangani Keselamatan Konstruksi di bawah pimpinan tertinggi Penyedia Jasa.

  3. UKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    1. pimpinan; dan

    2. anggota.

  4. Tanggung jawab penerapan pengendalian mutu Pekerjaan Konstruksi melekat pada pimpinan tertinggi Penyedia Jasa dan pimpinan UKK.

Pasal 36

  1. Pimpinan UKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf a harus memiliki kompetensi kerja yang dibuktikan dengan Sertifikat Kompetensi Kerja di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi dan/atau Keselamatan Konstruksi.

  2. Pimpinan UKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan pimpinan tertinggi Pekerjaan Konstruksi.

  3. Dalam hal Pekerjaan Konstruksi berisiko Keselamatan Konstruksi kecil, Pimpinan tertinggi Pekerjaan Konstruksi dapat merangkap sebagai pimpinan UKK.

  4. Dalam hal Pekerjaan Konstruksi berisiko Keselamatan Konstruksi sedang atau besar, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi harus membentuk UKK yang terpisah dari struktur organisasi Pekerjaan Konstruksi.

  5. Persyaratan pimpinan UKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam persyaratan personil manajerial untuk Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (7).

Pasal 37

  1. Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf b harus memiliki kompetensi kerja yang dibuktikan dengan kepemilikan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi.

  2. Anggota sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri atas:

    1. ahli Keselamatan Konstruksi;

    2. ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi;

    3. petugas Keselamatan Konstruksi atau Petugas K3 Konstruksi;

    4. petugas tanggap darurat;

    5. petugas pemadam kebakaran;

    6. petugas pertolongan pertama pada kecelakaan;

    7. petugas pengatur lalu lintas;

    8. tenaga kesehatan; dan

    9. petugas pengelolaan lingkungan.

  3. Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi untuk anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi.

  4. Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi untuk anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf i diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.

  5. Penentuan anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kebutuhan pengendalian risiko pada Pekerjaan Konstruksi.

Pasal 38

  1. Dalam hal Pekerjaan Konstruksi memiliki Risiko Keselamatan Konstruksi kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), perbandingan jumlah personil Keselamatan Konstruksi dengan jumlah tenaga kerja konstruksi berupa 1:60 (satu banding enam puluh) dengan paling sedikit 1 (satu) Petugas Keselamatan Konstruksi dalam tiap Pekerjaan Konstruksi.

  2. Dalam hal Pekerjaan Konstruksi memiliki Risiko Keselamatan Konstruksi sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4), perbandingan jumlah personil Keselamatan Konstruksi dengan jumlah tenaga kerja konstruksi berupa 1:50 (satu banding lima puluh) dengan paling sedikit 1 (satu) ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi dan/atau ahli Keselamatan Konstruksi muda dalam tiap Pekerjaan Konstruksi

  3. Dalam hal Pekerjaan Konstruksi memiliki Risiko Keselamatan Konstruksi besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5), perbandingan jumlah personil Keselamatan Konstruksi dengan jumlah tenaga kerja konstruksi berupa 1:40 (satu banding empat puluh) dengan paling sedikit 1 (satu) ahli keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi muda dan/atau ahli Keselamatan Konstruksi muda dengan pengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun dalam tiap Pekerjaan Konstruksi.

  4. Pekerjaan Konstruksi yang memiliki Risiko Keselamatan Konstruksi besar dengan kriteria mempekerjakan lebih dari 100 (seratus) pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) huruf c harus mempunyai personel Keselamatan Konstruksi paling sedikit 2 (dua) orang yang terdiri atas:

    1. 1 (satu) orang ahli keselamatan dan kesehatan kerja Konstruksi utama, ahli Keselamatan Konstruksi utama, ahli keselamatan dan kesehatan kerja Konstruksi madya dengan pengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun, atau ahli Keselamatan Konstruksi madya dengan pengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun; dan

    2. 1 (satu) orang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi muda, atau Ahli Keselamatan Konstruksi muda dengan pengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun.

  5. Pekerjaan Konstruksi yang memiliki Risiko Keselamatan Konstruksi besar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus menambahkan 1 (satu) orang tambahan Petugas Keselamatan Konstruksi dan/atau Petugas K3 Kontruksi untuk setiap penambahan pekerja kelipatan 40 (empat puluh) orang.

Bagian Ketiga Biaya Penerapan SMKK

Pasal 39

  1. Biaya penerapan SMKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c, meliputi:

    1. Biaya Penerapan SMKK dalam Pekerjaan Konstruksi; dan

    2. Biaya Penerapan SMKK dalam jasa Konsultansi Konstruksi.

  2. Pengguna Jasa harus memastikan seluruh Biaya Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dan diterapkan oleh Penyedia Jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Biaya Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan oleh Penyedia Jasa dalam dokumen penawaran sesuai dengan komponen kegiatan penerapan SMKK.

  4. Penyedia Jasa tidak dapat mengusulkan perubahan anggaran Biaya Penerapan SMKK yang tertuang dalam penyesuaian dokumen SMKK dalam hal terjadi:

    1. perubahan pekerjaan atau pekerjaan baru serta perubahan lingkup pekerjaan pada kontrak, termasuk pekerjaan tambah/kurang; dan

    2. kecelakaan Konstruksi yang mengakibatkan kehilangan harta benda, waktu kerja, kematian, cacat tetap, dan/atau kerusakan lingkungan.

  5. Penyedia Jasa pengawasan, manajemen konstruksi, dan pelaksana Pekerjaan Konstruksi dapat mengusulkan perubahan anggaran Biaya Penerapan SMKK dalam hal terjadi penyebaran epidemi dan pandemi yang belum diperkirakan sebelumnya, sehingga membutuhkan penanganan kesehatan pada pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi.

