Dari beberapa kegiatan ekonomi di bawah ini yang paling banyak menampung tenaga kerja adalah

Page 2

kecil pada jaringan tumbuhnya koperasi. Termasuk juga di dalamnya tumbuhnya pengusaha kecil lain sebanyak 6,8%, yang terikat pada sektor industri pengolahan. Omzet bisnis para pengusaha kecil yang berjumlah 99,65% ternyata berada di bawah Rp. 1 milyar pertahun perpengusaha. Perbaikan atas kepincangan struktur itu ditambah lagi dengan kenyataan bahwa yang kecil-kecil dan berjumlah banyak justru omzetnya di bawah Rp.100 juta per tahun. Dengan demikian terjadi kekosongan pada lapisan kegiatan ekonomi tertentu, yang tidak efektif atau efisien bila ditangani oleh pengusaha besar atau oleh para pengusaha kecil itu. Kondisi yang masih pincang itu memerlukan penanganan lebih lanjut, karena dalam masa reformasi hal itu sulit dilakukan, walaupun dapat dicatat ada penambahan jumlah pengusaha kecil sehingga mencapai sebanyak 99,9%.

Kesemuanya itu harus dikaitkan dalam kerangka umum. Jika dalam jangka pendek pemerintah telah mulai berhasil membuka tirai kegelapan perekonomian, maka untuk menghalau sepenuhnya kegelapan dalam jangka panjang, masih dalam pekerjaan rumah yang harus intensif dilakukan. Salah satu yang harus ditangani adalah bahwa selama ini kita masih belum sepenuhnya sukses menanam benih pertumbuhan bagi kelompok binaan dimaksud. Hal itu bukan saja berkaitan dengan upaya pemantapan keberhasilan jangka pendek, melainkan juga pengembangan organisasi yang bisa diandalkan untuk mengadopsi perubahan internal maupun eksternal dalam upaya menyongsong hari depan yang lebih penuh persaingan.

diwujudkan. Kesemuanya itu akan mengantarkan jajaran koperasi agar masuk dalam lingkaran kehidupan baru dengan peluang yang lebih besar.

Bilamana paradigma dan pola pikir dari para Pengurus Koperasi dan kelompok manajemen koperasi maupun usaha kecil dan menengah dapat pula berubah selaras dengan perubahan tuntutan kondisi eksternal maupun internal, maka peluang untuk tumbuhnya kekuatan bisnis kecil-kecil yang efektif dikembangkan oleh mereka menjadi semakin mantap. Demikian pula tumbuhnya banyak kelompok-kelompok usaha, seperti kelompok tani misalnya, dapat segera diakomodasi ke dalam kegiatan koperasi. Hal ini harus dibina secara bertahap, diarahkan secara jelas dan dikembangkan secara konsisten.

Dengan uraian seperti itu maka sejumlah pekerjaaan rumah secara teknis dapat disusun untuk menyambut datangnya pasca krisis. Sementara itu peran dan posisi jajaran koperasi, usaha kecil dan menengah juga menjadi jelas dalam rangkaian kegiatan membangun sistem perekonomian nasional yang berbasis ekonomi rakyat, serta tetap mengandalkan dukungan prestasi dari kelompok pelaku ekonomi yang besar dan kuat, yang bertugas untuk bersaing di pasar internasional.

Hanya dengan cara seperti itu maka pelayanan anggota akan dapat ditingkatkan oleh jajaran koperasi, dan kesejahteraan pemilik usaha kecil dan menengah juga dapat dijamin dapat diwujudkan. Kesemuanya itu kembali pada posisi dan peran mereka seperti disebutkan di muka. Dengan harapan seperti itu maka pembinaan yang harus dilakukan adalah dengan lebih memfokuskan peningkatan kualitas dan prestasi manajerial. Karena peluang sudah tersedia, kemudahan sudah diberikan, dan dukungan moral untuk menjawab tuntutan juga sudah disampaikan, maka secara bertahap diperlukan peningkatan profesionalisme dan ke-mandirian usaha.

Untuk menghadapi masa depan, arah pembinaan harus tetap dapat difokuskan pada berbagai unggulan yang telah berhasil dikembangkan dan dibina selama ini pada jajaran koperasi, usaha kecil dan menengah, khususnya melalui hasil reformasi yang telah dilakukan. Keterbukaan koperasi untuk menampung anggota baru atau keberanian untuk memperluas wilayah kerja dan membuka kegiatan usaha baru perlu

Dukungan dapat dilakukan melalui pengembangan pekerjaan rumah lainnya, yaitu bagaimana pembinaan yang dapat mendorong koperasi, usaha kecil dan menengah agar mampu tumbuh berkembang serta mampu bersaing secara sehat dan jujur.

Untuk itu dalam kaitan keseluruhan permasalahan yang ada, pemerintah berkewajiban melakukan :

Pertama, melakukan pembinaan terhadap SDM koperasi, usaha kecil dan menengah dengan meng-gunakan pola dan model pelatihan serta pendidikan yang terbaru dan efektif serta berorientasi pada studi kasus dan games, yang dilandaskan pada upaya untuk menumbuhkan program pelatihan ketrampilan dan pengambilan keputusan yang mengarah pada terbinanya kemampuan mengembangkan alternatif kebijakan dan langkah yang efektif dalam proses mengelola kegiatan koperasi, usaha kecil dan menengah, khususnya dalam lingkup kondisi lingkungan yang mengalami perubahan dengan cepat;

menciptakan aliansi strategis, yang dapat menyatukan kekuatan ekonomi rakyat dalam satu jaringan kerja yang efektif dan mengkaitkannya kemudian dengan pelaku ekonomi besar yang terkait. Langkah ini agak berbeda dengan pola kemitraan, yang lebih mengandalkan pengertian. Sedangkan dalam aliansi strategis, sasaran harus jelas disertai dengan pengembangannya yang disesuaikan dengan arah dan kegiatan bisnis para usaha kecil dan menengah yang akan beraliansi (kenali core business, tetapkan skala usaha yang layak, dan lingkup usaha yang secara ekonomi harus layak serta ketersediaan pasarnya).

Upaya lain dalam kaitan itu adalah mewujudkan pembenahan arah pertumbuhan koperasi yang saat ini telah menjamur untuk diarahkan menjadi genuine cooperatives dan tidak menjadi pseudo cooperatives. Hal itu diindikasikan oleh hubungan yang kuat antara usaha yang dikembangkan koperasi dengan pemenuhan kepentingan anggota secara timbal balik. Sebaliknya anggota juga harus mampu menghimpun sumberdaya bagi koperasinya, dan fanatik bagi koperasinya serta mengelola koperasinya secara profesional. Kesemua-nya itu diharapkan dapat mengantarkan kegiatan pembinaan koperasi, usaha kecil dan menengah untuk memasuki pasca krisis, yang umumnya diwarnai dengan kegiatan penanganan korbankorban krisis serta pemanfaatan posisi dan tonggak-tonggak keberhasilan di masa lalu. Kebutuhan Langkah Dukungan

Berbagai keberhasilan telah diraih, dan rangkaian masalah serta tugas yang masih harus diselesaikan dimasa mendatang telah pula diungkapkan. Tibalah saatnya untuk mengenali langkah dukungan yang dapat dan perlu dilakukan pemerintah.

Sementara itu lebih dahulu perlu disepakati bersama bahwa kegiatan pemerintah hanya meliputi upaya memberi bantuan perkuatan serta mengembangkan kondisi yang kondusif melalui berbagai kebijakan dan rangkaian program

Kedua, mendorong dan mengembangkan pembentukan berbagai lembaga keuangan, yang dapat menjadi akses bagi koperasi, usaha kecil dan menengah dalam memperoleh modal kerja serta modal investasi, yang kemudian dapat pula mengembangkan jaringan auditing dan kegiatan lain, dengan arah tujuan agar dapat mendukung dilakukannya proses pemanfaatan sumber-daya produktif secara efektif dan efisien;

Ketiga, mewujudkan kesepakatan untuk menetapkan bahwa konsep ekonomi rakyat dapat dikembangkan sebagai salah satu program penjabaran secara operasional TAP No.XVI/ MPR/ 1998 tentang Politik Ekonomi dalam Demokrasi Ekonomi. Dengan demikian perlu dirumuskan lebih lanjut konsep dasar dan pola operasionalisasinya. Bertolak dari kesepakatan itu hendaknya konsep ekonomi rakyat dapat dijadikan sebabagai salah satu landasan dalam membangun sistem perekonomian nasional, yang diharapkan dapat tangguh dalam menerima hadirnya era perdagangan bebas dalam lingkup proses globalisasi.

Keempat, mengingat bahwa yang telah dilakukan selama ini oleh Pemerintah merupakan upaya penyemaian konsep ekonomi rakyat, maka prosesnya tentu harus berkelanjutan, apalagi aplikasi itu dilakukan dalam kondisi perekonomian nasional yang kurang menguntungkan. Karena itu kita tidak boleh berhenti, mengingat roda sudah berputar dan sebagian dari pelaku ekonomi kecil sudah ikut dalam arus dinamika perekonomian nasional, sehingga di masa berikut penataan ulang dan peningkatan kinerja serta kualitas sistemnya tetap harus melibatkan dan memberikan fokus perhatian kepada koperasi, usaha kecil dan menengah.

Kelima, dengan akan datangnya era perdagangan bebas itu, maka rangkaian langkah pembinaan bukan saja perlu dikaitkan pada pemenuhan kebutuhan fisik maupun teknis dari koperasi, usaha kecil dan menengah, melainkan juga harus dikaitkan dengan sasaran untuk membina terwujudnya semangat berjuang dan motivasi untuk berprestasi yang efektif dalam organisasi usaha yang efektif dan efisien. Hanya dengan bersama mereka akan mampu mengatasi berbagai masalah dan perubahan yang akan terjadi.

langkah maupun penjabarannya di samping penggunaan paradigma baru yang masih tetap harus diuji terus menerus kemanfaatannya bagi upaya membangun kemampuan pelaku ekonomi yang kecil-kecil dalam lingkup ekonomi rakyat. Besar kemungkinannya berbagai hal baru akan dapat ditemukan.

Laporan kegiatan dan kinerja kegiatan Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah telah disajikan dalam bentuk presentasi umum, dengan maksud agar para pembaca tidak dikondisikan dalam lingkup yang formal. Laporan ini memang disampaikan untuk dapat dibaca dan dikaji selanjutnya oleh semua pihak termasuk masyarakat awam, sehingga fungsinya dapat menjadi suatu pertanggung jawaban tertulis.

Evaluasi terhadap berbagai langkah terobosan yang telah ditempuh dalam masa reformasi, diharapkan dapat menghasilkan umpan balik yang positif bagi Pemerintah. Namun perlu dicatat mengingat langkah itu dilakukan dalam kurun waktu yang relatif singkat, tentu saja hasil yang dicapai saat ini belum sepenuhnya dapat dinyatakan konsisten berhasil, bahkan dapat pula dinyatakan bahwa hasil yang dicapai itu tidak sempurna.

Untuk itulah umpan balik tersebut diperlukan mengingat masih ada berbagai kesalahan dalam

Atas dasar itulah, kesediaan untuk mau memberikan kritik yang positif dan mengusulkan berbagai perbaikan menjadi suatu hal yang sangat diharapkan sekali. Apabila ada berbagai hal yang mungkin tidak mampu memberikan gambaran yang menggembirakan, dimohonkan maaf. Hanya dengan cara seperti itu laporan ini akan menjadi bermanfaat.

Akhir kata atas segala pemikiran, upaya dan bantuan yang diterima dalam mempersiapkan laporan ini diucapkan terima kasih.

Page 3

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, Buku Memori Masa Bakti Kabinet Reformasi Pembangunan ini dapat terwujud.

Buku ini merupakan laporan pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja selama masa bakti Kabinet Reformasi Pembangunan.

Sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi bersamaan dengan masa tugas Kabinet ini, maka dalam buku ini juga dilaporkan upaya-upaya penanggulangan krisis terutama melalui Program Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Meskipun masalah ketenagakerjaan tidak dapat diselesaikan oleh Departemen Tenaga Kerja sendiri bagi para pengguna untuk ini dapat memberikan gambaran bagi pengguna untuk mengetahui dan memahami kondisi ketenagakerjaan dan langkah-langkah pemecahan yang telah diambil oleh Pemerintah sampai saat ini.

Akhirnya, disampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga laporan ini dapat selesai dan semoga bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

MENTERI TENAGA KERJA

REPUBLIK INDONESIA

Situasi Ketenagakerjaan Pada Masa Krisis Ekonomi

Dalam kondisi tersebut, produksi harus dijual dengan harga tinggi, sementara daya beli masyarakat menurun tajam. Untuk itu yang dilakukan sebagian dari perusahaan adalah mengurangi produksi, bahkan sebagian lagi menutup operasinya sama sekali.

Keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan sebelum masa krisis moneter dan ekonomi ditandai dengan jumlah pengangguran terbuka selalu dapat ditekan berkisar antara 3-7 persen yang berarti pertumbuhan lapangan kerja masih dapat mengimbangi tekanan dari pertumbuhan angkatan kerja. Keadaan yang relatif tersebut tanpa dapat diduga sebelumnya dikacaukan oleh terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 yang diawali dengan krisis moneter yaitu jatuhnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika. Keadaan menjadi semakin berkepanjangan dan melemahkan sendisendi perekonomian nasional. Yang paling terkena dampak paling parah adalah terpuruknya sektor produksi dalam negeri terutama yang sebagian besar bahan bakunya bergantung dari impor.

