Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

KINERJA INDUSTRI PENGGILINGAN PADI

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

PEMANFAATAN HASIL SAMPING UDANG YANG DI FERMENTASI DENGAN

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

PEMANFAATAN HASIL SAMPING PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

BERAS DI PENGGILINGAN PADI DAN SUB DOLOG

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

PEMANFAATAN TIK DALAM MENUNJANG PRODUKSI PERTANIAN DI KABUPATEN SOPPENG

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PEMANFAATAN ENERGI TERBAHARUKAN DI PEDESAAN

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

PENGEMBANGAN KAWASAN PEDESAAN BERBASIS IPTEK DALAM MENUNJANG AGROPOLITAN

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

KAJIAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI ANEKA TEPUNG DI PEDESAAN ABSTRAK

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

SISTEM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN AGROINDUSTRI PADI SKALA KECIL DAN MENENGAH

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN PEDESAAN

Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

IMPLEMENTASI PENCATATAN AKUNTANSI PADA USAHA PENGGILINGAN PADI

(Sri Widowati)

Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor

ABSTRACT

Use of Side Products of Rice Mills in Support of Agroindustry. Sri Widowati. Rice is the most important food crop in Indonesia. Rice production, processing, and distribution activities need more labours and may become sources of income to the farmers. The country’s rice production rate is relatively low, i.e. 50% of the population growth rate. Therefore, rice production need to be imporved by increasing of the crop productivity, breeding through conventional and modern technologies (biotechnology), extensification, as well as post harvest handling and processing of side product from rice mills. Type of rice grain polish affected the physical quality of rice. Type of grain friction resulted in lower rice brewers (2%), glossy, but low whiteness (41%). Type of grain abrassiveness type resulted in higher rice brewers (5%), but seem to be more whiteness (55%). Polishing rate enfluenced the yield recovery of the side product, especially for rice bran; the higher polishing rate, the higher of rice bran recovery. Side product from rice mills are rice husk (15-20%), rice bran (8-12%), and rice brewer (±5%). The annual rice production of the country is approximately 49.8 million ton. This means that about 7.5-10 million ton of rice husk, 4-6 million ton of rice bran, and 2.5 million ton of rice brewer were produced annually. The use of side product from rice mills were still limited. Rice brewer is commonly used material for traditional food product, flour, and high protein rice flour. Rice husk is used for planting media, fuel, component in brick making. Coarse bran was used as animal feed, while the fine bran was used in making traditional food and extrusion product. High nutrient content of stabilized rice bran can be used as raw material in food and non-food industries.

Key words: Rice, side product of rice mill, agroindustry

Beras merupakan komoditas yang sangat penting di Indonesia. Betapa pentingnya beras bagi kehidupan bangsa Indonesia, dapat dikaji peranannya dalam aspek budaya, sosial, ekonomi, bahkan politik. Produksi, prosesing, dan distribusi beras merupakan salah satu sumber pendapatan dan tenaga kerja yang besar dalam perekonomian Indonesia. Beras dikonsumsi oleh lebih dari 40% penduduk Indonesia (Damardjati, 1997). Konsumsi beras per kapita meningkat tajam dari 110 kg pada tahun 1968 menjadi 146 kg pada tahun 1983 dan kenaikan tampak lamban setelah tercapai swasembada beras. Beberapa hal yang memacu peningkatan kebutuhan beras, yaitu peningkatan konsumsi per kapita, peningkatan populasi dan perbaikan ekonomi yang mendorong bergesemya pola makan dari nonberas ke beras (Kuntowijoyo, 1991). Pada tahun 1992-1996 konsumsi beras sekitar 150 kg/kapita/tahun dan terdapat sedikit penurunan sejak terjadi krisis multidimensional tahun 1998. Fakta di lapang menunjukkan bahwa laju peningkatan produksi beras cenderung rendah setelah tercapainya swasembada beras tahun 1984, bahkan mulai tahun 1994 negara kita menjadi pengimpor beras lagi. Saat ini, laju peningkatan produksi beras hanya 50% dari laju pertambahan penduduk (Swastika et ai, 2000). Dalam proses penggilingan padi menjadi beras giling, diperoleh hasil samping berupa (1) sekam (15-20%), yaitu bagian pembungkus/kulit luar biji, (2) dedak/bekatul (8-12%) yang merupakan kulit ari, dihasilkan dari proses penyosohan, dan (3) menir (±5%) merupakan bagian beras yang hancur. Apabila produksi gabah kering giling nasional 49,8 juta t/tahun (pada tahun 1996), maka akan diperoleh sekam 7,5-10 juta ton, dedak/bekatul 4-6 juta ton, dan menir 2,5 juta ton. Pemanfaatan hasil samping tersebut masih terbatas, bahkan kadang-kadang menjadi limbah dan mencemari lingkungan terutama di sentra produksi padi saat panen musim penghujan.

Hasil samping tersebut sebenarnya mempunyai nilai guna dan ekonomi yang baik apabila ditangani dengan benar sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dalam sistem agroindustri padi di pedesaan. Beberapa alternatif pemanfaatan hasil tersebut akan dipaparkan dalam makalah ini, baik dari hasil penelitian, pengalaman maupun kebiasaan masyarakat yang perlu disebarluaskan.

dari : BULETIN AgroBio
Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian
Volume 4 Nomor 1 Tahun 2001


Hasil samping yang dapat dikonsumsi dari pengolahan padi menjadi beras adalah

Swadayaonline.com - Indonesia memiliki potensi ketersediaan bekatul padi yang tinggi. Setiap menggiling padi menjadi beras dihasilkan 6-7 persen bekatul, yang selama ini hanya untuk pakan ternak bahkan banyak pula yang terbuang sia-sia. Namun dengan teknologi yang dihasilkan Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Kementan, kini bisa diolah menjadi berbagai produk pangan yang bergizi dan menyehatkan.

