Hijrah tahap pertama ke habsyi terdiri dari 10 orang laki-laki dan berapa orang wanita


Hijrah ke Abisinia (bahasa Arab: الهجرة إلى الحبشة‎, al-hijra ʾilā al-habaša), juga dikenal dengan istilah Hijrah Pertama, adalah sebuah peristiwa di awal kemunculan Islam, sekitar tahun 613 atau 615 Masehi, ketika para pengikut Nabi Muhammad terpaksa mengungsi ke wilayah Abisinia untuk menghindar dari penindasan kaum Quraisy di Mekkah. Pada masa itu di wilayah Abisinia (Arab: Habsah) berdiri Kerajaan Aksum yang beragama Kristen yang menguasai wilayah Etiopia dan Eritrea saat ini.[1] Menurut sumber-sumber Islam, penguasa Kerajaan Aksum pada waktu itu dikenal dengan gelar negus (bahasa Arab: نجاشي‎, najāšī) yang bernama Ashama bin Abjar. Sejarawan modern meyakini bahwa Ashama bin Abjar adalah Negus Armah dan Ella Tsaham.[2] Beberapa sahabat yang hijrah ke Abisinia sebagian kembali ke Mekah dan sebagian menetap di Abisinia hingga akhirnya mereka turut pindah ke Madinah pada tahun 628.[3]

Hijrah tahap pertama ke habsyi terdiri dari 10 orang laki-laki dan berapa orang wanita

Manuskrip tahun 1314 yang menggambarkab Hijrah Pertama

Menurut berbagai riwayat tradisional, sejak Nabi Muhammad melancarkan dakwah terbuka di Mekah dan mendapatkan pengikut yang cukup signifikan, beberapa pemeluk muslim saat itu, khususnya yang bukan berasal dari klan Quraisy, menghadapi tekanan dan penganiayaan, yang membuat Nabi Muhammad menyarankan supaya mereka mencari perlindungan di Abisinia. Sebagaimana dikisahkan dalam Sirah Ibnu Ishaq:[4][5]

Ketika Rasulullah melihat penderitaan para sahabat, [...] dia berkata kepada mereka: "Jika kamu pergi ke Abisinia (akan lebih baik bagimu) karena penguasa di sana tidak akan mentolerir ketidakadilan dan itu adalah negeri yang bersahabat, hingga waktunya Allah membebaskan kalian dari kesulitan yang kalian hadapi sekarang." Setelah itu (sebagian) para sahabat pergi ke Abisinia karena takut akan menjadi murtad (akibat penindasan yang dihadapi) dan berpaling dari Tuhan serta mengikuti agama mereka. Ini adalah hijrah pertama dalam Islam.

Peristiwa hijrah ke Abisinia ini terjadi dalam beberapa gelombang. Menurut Ibnu Ishaq, gelombang pertama terdiri atas 11 laki-laki dan 4 perempuan:[4]

  • Sa'ad bin Abi Waqqas
  • Jahsy ibn Riyab
  • Abdullah ibn Jahsh
  • Ja'far bin Abi Talib, yang menjadi pemimpin kelompok pertama
  • Utsman bin Affan
  • Ruqayyah, istri Utsman bin Affan
  • Abu Hudzaifah bin Utbah
  • Sahlah binti Suhail, istri Abu Hudzaifah
  • Zubair bin Awwam
  • Mush'ab bin Umair
  • Abdurrahman bin Auf
  • Abdullah bin Abdul-Asad
  • Ummu Salama, istri Abdullah bin Abdul-Asad
  • Utsman bin Mazh'un
  • Amir bin Rabiah,
  • Layla bint Abi Asmah - istri Amir [17]

  1. ^ E. A. Wallis Budge (Aug 1, 2014). A History of Ethiopia: Volume I: Nubia and Abyssinia. Routledge. hlm. 7. 
  2. ^ M. Elfasi, Ivan Hrbek (1988). Africa from the Seventh to the Eleventh Century. UNESCO. hlm. 560. 
  3. ^ William Montgomery Watt (1961). Muhammad: Prophet and Statesman. Oxford University Press. hlm. 66. 
  4. ^ a b Ibnu Ishaq (2004). Sīratu Rasūlillāh (tr. Alfred Guillaume). Oxford University Press. hlm. 146. 
  5. ^ W. Montgomery Watt (1980). Muhammad at Mecca. Oxford University Press. hlm. 110–111. 