Dalam skala makro, terjadi perlambatan pada laju pertumbuhan ekonomi tahun 1997 yang mencapai 4,9 persen, bahkan untuk tahun 1998 terjadi kontraksi pertumbuhan berkisar pada angka minus 13 persen. Krisis tersebut mengakibatkan mundurnya kegiatan ekonomi, bahkan terhentinya kegiatan berbagai sektor ekonomi tertentu. Sistem perbankan yang masih belum sehat menyebabkan kita sulit mendorong pertumbuhan dunia usaha. Dunia usaha justru mengalami stagnasi sehingga mengakibatkan gangguan dalam hal persediaan barang untuk memenuhi kebutuhan domestik dan

PHK sebagai akibat krisis ekonomi dan moneter ini mengakibatkan jumlah penganggur semakin meningkat.

3. Mengembangkan institusi informasi pasar kerja; 4. Menyederhanakan prosedur, penempatan, dan

perlindungan TKI di luar negeri.

Strategi pembangunan ketenagakerjaan yang bersifat rehabilitasi dan pengembangan merupakan hal yang reguler secara historis telah dan akan dilaksanakan terus oleh Departemen Tenaga Kerja. Aspek-aspek yang tercakup dalam strategi rehabilitasi dan pengembangan ketenagakerjaan antara lain :

ekspor. Dalam kondisi yang demikian maka banyak perusahaan harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

PHK sebagai akibat krisis ekonomi dan moneter ini mengakibatkan jumlah penganggur semakin meningkat. Disamping itu, Departemen Tenaga Kerja juga menghadapi tambahan 3,2 juta orang angkatan kerja baru setiap tahun. Sebagian dari angkatan kerja baru dan korban PHK dari berbagai perusahaan terpaksa bekerja di sektor informal dengan produktivitas yang relatif rendah. Akibatnya penganggur terbuka telah meningkat dari 4,68 juta orang pada tahun 1997 menjadi 5,46 juta orang pada tahun 1998.

Dengan meningkatnya jumlah PHK tersebut maka situasi hubungan industrial juga mengganggu yaitu dalam bentuk meningkatnya kasus perselisihan. Perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik, akhirnya memicu timbulnya kasus unjuk rasa atau demonstrasi yang intensitasnya meningkat pada beberapa bulan terakhir.

1. Perencanaan tenaga kerja nasional, 2. Sistem informasi pasar kerja, 3. Pemberdayaan pelatihan, 4. Pemasyarakatan produktivitas, 5. Bursa tenaga kerja terpadu, 6. Penempatan tenaga kerja ke luar negeri, 7. Perlindungan dan peningkatan kesejahteraan

pekerja, 8. Hubungan industrial dalam iklim keterbukaan, 9. Peningkatan kualitas SDM dan organisasi

Depnaker.

Strategi Pembangunan Ketenagakerjaan

Strategi pembangunan ketenagakerjaan dalam masa krisis didasarkan pada 2 (dua) hal, yaitu dengan memperhatikan permasalahan ketenagakerjaan secara struktural dan dampak krisis moneter. Strategi tersebut adalah bersifat penyelamatan (rescue), rehabilitasi dan pengembangan. Strategi pembangunan ketenagakerjaan yang bersifat penyelamatan (rescue) dalam garis besarnya antara lain adalah untuk :

Isu-Isu yang Menonjol

Dalam tahun anggaran 1998/1999, Departemen Tenaga Kerja memfokuskan upaya untuk menolong para penganggur melalui proyekproyek Padat Karya sebagai Jaring Pengaman Sosial (JPS), pengerahan TKI ke luar negeri, dan penyelesaian kasus-kasus hubungan industrial. Proyek Padat Karya tersebut adalah proyekproyek Penanggulangan Dampak Kekeringan dan Masalah Ketenagakerjaan (PDKMK) dan Penanggulangan Pengangguran Pekerja Terampil (P3T).

1. Memperluas kesempatan kerja produktif di

dalam negeri; 2. Memasarkan tenaga kerja korban PHK ke luar

negeri;

Proyek PDKMK ditujukan untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan sebagai akibat terjadinya kekeringan dan untuk mendorong usaha pertanian di desa. Proyek P3T ditujukan untuk tenaga terlatih dan berpengalaman yang sekarang

Page 4

Departemen Tenaga Kerja memfokuskan upaya

untuk menolong para penganggur melalui proyek-proyek Padat Karya sebagai Jaring Pengaman Sosial (JPS), pengerahan TKI ke luar negeri, dan penyelesaian kasus-kasus

hubungan industrial.

Assosiation and Protection of the Right to Organise; dan Konvensi No. 98 tahun 1949 tentang Right to Organise and Collective Bargaining

Kelompok kedua, tentang Larangan Kerja Paksa terdiri atas Konvensi No. 29 tahun 1930 tentang Forced Labour dan Konvensi No. 105 tahun 1957 tentang Abolition of Forced Labour.

Kelompok ketiga, tentang Larangan Diskriminasi terdiri atas Konvensi No. 100 tahun 1951 tentang Equal Renumeration dan Konvensi No. 111 tahun 1958 tentang Discrimination on Employment and Occupation.

tahun 1997 sudah menunjukkan peningkatan upah yang membaik yaitu mencapai 95,33 persen dari kebutuhan upah minimum. Namun, pada tahun 1998 terjadi resesi ekonomi yang mengakibatkan kondisi perekonomian tidak menguntungkan sehingga sempat diputuskan Upah Minimum Regional (UMR) tidak dinaikkan. Kebijaksanaan untuk tidak menaikkan UMR tidak bertahan lama. Setelah berunding dengan berbagai pakar dari berbagai lembaga seperti APINDO, SPSI, PEMDA, Dewan Pengupahan Nasional, dan lain-lain maka diputuskan bahwa UMR tahun 1998 dinaikkan sebe-sar 15 persen dibandingkan hal yang sama pada tahun 1997.

Disamping berupaya meningkatkan kesejahteraan karyawan melalui UMR, Departemen Tenaga Kerja juga berupaya agar sebanyak mungkin karyawan mengikuti program Jamsostek dan juga menghimbau perusahaan-perusahaan untuk memberikan keleluasaan bagi para pekerjanya untuk mendirikan Koperasi Pekerja. Dalam jangka pendek, upaya ini kelihatan memang belum membuahkan hasil, tetapi tetap optimis bahwa hal ini akan meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Isu lainnya adalah mengenai perlindungan hak-hak dasar pekerja, yaitu mengenai kebebasan berserikat dan berorganisasi, penghapusan diskriminasi, penghapusan kerja paksa, dan larangan mempekerjakan anak. Sebagaimana dimaklumi, Pemerintahan Reformasi sekarang ini sangat komitmen terhadap pengembangan demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia, termasuk hak-hak dasar pekerja. Sehubungan dengan itu, Depnaker merasa perlu membuat reformasi peraturan perundangundangan, termasuk meratifikasi ketentuan atau Konvensi ILO. Dalam hubungan ini, Presiden sudah memutuskan untuk meratifikasi ketujuh Konvensi ILO. Ketujuh Konvensi dasar tersebut digolongkan pada 4 (empat) kelompok berikut ini.

Kelompok pertama, tentang Kebebasan Berserikat terdiri atas dua Konvensi, yaitu Konvensi No. 87 tahun 1948 tentang Freedom of

Kelompok keempat, terdiri atas Konvensi No. 138 tahun 1973 tentang Minimum Age atau sering disebut Pekerja Anak.

Di masa yang akan datang dengan melihat kondisi perekonomian dalam dua atau tiga tahun ke depan Departemen Tenaga Kerja berupaya untuk :

1. Mempersiapkan dan mengarahkan para

angkatan kerja baru dan para penganggur yang telah berpengalaman kerja untuk dapat mengelola usaha skala kecil dan usaha mandiri. Usaha kecil dan mandiri yang perlu dikembangkan tersebut sebaiknya ditekankan pada usaha yang menggunakan komponen domestik seperti industri pertanian dan kegiatan industri rumah tangga. Oleh karena itu, usaha ini perlu didukung dengan program latihan kewirausahaan dan dengan kredit usaha kecil dan mandiri.

Page 5

c. Pemutusan hubungan kerja :

Dampak krisis moneter terhadap kondisi ketenagakerjaan secara nasional menunjukkan peningkatan tingkat pengangguran pada tahun 1998. Peningkatan pengangguran ini adalah karena perkembangan perekonomian pada tahun 1997 yang hanya sedikit menyerap tambahan angkatan kerja dan pada tahun 1998 tidak ada penyerapan sama sekali, bahkan terdapat penyerapan tenaga kerja minus.

Dengan asumsi perkembangan ekonomi sebesar minus 5%, kondisi pengangguran pada tahun 1998 dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tambahan sekitar 2,7 ang.katan kerja yang

tidak terserap dalam pasar kerja. b. Pengangguran yang terjadi pada tahun 1997

sekitar 5,4 juta orang.

1) Sektor konstruksi/properti sekitar 1 juta

pekerja. 2) Industri tekstil/garment sekitar 2,3 juta

pekerja. 3) Lain-lain sektor diperkirakan 300.000

pekerja. 4) Likuidasi bank tercatat 9.252 pekerja. 5) Kebijaksanaan merger bank diperkirakan

menjurus kepada PHK sekitar 40.000

pekerja. 6) Data PHK secara langsung yang dideteksi

sampai dengan 18 April 1998 sekitar 461 perusahaan telah mem-PHK-kan 83.200 pekerja, 80 perusahaan dalam proses memutuskan hubungan kerja dengan 9.503 pekerja, dan 471 perusahaan dengan 55.965 pekerja dalam kondisi lesu.

Dampak krisis ekonomi moneter menunjukkan peningkatan pengangguran dan berkurangnya kesempatan kerja

Jumlah Kasus Perselisihan Perburuhan/PHK

yang Diselesaikan oleh P4 Pusat Tahun 1996-1999*)

Pimpinan Depnaker memberikan pelayanan optimal untuk mencari solusi tuntutan pekerja

4. Perselisihan Hubungan Industrial

Kesulitan yang dihadapi oleh dunia usaha, mengakibatkan upaya melakukan berbagai langkah efisiensi. Langkah semacam ini secara langsung ataupun tidak langsung berakibat terhadap ketenangan hubungan kerja. Disamping itu, dengan meningkatnya harga kebutuhan seharihari, maka pekerja menuntut perbaikan tingkat upah, tunjangan, dan lain sebagainya. Di sisi lain, dunia usaha tidak mungkin memenuhi tuntutan yang diminta karena masih berada di dalam kesulitan. Hal semacam ini merupakan pemicu perselisihan hubungan industrial. Data perselisihan hubungan industrial sebagai berikut. Perkembangan Demokratisasi

Salah satu tuntutan dalam era reformasi adalah kehidupan yang demokratis. Implikasi demokratisasi dalam bidang Ketenagakerjaan tercermin dalam beberapa aspek antara lain : 1. Kebebasan Berserikat

menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang. Demikian pula dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada dengan jelas telah memberikan hak tersebut. Peraturan perundangundangan tersebut antara lain UU No. 18/1956 tentang Kebebasan Berserikat dan Melakukan Perundingan Bersama dan UU No. 14/1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja. Namun dalam praktek selama beberapa dasa warsa, kebebasan berserikat bagi pekerja, praktis tidak dilaksanakan. Sedangkan kebebasan berserikat ini bukan semata-mata diatur secara nasional, tetapi telah menjadi standar internasional yang diatur dalam konvensi ILO. Oleh karena itu, selama ini pekerja tidak dapat menikmati hak kebebasan berserikat yang pada dasarnya merupakan salah satu sisi dari hak azasi manusia.

2. Hukum Ketenagakerjaan

Era reformasi harus berlandaskan pada hukum yang dapat dijadikan acuan masyarakat.

Kebebasan berserikat sebenarnya sudah diamanatkan dalam pasal 28 UUD 1945 yang

Page 6

Penempatan TKI Program Ekspor Jasa Tenaga Kerja menurut
Negara/Wilayah Tujuan Tahun 1999*)

*) Data April 1998 s/d 31 Mei 1999

Sumber : Direktorat Jasa Tenaga Kerja Luar Negeri, Ditjen Binapenta

Page 7

1. Penyempurnaan Perencanaan Tenaga

Kerja

Mengantisipasi kondisi krisis moneter dan ekonomi yang berdampak luas di bidang Ketenagakerjaan telah dilakukan upaya penyempurnaan perencanaan tenaga kerja, melalui pengembangan sistem informasi ketenagakerjaan yang lebih memadai, meliputi revisi prinsip, metode, asumsi, dan signal pasar kerja, serta pembangunan data base terpadu dan peningkatan peralatan/jaringan sistem informasi (home page, internet dan intranet).

1. Program Perluasan Kerja dan Tenaga Kerja

Mandiri. 2. Program Penempatan Tenaga Kerja Indone

sia ke Luar Negeri. 3. Program Penempatan Tenaga Kerja Dalam

Negeri. 4. Program Penyediaan Informasi dan

Kelembagaan.

2. Penajaman Penelitian Tenaga Kerja

Penelitian tenaga kerja dilaksanakan sebagai komplemen dalam penyusunan kebijaksanaan ketenagakerjaan dan perencanaan tenaga kerja, yang dilakukan melalui identifikasi permasalahan di bidang ketenagakerjaan yang lebih komprehensif, dengan pendekatan pada pemecahan masalah krisis.

