Apa saja bentuk bentuk kekerasan yang terjadi ditengah tengah masyarakat?

Pendahuluan

Anak adalah harapan bangsa yang akan menjadi pemimpin dan penentu kemajuan negara di masa depan, sehingga siapapun khususnya orangtua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dalam rangka untuk kepentingan terbaik bagi anak. Setiap anak harus mendapatkan pola pembinaan sejak dini dengan penuh kehangatan dan kasih sayang, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial,

Banyak cara yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak. Ada yang mengutamakan kasih sayang, komunikasi yang baik dan pendekatan yang lebih bersifat afektif. Ada pula yang menggunakan kekerasan sebagai salah satu metode dalam menerapkan kepatuhan dan pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik fisik maupun psikis dipilih sebagai cara untuk mengubah perilaku anak dan membentuk perilaku yang diharapkan, namun penulis meyakini hal ini bisa berdampak pada munculnya masalah fisik maupun psikologis pada si anak di kemudian harinya.

Lingkungan rumah dan sekolah seringkali menjadi lahan subur dan sumber utama terjadinya kekerasan, sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi. Lebih miris lagi jika kekerasan terhadap anak terjadi dalam lingkungan keluarga dan bahkan pelakunya adalah orang yang dikenal. Sebagaimana kita ketahui, dari berbagai media baik berita di koran, berita di TV atau media online lainnya sering memberitakan kejadian-kejadian tentang kekerasan terhadap anak.

Data Kekerasan Terhadap Anak

Data kekerasan setiap tahun mengalami peningkatan, bahkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyoroti kasus kekerasan terhadap anak yang masih sering terjadi. Hal tersebut terlihat dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMPONI PPA). Hingga 3 Juni 2021, tercatat 3.122 kasus kekerasan terhadap anak. Kasus-kasus kekerasan anak dapat berupa kekerasan fisik, tertekan secara mental, kekerasan seksual, pedofilia, anak bayi dibuang, aborsi, pernikahan anak dibawah umur, kasus tenaga kerja dibawah umur, trafficking, anak-anak yang dipekerjakan sebagai PSK, dan kasus perceraian. Semua kasus ini berobjek pada anak yang tentu saja akan berdampak buruk pada perkembangan dan kepribadian anak, baik fisik, maupun psikis dan jelas mengorbankan masa depan anak.

Defenisi Kekerasan Terhadap Anak

Menurut WHO defenisi kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya.

Menurut UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan: Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Kekerasan pada anak disebut juga dengan child abuse, yaitu semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya  bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat dipercaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.

Bentuk Kekerasan Terhadap Anak

Penulis mencoba mengklasifikasikan 4 jenis bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak, yaitu:

1.      Kekerasan fisik,

Kekerasan fisik adalah apabila anak-anak disiksa secara fisik dan bisa dilihat dari sekujur tubuhnya ada tanda tanda bekas kekerasan. Kekerasan anak secara fisik dapat berupa penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda  tertentu, yang menimbulkan luka memar, berdarah, patah tulang, sayatan, luka bakar, pembengkakan, pingsan, dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat, dan akibat yang paling fatal adalah kematian.

Beberapa kasus kekerasan yang dialami anak diantaranya dengan dalih mendisiplinkan anak. Cara yang ditempuh dengan cara melakukan perlakuan kekerasan fisik dan aturan yang ketat. Oleh sebab itu beberapa kasus pelaku kekerasan fisik adalah orang tua sendiri atau guru, orang yang seharusnya melindungi, akan tetapi “salah” dalam cara melindunginya.

2.      Kekerasan psikis

Kekerasan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan nyaman yang dialami anak. Kekerasan psikis dapat berupa menurunkan harga diri serta martabat korban, penggunaan kata-kata kasar, menghardik, mengejek, mempermalukan anak di depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata dan sebagainya.

Anak yang mendapatkan kekerasan psikis umumnya mengalami masalah kejiwaan seperti : gangguan stres pasca trauma, depresi, cemas, dan perilaku maladaptif misalnya menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu orang lain. Dampak kekerasan psikis akan membekas dan mengakibatkan trauma, sehingga mempengaruhi perkembangan kepribadian anak.

3.      Kekerasan seksual

Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila anak disiksa/diperlakukan secara seksual (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism) dan juga terlibat atau ambil bagian atau melihat aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu yang bertujuan mengeksploitasi seks dimana seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada anak (incest, perkosaan, eksploitasi seksual). Secara rinci, bentuk-bentuk kekerasan seksual pada anak: diperkosa, disodomi, diraba-raba alat kelaminnya dan bagian sensitif lainnya, dijual pada mucikari, dipaksa menjadi PSK, dll.

Anak yang mengalami kekerasan seksual akan memberikan dampak psikologis yang serius, yang akan mengakibatkan trauma, Di antara dampak psikologis kekerasan seksual pada anak: penarikan diri, ketakutan, agresif, emosi yang labil, depresi, kecemasan, adanya gangguan tidur, phobia, bersifat keras, gangguan stres pasca trauma, terlibat dalam penggunaan zat adiktif,merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga, dan lemah dalam membuat keputusan. Dampak lainnya, anak mengalami kesulitan dalam hubungannya dengan teman sebayanya. Apabila trauma begitu mendalam, tidak menutup kemungkinan anak akan menyakiti diri sendiri dan mencoba bunuh diri.

Selain dampak psikologis, kekerasan seksual pada anak juga menimbulkan masalah pada fisik. Diantara dampak fisik/biologis yang dialami anak akibat kekerasan seksual: bisa terjadi luka memar, rasa sakit, gatal-gatal, terkena infeksi penyakit menular seksual, HIV/AIDS, dan kehamilan yang tidak diinginkan.

4.      Kekerasan sosial

Kekerasan sosial biasanya identik dengan penelantaran/pengabaian terhadap anak yang tercermin pada sikap dan perlakuan orangtua/pengasuh yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Kekerasan sosial juga meliputi eksploitasi anak berupa sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang- wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya.

Bentuk-bentuk penelantaran diantaranya: kurang memberikan perhatian dan kasih sayang yang dibutuhkan anak, tidak memperhatikan kebutuhan makan, bermain, rasa aman, kesehatan, perlindungan (rumah) dan pendidikan, mengacuhkan anak, tidak mengajak bicara, dll. Menelantarkan anak bisa berdampak pada terhambatnya perkembangan fisik, otak anak, dan menyebabkan masalah psikologis. Di antaranya seperti rendah diri, rendah diri, depresi, dan kesulitan membentuk dan memelihara hubungan (bersosialisasi). 

Penutup

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, kita sebagai individu yang bermasyarakat harus lebih peka dan sigap di segala situasi melawan tindak kekerasan anak di sekitar kita, dengan tidak membiarkan kekerasaan-kekerasaan anak ini terjadi berarti kita ikut dalam mencerahkan dan menentukan masa depan lebih baik bagi anak. Membangun pribadi anak dengan kasih sayang, memilih pendidikan yang baik, pergaulan yang positif, lingkungan yang sehat dan mendukung sudah sepantasnya menjadi kewajiban orangtua dan bagi siapapun kita.

Penulis: Alamsyah, S.ST., S.Psi., MSW

·       Penyuluh Sosial Ahli Pertama Dinas Sosial Prov. Sulawesi Selatan

·       Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial (STIKS) Tamalanrea Makassar