 

Artikel bertopik sejarah ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hijrah_ke_Abisinia&oldid=21264437"


Hijrah ke Habsyi (Habasyah)


A.     Sebab-sebab kaum muslimin hijrah ke Habsyi


Nabi Muhammad saw tidak tahan menyaksikan penderitaan para sahabat dan kaum muslimin karena kekejaman kaum kafir Quraisy. Oleh sebab itu, Rasulullah saw menghendaki agar kaum muslimin hijrah keluar kota mekah. Rasulullah khawatir kaum kafir Quraisy akan semakin kejam menyiksa dan menganiaya para sahabat dan kaum muslimin.


Penghinaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy tidak saja ditujukan kepada pengikut nabi Muhammad saw. Namun, hal itu juga ditujukan kepada para sahabat terkemuka yang dahulunya sangat dihormati dan memiliki pengaruh dikalangan kaum Quraisy. Lemparan batu, kotoran hewan, bahkan lemparan kotoran manusia sudah tidak aneh lagi dirasakan umat islam. Beberapa sahabat meminta kepada Rasulullah saw agar diizinkan tetap bertahan di mekah. Mereka rela dan ikhlas menerima perlakuan orang kafir yang kejam itu. Mereka berjanji akan tetap mempertahankan akidah islam yan sudah tertanam di dalam hatinya walaupun harus mengorbankan nyawa. Beberapa sahabat yang lain mengusulkan untuk membalas kekejaman kaum kafir quraisy dengan kekejaman pula.


Namun, Rasulullah saw selalu menasehati mereka dengan arif dan bijaksana untuk selalu bersabar, “Sesungguhnya Allah swt bersama orang-orang yang sabar”. Beliau juga menjelaskan bahwa dalam ajaran islam tidak ada balas dendam. Begitu pula bersabar bukan berarti menerima saja tanpa berusaha. Untuk itu jalan yang terbaik adalah menghindari kekejaman kaum kafir Quraisy dengan cara hijrah. Para sahabat pun siap untuk meninggalkan kota mekah. Diantaranya adalah sahabat terkemuka sepeti Utsman bin Affan dan Jafar bin Abu Thalib. Mereka diperintahkan untuk menyertai kaum muslimin hijrah. Sedangkan Rasulullah saw akan tetap tinggal di mekah.


Sebab-sebab Rasulullah saw memilih Habsyi sebagai tempat hijrahnya kaum muslimin, antara lain karena raja negeri Habsyi terkenal sangat jujur, adil dan bijaksana. Dia tidak suka berbuat zalim sehingga tidak ada seorang pun di negeri itu yang teraniaya. Selain itu negeri Habsyi adalah suatu negeri yang aman dan jauh dari jangkauan orang-orang kafir Quraisy.



B.     Kaum muslimin hijrah ke Habsyi


Habsyi (habasyah) disebut juga Abbesinia adalah negeri yang terletak di Afrika timur. Sekarang negeri itu bernama Ethiopia. Raja Habsyi saat itu bernama Negus atau Najasi. Raja Negus adalah raja yang beragama Nasrani (Kristen). Sebagian besar penduduk Habsyi saat itu juga memeluk agama nasrani.


Pada bulan rajab tahun ke 5 kenabian, berangkatlah rombongan kaum muslimin ke Habsyi. Mereka membawa harapan yang besar bahwa di Habsyi akan terlindung dari penderitaan yang disebabkan oleh kekejaman kaum kafir Quraisy. Rasulullah saw berpesan agar kaum muslimin tinggal di Habsyi sampai Allah swt memberi jalan keluar dari penderitaan yang menimpa kaum muslimin.


Kaum muslimin berangkat ke Habsyi terbagi menjadi dua rombongan. Pada pemberangkatan pertama jumlah kaum muslimin yang hijrah sebanyak 24 orang yang terdiri dari 20 laki-laki dan 4 wanita. Kemudian bertambah lagi pada pemberangkatan kedua berjumlah 102 orang, terdiri dari 83 laki-laki dan 19 wanita, ditambah dengan beberapa orang anak-anak. Meraka yang hijrah itu adalah kaum muslimin dari kaum Quraisy. Diantara mereka terdapat para sahabat terkemuka antara lain Utsman bin Affan bersama istrinya yakni Ruqayah binti Rasulullah saw, Zubair bin al-‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Ja’far bin Abu Thalib bersama istrinya Asma’ binti Umais, dan ‘Amr bin Sa’id bin Al-‘Ash bin Umayah bersama saudaranya yakni Khalid bin Sa’id.


Kedatangan kaum muslimin diterima dengan baik oleh raja Negus dan keselamatan mereka dilindungi, sehingga mereka merasa hidup dengan aman. Berbeda dengan di Mekah, di Habsyi kaum muslimin diperlakukan dengan baik. Penduduknya ramah-ramah dan rajanya benar-benar melindungi mereka. Mereka pun bebas menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama islam tanpa harus ketakutan disiksa dan dianiaya.