Musim kering yang berkepanjangan dan krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 menyebabkan terjadinya kelesuan eko-nomi dan melemahnya kegiatan-kegiatan ekonomi terutama dibidang usaha baik pemerintah maupun swasta. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya angka pengang-guran karena adanya pertumbuhan angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja dan banyaknya pekerja yang kehilangan pekerjaan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah telah berupaya melaksanakan program rescue dalam upaya perluasan lapangan kerja dan penanggulangan masalah pengangguran khususnya akibat dampak kekeringan, krisis ekonomi dan moneter melalui Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dilakukan secara Padat Karya. Sedangkan proyek yang termasuk dalam program Jaring Pengaman Sosial (JPS) tersebut adalah :

3. Peningkatan Pelayanan Hyperkes dan Keselamatan Kerja

Dalam rangka meningkatkan kinerja pelayanan Hyperkes dan Keselamatan Kerja menghadapi perkembangan IPTEK di bidang industri dengan akan diberlakukannya ISO-18.000 secara global, telah diupayakan pembinaan SDM Hyperkes dan peningkatan kuantitas dan kualitas laboratorium hyperkes. Langkah selanjutnya adalah pengembangan kelembagaan (institutional building) secara profesional.

Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja

1. Proyek Penanggulangan Pengangguran Pekerja Terampil (P3T)

Proyek P3T tahun anggaran 1998/1999 dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja dan lapangan usaha yang produktif dan berkesinambungan bagi penganggur pekerja terampil atau terkena PHK melalui pemberdayaan lembaga ekonomi yang mengakar di masyarakat.

Penyerapan tenaga kerja melalui proyek P3T dilaksanakan melalui 2 (dua) model/pola, yaitu a. Model Lembaga Ekonomi Produktif (LEP)

Penciptaan lapangan kerja dan lapangan usaha bagi pengangguran tenaga kerja terampil

Pembinaan penempatan tenaga kerja yang telah dilaksanakan selama Kabinet Reformasi Pembangunan meliputi satu program khusus yaitu program padat karya yang merupakan bagian dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan program reguler yang terdiri atas 4 (empat) program, yaitu :

2. Proyek Penanggulangan Dampak

Kekeringan dan Masalah Ketenagakerjaan (PDKMK)

Tujuan proyek ini adalah menyediakan lapangan kerja produktif dan berkelanjutan bagi tenaga kerja penganggur akibat krisis moneter dan dampak kekeringan, mendayagunakan tenaga kerja penganggur kurang terampil di perdesaan dan perkotaan serta memberdayakan ekonomi masyarakat.

Penciptaan lapangan kerja dan lapangan usaha secara mandiri baik secara kelompok/ perorangan ini dilaksanakan dengan melibatkan lembaga masyarakat yang bergerak dibidang pembinaan sumberdaya manusia.

Hasil yang diharapkan dari kedua pola ini yaitu terciptanya wira usaha diberbagai bidang antara lain usaha mandiri, subkontrakting/ kemitraan, keagenan wira laba, usaha pendukung industri dan sebagainya.

Sasaran dari proyek ini adalah terciptanya lapangan kerja dan lapangan usaha bagi 65.000 orang penganggur/PHK, kehilangan pekerjaan karena kelesuan usaha, mantan TKI, dan penganggur terdidik lainnya.

Dengan dilaksanakannya proyek ini diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka memberdayakan ekonomi masyarakat perdesaan dan perkotaan serta memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat disekitarnya.

Sedangkan sasarannya adalah penciptaan lapangan kerja bagi penganggur dan setengah penganggur non-terampil serta keluarga miskin dan keluarga prasejahtera baik di desa maupun kota

PDMKM memberikan penghasilan langsung kepada penganggur dan bermanfaat bagi ekonomi masyarakat

Page 8

PEMASYARAKATAN MODEL PROGRAM PEMBANGUNAN

WIRAUSAHA KOMODITI UNGGULAN

DI BIDANG INDUSTRI JAKARTA, 24 SEPTEMBER 1998

Pertemuan penyiapan pemasyarakatan Wirausaha Komoditi Unggulan

maupun di luar negeri. Mengingat semakin berkembangnya kebutuhan pasar kerja tersebut sejak tahun 1995 dilakukan Reformasi Pelatihan dengan penekanan pelatihan yang berorientasi pada kebutuhan pasar (demand driven). Dalam kebijaksanaan Reformasi Pelatihan digariskan 4 (empat) sasaran kebutuhan pelatihan, yaitu untuk mendukung penempatan, ekspor jasa tenaga kerja, peningkatan produktivitas dan peningkatan daya saing tenaga kerja Indonesia.

Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut di atas dalam situasi krisis ini arah program operasional pelatihan dan produktivitas adalah sebagai berikut.

b. Rancangan program dan kurikulum pelatihan

dibuat lebih fleksibel dan non standar agar dapat memenuhi kebutuhan nyata di lapangan. Untuk itu perlu peningkatan kemampuan instruktur dalam memodifikasi kurikulum serta merancang program pelatihan yang sesuai dengan

kebutuhan c. Peningkatan peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelatihan untuk penempatan dilakukan melalui pengembangan pola“ subsidi program "terutama untuk memenuhi kebutuhan pelatihan guna penempatan di dalam negeri dan ekspor jasa tenaga kerja. Lembaga pelatihan swasta dan pemerintah dapat mengakses subsidi program dimaksud sejauh memenuhi persyaratan kelayakan penempatan, program,

dan biaya. d. Pendelegasian wewenang kepada Kanwil

untuk mengatur rotasi instruktur dan relokasi fasilitas BLK/LLK sesuai dengan tipologi BLK/LLK untuk mempercepat proses Reformasi BLK/LLK. Optimalisasi pemanfaatan BLK/LLK dilakukan melalui peningkatan kerjasama dengan pihak ke tiga, terutama pengembangan joint management dengan lembaga pelatihan lain, baik pemerintah maupun swasta.

a. Pelatihan BLK/LLK agar betul-betul mengacu

pada kebutuhan pasar kerja dikoordinasikan baik dengan intern Depnaker maupun instansi lain. Untuk itu dikembangkan jejaring kerjasama lintas sektor sebagai forum komunikasi untuk identifikasi kebutuhan pelatihan, keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan pelatihan serta tindak lanjutnya, baik di tingkat Kanwil maupun Kandep/Dinas.

Page 9

a. PDKMK Tahap I

Jumlah Kabupaten/Kodya : 215 Kabupaten/Kodya
Tenaga Kerja yang terserap : 2.425.065 Orang Jumlah HOK daerah

: H 30.805.643 HOK (102,05%)

(%
Dana yang terserap (daerah) : Rp. 312.548.173.275,- (99,23%)

Dana yang terserap (Pusat) : Rp. 2.197.712.000,- (100%) b. PDKMK Tahap II

Jumlah Kabupaten/Kodya : 220 Kabupaten/Kodya
Tenaga Kerja yang terserap : 1.024.330 Orang Jumlah HOK daerah

17.727.291 HOK (88,04%)
Dana yang terserap (daerah) : Rp. 214.493.002.110,-(78,94%)
Dana yang terserap (Pusat) : Rp. 7.509.282.750,- (97,33%) (Lampiran IV.I dan IV.2)

Page 10

akan lebih sederhana dan lebih cepat karena dilayani di bawah satu atap. Hal ini juga sekaligus diharapkan akan mengurangi calo TKI yang selama ini sangat merugikan para TKI.

. Prosedur penempatan ke luar negeri adalah a. Prosedur Pemberangkatan TKI 1) Tahap persiapan, terdiri atas kegiatan

penyuluhan, pendaftaran dan penyeleksian calon TKI. Penyelesaian ini meliputi dokumen-dokumen antara lain: KTP, ijazah, izin orang tua/suami/isteri, surat keterangan sehat, sertifikat pelatihan/pengalaman kerja (bila diperlukan) dan perjanjian penempatan antar tenaga kerja Indonesia - PJTKI

Penyerahan SIUP bagi PJTKI untuk melaksanakan

penempatan TKI keluar negeri

Selain itu, TKPMP-UEP (Unit-unit Ekonomi Produktif) yang ditugaskan pada sentra industri sebanyak 900 orang dan di daerah transmigrasi sebanyak 150 orang serta penempatan di BUMT (Balai Usaha Mandiri Terpadu) sebanyak 525 orang

2) Tahap pelayanan terpadu, dilaksanakan

di BPTKI terdiri atas kegiatan pengurusan rekening tabungan, pengurusan paspor, pengurusan visa, pengadaan tiket angkutan, pembekalan akhir pemberangkatan, penandatanganan perjanjian kerja, pengurusan asuransi perlindungan tenaga kerja Indonesia, pemeriksaan dokumen akhir,

dan pemberangkatan. b. Prosedur Pemulangan TKI ke Luar Negeri

4. Penempatan Tenaga Kerja ke Luar

Negeri

Guna mengisi kesempatan kerja di luar negeri maka usaha yang telah dilakukan adalah dengan mencari pasar di berbagai negara. Disamping itu, juga dilakukan persiapan tenaga kerja yang akan dikirim antara lain dengan memberikan pendidikan dan keterampilan. Kesemua usaha tersebut dilakukan dengan bekerjasama serta koordinasi antara instansi pemerintah serta APJATI.

Guna menyederhanakan pengurusan, maka akan dibentuk suatu lembaga yang disebut Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BKPTKI) di tingkat Pusat dan Balai Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) di tingkat Daerah. Lembaga tersebut akan dibentuk dengan peraturan pemerintah yang saat ini sedang dalam proses.

Apabila nantinya lembaga tersebut terbentuk, maka pengawasan pengiriman TKI ke luar negeri

1) Tahap persiapan pemulangan, berupa

kegiatan penyelesaian hak dan kewajiban TKI

- pengguna, penyediaan dokumen kepulangan TKI, serta pelaporan oleh mitra usaha atau pengguna kepada Perwakilan R.I. di negara setempat serta PJTKI di Indonesia mengenai jadwal kepulangan TKI. Selanjutnya, PJTKI menyampaikan laporan jadwal kepulangan TKI tersebut kepada

BPTKI. 2) Tahap pemulangan ke daerah asal

tenaga kerja Indonesia, terdiri atas kegiatan penelitian paspor oleh Kantor Imigrasi pada saat tiba di bandara dan penanganan awal bagi TKI bermasalah, pengangkutan menuju tempat transit TKI, pendataan kepulangan, dan pengangkutan ke daerah asal TKI masing-masing.

g. Kejuruan Sekretaris h. Kejuruan Mekanisasi Pertanian i. Kejuruan Prosesing Hasil Pertanian

get yang dilatih sebanyak 25.314 orang dengan jumlah biaya yang ditanggung pihak ke III sebesar Rp. 6.000.000.000,- (terdiri dari biaya operasional, biaya tidak langsung, dan biaya penunjang).

Pelatihan kerjasama dengan pihak ke III ini berdasarkan Taylor Made, yang jenis kejuruan dan bentuk latihannya didasarkan pada pesan pihak ke III. Dalam pelatihan ini BLK/LLK telah menyiapkan diri baik peralatannya maupun instruktur yang pengetahuan dan keterampilannya disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri. Realisasi jumlah peserta yang dilatih sampai 31 Maret 1999 sebanyak 12.131 orang yang mengikuti program pelatihan pada kejuruan :

Realisasi pelaksanaan pelatihan pemagangan sampai dengan 31 Maret 1999 adalah sebesar 400.580 orang atau 100% dari target pelatihan yang dilaksanakan di 1.396 perusahaan. Sedangkan pemagangan ke luar negeri bekerjasama dengan IMM Jepang dari tahap I sampai dengan VI (bulan Juni 1999) telah diberangkatkan sebanyak 10.660 orang. Dari 3.648 orang peserta pemagangan yang telah kembali ke Indonesia sebanyak 989 orang

Jumlah Pencari Kerja yang Dilatih melalui Program Institusional dan MTU di BLK/LLK Selama Tahun Anggaran 1998/1999

Realisasi s/d 31

Maret 1999

Sumber: Direktorat Jenderal Binalaitas

Page 11

4) Pengembangan UP-3 (Unit Pelaksana

Pelatihan dan Produktivitas)

Balai Pengembangan Produktivitas Daerah (BPPD) dalam tahun

tahun 1998/1999 telah melaksanakan pembinaan UP-3 sebanyak 200 perusahaan.

6. Kerjasama Internasional

Kerjasama Internasional yang dilakukan dalam tahun 1998/1999 adalah sebagai berikut.

1) Peningkatan fasilitas pelatihan di lima BLK

sebesar Y 982.000.000, usulan ini telah masuk dalam short list yang disampaikan ke BAPPENAS ke Pemerintah Jepang bersama 5 usulan dari instansi lain, tetapi masih diperlukan penjelasan lebih lanjut dari BAPPENAS kepada pemerintah Jepang agar usulan Depnaker dapat disetujui oleh

pemerintah Jepang. 2) Pemberdayaan tenaga kerja wanita di

pedesaan pada 113 lokasi melalui pola pelatihan berproduktivitas dengan nilai usulan Y 501.736.800, usulan ini mendapat perhatian dari pemerintah Jepang, tetapi pemerintah Jepang masih menuggu usulan resmi dari pemerintah Indonesia c.q. BAPPENAS.

a. Pengembangan BLKI Bantuan Peme

rintah Austria

Bantuan pemerintah Austria dilaksanakan oleh 2 (dua) perusahaan. 1) Voest Alpine untuk pengembangan BLKI

Serang, BLKI Lhokseumawe dan BLKI Tanjung Pinang, pekerjaan konstruksinya direncanakan dimulai awal Juni 1999.

2) EMCO untuk pengembangan BLKI

Karawang, BLKI Tangerang, dan BLKI Bekasi.

Dalam rangka proses kedua usulan ini telah dilakukan pendekatan dengan pemerintah Jepang.

