Aktualisasi dari kegiatan kepencintaalaman, khususnya dalam kegiatan di gunung dan hutan selalu dikaitkan dengan kegiatan yang penuh dengan bahaya, keras, dan menuntut kekuatan fisik yang tangguh. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan di gunung dan hutan, pelaku kegiatan kepencintaalaman diharuskan untuk berkegiatan sesuai dengan pedoman yang
baku yang diharapkan dapat menjamin kelancaran kegiatan serta kenyamanan dan keselamatan pelaku kegiatan. Sampai saat ini, GITAPALA sebagai organisasi yang berhaluan kepencintaalaman di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada tidak memiliki standar operasional tertulis yang digunakan secara baku oleh para anggotanya. Pedoman yang digunakan dalam berkegiatan selama ini hanya diberikan secara turun-temurun dari angkatan yang satu ke angkatan yang lainnya melalui komunikasi lisan. Seperti yang kita ketahui bahwa penyampaian pesan secara lisan memiliki risiko berubahnya isi pesan yang ingin disampaikan. Perubahan dapat berupa pengurangan maupun penambahan informasi. Perubahan – perubahan tersebut sebaiknya dihindari mengingat pentingnya materi yang terkandung dalam standar operasional ini. Oleh karena itu, perlu dibuat sebuah pedoman yang baku untuk melakukan kegiatan di gunung dan hutan serta dituangkan secara tertulis ke dalam sebuah Standar Operasional Prosedur Divisi Gunung Hutan GITAPALA. I.2. Tujuan
I.3. Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur ini hanya dapat digunakan untuk kepentingan kegiatan kepencintaalaman di gunung dan hutan. Gunung dan hutan yang dimaksud berada pada wilayah tropis dengan ketinggian kurang dari 4000 meter di atas permukaan laut serta memiliki medan yang tidak bersalju maupun bergletser. BAB II DIVISI GUNUNG HUTAN II.1. Divisi Gunung Hutan Divisi Gunung Hutan merupakan salah satu divisi yang dimiliki oleh GITAPALA. Divisi ini bergerak pada kegiatan kepencintaalaman di gunung dan hutan, termasuk di antaranya adalah kegiatan pendakian gunung, orientasi medan dan navigasi darat, search and rescue (SAR), serta eksplorasi gunung dan hutan rimba. Berbeda dengan divisi yang lainnya, dalam melakukan seluruh kegiatannya seluruh anggota Divisi Gunung Hutan dituntut untuk mampu bekerja sama dalam tim, memprioritaskan kepentingan kelompok, dan peka akan lingkungan di sekitarnya. II.2. Jenis – Jenis Gunung Secara garis besar, gunung terbagi ke dalam dua jenis, yaitu gunung berapi atau gunung aktif dan gunung tidak aktif. Berdasarkan bentuknya, gunung berapi terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu
Gunung berapi tipe stratovolcano tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah, sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan. Selain itu, tipe letusan tersebut juga memberikan bentuk suatu kerucut besar (raksasa) pada bagian puncak gunung, kadang-kadang bentuknya tidak beraturan karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Kebanyakan gunung tipe stratovolcano memiliki ketinggian lebih dari 2500 meter di atas permukaan laut. Contoh dari gunung jenis ini adalah Gunung Merapi.
Gunung berapi tipe perisai tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam). Bentukan dari gunung tipe ini akan berlereng landai dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh dari gunung berapi jenis ini terdapat di Kepulauan Hawai.