Ketika kaum kafir Quraisy mengetahui bahwa kaum muslimin dan para sahabat Rasulullah saw telah hijrah ke Habsyi, mereka sangat marah. Terlebih setelah mereka mengetahui bahwa kaum muslimin dalam keadaan aman dan tenteram berada di negeri itu. Mereka tidak rela melihat kebahagian kaum muslimin tersebut. Maka mereka pun bermusyawarah dan sepakat untuk mengutus dua orang Quraisy yang paling cakap dan kuat agar berangkat menemui raja Negus untuk meminta agar kaum muslimin diusir dari Habsyi. Utusan kaum kafir Quraisy tersebut adalah Abdullah bin Abu Rabi’ah dan ‘Amru bin Al-‘Ash. Berangkatlah kedua utusan itu dengan membawa hadiah untuk raja Negus. Sesampainya di Habsyi kedua utusan itu menemui dan menghasut raja Negus. Utusan itu mengatakan bahwa mereka yang meminta perlindungan itu adalah pembawa agama baru dan ajarannya menentang agama nenek moyang kaum Quraisy. Mereka pun meminta kepada raja Negus agar mengusir kaum muslimin dari Habsyi dan mengembalikannya ke Mekah.


Raja Negus adalah seorang raja bijaksana. Beliau meminta kaum muslimin Quraisy untuk menghadap kepadanya. Raja Negus meminta penjelasan tentang agama baru yang dianutnya. Ja’far bin Abu Thalib menghadap raja Negus, dia pun menjelaskan keadaan bangsa Arab sebelum dan sesudah islam. Agama islam mengajarkan agar manusia meninggalkan penyebahan terhadap berhala dan hanya menyembah Allah swt. Agama islam juga mengajarkan agar manusia berahlak mulia. Kemudian Ja’far membacakan beberapa ayat al-quran yang telah diwahyukan kepada nabi Muhammad saw.


Mendengar bacaan itu, raja Negus dan beberapa orang pendeta yang mendampingi raja menangis seraya berkata, “Sungguh apa yang kamu baca dari rasulmu itu dan apa ang dibawa oleh Isa adalah benar dan berasal dari sumber yang sama”. Setelah itu dia menoleh kepada dua utusan kafir Quraisy, “Pergilah kamu!”  kedua utusan kafir Quraisy pun akhirnya pulang setelah diusir oleh raja Negus. Usaha mereka untuk menghasut raja agar mengusir kaum muslimin tidak berhasil walaupun telah beberapa kali mereka menemui raja Negus.


Sementara itu, kaum muslimin diizinkan tetap tinggal di Habsyi dan mendapat perlindungan dari kerajaan Habsyi. Mereka hidup aman dan tentram tanpa adanya gangguan maupun ancaman dari orang-orang kafir Quraisy. Setelah beberapa lama mereka tinggal di Habsyi, sebagian dari mereka ada yang pulang ke mekah sebelum Rasulullah saw hijrah ke Madinah dan sebagian lagi ada yang tetap tinggal di Habsyi sampai tahun ke 7 yakni atau tahun setelah Rasulullah hijrah ke Madinah.



C.     Meneladani kesabaran kaum muslimin ketika hijrah ke Habsyi


Rasulullah saw mengajarkan kepada umatnya agar berlaku sabar atas segala sesuatu yang menimpa dirinya. Namun, sabar bukan berarti kita harus diam tanpa usaha. Sabar yang sesungguhnya adalah berserah diri kepada Allah swt sambil melakukan suatu usaha. Demikian pula yang dilakukan kaum muslimin, mereka sabar dalam mempertahankan akidah, mereka juga sabar dalam menerima kekejaman kaum kafir Quraisy. Tetapi, mereka juga berusaha untuk menghindari kekejaman dengan cara mereka mengikuti perintah Rasulullah saw untuk melaksanakan hijrah ke Habsyi.


Demikian pula kita harus meneladani kesabaran kaum muslimin dalam menempuh perjalanan jauh demi mempertahankan akidah. Mereka sabar dan tidak putus asa walaupun harus berjalan di padang pasir yang panas pada siang hari dan dingin sekali pada malam hari. Mereka yakin bahwa perjalanan mereka akan mendapat ridha Allah swt dalam mempetahankan ajaran islam yang dibawa oleh nabi Muhammad saw.


Dengan keyakinan itu mereka akhirnya mendapat suatu kebahagiaan. Raja Habsyi menerima, melindungi, dan mengizinkan mereka tinggal di kerajaannya dengan aman dan tentram.



Page 2