Note : Data-data yang ada umumnya sampai


dengan bulan Maret 1999 sebab pelaksanaan pelatihan dan produk- tivitas untuk tahun anggaran 1999/2000 sedang dalam tahap persiapan dan recruitmen peserta.

b. Grant Pemerintah Jepang

Usulan untuk mendapatkan grant dari pemerintah Jepang, yaitu :

Program bantuan luar negeri sebagai realiasi kerjasama internasional bidang ketenagakerjaan

vakarta, 16 - 17 December up to the claration on Fun

Subsidi program merupakan salah satu program terobosan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pembinaan dan Produktivitas Tenaga Kerja dalam rangka turut serta menanggulangi krisis ekonomi yang sedang melanda negara kita, khususnya dalam hal penanggulangan penganguran tenaga kerja. Subsidi program ini diperuntukkan bagi pihak ke III yang mempunyai akses dan memenuhi syarat untuk menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja serta menempatkan lulusannya secara riil di dalam maupun di luar negeri. Selama tahun 1998/1999 melalui subsidi program telah dilatih sebanyak 1.646 orang, pesertanya berasal dari Pencaker dan tenaga kerja yang terkena PHK. Adapun penempatan lulusan pelatihan adalah sebagai berikut.

Meneker memberikan penjelasan tentang Konvensil

Dasar ILO kepada Direktur ILO Jakarta

4) 95 orang ditempatkan di Depo Koperasi

Warung JK.

1) 660 orang lulusan pelatihan ditempatkan

ke laur negeri, antara lain ke negera

Kuwait dan Taiwan. 2) 450 orang telah mengikuti pelatihan dalam

rangka peningkatan produktivitas. 3) 441 orang lulusan pelatihan yang

ditempatkan di perusahaan dalam negeri antara lain di PT Caltex Riau, PT

b. Jejaring Kerjasama Pelatihan

Untuk menunjang kebijaksanaan pelatihan demand driven, maka dikembangkan jejaring kerjasama pelatihan yang menyangkut unsur pelaksana pelatihan, pemakai jasa hasil pelatihan serta lembaga perantara. Pada tahun anggaran 1998/1999 telah dilaksanakan sebanyak 27 kali Jejaring Kerjasama Pelatihan.

Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan

1. Dalam mengantisipasi kebebasan berserikat

maka telah ditetapkan Keppres 83 tahun 1998 yang merativikasi Konvensi ILO 87 tahun 1948 dan tindak lanjut dari Konvensi tersebut telah ditetapkan beberapa peraturan sebagai berikut.

a. Permenaker No. 05/

Men/1998 tanggal 27 Mei 1998 tentang Pendaftaran Organisasi Pekerja dan mencabut Permenaker No. 03/ Men/1993 tentang Pendaftaran Organisasi Pekerja.

Workshop tentang Konvensi Dasar ILO

b. Permenaker No. Per. 06/Men/1998 tanggal

2 Juni 1998 tentang Pencabutan Permenaker No. Per. 01/Men/1994 tentang Serikat

Pekerja Tingkat Perusahaan (SPTP). c. Kepmen No. Kep. 94/Men/1998 tanggal 2

Juni 1998 tentang Pencabutan Kepmenaker No. 348/Men/1992 tentang Pedoman Pembentukan dan Pembinaan Serikat

Pekerja di Perusahaan. d. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.

Kep. 101/Men/1998 tanggal 5 Juni 1998 tentang Bentuk Permohonan dan Keputusan

Pendaftaran Organisasi Pekerja. e. Berdasarkan ratifikasi tersebut, maka

perkembangan organisasi pekerja sebagai berikut.

FSPSI, FSBDSI (Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia), SARBUMUSI (Sarekat Buruh Muslim Indonesia), SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia), PPMI (Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia), KPNI (Kesatuan Pekerja Nasional Indonesia), KBKI (Kesatuan Buruh Kebangsaan Indonesia)

ASOKA-DIKTA (Ass. Karyawan

Pendidikan Swasta Indonesia), GASBINDO (Gabungan serikat Buruh Industri Indonesia), ASPEK (Ass. Pekerja Perbankan dan Keuangan Indo- nesia), SPMI (Serikat Pekerja Metal In- donesia), DPP KORPRI (Korp Pegawai Republik Indonesia).

Dan Federasi SP yang sudah terbentuk,

tetapi belum melapor ada 5 (lima) FOKUBA (Federasi Organisasi Pekerja Keuangan dan Perbankan Indonesia),

1) Telah terbentuk 18 Federasi SP yang

sudah melapor ke Depnaker sebanyak 13 SP: DPP FSPSI, Presedium Reformasi

Lokakarya peningkatan keterampilan tenaga kerja dalam rangka pengembangan tenaga kerja

2. Peningkatan Lembaga Kerjasama Bipartit

Peningkatan peranan Lembaga Kerjasama Bipartit dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan dirasakan secara kualitatif belum berperan secara optimal. Namun, secara kuantitatif telah menunjukan peningkatan dari tahun ketahun dimana pada tahun 1997/1998 sejumlah 6.240 saat ini sejumlah 7.692 berarti ada kenaikan 1.452 atau 23%.

GASPERMINDO (Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia), KBM (Kesatuan Buruh Marhaenis), SPK (Serikat Pekerja Keadilan), GSBI

(Gabungan Serikat Buruh Indonesia). 2) Pendaftaran UK tingkat nasional

berjumlah 12 sebagai berikut. Unit Kerja BUMN Tingkat Nasional : SP. Arutmin, SP. Adaro Indonesia (OPA), SP. BUMN PTP. I sampai dengan XIV Nusantara (PERSERO), SP. Barata Indonesia, SP. Brantas Abipraya. Unit Kerja Perusahaan Swasta Tingkat Nasional : SP. Ikatan Staf PT. London Sumatera Indonesia, SP. Standar Chartered Bank, SP. Transport Udara Indonesia, SP. Sumitomo Indonesia, SP. Kep. PT. Halliburton Group, SP. PT. Coca Cola Amatil Indonesia, SP. PT. Jaya Bank Internasional.

3. Dalam mengantisipasi perselisihan dan PHK

akibat Krismon agar jangan sampai terjadi PHK yang merugikan pekerja dan telah diambil beberapa kebijaksanaan sebagai berikut:

a. Mengurangi kerja lembur;

b. Mengurangi shift; c. Memberikan pensiun, bagi mereka yang sudah

mencapai usia pensiun;

d. Melakukan program pensiun yang dipercepat ;

e. Merumahkan secara bergantian;

f. Merumahkan sementara dengan upah penuh; g. Melakukan efesiensi dalam proses produksi.

a. Peningkatan pelaksanaan Diklat K3. b. Meningkatkan kesadaran masyarakat

industri tentang arti penting K3. c. Mengoptimalkan peran dan fungsi lembaga

lembaga K3.

Kebijaksanaan penetapan upah minimum dilakukan dengan pendekatan UMR (Upah Minimum Regional) dan UMSR (Upah Minimum Sektoral Regional) dengan pertimbangan sebagai berikut. a. Kebijaksaan UMR pada prinsipnya adalah

upaya perbaikan upah pekerja yang sejak tahun 1994 senantiasa mengalami

peningkatan b. Kebijaksanaan UMR selama ini berlaku

umum di suatu daerah tanpa membedakan kemampuan perusahaan secara sektoral

yang mampu membayar upah di atas UMR. c. Penetapan besarnya UMSR dilakukan

melalui perundingan antara Asosiasi Perusahaan dengan Serikat Pekerja, dengan prinsip keadilan.

1) Meningkatkan aktivitas P2K3 dan

mendorong terbentuknya P2K3. 2) Sampai dengan bulan Juni jumlah P2K3

sebanyak 14.284.

d. Memperluas jangkauan pembinaan bagi

operator melalui pelatihan dan sertifikasi.

e. Meningkatkan sosialisasi penerapan SMK3.

7.Dalam pelaksanaan norma pengawasan

ketenaga-kerjaan :

Page 12

Dari pemeriksaan yang dilakukan perusahaan yang melanggar norma ketenagakerjaan sebanyak 19.785 perusahaan, untuk itu telah dilakukan antara lain :

a. Pemberian Nota Pembinaan kepada 18.230

perusahaan

b. Dilakukan penyidikan terhadap 47

perusahaan yang tidak melaksanakan norma

ketenagakerjaan. c. Pada umumnya peraturan yang dilanggar

adalah Jamsostek, tidak melaksanakan putusan P4P/P4D, UMR, UU. No. 7 tahun 1981 dan Buku Upah.

Perencanaan dan Pengembangan
Tenaga Kerja
1. Perencanaan dan Informasi Tenaga

Kerja
a. Studi Penanggulangan Pengangguran

Kegiatan studi yang mengidentifikasi jumlah pengganggur dan program penanggulangan-

nya dalam mengatasi krisis. b. Pemantauan Kesempatan Kerja Sektoral

Melibatkan para focal point BUMN, BUMD dan BUMS yang menjadi binaan setiap instansi focal point terkait sehingga diketahui kondisi ketenagakerjaan masing-masing

sektor pada masa krisis. c. Publikasi Informasi Ketenagaakerjaan

Menerbitkan bahan/buku informasi dan data statistik ketenagakerjaan, serta hasil penyempurnaan Perencanaan Tenaga Kerja Nasional.

Sedangkan ijin penyimpangan waktu kerja dan istirahat yang diterbitkan sebanyak 8.828 dengan tenaga kerja 1.815.922 orang dan ijin kerja malam wanita yang diterbitkan sebanyak 2.188 dengan tenaga kerja sebanyak 273.373.

Page 13

a. Golongan IV: 252 orang (9,74 %) b. Golongan III : 1.355 orang ( 52,36 %) c. Golongan I: 872 orang ( 33,70 %) d. Golongan 1: 109 orang (4,21 %)

Dilihat dari latar belakang pendidikan adalah :

a. Strata 3 : 7 orang (0,27 % ) b. Strata 2 : 92 orang ( 3,55 % ) c. Strata 1 : 757 orang ( 29,25 % ) d. D-III : 243 orang (9,40 % ) e. SLTA :1.251 orang (48,34 %) f. SLTP : 117 orang (4,52 %)

Salah satu masalah yang sering timbul di masyarakat adalah berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan. Diantara para ahli hukum sering terjadi silang pendapat, ada yang menyatakan bahwa hukum ketenagakerjaan adalah hukum perdata murni, ada yang menyatakan bahwa hukum ketenagakerjaan lebih pada hukum publik. Dalam prakteknya, hukum ketenagakerjaan adalah mempunyai kekhususan tersendiri atau dapat dikatakan bahwa hukum ketenagakerjaan adalah merupakan gabungan antara hukum politik dan hukum privat. Oleh karena itu hukum ketenagakerjaan merupakan salah satu masalah yang cukup rumit. Dalam prakteknya fungsi yang melaksanakan pembentukan hukum ketenagakerjaan dikoordinasi oleh Biro Hukum, dengan substansi dari unit teknis terkait.

Gb. IV.3 Anggaran Pembangunan, Rutin, dan PNPB

Depnaker (Rp. 000)

1. Melaksanakan proyek Padat Karya berupa

proyek Penanggulangan Dampak Kekeringan dan Masalah Ketenagakerjaan (PDKMK) dan proyek Penanggulangan Pengangguran Pekerja Terampil (P3T). Proyek PDKMK berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 3.449.395 orang, sedangkan proyek P3T berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 69.340 orang. Kedua proyek tersebut merupakan bagian dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS).

2. Mendorong pengiriman TKI ke luar negeri

guna mengisi kesempatan kerja di pasar luar negeri yang bekerjasama dengan berbagai instansi, baik Pemerintah maupun Swasta. Untuk mempermudah pengiriman, maka dibentuk suatu badan yang dinamakan Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BKPTKI) di tingkat Pusat dan Balai Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) di tingkat Daerah.

2. Melakukan pelatihan pemagangan di 31 BLK

dengan 9 (sembilan) kejuruan pokok yang meliputi kejuruan otomotif, las, mesin logam, listrik, bangunan/konstruksi, perhotelan, sekretaris, mekanisasi pertanian dan procesing

hasil pertanian. 3. Menyelenggarakan pelatihan kerjasama dengan

pihak ke III berdasarkan Taylor Made, yang jenis kejuruan dan bentuk latihannya didasarkan

pada pesanan pihak ke III. 4. Mendukung gerakan produktivitas nasional

yang disertai dengan pemberian pelatihan non pegawai negeri. Pelatihan tersebut dinamakan pelatihan produktivitas dimana penyelenggaranya adalah BPPD. Adapun kegiatannya antara lain adalah pelatihan kewirausahaan, bimbingan dan konsultasi, pengembangan desa produktif dan pengembangan unit pelaksana

pelatihan dan produktivitas (UP3). 5. Melakukan reformasi pelatihan yang meliputi : a. Pengembangan standarisasi dan sertifikasi

keterampilan atau keahlian nasional yang

comparable dengan standar internasional. b. Peningkatan peran serta swasta, perusahaan,

assosiasi profesi dan instansi teknis lain

dalam pelatihan dan produktivitas. c. Pengembangan jaringan pelayanan

produktivitas di tingkat nasional, sektoral dan daerah.

4. Membina K3 dan SMK3 dalam rangka

meminimalkan kecelakaan kerja karyawan serta meningkatkan pengawasan norma kerja.

Selama satu tahun masa bakti Kabinet Reformasi telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan efektivitas fungsi pengawasan dan menyesuaikan dengan perkembangan aspirasi reformasi melalui penyempurnaan kebijaksanaan pengawasan pada aspek-aspek yang sangat esensial antara lain :

Dalam rangka menanggulangi permasalahan perlindungan tenaga kerja dan hubungan industrial maka Departemen Tenaga Kerja telah mengambil tindakan berupa antara lain : 1. Memberi peluang yang seluas-luasnya kepada

para pekerja untuk menjadi anggota dan membentuk Serikat Pekerja yang bebas, demokratis, mandiri dan profesional. Hal ini dapat dilakukan setelah Pemerintah meratifikasi Konvensi ILO No. 87 melalui Keppres No. 83 tahun 1998.