Gunung berapi tipe cinder cone merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkaniknya menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Gunung tipe ini jarang yang memiliki ketinggian di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
Gunung berapi tipe kaldera terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan. Contoh dari gunung berapi jenis ini adalah Gunung Bromo. BAB III HAL – HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENDAKIAN GUNUNG III.1. Peralatan Pribadi
Daftar isi Survival Kit :
Daftar logistik harian:
Daftar isi kotak P3K pribadi :
III.2. Peralatan Kelompok
Daftar isi kotak P3K kelompok : Isi sama seperti kotak P3K pribadi, dengan tambahan :
Daftar perlengkapan navigasi :
III.3. Peralatan Tambahan III.3.1. Peralatan Tambahan untuk Ekspedisi Dalam melakukan sebuah ekspedisi, realisasi dari sebuah perjalanan tidak selalu sejalan dengan rencana perjalanan yang telah dibuat. Terkadang akan ditemui medan dan kondisi sulit, sehingga diperlukan beberapa peralatan tambahan. Peralatan tambahan tersebut, yaitu : III.3.1.1. Perlengkapan navigasi Perlengkapan navigasi digunakan untuk melakukan orientasi medan, menentukan arah dan posisi. Perlengkapan navigasi terdiri dari:
III.3.1.2.Hauling set Hauling set digunakan untuk melakukan transfer peralatan secara horizontal maupun vertikal pada medan sulit. Hauling set terdiri dari:
III.3.1.3.SRT (Single Rope Technique) set SRT set digunakan untuk melakukan pergerakan vertikal pada medan sulit. SRT set terdiri dari
III.3.1.4.Perlengkapan Pemanjatan Perlengkapan pemanjatan digunakan untuk melakukan pemanjatan ketika menemui medan vertikal (tebing) yang cukup tinggi dan sulit, sehingga memerlukan teknik pemanjatan. Perlengkapan pemanjatan terdiri dari :
III.3.2. Peralatan Tambahan untuk Kegiatan Lainnya Kegiatan lain yang dimaksudkan dalam konteks ini yaitu berupa kegiatan khusus untuk evakuasi dan pencarian korban seperti halnya yang dilakukan dalam kegiatan SAR (Search and Rescue). Kegiatan lain tersebut memerlukan beberapa peralatan tambahan, yaitu : II.3.2.1. Hauling set Hauling set digunakan untuk melakukan transfer korban secara horizontal maupun vertikal pada medan sulit. Hauling set terdiri dari:
III.3.2.2. SRT (Single Rope Technique) set SRT set digunakan untuk melakukan pergerakan vertikal pada medan sulit. SRT set terdiri dari
III.3.2.3. Dragbar Dragbar digunakan untuk mengevakuasi korban menuju tempat yang lebih aman. Prosedur penggunaan dragbar yaitu dilakukan oleh empat orang dengan tinggi badan yang sama, pergerakan satu arah di bawah satu komando, korban dapat dipindahkan dengan cara menempatkan dragbar di bahu atau digotong setinggi pinggang. Dragbar dapat berupa dragbar lipat atau dragbar alam yang dibuat secara manual di lapangan menggunakan batang-batang pohon. III.3.2.4. Marker Marker digunakan sebagai penanda lokasi penemuan benda yang diduga adalah milik korban. III.4. Teknis Pendakian Teknis pendakian dibagi ke dalam dua bagian, yaitu III.4.1. Persiapan Sebelum Pendakian Sebelum melakukan pendakian, perlu dilakukan beberapa persiapan yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan pendakian sehingga berjalan dengan lancar dan aman. Persiapan-persiapan tersebut yaitu
Sebelum melakukan pendakian perlu diketahui data – data tentang medan yang akan dihadapi. Data-data tersebut di antaranya status aktivitas gunung, keberadaan sumber air, suhu, kondisi jalur yang akan digunakan, cuaca, lokasi yang aman untuk mendirikan tenda, dan kebudayaan masyarakat setempat.
Tujuan pendakian perlu ditentukan sebelumnya, apakah pendakian tersebut ditujukan untuk latihan, wisata, SAR, ekspedisi, atau tujuan yang lainnya. Dengan menentukan tujuan perjalanan, maka dapat ditentukan bagaimana persiapan fisik yang harus dilakukan, peralatan dan logistik yang harus dipersiapkan, serta manajemen perjalanan yang akan dilakukan.
Pendakian gunung termasuk ke dalam salah satu olaharaga berat yang menuntut fisik yang prima. Untuk mendukung hal tersebut, maka diperlukan persiapan fisik yang memadai. Persiapan fisik yang baik akan menunjang kelancaran kegiatan pendakian dan menghindarkan anggota pendakian dari cedera fisik. Persiapan fisik tersebut dapat berupa jogging, push-up dan vertical running. Persiapan fisik ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu dan medan yang akan ditempuh.