Produk-produk olahan bekatul telah dikenal dunia sebagai produk dengan sifat fungsional. Kandungan serat yang tinggi (20-27 persen), menjadi keunggulan tersendiri untuk mencegah penyakit kanker usus, jantung koroner, kegemukan, diabetes dan masalah pencernaan. Selain itu, bekatul juga mengandung protein, mineral, lemak tak jenuh dan vitamin yang tinggi.

BB Litbang Pascapanen, Kementan, beberapa tahun terakhir ini telah menghasilkan berbagai teknologi untuk memaksimalkan pemanfaatan bekatul sebagai produk pangan. 

Masalah bekatul yang daya simpannya tidak tahan lama dan mudah berbau tengik yang selama ini menjadi kendala dalam pemanfaatannya, melalui teknologi stabilisasi yang tidak terlalu rumit dan mudah dilakukan oleh petani terutama wanita tani, bisa mengatasi masalah tersebut, sehingga dapat memperpanjang umur simpan bekatul.

After taste dan aroma bekatul yang kurang enak melalui proses pengolahan yang tepat, dapat diminimalisasi sehingga produk akhir yang dihasilkan tetap memiliki rasa yang bisa diterima dengan baik oleh konsumen. Kandungan serat bekatul yang tinggi menyebabkan bekatul memiliki sifat memperbaiki tekstur, stabilitas, ketebalan, gelling, dan emulsifying produk yang dihasilkan khususnya untuk produk bakery seperti roti, biskuit dan cake.

Dalam rangka mendekatkan teknologi pengolahan bekatul kepada masyarakat, Balitbangtan Kementerian Pertanian melalui Balai Besar Litbang Pascapanen bekerjasama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Banyuasin selaku penyelenggara Pelatihan Pemanfaatan Bekatul Padi Menjadi Produk Pangan bertempat di Sekolah Menengah Kejuruan Pembangunan Pertanian (SMKPP) Sembawa, Kabupaten Banyuasin pada tanggal 10 Mei 2018. Acara dibuka oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banyuasin Ir. H. Babul Ibrahim. 
Pelatihan ini merupakan tindak lanjut kegiatan Bimtek Bioindustri Padi yang dilaksanakan akhir April lalu. 

Dalam sambutannya Babul Ibrahim menyampaikan bahwa Banyuasin termasuk daerah yang surplus padi, sehingga potensi untuk memanfaatkan bekatul sangat tinggi. Oleh karena itu pelatihan pemanfaatan bekatul padi menjadi produk pangan ini akan sangat mendukung Model Bioindustri Padi berupa Auto Pneumatic Rice Milling Unit (AP-RMU) dengan mengolah hasil sampingnya  berupa sekam (menjadi Pupuk Biosilika Cair dari abu sekam sisa pembakaran mesin pengering gabah) dan bekatul yang  dikembangkan oleh Balitbangtan di Banyuasin. 

Rudy Tjahjohutomo, Perekayasa Utama BB Litbang Pascapanen yang dalam hal ini mewakili Kepala Balai Besar Litbang Pascapanen, menyatakan bahwa kegiatan Pelatihan ini diikuti oleh 30 orang yang terdiri dari DWP Pemkab, PKK, Guru SMKPP, Istri Pengusaha Penggilingan Padi Kecil, Wanita Wirausaha, dan Penyuluh se Kabupaten Banyuasin. Kegiatan pelatihan ini penting dalam rangka mendekatkan inovasi Balitbangtan kepada masyarakat Banyuasin sekaligus memperkuat interelasi Pusat dan Daerah yang akan dikawal oleh BPTP Sumsel, imbuh Rudy. Instruktur BB Litbang Pascapanen adalah penelit Ir. Ira Mulyawanti didampingi teknisi pascapanen, mengajarkan dan mempraktekkan cara memperpanjang daya simpan bekatul sebagai bahan baku aneka olahan, seperti membuat sereal atau susu bekatul,  kukies, dan brownis bekatul serta rerotian. Para peserta pelatihan sangat antusias mengikuti kegiatan ini karena sangat bermanfaat bagi para Ibu untuk keluarga maupun untuk usaha bahkan ada peserta yang belum mengetahui bekatul itu berasal dari bagian apa dari gabah, sehingga pelatihan ini sangat berarti bagi para Ibu-ibu peserta.

Babul Ibrahim,  Kadistan Kabupaten  Banyuasin selaku penyelenggara dalam sambutan pembukaan pelatihan  mengharapkan kepada para Perempuan  khususnya yang hadir sebagai peserta pelatihan agar cerdas dalam memanfaatkan sumber sumber alami termasuk komoditas Pertanian seperti padi ini, yang ternyata hampir seluruh bagian tanaman padi bisa menghasilkan pangan, pakan, energi, dan serat serta sebagai bahan baku industri (pangan, pertanian, dan non pangan).
Paling tidak, dalam waktu yang tidak terlalu lama, Banyuasin memiliki produk khas unggulan berbasis bekatul padi, sekaligus mengangkat harkat Bekatul padi, tukasnya.

Pada kesempatan ini pula, aneka peralatan yang digunakan untuk praktek oleh BB-Pascapanen diserahkan kepada peserta pelatihan melalui Dinas Pertanian Kabupaten agar dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan gizi keluarga dan manfaat ekonominya bagi kesejahteraan masyarakat khususnya keluarga petani.

Disamping itu, mengolah bekatul menjadi produk pangan akan memaksimalkan pertanaman padi per satuan luas dalam penyediaan pangan, pungkas Babul Ibrahim. SY/HMSL