1. Peninjauan dan penambahan ketetapan melalui

Surat Edaran dan Surat Keputusan Menteri

Tenaga Kerja. 2. Pendekatan pengawasan lebih kooperatif

melalui Reposisi Tim Pemeriksa. 3. Mengembangkan jejaring kerja melalui

peningkatan koordinasi dan hubungan kerja dengan Unit Kerja di lingkup Departemen Tenaga Kerja dan Lembaga Pengawasan (BEPEKA dan BPKP).

2. Meningkatkan kesejahteraan pekerja melalui

penetapan UMR dan UMSR, pengembangan

program Jamsostek serta Koperasi Pekerja. 3. Meningkatkan peranan Tim Deteksi Dini dan

mengupayakan penyelesaian perselisihan secara cepat dan adil yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. PHK bagi para pekerja sejauh mungkin

dihindari.

1. Dalam rangka mengoptimalkan hasil pelatihan,

perlu lebih ditingkatkan kegiatan jejaring informasi pelatihan dan produktivitas yang melibatkan unsur-unsur lembaga penempatan, lembaga penyalur tenaga kerja, instansi teknis

terkait, Pemda serta lembaga latihan. 2. Memanfaatkan kemampuan lembaga penyalur

tenaga kerja dalam hal memberikan informasiinformasi lowongan kerja yang ada diluar negeri,

termasuk kualifikasi dan kapan dibutuhkan. 3. Menambah atase ketenagakerjaan di luar

negeri, khususnya pada negara yang telah menerima tenaga kerja Indonesia sebagai tenaga kerja di dalam negerinya dan mewajibkan atase tersebut untuk memberikan informasi lowongan kerja beserta persyaratan jabatan di negara tempatnya bertugas baik yang berupa proyeksi, maupun yang sedang dibutuhkan, informasi ini untuk diolah menjadi kebutuhan pelatihan.

b. Apabila terpaksa mengadakan PHK agar

ditempuh jalan musyawarah mufakat dengan membuat kesepakatan bersama yang berpedoman pada Undang-Undang No. 12 tahun 1964 dan Permen 03/Men/1996.

c. PHK hanya dapat dilakukan dengan seijin

Depnaker.

Page 14

Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk dan diumumkan oleh Presiden BJ Habibie pada tanggal 22 Mei 1999. Pembentukannya dengan tekad melaksanakan reformasi pembangunan disegala bidang, sebagai upaya untuk keluar dari berbagai krisis yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia.

Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan sebagai salah satu departemen dalam Kabinet Reformasi Pembangunan, sesuai dengan visi dan misinya, bekerja keras untuk membantu mengatasi berbagai krisis dimaksud. Dalam kaitan ini visi transmigrasi adalah mewujudkan komunitas baru yang harmonis, sejahtera, tumbuh dan berkembang secara mandiri dan berkelanjutan. Sedangkan misi transmigrasi adalah mengisi pembangunan didaerah

sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dan pendatang serta sesuai dengan rencana pembangunan daerah dan rencana pembangunan nasional.

Berbagai terobosan yang reformis telah dilakukan antara lain program untuk mendukung peningkatan swasembada pangan, penyelesaian pertanahan, pemberdayaan koperasi transmigran, pembentukan garda keamanan di tingkat pusat dan satuan ronda desa di tiap-tiap unit pemukiman transmigrasi, penanganan pengungsi akibat kerusuhan, pembentukan unit pemukiman transmigrasi (UPT) Bhinneka Tunggal Ika, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu, ditujukan dalam rangka mengakomodasikan tuntutan reformasi yang sedang berkembang di masyarakat.

Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai upaya-upaya yang telah ditempuh tersebut, disusun Buku III Memori Masa Bhakti Kabinet Reformasi Pembangunan : Laporan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan.

Semoga Memori ini dapat menjadi acuan dalam menentukan arah kebijaksanaan dan strategi pembangunan transmigrasi di masa-masa yang akan datang.

Page 15

Visi, Misi dan Kebijaksanaan Departemen Transmigrasi dan PPH

Tugas Pokok Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Kabinet Reformasi Pembangunan, adalah melaksanakan sebagian tugas pokok pemerintahan dan pembangunan di bidang transmigrasi dan pemukiman perambah hutan berdasarkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku. Sedangkan fungsi Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan adalah sebagai berikut : 1. menyiapkan pemukiman transmigrasi di

daerah transmigrasi; 2. menyiapkan transmigran di daerah asal; 3. memberangkatkan transmigran dari daerah

asal ke daerah transmigrasi; 4. membina transmigran di daerah transmigrasi; 5. menyerahkan unit pemukiman transmigrasi

yang telah memenuhi syarat ke Pemerintah Daerah setempat.

Untuk mengakomodasi tuntutan perubahan/ reformasi dari masyarakat dan memperhatikan pokok-pokok kebijaksanaan Kabinet Reformasi Pembangunan yang telah diputuskan pada Sidang Kabinet Paripurna tanggal 25 Mei 1998, maka telah dirumuskan Visi Transmigrasi adalah mewujudkan komunitas baru yang harmonis, sejahtera, tumbuh dan berkembang secara mandiri dan berkelanjutan sedangkan Misi Transmigrasi adalah mengisi pembangunan di daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dan pendatang serta sesuai dengan rencana pembangunan daerah dan rencana pembangunan nasional.

Untuk mencapai visi dan misi tersebut telah ditetapkan Kebijaksanaan Pembangunan Transmigrasi TA. 1998/1999 dan TA. 1999/2000, sebagai berikut : 1. Melanjutkan

pembinaan terhadap transmigran yang ada dengan penekanan pada upaya peningkatan produktivitas, khususnya tanaman pangan, sehingga mampu memberikan kontribusi pada swasembada

pangan nasional. 2. Melanjutkan dan mengoptimalkan investasi

pemerintah seperti pemanfaatan jalan transregional dan proyek lahan gambut yang telah

disiapkan. 3. Uji coba unit permukiman transmigrasi

(UPT) Bhinneka Tunggal Ika (Bhintuka) di Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya melalui penempatan penduduk dari berbagai suku bangsa secara proporsional sebagai satu kesatuan sinergis yang diprio

Organisasi dan tatakerja Departemen Transmigrasi dan PPH, telah mengalami beberapa kali perubahan, menyesuaikan irama dan gerak langkah pembangunan. Terakhir melalui Keputusan Menteri Transmigrasi dan PPH Nomor : KEP. 150/MEN/1995 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, Organisasi Departemen Transmigrasi dan PPH terdiri dari Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Permukiman, Direktorat Jenderal Pengerahan dan Penempatan dan Direktorat Jenderal Bina Masyarakat Transmigrasi, 6 (enam) Staf Ahli Menteri, 27 (dua puluh tujuh) Kantor Wilayah, 146 (seratus empat puluh enam) Kantor Departemen dan 19 Kantor Dinas.

Gedung Kantor Pusat Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan yang terletak

di Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata No. 17, Jakarta Selatan

ritaskan pada lokasi transmigrasi yang

mempunyai tingkat kelayakan yang tinggi. 4. Meningkatkan kualitas managemen pem

bangunan, melalui debirokratisasi dan deregulasi seperti transparansi dalam perencanaan, pelaksanaan tender, prosedur pengendalian, efektifitas pengawasan dan

pembinaan karier personil. 5. Pemanfaatan investasi swasta dengan

prioritas pada investor yang telah mempunyai ijin pelaksanaan transmigrasi (IPT) dan persetujuan pembiayaan dari Bappenas/Dep. Keuangan. Investasi diarahkan untuk pemanfaatan potensi

perkebunan, perikanan dan agrowisata. 6. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi baru, melalui pengembangan dan pemantapan beberapa pusat pertumbuhan wilayah pada wilayah pengembangan

transmigrasi (WPT) dan lokasi pemukiman transmigrasi (LPT). Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dirancang untuk menjadi Ibu Kota Kecamatan (IKK). Pemukiman transmigrasi harus layak bagi penanaman modal dan memiliki daya tarik bagi para pendatang dan penduduk sekitarnya serta menjadikan pusat pertumbuhan baru yang terintegrasi dengan kawasan pengembangan setempat dalam wilayah pengembangan transmigrasi atau

pada lokasi pemukiman transmigrasi. 7. Pemantapan dan pengembangan transmigrasi

swakarsa mandiri (TSM) terutama untuk memanfaatkan sisa lahan di UPT yang telah berkembang, pemanfaatan kebun plasma yang telah dibangun dan kawasan tersebut relatif telah berkembang, pemanfaatan UPT yang mulai berkembang dan memerlukan usaha di sektor industri pengolahan dan jasa perdagangan dengan memanfaatkan pusat

8. Mendukung penyelesaian masalah-masalah

aktual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang memerlukan penanganan cepat, seperti penanganan dampak kerusuhan, gangguan keamanan dan bencana

alam. 9. Pelaksanaan penyusunan program, anggaran

dan pelaksanaan pekerjaan lebih desentralisasi, sehingga kebutuhan pekerjaan yang dapat diakomodir merupakan usulan dari

daerah yang bersangkutan (specific location). Dalam hal perubahan program sasaran nasional harus tetap dikoordinasikan di

tingkat pusat. 10. Pemukiman transmigrasi harus menjadi alat

pemersatu dan bertemunya berbagai suku, budaya dan agama yang berbeda yang merupakan kemajemukan masyarakat secara horisontal sehingga hubungan antara penduduk pendatang/ transmigran dengan penduduk di sekitar unit permukiman transmigrasi tetap terjaga dan harmonis.

Permasalahan Umum

Krisis ekonomi dan politik yang melanda negara Indonesia sejak Juli 1997 yang lalu mempunyai dampak terhadap pembangunan transmigrasi khususnya dalam penetapan sasaran program. Sasaran program penempatan transmigrasi TA. 1997/1998 yang semula diprogramkan sebanyak 135.000 KK dirubah menjadi sebanyak 88.810 KK. Sementara itu, anggaran pembangunan mengalami pemotongan dari sebesar Rp. 1.412.409.332.000,- menjadi sebesar Rp.1.132.412.808.000,- sedangkan anggaran rutin tetap yaitu sebesar Rp. 134.414.772.000,-.

Tahun anggaran 1998/1999 sasaran program yang semula ditetapkan sebanyak 88.000 KK telah mengalami beberapa kali perubahan/revisi. Revisi terakhir tanggal 4 Januari 1999 dengan sasaran program penempatan sebanyak 33.143 KK, dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 1.006.189.293.000,- yang terdiri dari anggaran pembangunan sebesar Rp. 863.461.590.000,- dan anggaran rutin sebesar Rp. 142.727.703.000,

Adapun permasalahan umum pembangunan transmigrasi menurut bidang penanganannya sebagai berikut: 1. Bidang Permukiman antara lain semakin

sulitnya mendapatkan areal-areal pencadangan lahan transmigrasi baru, terbatasnya anggaran untuk pengurusan sertifikat transmigran, pemeliharaan sarana dan prasarana jalan di permukiman transmigrasi, serta dalam penyediaan sarana

air bersih. 2. Bidang Pengerahan dan Penempatan

besarnya animo masyarakat yang terus meningkat sebagai dampak dari krisis ekonomi, korban PHK, TKI yang dipulangkan, kurang seimbang dengan

jumlah anggaran yang tersedia. Disamping itu, masih ditemui adanya calon transmigran yang memilih pada lokasi/daerah transmigrasi tertentu sehingga sulit untuk mendistribusikan calon transmigran sesuai

yang diprogramkan. 3. Bidang Bina Masyarakat Transmigrasi antara

lain masih terdapatnya UPT Potensial Bermasalah, masih terdapat kekurangan tenaga pendidik maupun tenaga medis dan para medis di Unit Pemukiman Transmigrasi, terjadinya gangguan La Nina yang dapat menimbulkan bencana banjir dan kejadian luar biasa (KLB) pada UPT-UPT yang rawan, masalah penyediaan input sarana produksi pertanian sebagai akibat adanya

krisis moneter. 4. Di bidang Kesekretariatan antara lain kondisi

sumber daya manusia, meskipun secara kuantitatif sudah memadai, namun secara kualitatif masih perlu ditingkatkan.

