Kebijakan ekonomi masa Demokrasi Liberal meliputi. Show
Jadi, beberapa kebijakan ekonomi pada masa Demokrasi Liberal adalah Gunting Syarifuddin, nasionalisasi de Javasche Bank, Gerakan Benteng, dan lain-lain.
Gedung Javasche Bank di Bandung, Jawa Barat KOMPAS.com - Kondisi perekonomian Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1949-1959) terseok-seok. Ini dikarenakan politik dan perekonomian masih belum tertata dan belum stabil. Keterpurukan ekonomi pada masa itu membuat pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan besar. Kebijakan yang dimaksud di antaranya:
Berikut penjelasannya seperti dikutip dari buku Demokrasi Liberal (1950-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1966) (2018): Baca juga: Demokrasi Liberal (1949-1959): Pengertian, Ciri-Ciri, dan Kegagalannya Gunting SyafruddinGunting Syafruddin adalah kebijakan pemotongan nilai uang atau sanering yang diambil Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara. Pada 20 Maret 1950, semua uang yang bernilai Rp 2,50 ke atas dipotong nilainya hingga setengahnya. Tujuannya, menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp 5,1 miliar. Dengan kebijakan ini, jumlah uang yang beredar bisa berkurang. Gerakan BentengGerakan Banteng adalah sistem ekonomi yang bertujuan mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Sistem ini dicanangkan oleh Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo Subianto.
Gerakan Benteng diwujudkan dengan menumbukan pengusaha Indonesia lewat kredit. Sayangnya, program ini gagal karena pengusaha tak mampu bersaing. Kegagalan ini justru menambah defisit anggaran dari Rp 1,7 miliar pada 1951 menjadi Rp 3 miliar pada 1952. Baca juga: Apa Perbedaan Redenominasi dengan Sanering? Nasionalisasi De Javasche BankPada 1951, pemerintah menasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Bank milik Belanda itu dijadikan sepenuhnya bank milik Indonesia untuk menaikkan pendapatan, menurunkan biaya ekspor, dan menghemat secara drastis. Sebab sebelumnya, operasional De Javasche Bank masih membutuhkan persetujuan dari Belanda. Dengan nasionalisasi bank milik Belanda, pemerintah lebih leluasa dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Sistem Ekonomi Ali-BabaSistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Menteri Perekonomian Kabinet Ali I, Iskaq Tjokrohadisurjo. Program ini diberi nama Ali Baba karena melibatkan pengusaha pribumi (Ali) dan pengusaha keturunan Tionghoa (Baba). Lewat program ini, pengusaha keturunan Tionghoa diwajibkan melatih tenaga pribumi.
Sebagai imbalan, para pengusaha keturunan Tionghoa akan mendapat bantuan kredit dan lisensi dari pemerintah. Sayangnya, program ini tak berjalan sesuai harapan. Baca juga: Kondisi Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal Persaingan Finansial EkonomiUtang kepada Belanda seperti yang disepakati lewat Konferensi Meja Bundar (KMB), memberatkan Indonesia. Untuk itu, pada 7 Januari 1956, Indonesia memutuskan langkah Finansial Ekonomi (Finek). Isinya: Persetujuan hasil KMB dibatalkan Akibatnya, banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya. Di sisi lain, pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan-perusahaan itu. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merancang Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) dengan tujuan pembangunan dapat berjalan sesuai kerangka yang disepakati. Sebab saat itu, kabinet pemerintahan kerap berganti. Akibatnya, pembangunan berjalan tersendat karena disibukkan persaingan politik. RPLT disetujui DPR pada 11 November 1958. Pembiayaan Rp 12,5 miliar rencananya akan digunakan untuk pembangunan selama lima tahun dari 1956 sampai 1961. Namun RPLT tak berjalan karena depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat.
Perekonomian dalam negeri terkena imbasnya. Ekspor lesu dan pendapatan negara merosot. Selain itu, gejolak politik membuat pembangunan tak bisa berjalan. Baca juga: Apakah Demokrasi Liberal Sungguh Menyejahterakan Masyarakat? Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)Di masa Kabinet Juanda, terjadi kesenjangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Masalah ini diatasi dengan diadakannya Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Munap mengubah rencana pembangunan yang sudah ditetapkan agar lebih sesuai dengan kebutuhan. Kendati demikian, tetap saja Munap tak mampu menyelesaikan masalah. Ini karena pemberontakan politik PRRI/Permesta. Kemudian kesulitan pemerintah dalam menentukan skala prioritas. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.BANTU PLISS URGENTTT, TERIMAKASIHH Jarak kota Semarang ke Kendal pada peta 10cm dengan skala belum diketahui. Jarak kota Semarang ke Kendal pada peta … 2. Pendapatan Nasional Negara Cinta sebesar Rp 2.550 triliun, dengan jumlah penduduknya hanya 250.000 jiwa. Berapa pendapatan perkapitanya dan kategor … Negara Babakan Bandung memiliki Pendapatan Nasional Negaranya Rp. 450 triliun dengan jumlah penduduk sebanyak 5 juta jiwa. Berapa Pendapatan Perkapita … kemana duit negara? 6. Mengapa pencemaran lingkungan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, jelaskan hubungnnya dengan pencemaran lingkungan dengan virus corona! 7. A … suatu jalan setapak di pedesaan memiliki panjang 5 km. objek tersebut tergambar dalam peta dengan panjang 2 cm skala yang di gunakan dalam peta terseb … terdapat jarak antara semarang dan jogja di peta semarang 4 cm jika skala pada peta tersebut adalah 1:5.000.000 maka hitunglah jarak sebenarnya kedua … Tuliskan persamaan dan perbedaan negara Indonesia Brunei Darussalam Filipina kamboja dan Laos yang membentuk sebuah organisasiplis KK/BG tuliskan per … kenapa pulau jawa sebagai pusat perkembangan politik? buat lah peta konsep tentang "perubahan sosial" yang bertema "perkembangan industri fashion terhadap budaya masyarakat". Yang terdiri dari : 1. Judul … |