Mental adalah kondisi psikologis dari diri seseorang. Persiapan mental yang buruk sebelum melakukan kegiatan gunung-hutan akan mengakibatkan terganggunya kelancaran kegiatan tersebut.
Peralatan dan logistik yang akan dibawa dalam pendakian disesuaikan dengan tujuan dari pendakian tersebut, medan yang akan dihadapi, dan lamanya waktu pendakian. Setiap peserta kegiatan pendakian diharuskan untuk mengisi checklist peralatan pribadi, sedangkan pemimpin kegiatan pendakian diharuskan untuk mengumpulkan serta menyimpan checklist perlengkapan kelompok dan checklist perlengkapan pribadi seluruh peserta kegiatan pendakian. Checklist peralatan ini akan menjadi kartu kontrol yang dapat digunakan oleh pemimpin kegiatan pendakian untuk mengecek kelengkapan peralatan, mengevaluasi kesiapan anggota tim untuk melakukan survival dalam keadaan terburuk, dan memperkirakan batas waktu anggota tim untuk bertahan dalam survival tersebut.
Untuk melakukan pendakian yang baik dan aman, maka diperlukan suatu perencanaan yang matang tentang manajemen perjalanan yang akan digunakan. Manajemen perjalanan tersebut meliputi pembagian tugas, manajemen logistik dan manajemen waktu. Pembagian tugas terbagi ke dalam dua bagian, yaitu pembagian tugas ketika berjalan dan ketika melakukan camping. Pembagian tugas ketika berjalan meliputi leader dan sweeper. Leader bertugas untuk memimpin jalannya pendakian, menentukan arah berjalan, menjalankan fungsi time keeper, serta menjadi pusat pengambilan keputusan. Sweeper bertugas untuk memastikan keutuhan komposisi tim (baik dari segi jumlah dan posisi), memastikan kondisi seluruh anggota tim, dan berkoordinasi dengan leader terkait dengan kondisi seluruh anggota tim tersebut. Sedangkan untuk pembagian tugas ketika melakukan camping meliputi tugas mendirikan dome, memasak, mencari air, dan mencari kayu bakar.
Setiap daerah berada di bawah kendali suatu pihak, misalnya Pemda atau Perhutani, sehingga untuk melakukan kegiatan gunung-hutan pada daerah tersebut diperlukan izin. Untuk keperluan mengurus izin tersebut biasanya diperlukan beberapa syarat seperti fotokopi KTP, meterai, dan surat jalan dari organisasi.
Lembar kendali operasional berfungsi sebagai kartu kontrol bagi seluruh pengurus Gitapala terhadap kegiatan gunung-hutan yang sedang berlangsung tersebut. Lembar kendali operasional diisi oleh pemimpin kegiatan dan ditempelkan pada papan pengumuman Gitapala.
Briefing dilakukan selambat-lambatnya satu hari sebelum hari pelaksanaan kegiatan gunung-hutan. Briefing dipimpin oleh pemimpin kegiatan dan dihadiri oleh seluruh anggota tim kegiatan gunung-hutan tersebut, Koordinator Divisi Gunung Hutan, Kepala Bidang Operasional, dan Ketua Umum Gitapala. III.4.2. Pelaksanaan Pendakian Dalam melaksanakan suatu pendakian, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan dan diperhatikan yaitu
Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi tubuh beradaptasi dengan kondisi di ketinggian. Kondisi yang dimaksudkan tersebut di antaranya terkait dengan kondisi suhu, kelembaban udara, dan tekanan udara.
Anggota tim yang dirasa kurang mempersiapkan fisik sehingga memiliki fisik yang lebih lemah diposisikan di urutan depan pada barisan setelah leader. Leader diposisikan pada urutan paling depan dari barisan dan sweeper di urutan paling belakang.
Laki-laki biasanya akan lebih tenang di dalam menghadapi kondisi sulit. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan untuk menunjuk perempuan sebagai leader atau sweeper apabila dirasa mampu untuk melakukan tugas tersebut selama pendakian berlangsung.
Berlari akan membutuhkan energy ekstra dibandingkan dengan berjalan. Selain itu, berlari memiliki potensi bahaya kaki terkilir dan kaki tersandung batu atau akar pohon.