Di samping itu, jumlah sarana dan prasarana


yang tersedia relatif masih sangat terbatas.
Hal ini disebabkan oleh terbatasnya anggaran

yang tersedia. 5. Bidang Pengawasan antara lain kondisi

geografis obyek pemeriksaan yang cukup luas dan berjauhan, sering terjadinya tumpang tindih dalam kegiatan pemeriksaan

dengan pihak pengawas ekstern (BPKP). Permasalahan Khusus 1. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada

transmigrasi umum pola tanaman pangan, ternyata kemampuan transmigran untuk mengolah lahan hanya 0,70 Ha/KK dari lahan yang disediakan seluas 2 Ha/KK. Kondisi semacam ini menyebabkan timbulnya lahan-lahan yang kurang produktif atau

Page 16

menjadi lahan tidur yang cukup luas, sehingga belum memberikan kontribusi secara nyata terhadap peningkatan pen

dapatan transmigran. 2 2. Terjadinya krisis moneter yang ber

kepanjangan berdampak terhadap kehidupan transmigran dalam memenuhi kebutuhan

ekonominya di unit pemukiman transmigrasi. 3. Koperasi unit desa (KUD) sebagai wadah

pengembangan perekonomian warga transmigran di unit pemukiman transmigrasi belum dapat memberikan kontribusi terhadap kebutuhan warga untuk mengembangkan usahanya. Hal ini utamanya disebabkan oleh

kurangnya modal yang dimiliki KUD. 4. Program anjangsana yaitu dengan membawa

transmigran yang telah berhasil untuk melakukan kunjungan dan penyuluhan di daerah asal, dirasakan belum optimal karena

belum dapat memberikan informasi tentang respon masyarakat di sekitar unit pemukiman transmigrasi yang akan ditempati. Apabila masyarakat di sekitar UPT tersebut dapat diketahui keinginannya untuk menerima para pendatang/transmigran maka akan meningkatkan kemantapan transmigran untuk

datang ke UPT tersebut. 5. Untuk kegiatan pola usaha yang bersifat

khusus, seperti transmigrasi pola perikanan dengan usaha pokok nelayan, transmigrasi pola hutan tanaman indutri (HTI-Trans), pola peternakan, pola jasa industri, belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Hal ini oleh karena terbatasnya kualitas sumber daya manusia dikaitkan dengan kesiapan pada

lingkungan barunya. 6. Terjadinya pertentangan/konflik diantara

para warga transmigran dan atau dengan warga masyarakat sekitarnya, yang menjurus terjadinya disintegrasi bangsa sebagai akibat belum kukuhnya persatuan dan kesatuan

bangsa. 7. Salah satu kelemahan pembangunan,

termasuk pembangunan transmigrasi yang dilaksanakan pada masa Orde Baru adalah terlalu ditekankannya pada pembangunan fisik dan ekonomi. Pembangunan melalui pendekatan sosial budaya, khususnya dengan memperhatikan sistem nilai dan perilaku serta pranata sosial kurang mendapat perhatian. Aspek-aspek sosial budaya ini

sangat penting dan menentukan dalam proses

pembangunan yang berkelanjutan. 8. Adanya peristiwa kerusuhan yang terjadi di

beberapa wilayah seperti di Ambon, Kupang,
Sambas, DI. Aceh dan Timtim, baik yang
terjadi di unit permukiman transmigrasi pada khususnya, maupun pada masyarakat umum, menyebabkan terjadinya pengungsian secara besar besaran. Departemen Transmigrasi dan PPH mem- punyai tanggungjawab moral untuk ikut berpartisipasi menangani para pengungsi tersebut.

Tujuan, Sasaran dan Program Kegiatan

Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, tujuan penyelenggaraan transmigrasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.

Sedangkan, sasaran penyelenggaraan transmigrasi adalah meningkatkan kemampuan dan produktifitas masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian dan mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.

Mengacu pada tujuan dan sasaran tersebut, pendekatan pembangunan transmigrasi harus dirubah dari push factor menjadi full factor, sehingga pembangunan transmigrasi dapat menjadi dinamisator pembangunan daerah yang didukung oleh pembangunan sektor lain sesuai dengan kebijaksanaan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor : 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Secara kuantitatif sasaran program penempatan transmigrasi tahun anggaran 1998/ 1999 sebanyak 32.485 KK yang terdiri atas TU/ TSB sebanyak 19.362 KK dan TSM sebanyak 13.123 KK. Sedangkan pembinaan transmigrasi di unit permukiman yang ada (PTA) sebanyak 209.845 KK yang tersebar di 648 UPT dan 47 Desa Potensial.

Penurunan sasaran program ini sebagai akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia, sehingga alokasi anggaran untuk kegiatan pembangunan transmigrasi mengalami pengurangan yang sangat berarti, akibatnya sasaran penempatan transmigran menurun. Akan tetapi sasaran kualitas pembinaan transmigrasi ditingkatkan untuk mempercepat pencapaian sasaran tingkat kesejahteraan transmigran.

Program TA. 1998/1999 tersebut didukung anggaran sebesar Rp. 1.020.720.132.000,- yang terdiri dari anggaran pembangunan sebesar Rp. 877.992.429.000,- dan anggaran rutin Rp. 142.727.703.000,

Tahun anggaran 1999/2000 sasaran program penempatan transmigran sebanyak 17.808 KK, yang terdiri dari transmigrasi umum/transmigrasi swakarsa berbantuan (TU/TSB) sebanyak 5.808 KK, dan transmigrasi swakarsa mandiri (TSM) sebanyak 12.000 KK. Namun besaran program tersebut perlu direvisi untuk dapat mengakomodasi penanganan khusus masalah pengungsi akibat kerusuhan yang terjadi di Ambon, Kupang, Sambas, Timtim, dan Aceh.

Rancangan revisi program I pada TA. 1999/ 2000, adalah penempatan transmigran sebesar 15.156 KK terdiri TU/TSB 8.586 KK dan TSM 6.570 KK. Untuk program TU/TSB terdiri program luncuran 2.776 KK, program 5.810 KK dan program cicilan 100 KK.

Sedangkan pembinaan transmigran yang telah ada (PTA) adalah sebanyak 180.359 KK yang tersebar di 600 UPT dan 21 Desa Potensial.

Untuk itu dukungan anggaran yang tersedia sebesar Rp. 1.073.522.035.000,- yang terdiri dari

anggaran pembangunan sebesar Rp. 878.434.037.000,- dan anggaran rutin Rp.195.087.998.000,-. Disamping itu,

.

Sasaran program penempatan tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan sasaran program penempatan TA. 1997/1998 sebelumnya sebanyak 87.317 KK, terdiri TU/TSB sebanyak 50.000 KK dan TSM sebanyak 37.317 KK.

Dalam pembuatan rumah transmigrasi selalu memperhatikan faktor kesehatan dan memenuhi standar layak huni

diupayakan tambahan anggaran pembangunan untuk penanganan pengungsi sebesar Rp. 69.539.250.000,

Program Kegiatan dan Dukungan Anggaran

Program pokok yang dilaksanakan antara lain : 1. Bidang Permukiman Transmigrasi.

Kegitannya meliputi Penyiapan Pemukiman Transmigrasi Baru (PTB) untuk TU/TSB/TSM dan penanganan permukiman transmigrasi yang ada (PTA).

Tahun anggaran 1998/1999 sasaran penyiapan permukiman PTB TU/TSB sebesar 19.362 KK dan TSM sebesar 13.123 KK. Untuk itu, dilakukan kegiatan-kegiatan penyiapan areal, Pembuatan Rencana Teknis Satuan Permukiman (RTSP) dan Rencana Teknis Sarana dan Prasarana (PTSPP), penyiapan lahan dan penyiapan bangunan.

2. Bidang Pengerahan dan Penempatan.

Kegiatannya meliputi kegiatan pengerahan dan penempatan di daerah asal (TPA) dan di daerah penempatan (TPS).

Tahun anggaran 1998/1999 sasaran pengerahan dan penempatan sebesar 32.485 KK terdiri dari TU/TSB sebesar 19.362 KK dan TSM sebesar 13.123 KK.

Untuk itu, dilakukan kegiatan-kegiatan penyusunan rencana teknis pengerahan, penerangan dan motivasi, pendaftaran dan seleksi calon transmigran, pelatihan calon transmigran, pemberangkatan dan penempatan. 3. Bidang Pembinaan Masyarakat

Transmigrasi.

Kegiatannya meliputi pembinaan masyarakat transmigrasi pada lokasi pemukiman transmigrasi baru (PTB) dan pembinaan masyarakat transmigrasi pada pemukiman transmigrasi yang telah ada (PTA).

sanaan khusus untuk ikut mengatasi berbagai · krisis di Indonesia antara lain :

1. Pembinaan Transmigran yang Ada (PTA)

Kebijaksanaan pembangunan transmigrasi yang ditempuh dalam masa krisis moneter, diprioritaskan pada kegiatan pembinaan transmigran yang sudah ditempatkan (PTA), dengan melibatkan transmigran dalam program padat karya. Disamping itu, juga dilakukan operasi pasar khusus serta operasi khusus bidang pendidikan dan kesehatan.

2. Peningkatan Swasembada Pangan

Tahun anggaran 1998/1999 sasaran pembinaan masyarakat transmigrasi sebesar 711 UPT dan 49 desa potensial, yang menampung 328.887 KK; Terdiri dari sebanyak 63 UPT dan 2 desa potensial PTB (19.042 KK) dan pembinaan transmigran di 648 UPT dan 47 desa potensial yang ada (PTA) yang menampung sebanyak 209.845 KK transmigran.

Untuk itu, dilakukan kegiatan-kegiatan penyusunan rencana teknis pembinaan, pembinaan ekonomi, sosial dan budaya, pelatihan transmigran dan penyerahan UPT.

Program pokok tersebut di atas ditunjang oleh program yang bersifat administratif dan koordinatif serta pengawasan. 1. Bidang Kesekretariatan

Kegiatan kesekretariatan tahun anggaran 1998/1999 secara garis besar meliputi peningkatan kualitas perencanaan, pembinaan aparatur, peningkatan koordinasi penyelenggaraan transmigrasi dan pemukiman perambah hutan, pengembangan organisasi dan tata laksana, pembinaan dan pengembangan pelatihan transmigrasi, peningkatan penyempurnaan sistem pendidikan dan pelatihan pegawai, pemantapan kelembagaan dan pengorganisasian SIM-Trans, Pembinaan peraturan perundang-undangan, dan kehumasan, penelitian dan pengembangan. 2. Bidang Pengawasan

Pengawasan merupakan salah satu unsur managemen dalam penyelenggaraan transmigrasi.

Dalam tahun anggaran 1998/1999 kegiatan pengawasan yang dilaksanakan Inspektorat Jenderal memperhatikan Ruang Lingkup Pemeriksaan (RLP), jenis Pengawasan/ pemeriksaan Pemilihan Obyek Pemeriksaan.

Obyek pemeriksaan tahun anggaran 1998/ 1999 meliputi obyek pemeriksaan komprehensif unit kerja, proyek dan bagian proyek serta obyek pemeriksaan operasional.

Program khusus selama Kabinet Reformasi Pembangunan merupakan artikulasi dari kebijak

Dalam upaya meningkatkan swasembada pangan pada lahan-lahan yang kurang produktif yang arealnya masih cukup luas, mulai tahun anggaran 1998/1999 Departemen Transmigrasi dan PPH mempertajam dan memperluas upaya peningkatan swasembada pangan melalui peningkatan tanaman pangan dengan usaha kemitraan dunia usaha antara lain dengan PT. Dharma Niaga yang menyediakan sarana produksi pertanian dan jaminan pemasaran.

Mengingat keterbatasan anggaran pemerintah dalam penyediaan modal bagi pengembangan usaha, maka pemanfaatan 17 Skim Kredit program dalam memajukan perekonomian masyarakat transmigrasi melalui koperasi, sangat relevan dan strategis. Dalam pemanfaatan Skim kredit dimaksud koperasi mempunyai peranan yang sangat besar.

4. Pemberantasan Buta Huruf

Pemberantasan buta huruf untuk transmigran dengan program keaksaraan fungsional. Demikian pula untuk anak usia sekolah berusia di atas 10 tahun yang tidak sekolah diadakan program paket A setara SD.

Page 17

Pelaksanaan Program Dan Hasil Yang Dicapai

Pelaksanaan Program dan Hasilhasil yang Dicapai

Berdasarkan program kegiatan yang telah ditetapkan dalam tahun anggaran 1998/1999, maka pelaksanaan program dan hasil-hasilnya adalah :

1. Pelaksanaan Program

Pelaksanaan program dibagi dalam beberapa bidang, yaitu : Bidang Permukiman.

Realisasi kegiatan penyiapan areal masing-masing berkisar sekitar 90% - 100% diantaranya adalah kegiatan pemasangan batas HPL, pengukuran dan pemasangan batas UPT, pengukuran dan pembagian lahan pekarangan lahan usaha I dan blok lahan usaha II, rancang kapling TSM, pembagian sertifikat lahan pekarangan dan lahan usaha 1. Namun demikian terdapat kegiatan yang realisasinya cukup rendah yaitu kegiatan penerbitan sertifikat hak milik transabangdep sebanyak 16.284 bidang.

Realisasi penyiapan lahan pekarangan Transmigrasi untuk PTB tercapai 100% meliputi program luncuran 16.405 KK, program murni : TU/TSB 1.357 KK, PTLG 1.600 KK, program TSM 13.123 KK sedangkan program cicilan 1.758 KK (89,79 %). Penyiapan lahan usaha I realisasinya 100% untuk program luncuran dari target 14.447 KK, program cicilan dari target 100 KK sedangkan program murni terealisasi 505 KK (71,63 % dari sasaran 705 KK).

Pembangunan prasarana permukiman realisasinya sebagai berikut : jalan penghubung/poros sepanjang 82,86 Km (79,92 %), jalan desa 293,03 Km ( 85,09

%), Gorong-gorong 3.442,52 m’(80,53 %), jembatan kayu 823,55 m' (90,70), jembatan semi permanen 436 m' (100%) dan drainase 63,89 Km (79,97%).

Pembangunan fasilitas umum rata-rata terealisasi 100% untuk kantor unit 28 unit, balai desa 34 unit, puskesmas pembantu 39 unit gudang unit 40 unit, rumah kepala unit 30 unit, sedangkan rumah ibadah 90 unit (97,83%), rumah petugas 42 unit (95,45%).

Realisasi penyiapan lahan permukiman transmigrasi untuk PTA realisasinya adalah pembangunan prasarana permukiman seperti jalan penghubung/poros terealisasi sepanjang 557,67 Km (94,24%), Goronggorong 5.858,00 m' (97,59%), jembatan kayu 1.944,55 m’(87,69%), jembatan semi permanen 2.257,80 m' (100%), drainase 109,12 Km (78,44%) dan dermaga 320 m2 (83,12%) dari sasaran 385 m2.

Realisasi pembuatan rencana teknis satuan permukiman (RTSP) dan rencana teknis sarana dan prasarana (RTSP), rata-rata tercapai 100% yang terdiri dari rencana tata ruang satuan pemukiman (RTSP), rencana satuan kawasan pengembangan (RSKP), perencanaan teknis jalan poros, rencana teknis sarana dan prasarana (jembatan), perencanaan teknis drainase dan perencanaan teknis irigasi.

b. Bidang Pengerahan dan Penempatan.