  6. Usulan perubahan Biaya Penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan biaya terkait pemenuhan protokol kesehatan untuk mengatasi epidemi dan pandemi.

Pasal 40

  1. Biaya Penerapan SMKK dalam Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a mencakup rincian:

    1. Penyiapan RKK, RKPPL, dan RMLLP;

    2. sosialisasi, promosi, dan pelatihan;

    3. alat pelindung kerja dan alat pelindung diri;

    4. asuransi dan perizinan;

    5. personel Keselamatan Konstruksi;

    6. fasilitas sarana, prasarana, dan alat kesehatan;

    7. rambu dan perlengkapan lalu lintas yang diperlukan atau manajemen lalu lintas);

    8. konsultasi dengan ahli terkait Keselamatan Konstruksi; dan

    9. kegiatan dan peralatan terkait dengan pengendalian Risiko Keselamatan Konstruksi, termasuk biaya pengujian/pemeriksaan lingkungan.

  2. Rincian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf i merupakan barang habis pakai.

  3. Konsultasi dengan ahli terkait Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dapat dilakukan bagi Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Keselamatan Konstruksi kecil.

  4. Untuk pekerjaan dengan Risiko Keselamatan Konstruksi kecil melalui pengadaan langsung dan/atau padat karya, Biaya Penerapan SMKK paling sedikit meliputi pengadaan APD/APK, sarana dan prasarana kesehatan terkait protokol kesehatan, dan rambu keselamatan sesuai kebutuhan.

Pasal 41

  1. Biaya Penerapan SMKK dalam jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b paling sedikit mencakup rincian:

    1. penyiapan RKK dan/atau rancangan konseptual SMKK;

    2. fasilitas sarana, prasarana, dan alat kesehatan; dan

    3. kegiatan dan peralatan terkait pengendalian risiko Keselamatan Konstruksi.

  2. Biaya Penerapan SMKK jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait biaya asuransi kesehatan, asuransi profesi, biaya pendidikan, pelatihan, asuransi, dan biaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam jasa Konsultansi Konstruksi sudah termasuk dalam komponen remunerasi tenaga ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 42

  1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi bertanggung jawab atas pembinaan penerapan SMKK sesuai lingkup kewenangannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

  2. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi melakukan pengawasan penerapan SMKK pada Pekerjaan Konstruksi dan Konsultansi konstruksi sesuai lingkup kewenangannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

  3. Pengawasan penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan penerapan SMKK yang disampaikan kepada Menteri.

  4. Dalam melakukan pengawasan penerapan SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri menetapkan Komite Keselamatan Konstruksi.

  5. Tugas dan wewenang Komite Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 43

Penyedia Jasa pekerjaan Jasa Konstruksi bertanggung jawab melakukan pembinaan dan pengawasan penerapan SMKK sebagaimana tertuang dalam dokumen SMKK.

Pasal 44

Rincian mengenai:

  1. tugas, tanggung jawab dan wewenang pengguna dan penyedia;

  2. tata cara PMPM Pekerjaan Konstruksi;

  3. rancangan konseptual SMKK;

  4. RKK;

  5. RMPK;

  6. Program Mutu;

  7. RKPPL;

  8. RMLLP;

  9. laporan pelaksanaan;

  10. kriteria penentuan tingkat risiko Keselamatan Konstruksi; dan

  11. komponen kegiatan penerapan SMKK;

tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IV KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45

  1. RKK pada Kontrak Kerja Konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak Kerja Konstruksi tersebut.

  2. Sertifikat Petugas K3 Konstruksi yang telah diterbitkan oleh unit kerja yang menangani Keselamatan Konstruksi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat bulan Desember 2021.

  3. Sertifikat Petugas Keselamatan Konstruksi yang telah diterbitkan oleh unit kerja yang menangani Keselamatan Konstruksi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap berlaku sampai dengan terbentuknya lembaga sertifikasi profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V KETENTUAN PENUTUP

Pasal 46

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 21/PRT/M/2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1690), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 47

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Demikian bunyi dari Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi.

Download plus Lampiran Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi di sini.

Biaya apa saja yang masuk dalam biaya penerapan SMKK pekerjaan konstruksi?

2) Biaya Penerapan SMKK dalam pekerjaan Konsultansi Konstruksi terkait biaya asuransi kesehatan, asuransi profesi, biaya pendidikan, pelatihan, asuransi, dan biaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan Konsultansi Konstruksi sudah termasuk dalam komponen remunerasi tenaga ahli sesuai dengan ketentuan ...

Jelaskan apa yang dimaksud biaya penerapan sistem manajemen keselamatan konstruksi?

Biaya Penerapan SMKK adalah biaya SMKK yang diperlukan untuk menerapkan SMKK dalam setiap Pekerjaan Konstruksi. Komponen/Item pekerjaan penerapan SMKK dimasukkan dalam Daftar Kuantitas dan Harga dengan besaran biaya sesuai dengan kebutuhan.

Apa saja elemen SMKK?

(2) Setiap RKK memuat elemen SMKK yang terdiri atas: a. kepemimpinan dan partisipasi tenaga kerja dalam Keselamatan Konstruksi; b. perencanaan Keselamatan Konstruksi; c. dukungan Keselamatan Konstruksi; d. operasi Keselamatan Konstruksi; dan e. evaluasi kinerja penerapan SMKK.

Apa yang dimaksud dengan keselamatan konstruksi menurut permen PUPR No 10 Tahun 2021?

Keselamatan Konstruksi adalah segala kegiatan keteknikan untuk mendukung Pekerjaan Konstruksi dalam mewujudkan pemenuhan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan yang menjamin keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, keselamatan publik dan keselamatan lingkungan.