Apakah Shalat Lailatul Qadar boleh dilakukan di rumah

MADANINEWS.ID, JAKARTA — Tak terasa sudah lebih dari separuh ibadah puasa kita lalui. Itu artinya sebentar lagi bulan Ramadhan akan meninggalkan kita. Meskipun umumnya kita saat ini tidak melaksanakan kegiatan ibadah yang biasanya dilaksanakan di bulan Ramadan di masjid semisal shalat tarawih, tapi hakikatnya sebenarnya kita bisa memperbanyak ibadah meski tetap hanya di rumah. Dengan memperbanyak ibadah dengan tulus ikhlas, kita berharap akan mendapatkan Lailatul Qadar yang menurut banyak ulama jatuh di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.

Menjelang akhir Ramadhan, Rasulullah SAW biasanya lebih fokus beribadah, terutama sepuluh malam terakhir. Hal ini sebagaimana yang disebutkan ‘Aisyah,

كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره وأحيا ليله وأيقظ أهله

“Nabi Muhammad SAW ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan memilih fokus beribadah, mengisi malamnya dengan dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah,” (HR Al-Bukhari).

Berdasarkan hadis ini, dapat disimpulkan bahwa sepuluh malam terakhir Ramadhan merupakan waktu yang terbaik untuk beribadah. Sebagian ulama mengatakan, Rasulullah SAW meningkatkan kesungguhannya beribadah pada sepuluh malam terakhir dibandingkan malam sebelumnya.

Menurut Ibnu Bathal, hadis ini menginformasikan kepada kita bahwa malam lailatul qadar terdapat pada sepuluh malam terkahir Ramadhan. Karenanya, Rasulullah SAW lebih fokus beribadah pada malam tersebut dan menganjurkan umatnya untuk melanggengkan ibadah di malam sepuluh terakhir.

Maka dari itu, hendaknya melakukan ibadah sebanyak mungkin sejak malam pertama hingga akhir bulan Ramadan. Sehingga dari sekian banyak ibadah yang dilakukan tersebut bertepatan dengan malam Lailatu Qadar. Agar mendapatkan keutamaan malam Lailatul Qadar, para ulama mengajarkan untuk selalu melakukan amalan ibadah berikut pada setiap malam bulan Ramadan.

Pertama, menghidupkan qiyamul lail dengan shalat isya, tarawih dan witir dan shalat subuh berjamaah di rumah masing-masing. Disebutkan dalam hadis riwayat imam Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar (dengan beribadah) karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Kedua, memperbanyak membaca Al-Qur’an. Selama bulan Ramadan setiap kaum Muslim sangat dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an, terutama pada malam Lailatul Qadar. Hal ini karena menurut sebagian besar ulama, Al-Qur’an diturunkan pada malam Lailatul Qadar. Bahkan Nabi SAW setiap malam bulan Ramadan selalu membaca dan mempelajari Al-Qur’an bersama malaikat Jibril. Disebutkan dalam hadis riwayat imam Bukhari dari Ibnu Abbas, dia berkata;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ

“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau bertambah kedermawanannya di bulan Ramadan ketika bertemu dengan malaikat Jibril, dan Jibril menemui beliau di setiap malam bulan Ramadan untuk mudarosah (mempelajari) Al-Qur’an.”

Ketiga, beri’tikaf di masjid bisa digantikan dengan beribadah dan menghidupkan malam lailatul qadar dari rumah. Hal ini sesuai dengan kebiasaan Nabi SAW yang meningkatkan ibadah dengan cara beri’tikaf pada sepuluh akhir Ramadan. Dalam hadis riwayat imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah, dia berkata;

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ-أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Nabi SAW ketika masuk sepuluh terakhir bulan Ramadan, mengencangkan kain bawahnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.”

Dengan melakukan amalan ibadah tersebut, diharapkan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar dalam keadaan beribadah kepada Allah. Sehingga dengan demikian, amalan ibadah tersebut menjadi amalan terbaik yang dinilai lebih baik dari beribadah seribu bulan.

Apakah kalau kita di rumah seperti saat ini, kita bisa mendapatkan

Perlu dipahami, para ulama salaf berpendapat bahwa keutamaan lailatul qadar itu akan diperoleh oleh setiap muslim yang diterimanya amalnya di malam tersebut.

Ibnu Rajab dalam kitabnya Lathaif Al-Ma’arif (hlm. 341) membawakan hadits dalam musnad Imam Ahmad, sunan An-Nasai, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Di dalam bulan Ramadhan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak mendapati malam tersebut, maka ia akan diharamkan mendapatkan kebaikan.” (HR. An-Nasai, no. 2108. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Bahkan sampai musafir dan wanita haidh pun bisa mendapatkan malam lailatul qadar.

Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh-Dhahak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir, dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai dalam dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh-Dhahak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 341)

Ibnu Rajab rahimahullah menasehatkan, “Wahai saudaraku … Yang terpenting bagaimana membuat amalan itu diterima, bukan kita bergantung pada kerja keras kita. Yang jadi patokan adalah pada baiknya hati, bukan usaha keras badan. Betapa banyak orang yang begadang untuk shalat malam, namun tak mendapatkan rahmat. Bahkan mungkin orang yang tidur yang mendapatkan rahmat tersebut. Orang yang tertidur hatinya dalam keadaan hidup karena berdzikir kepada Allah. Sedangkan orang yang begadang shalat malam, hatinya yang malah dalam keadaan fajir (berbuat maksiat pada Allah).” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 341)

Kesimpulan paling penting dari penjelasan di atas, malam lailatul qadar tidak disyaratkan iktikaf di masjid atau untuk mendapatkannya dengan beribadah di masjid. Orang yang beribadah di rumah pun masih bisa mendapatkan lailatul qadar. Itulah karunia Allah.

Apakah untuk mendapatkan lailatul qadar harus begadang semalam suntuk?

Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam.

Ada ulama yang mengatakan bahwa menghidupkannya bisa hanya sesaat.

Sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syafi’i dalam Al-Umm dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil pula sampai pada Ibnu ‘Abbas disebutkan,

أَنَّ إِحْيَاءَهَا يَحْصُلُ بِأَنْ يُصَلِّيَ العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ وَ يَعْزِمُ عَلَى أَنْ يُصَلِّيَ الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ

“Menghidupkan lailatul qadar bisa dengan melaksanakan shalat Isya’ berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjamaah.”

Dikatakan oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha’, Ibnul Musayyib menyatakan,

مَنْ شَهِدَ لَيْلَةَ القَدْرِ ـ يَعْنِي فِي جَمَاعَةٍ ـ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا

“Siapa yang menghadiri shalat berjama’ah pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam Lailatul Qadar tersebut.”

Dalam perkataan Imam Syafii yang qadim (yang lama) disebutkan,

مَنْ شَهِدَ العِشَاءَ وَ الصُّبْحَ لَيْلَةَ القَدْرِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا

“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari malam tersebut.” Semua perkataan di atas diambil dari Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 329.

Apa yang dikatakan oleh Imam Syafii dan ulama lainnya di atas sejalan dengan hadits dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ شَهِدَ الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ قِيَامُ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ

“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjamaah, maka baginya pahala shalat separuh malam. Siapa yang melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Muslim, no. 656 dan Tirmidzi, no. 221).

Kesimpulannya, cukup memperbanyak ibadah di rumah, kita mendapatkan keutamaan lailatul qadar, tidak disyaratkan harus begadang semalam suntuk. Wallahu a’lam.

Baca Juga:

  • Shalat Isyraq di Rumah Saat Wabah Melanda
  • Shalat Dhuha Pembuka Pintu Rezeki

Diselesaikan siang hari, 26 April 2020, 3 Ramadhan 1441 H di Darush Sholihin

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Apakah sholat Lailatul Qadar bisa dilakukan sendiri di rumah?

Sholat ini bisa dilakukan secara berjamaah maupun sendiri-sendiri (munfarid). Bahkan lebih afdol jika mengerjakan sholat Lailatul qadar secara sendiri. Berdasarkan literasi yang kami baca, kamu bisa melaksanakan sholat Lailatul qadar dua rakaat ataupun empat rakaat.

Apakah sholat malam Lailatul Qadar harus berjamaah?

Oleh karena itu, salat ini sangat dianjurkan dilakukan pada sepuluh malam terakhir Ramadan. Fahrur mengatakan, di Masjidil Haram, biasanya sholat Lailatul Qadar dilakukan sebanyak 10 rakaat, yang ditambah dengan salat witir sebanyak tiga rakaat. Salat dilakukan secara berjamaah.

Apakah boleh tidak tidur saat sholat Lailatul Qadar?

Lantas apakah shalat lailatul qadar harus tidur dulu? Ustadz Abdul Somad pernah mengatakan bahwa Sholat Lailatul qadar dan sholat tahajud dilakukan ketika setelah bangun tidur. Artinya, kamu memang harus tidur terlebih dahulu walaupun hanya beberapa menit.

Apa saja yang harus dilakukan pada malam Lailatul Qadar?

Amalan Utama di Malam Lailatul Qadar Amalan yang bisa dilakukan mulai dari memperbanyak i'tikaf di masjid, memperbanyak doa dan dzikir, mendirikan shalat malam, bersedekah, membaca Al-Quran dan mamaknai artinya, bertaubat kepada Allah serta memastikan untuk selalu berbuat kebaikan, berkata baik juga berpikir baik.