Realisasi pelaksanaan penyuluhan dan motivasi dalam rangka menunjang tercapainya sasaran program penempatan telah berhasil meningkatkan minat masyarakat bertransmigrasi sejumlah 20.530 KK dari 27 propinsi, sebanyak 31.669 KK diantaranya ditempatkan sebagai

Page 18

Kegiatan ketatausahaan meliputi penyusunan petunjuk teknis pembinaan jabatan fungsional arsiparis, pedoman pengelola dokumentasi, penghapusan arsip, pelaksanaan teknis operasional kearsipan.

Penyusunan draft petunjuk pelaksanaan perencanaan dan penentuan kebutuhan perlengkapan di lingkungan Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, sosialisasi Kepmen Nomor 15/MEN/ 1995 tentang Penyimpanan, dan Distribusi Barang Persediaan dilingkungan Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan.

Reinventarisasi kekayaan negara, pengembangan program aplikasi IKN tahap III beserta pemantauannya, monitoring dan up dating data realisasi pengadaan perlengkapan, pembinaan inventaris

kekayaan negara, keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kerapian serta pelayanan pegawai di kantor pusat, pengurusan perizinan, pembayaran jasa dan pembinaan pemeliharaan sarana komunikasi.

Kegiatan pelatihan transmigrasi, meliputi sejumlah 28.900 orang (95,62 % dari target 30.223 orang, yang terdiri dari pelatihan yang dilaksanakan oleh Pusbinlatrans sebanyak 270 orang (100 %), Balatrans daerah asal sebanyak 7.882 orang (86,19% dari target 9.145 orang), Balatrans daerah transmigrasi sebanyak 28.900 orang (95,62 % dari target 30.223 orang), pelatihan yang dilaksanakan bekerjasama dengan Yayasan Ria Pembangunan sebanyak 10 angkatan 213 KK (88,75 % dari target 240 KK), Yayasan Dharmais sebanyak 60 angkatan 2.021 KK (84,21% dari target 2.400 orang)

Visi transmigrasi adalah mewujudkan masyarakat baru yang tumbụh dan berkembang secara mandiri dan berkelanjutan

Page 19

Dimasa yang akan datang akan dikembangkan program Gema Palagung pada lahan-lahan yang belum diusahakan seluas 100.000 Ha per tahun anggaran, melalui kerjasama dengan PT. Dharma Niaga dan Koperasi Gemah

Ripah. 7) Untuk meningkatkan produksi pertanian

yang menunjang pola tanaman pangan, telah dikembangkan pengairan dengan sistim irigasi sederhana, di Propinsi Sulawesi Tenggara, dan sedang direncanakan penambahan pada 4 lokasi lainnya.Untuk mendukung produksi tanaman hortikultura pada daerah yang sulit air pertanian telah dibangun jaringan irigasi pertanian perpipaan untuk 200 KK dilokasi Lembah Palu,

Sidera, Propinsi Sulawesi Tengah. 8) Sebagai uji coba pada tahap awal, pada

tahun anggaran 1999/2000, juga akan diprogramkan pengembangan transmigrasi dengan mekanisasi pertanian di

Senggi, Irian Jaya sebanyak 500 KK. 9) Penggunaan alat mesin pertanian untuk pengolahan tanah,

panen

dan penanganan pasca panen diberikan alat pertanian kepada transmigran berupa Hand Tractor, Tractor roda 4, Rice Milling Unit, dan Threser, dengan disertai bimbingan pengelolaan

peralatan. 10) Untuk memberikan Cash Income

transmigran, melalui Skim kredit pengembangan ternak unggas, transmigran diberikan 10 ekor ayam/KK dan alat penetas telur, dengan harapan pada akhir tahun 1 akan mendapat pendapatan sebesar Rp. 400.000,- dan populasi ayam menjadi 70 ekor. Kegiatan ini telah diawali dengan pencanangan di Propinsi Riau dan diikuti oleh Propinsi-Propinsi lainnya.

11) Pemanfaatan kapal ikan asing yang

dinyatakan dirampas untuk negara dengan sasaran pembangunan armada kapal ikan nelayan pada umumnya dan nelayan transmigran pada khususnya melalui pemanfaatan kapal ikan asing yang dirampas untuk negara dengan diatur dalam Keputusan Menteri Transmigrasi Nomor : KEP. 125/MEN/

1998. 12) Ijin pelaksanaan transmigrasi dengan

sasaran meningkatkan pelayanan kepada badan usaha yang berpartisipasi dalam pelaksanaan transmigrasi sehingga tujuan terciptanya lapangan kerja dan peluang berusaha serta mendorong perluasan dan pengembangan investasi, melalui penerbitan IPT kepada beberapa perusahaan antara lain PT. Multi Jaya Perkasa di lokasi Sekadau Hulu dan Hilir untuk pengembangan perkebunan PIR-Trans, PT. Candra Transawit Sejahtera di Manis Raya dan Pauh Raya Kabupaten Sintang dengan pembangunan perkebunan PIR-Trans, PT. Kalbar Inti Sawit Pratama di Sekadau Hilir Kabupaten Sanggau dengan sasaran pembangunan PIR-Trans.

b. Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra)

1) Peningkatan kualitas anak balita (0-4

tahun) di daerah transmigrasi sebanyak 88.907 anak dengan angka kematian bayi (AKB) 47 per 1000, ini berarti di bawah AKB nasional 58 per 1000.

. 2) Pengadaan lapangan kerja dengan

program padat karya di 124 UPT bagi 37.450 KK transmigran untuk membantu mengatasi dampak ke

keringan masa lalu dan krisis moneter. 3) Dalam rangka meningkatkan kualitas

perumahan transmigran telah dilakukan kerjasama dengan Prefecture Government Kobe untuk pembangunan

Page 20

Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur (BKS

PTN INTIM). 2) Dalam rangka meningkatkan intensitas

penanganan yang berkaitan dengan KKN telah dibentuk Tim Khusus sesuai

Keputusan Menteri Nomor KEP.62/

MEN/1999 tanggal 4 Mei 1999 tentang

Penyelesaian Kasus KKN. 3) Disamping program diklat reguler yang

setiap tahun jumlahnya terbatas, telah dilaksanakan tambahan program Diklat Adum sebanyak 11 angkatan dengan peserta 330 pegawai, dan Spama 2

angkatan dengan peserta 60 pegawai. 4) Telah dapat menayangkan pelayanan

informasi Tingkat Perkembangan Unit Pemukiman Transmigrasi melalui jaringan internet dengan nama deptranspph.go.id. Khususnya di tingkat Pusat Pelayanan Informasi “terprogram” telah dapat diakses pada lebih kurang 104 titik koneksi atau dengan kata lain sudah on line ke

internet atau E-mail. 5) Pembentukan Tim Khusus penyelesaian

kasus korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan Departemen Transmigrasi dan PPH dengan sasaran menyelesaikan

kasus-kasus yang berindikasi praktek-

praktek korupsi, kolusi dan nepotisme

melalui KEPMEN Nomor : KEP. 62/

MEN/1999.

Sebagai tindak lanjut dari instruksi in


dari temuan sebanyak 1.056 kejadian telah ditindaklanjuti sebanyak 273 kejadian (25,85%) dengan temuan senilai Rp. 245.218.170,57, sementara

yang telah ditindaklanjuti sebesar


Rp.39.783.553,40 (16,22%).
Di samping itu, telah dilakukan tindakan
terhadap 6 pegawai yang diindikasikan melakukan praktek KKN dengan perbuatan melakukan pemungutan uang

3. Realisasi Keuangan

Untuk menunjang pelaksanaan programprogram tersebut dari alokasi anggaran tahun anggaran

1998/1999 sebesar Rp.1.020.720.132.000,- telah terealisasi sebesar Rp. 984.901.704.615. (97,66%) terdiri dari anggaran pembangunan sebesar Rp. 855.250.373.600 (97,41%) dan anggaran

rutin sebesar Rp. 139.651.331.025 (97,84%) Hambatan

Dalam pelaksanaan program pembangunan transmigrasi TA. 1998/1999 sampai dengan akhir tugas Kabinet Reformasi Pembangunan, hambatan dalam pelaksanaan program yang dijumpai adalah: 1. Adanya krisis moneter menyebabkan

program pembangunan TA. 1998/1999 (termasuk program transmigrasi) mengalami beberapa revisi/penyesuaian terhadap UU APBN yang telah mendapat persetujuan

DPR. 2. Adanya kerusuhan dan gangguan keamanan

yang terjadi di beberapa daerah seperti Ambon, Sambas, Kupang, Timtim dan DI. Aceh, yang berdampak terjadinya pengungsian secara besar-besaran (eksodan), baik masyarakat umum maupun para transmigran/ eks transmigran. Dalam hal ini, Departemen Transmigrasi dan PPH ditugasi untuk membantu menangani melalui program

pemukiman kembali (resettlement). 3. Situasi keamanan yang kurang kondusif

utamanya di Propinsi Irian Jaya, Timtim dan DI. Aceh yang menyebabkan warga transmigran di unit-unit permukiman transmigrasi di ketiga propinsi tersebut mengalami keresahan sehingga perlu dukungan dari pihak keamanan untuk memulihkan kondisi keamanan di ketiga propinsi.

Page 21

Buku Laporan Menteri Kehutanan dan Perkebunan ini merupakan bagian dari buku Memori Masa Bakti Kabinet Reformasi Pembangunan, untuk memberikan gambaran perjalanan reformasi pembangunan kehutanan dan perkebunan yang dilaksanakan selama masa periode Kabinet Reformasi Pembangunan yang dimulai sejak bulan Mei 1998.

Selama perjalanan tersebut, pasang surut kinerja pelaksanaan reformasi pembangunan kehutanan dan perkebunan telah kita alami. Dalam pasang naiknya, pembangunan kehutanan dan perkebunan dalam ukuran sistem nilai telah berhasil meletakkan kerangka dasar perubahan yang meletakkan peran hutan dan kebun untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian fungsinya.

Kebijakan lama pembangunan kehutanan yang banyak menitik beratkan pada orientasi aspek ekonomi dan cenderung kurang menekankan pada sistem sumberdaya hutan serta meminggirkan rakyat dari proses pembangunan telah dirubah dengan menempatkan masyarakat tidak lagi menjadi objek akan tetapi menjadi subjek pembangunan. Demikian pula dalam pembangunan perkebunan dikotomi inti-plasma dalam Perkebunan Inti Rakyat telah memunculkan kesenjangan yang amat mendalam antara rakyat pada sisi plasma dan pengusaha pada sisi inti. Untuk itu penataan kembali sistem pengusahaan hutan dan kebun antara lain melalui restrukturisasi lahan pengusahaan hutan dan kebun yang mengarahkan agar kesenjangan makin dapat dieliminir dan proses pemberdayaan masyarakat serta pemerataan pemanfaatan hutan dan kebun dapat terlaksana sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan berkelanjutan.

Dalam pasang surutnya, pembangunan kehutanan dan perkebunan masih dinilai belum betul-betul diimplementasikan secara nyata menuju perubahan tersebut. Hal ini sangat dipahami mengingat untuk melakukan perubahan tidak dapat dilaksanakan dalam waktu yang sangat pendek. Penerimaan konsep pemikiran baru, juga sangat relatif tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Sehingga sebagian pihak dapat saja melihatnya secara skeptis apa yang telah dilakukan Departemen Kehutanan dan Perkebunan terhadap perubahan sesuai dengan tuntutan reformasi.

Di dalam persepsi umum yang menganggap pasang naik, sebagian mengatakan bahwa kinerja pelaksanaan reformasi pembangunan kehutanan dan perkebunan sudah baik, tetapi sebagian mengatakan bahwa kinerja yang dimaksud sesungguhnya belum nyata. Dan inilah salah satu realita dalam suatu proses membangun sistem yang baru. Suatu realita yang terbangun oleh relativitas sistem nilai, kepentingan, dan keragaman persepsi terhadap apa yang dihadapi sehari-hari. Suatu realita kehidupan yang tidak senantiasa bisa dijelaskan semata-mata melalui logika formal yang rasional dan terverifikasi. Relativitas sistem nilai dan kepentingan - yang terkadang tidak netral - inilah yang menentukan keragaman pemikiran atau mindset kita, keragaman dalam cara pandang dan cara untuk melakukan sesuatu. Dan biasanya sekali mindset terbentuk, umumnya cukup lamban untuk mengalami perubahan meskipun situasi, struktur, dan perilaku kehidupan di sekitar kita terus berubah. Akan tetapi bagaimanapun mindset ini bisa mengalami perubahan dan pengembangan melalui proses pembelajaran bersama (social learning process) dengan mengadaptasikan proses pemikiran kritis terhadap perubahan-perubahan yang terus terjadi.

Page 22

Persoalan susulan yang menyertai bencana ini adalah terganggunya swasembada pangan yang berkembang menjadi kerawanan pangan nasional.

Dampak terjadinya kekeringan, kebakaran dan kegagalan panen belum dapat teratasi sepenuhnya, disusul kemudian dengan timbulnya krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi. Bencana alam dan krisis ekonomi yang berkepanjangan ini telah membawa dampak yang serius dan sangat luas di berbagai bidang kehidupan nasional. Dampak yang menonjol akibat terjadinya bencana tersebut antara lain adalah: 1. Hilangnya kemampuan swasembada beras

yang menjurus pada timbulnya kerawanan

pangan nasional. 2. Terganggunya proses pembangunan nasional.