Posisi tersebut selain memberikan keseimbangan pada tubuh juga akan menghemat energy tubuh ketika akan kembali melangkahkan kaki.
Hal ini harus dilakukan dengan lebih intens terutama ketika melakukan pendakian pada malam hari dan/atau kondisi berkabut.
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu pergerakan awan, pergerakan kabut, pergerakan angin, suhu, keberadaan satwa dan fauna, serta kondisi jalur pendakian.
Memiliki rasa kebersamaan dan saling memiliki antar anggota pendakian akan sangat memberikan efek yang positif bagi jalannya suatu pendakian. Oleh karena itu, mengecek secara berkala kondisi fisik dan saling memberikan semangat antar anggota sangat penting untuk dilakukan.
Istirahat selama pendakian dapat dilakukan dengan tetap berdiri namun posisi badan membungkuk membentuk huruf L atau juga dilakukan dengan bersandar pada batang pohon. Posisi istirahat dengan membentuk huruf L akan membantu mengistirahatkan bahu karena bobot carrier untuk sementara waktu dipindahkan ke punggung. Duduk ketika istirahat sangat tidak disarankan.
Apabila selama berjalan menggunakan jaket, maka ketika beristirahat atau sudah tiba di tujuan, jaket sebaiknya tidak langsung dilepas. Perubahan suhu yang mendadak akan memicu pada terjadinya kehilangan panas tubuh (hypothermia). BAB IV BAHAYA, PENCEGAHAN BAHAYA, DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DALAM PENDAKIAN GUNUNG Pendakian gunung adalah suatu kegiatan yang memiliki risiko tinggi. Bahaya, baik yang berasal dari internal maupun eksternal dari diri pendaki, akan selalu ada dan apabila pendaki tidak memiliki kemampuan yang cukup akan bahaya tersebut maka kegiatan pendakian gunung akan menjadi suatu kegiatan yang dihindari. IV.1. Bahaya dalam Pendakian Gunung Apabila dikelompokkan, berbagai jenis bahaya dalam kegiatan gunung-hutan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu bahaya obyektif dan bahaya subyektif. IV.1.1. Bahaya Obyektif Bahaya obyektif merupakan segala bentuk bahaya dan potensi bahaya yang berasal dari alam dan segala sesuatu yang berada di alam. Factor-faktor yang dapat menimbulkan bahaya obyektif di antaranya yaitu
Bentuk kehidupan hewan mulai dari level mikroorganisme hingga binatang-binatang besar memiliki potensi bahayanya masing-masing. Secara umum, potensi bahaya tersebut yaitu
Sedangkan untuk bentuk kehidupan tumbuhan, potensi bahaya yang dimiliki antara lain
Potensi bahaya dari iklim mungkin masih dapat dihindari karena iklim merupakan karakter dari suatu daerah yang pengulangannya selalu sama setiap tahunnya, sehingga tindakan preventif seharusnya sudah dilakukan oleh pendaki sebelum melakukan kegiatan di daerah tersebut. Tetapi cuaca adalah kondisi yang berkaitan dengan suhu udara, kelembaban, dan pergerakan udara yang sifatnya selalu berubah sewaktu-waktu. Potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari ketiga hal tersebut yaitu
Semakin tinggi suatu tempat berarti tekanan udara semakin rendah dan kandungan oksigen pada udara semakin tipis. Kondisi ini terkadang mampu menggagalkan system adapatasi tubuh, sehingga mampu menimbulkan Mountain Sickness.
Semakin panjang jarak dan lama waktu pendakian menuntut rencana perjalanan yang sangat matang. Rencana perjalanan akan semakin rumit karena banyak hal harus dipertimbangkan dengan sebaik mungkin. Semakin rumit suatu rencana perjalanan, maka akan semakin besar faktor kesalahan yang terjadi. Faktor kesalahan inilah yang mampu menjadi potensi bahaya.
Gunung yang masih aktif biasanya akan mengeluarkan gas beracun pada waktu-waktu tertentu dan pada area-area tertentu pada gunung tersebut.
Kesalahan dalam menghargai adat-istiadat dan kepercayaan tertentu dari masyarakat setempat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman ini akan memicu rasa tidak suka dan penolakan terhadap kehadiran kita di lingkungan tersebut yang tidak jarang dapat menimbulkan potensi bahaya tertentu. IV.1.2. Bahaya Subyektif Bahaya subyektif merupakan segala bentuk bahaya dan potensi bahaya yang berasal dari diri pendaki, baik karena perilaku atau pengambilan keputusan yang salah sebelum maupun ketika pelaksanaan kegiatan di gunung dan hutan. Faktor – faktor yang dapat menimbulkan bahaya subyektif di antaranya yaitu
Kegiatan gunung-hutan termasuk ke dalam olahraga berat yang menuntut kebugaran tubuh terutama yang terkait dengan sistem peredaran darah, metabolisme tubuh, daya tahan tubuh, serta kemampuan tubuh beradaptasi pada cuaca. Kegiatan gunung-hutan terkadang juga menciptakan siklus kehidupan baru yang tidak teratur dan jauh berbeda dari siklus kehidupan yang biasanya kita jalani. Semua faktor tersebut berpotensi menjadi potensi bahaya apabila kebugaran tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut.
Berkegiatan di gunung dan hutan menuntut keterampilan untuk dapat bergerak maupun beristirahat dengan efektif dan efisien. Tidak mendukungnya kemampuan teknis pelaku kegiatan akan menimbulkan sebentuk potensi bahaya tersendiri.
Kemampuan yang dimaksud dalam konteks ini di antaranya adalah kemampuan mengambil keputusan, kecermatan, pengendalian emosi, dan kestabilan mental. Kesalahan dalam pengelolaan kemampuan ini akan dapat berkembang menjadi potensi bahaya. IV.2. Pencegahan Bahaya dalam Pendakian Gunung Tindakan pencegahan bahaya dalam pendakian gunung pada umumnya dapat diupayakan melalui hal-hal berikut ini
IV.3. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan dalam Pendakian Gunung
BAB V KESIMPULAN Keselamatan pelaku kegiatan adalah prioritas utama dalam melakukan kegiatan di gunung dan hutan. Oleh karena itu, penggunaan Standar Operasional Prosedur Divisi Gunung Hutan GITAPALA sebagai pedoman berkegiatan mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan gunung dan hutan. Komitmen untuk terus menggunakan pedoman tersebut dan menjaga keutuhan isinya dalam setiap pelaksanaan kegiatan perlu dimiliki oleh setiap anggota GITAPALA. LAMPIRAN LEMBAR KENDALI OPERASIONALDIVISI GUNUNG HUTAN GITAPALANama Kegiatan Tanggal Pelaksanaan Kegiatan Lokasi Kegiatan Koordinator Kegiatan Anggota Pelaksana Kegiatan No. Telepon yang Bisa Dihubungi Mengetahui,Koordinator Divisi Gunung Hutan ( ) Checklist Perlengkapan Kelompok Nama kegiatan : Tanggal pelaksanaan : Checklist perlengkapan pribadi anggota ( ) Dome ( ) Nesting ( ) Kompor ( ) Bahan bakar (gas dan parafin) ( ) Kotak P3K ( ) Oxycan ( ) Perlengkapan tambahan lain : ……………………………………….. ( ) ……………………………………….. ( ) ……………………………………….. ( ) ……………………………………….. ( ) ……………………………………….. ( ) ……………………………………….. ( ) ……………………………………….. ( ) ……………………………………….. ( ) Mengetahui, Kepala Divisi Hutan Gunung ( ) DIVISI GUNUNG HUTAN GITAPALA Checklist Perlengkapan Pribadi Nama kegiatan : Tanggal pelaksanaan : Carrier min.60 L ( ) Matras ( ) Trashbag ( ) Survival kit ( ) Kotak P3K ( ) Sleeping bag ( ) Ponco ( ) Sepatu ( ) Jaket waterproof ( ) Pakaian ganti ( ) Kaos kaki ( ) Sarung tangan ( ) Parang / pisau lipat ( ) Webbing ( ) Senter ( ) Baterai cadangan ( ) Bohlam cadangan ( ) Peralatan makan ( ) Air minum ( ) Mie instant ( ) Biskuit ( ) Coklat ( ) Lilin ( ) Logistik lain (sebutkan) ( ) |