Pertumbuhan ekonomi selama Orde Baru yang dapat mencapai 7 - 8 %, menurun drastis

sampai pada tingkat minus 10 - 15%. 3. Hampir sebagian besar perusahaan, khususnya

perusahaan besar yang sangat tergantung pada komponen impor, tidak mampu lagi bertahan, sehingga terjadi pemutusan hubungan kerja

(PHK). 4. Naiknya harga barang-barang di satu sisi dan

menurunnya kemampuan daya beli masyarakat di sisi lain, telah mengakibatkan menurunnya kualitas hidup yang terutama diakibatkan sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti untuk memenuhi kebutuhan pangan, kesehatan untuk pendidikan.

Disamping itu, kebijakan yang diterapkan selama masa Orde Baru telah menimbulkan kesenjangan, baik kesenjangan antar wilayah, antar golongan dan antar sektor. Menumpuknya asset negara pada beberapa individu dan kelompok tertentu telah menyulut kecemburuan yang cenderung menjurus pada permasalahan sosial.

1. Meningkatkan upaya keberpihakan kepada

rakyat. Upaya ini ditempuh melalui kebijakan yang dapat mempercepat tumbuh dan berkembangnya ekonomi rakyat yang mandiri,

tangguh dan berkelanjutan. 2. Memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

(KKN) di sektor kehutanan dan perkebunan. 3. Melakukan restrukturisasi pemanfaatan lahan

hutan dan kebun untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, efisien, dan adil untuk sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat, sehingga mampu menciptakan suatu kondisi yang harmonis dalam aspek sosial, ekonomi dan ekologi.

Berbagai upaya dan langkah terobosan telah ditempuh untuk mewujudkan tuntutan reformasi dengan diawali dengan pembentukan Komite Reformasi Kehutanan dan Perkebunan (KRKP). KRKP merupakan komite yang independen dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 521/Kpts-II/ 1998 tanggal 29 Juni 1998. Sebagian besar keanggotaan KRKP adalah dari kalangan akademisi, LSM, asosiasi, dan masyarakat, dan sebagian kecil adalah anggota dari kalangan birokrasi. KRKP berperan menjadi mitra Departemen Kehutanan dan Perkebunan dalam menetapkan langkah-langkah strategis pelaksanaan reformasi.

Langkah berikutnya adalah melakukan penyempurnaan dan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan untuk menjadi landasan pelaksanaan reformasi. Sejalan dengan langkah tersebut dilakukan penyempurnaan dan pembentukan institusi yang mendukung kelancaran pelaksanaan reformasi serta penerapan berbagai kebijakan baru yang memungkinkan terwujudnya percepatan pemberdayaan masyarakat.

Page 23

Dalam rangka menampung aspirasi reformasi dan dengan mencermati perkembangan kondisi nasional dewasa ini, maka kebijaksanaan Reformasi Pembangunan Kehutanan dan Perkebunan, khususnya dalam jangka pendek, difokuskan pada upaya-upaya penyelamatan (rescue) dan pemulihan (recovery) kondisi krisis untuk memasuki abad 21, antara lain: a. Melanjutkan upaya terciptanya pembangunan

sektor kehutanan dan perkebunan yang

berkelanjutan (sustainable development). b. Mewujudkan integritas dan sinergisitas

pelaksanaan pembangunan kehutanan dan perkebunan yang berazaskan pada kelestarian ekologi, ekonomi, dan sosial menuju pada terwujudnya konsep forests and estate crops

for people. c. Melakukan pergeseran kebijaksanaan orientasi

pengelolaan sumberdaya hutan dari bobot timber management menjadi konsep yang mengarah pada bobot multipurpose forest

management. d. Menata sistem pengusahaan hutan dan lahan

perkebunan dalam kerangka redistribusi manfaat, untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan melalui peningkatan investasi dan daya saing, khususnya bagi skala usaha

kecil, menengah dan koperasi. e. Mempertangguh daya saing komoditas

perkebunan dan kehutanan melalui upaya peningkatan mutu hasil dengan dukungan kelembagaan koperasi atau kelembagaan ekonomi masyarakat lainnya dan kemitraan usaha, yang mampu mendorong peningkatan

perolehan devisa. f. Menyempurnakan kelembagaan, peraturan

perundang-undangan yang lebih mencerminkan keberpihakan kepada rakyat; serta

Komodo, Babi Rusa, Banteng dan Tapir merupakan sebagian satwa endemik yang hidup hanya di daerah tertentu di Indonesia, sebagian satwa endemik telah berhasil di bina pelestariannya baik secara insitu maupun eksitu

Page 24

Hutan mengrove di Kutai Teluk Kalimantan Timur. Keberadaan hutan mangrove sangat penting sebagai ekosistem pantai antara lain untuk pelindung intrusi air laut dan aberasi pantai

Hutan Sebagai Sumber Pangan Nasional.

Buku Kumpulan Saran dan Masukan Kepada
Menhutbun dari Staf Dephutbun. Membangun Perkebunan Abad 21: Membalik Arus dan Gelombang Sejarah. Indonesia National Forest Porgramme 2010.

1. Intended beneficieries harus jelas; 2. Public accountability terjamin yang

dicerminkan dengan sistem pengawasan dan

pertanggung jawaban yang mantap; 3. Bersifat transparant, yang akan menjamin

kepercayaan masyarakat akan kejujuran para

pelaksana pembangunan; 4. Local specific sehingga cocok dengan kondisi

sosial ekonomi dan budaya setempat; 5. Memberikan perhatian dan peranan yang lebih

besar kepada usaha-usaha skala kecil, menengah dan koperasi agar mereka dapat meningkatkan kualitas, produktifitas, dan daya

saing ekonomi rakyat; dan, 6. Melanjutkan pembangunan sehingga terwujud

ekonomi rakyat yang mandiri, tangguh dan berkelanjutan

Buku Saku Sustainable Forest Management (SFM).

Selain itu telah dibuat media informasi yang dikemas dalam bentuk Visual Compact Disc (VCD) melalui jaringan internet yang dapat diakses pada alamat: http://mofrinet. cbn.net.id. Publikasi-publikasi di atas telah disebar luaskan kepada berbagai kalangan, seperti instansi pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, LSM, anggota legislatif, yayasan, tokoh dan masyarakat umum lainnya. Penyebarluasan kepada masyarakat internasional akan disajikan dalam versi bahasa Inggris.

Dalam rangka pemasyarakatan pelaksanaan reformasi pembangunan kehutanan dan

Langkah-Langkah Implementasi Kebijaksanaan Reformasi

Restrukturisasi Pengusahaan Hutan

Kebijaksanaan ini berkaitan dengan penguasaan areal pengusahaan hutan yang sangat luas. Kondisi demikian mengakibatkan pengusahaan hutan menjadi tidak efisien dan cenderung mengabaikan prinsip-prinsip pengelolaan hutan yang lestari sebagai akibat adanya private land banking. Pada era ke depan pengusahaan hutan haruslah mengikuti pola menuju down sizing, multi sources, subcontracting, economic of time, economic of scale dan economic of scope. Arah demikian merupakan ciri-ciri industri masa depan sebagai implementasi prinsip ekonomi modern.

sustainable forest management. Keuntungan seperti demikian pada akhirnya bermuara pada efisiensi pengusahaan dimana perusahaan besar tinggal lebih mengarahkan perhatiannya pada down stream industry untuk mampu dan sanggup bersaing pada era perdagangan bebas.

Dalam rangka restrukturisasi lahan yang lebih adil seperti diutarakan di atas, PP Nomor 6 Tahun 1999 mengatur ketentuan tentang pembatasan luas maksimum areal kerja HPH dan HPHTI yang berlaku untuk satu perusahaan dengan grupnya. Pengaturan demikian adalah maksimum 100.000 hektar dalam satu propinsi dan 400.000 hektar di seluruh wilayah Indonesia.

Kebijaksanaan restrukturisasi diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 1998 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi, yang membatasi luas maksimum areal HPH yang berlaku untuk satu perusahaan dengan grupnya. Arah kebijaksanaan ini untuk terjaminnya pelaksanaan pengelolaan hutan secara lestari, dan mencerminkan keberpihakan pada kepentingan rakyat banyak. Sasaran jangka panjang diarahkan untuk mengembangkan peran masyarakat dalam kelembagaan koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta lembaga keagamaan dan kelompok masyarakat hukum adat, dengan mengurangi peran pemerintah dan perusahaan besar.

Selanjutnya HPH dapat diberikan kepada BUMN, BUMD, BUMS (swasta) dan koperasi. Sedangkan untuk HPHTI selain kepada empat bentuk badan usaha di atas, juga dapat diberikan kepada perusahaan swasta asing yang berbentuk persero dengan badan hukum Indonesia. Selanjutnya pengaturan pola pengusahaan hutan adalah sebagai berikut: a. Luasan 50.000 hektar sampai 100.000 ha

diberikan melalui penawaran dalam pelelangan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor

731/Kpts-II/1998 tanggal 10 Nopember 1998. b. Luasan kurang dari 50.000 hektar diberikan

melalui permohonan. Pemberian hak diprioritaskan kepada koperasi, pengusaha

kecil dan menengah. c. Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi,

pemberian HPH dengan luasan kurang dari 10.000 hektar dilimpahkan kepada Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I. d. Untuk luasan skala kecil (maksimum 100

hektar), dapat diberikan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) kepada perseorangan, koperasi, dan badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki warga negara Indonesia. Kewenangan perijinan dilimpahkan kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II.

Dalam arti sempit pembatasan ini akan menimbulkan pengurangan areal kerja HPH untuk ditata kembali pola pengusahaan hutannya. Dilihat dari sisi manajemen atau pengelolaan hutan produksi akan memiliki beberapa keuntungan, antara lain: a) adanya efisiensi penggunaan lahan hutan, b) terselenggaranya asas pemerataan, dan c) terbentuknya sistem pengusahaan hutan produksi dalam satu kesatuan manajemen, sebagai salah satu syarat pelaksanaan

Page 25

dengan kebijaksanaan relokasi lahan hak pengusahaan hutan, masih tersedia areal hutan kurang lebih 919 ribu hektar. Selanjutnya areal tersebut akan diredistribusikan menjadi HPHKm untuk kurang lebih sebanyak 92 unit. Dengan demikian HPHKm yang akan dikembangkan akan menjadi sebanyak 189 unit dengan luas kurang lebih 1,4 juta hektar.

Restrukturisasi Perkebunan

Usaha perkebunan mempunyai peranan yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi nasional, antara lain untuk memperoleh devisa, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesempatan berusaha. Usaha sub sektor perkebunan menjadi sangat penting karena bertumpu pada sumber daya alam yang tidak tergantung pada komponen impor, sehingga menjadi salah satu andalan untuk memacu perputaran roda perekonomian nasional.

Penguasaan areal perkebunan saat ini memang sebagian besar, atau lebih dari 80%. merupakan kebun rakyat. Namun demikian, Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan seluas 20% dari areal perkebunan yang ada, terkonsentrasi kepemilikannya pada sejumlah kecil pengusaha besar, sehingga perlu dilakukan pembatasan luas. Kebijaksanaan restrukturisasi adalah untuk membatasi penguasaan lahan perkebunan oleh perusahaan besar atau grup perusahaan besar, dengan sasaran untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada peran masyarakat dalam kelembagaan koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta lembaga keagamaan dan kelompok masyarakat hukum adat, dengan mengurangi peran pemerintah dan perusahaan besar.

a. Pola Koperasi Usaha Perkebunan; dengan pola

ini masyarakat membentuk koperasi perkebunan, membangun kebun dan fasilitas pengolahannya, serta mengembangkan sarana dan prasarananya. Dalam proses pengembangan ini, koperasi usaha perkebunan ini dapat meminta bantuan pihak ketiga berdasarkan contract management (CM). Biaya pembangunan kebun, fasilitas pengolahan, dan sarana prasarana perkebunan serta biaya CM bersumber dari fasilitas kredit

lunak jangka panjang. b. Pola Patungan Koperasi dan Investor; pola ini

merupakan pengembangan dari pola PIR yang berlaku saat ini, yaitu menghilangkan pembatas kelembagaan plasma dan inti. Dalam pola ini sejak awal masyarakat membentuk koperasi dan berpatungan dengan perusahaan sebagai satu unit usaha patungan. Dengan pola ini secara menyeluruh komposisi pemilikan saham koperasi dan perusahaan

menjadi sekitar 65:35 persen. c. Pola Patungan Investor dan Koperasi; seperti

pola b., tetapi kontribusi koperasi terbatas pada in kind contribution yang disetarakan dengan nilai uang, misalnya pemilikan lahan oleh koperasi dinilai sebagai saham. Secara menyeluruh pangsa (sharing) koperasi pada tahap awal sekurang-kurangnya 20 persen, yang selanjutnya meningkat secara bertahap sesuai dengan perkembangan kondisi

usahanya. d. Pola BOT; pola ini terbuka bagi investor

(BUMN/BUMS) termasuk PMA. Dengan pola ini investor membangun kebun, pabrik dan sarana prasarana pendukungnya, termasuk membangun koperasi usaha perkebunan yang akan menerima dan melanjutkan usahanya. Tahapan serta persyaratan membangun, mengoperasikan, dan mentransfer dirancang kesesuaiannya dengan karakteristik komoditas perkebunan yang diusahakan serta perkiraan kondisi pasarnya. Pada intinya, kebun dan pabrik ditransfer pada saat koperasi sudah siap

Untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan menghilangkan struktur ekonomi dualistik akan diterapkan restrukturisasi organisasi produksi dan kelembagaan usaha perkebunan dengan menetapkan 5 (lima) pola pengembangan usaha perkebunan, yaitu:

Page 26

Kopi hasil produksi perkebunan di Indonesia dengan beragam merek dagang sudah dapat dinikmati di manca negara antara lain dikenal dengan merek dagang seperti Java Coffee, Lampung Coffee, Timoresse Coffee, Toraja Coffee dll.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA