Apa penyebab dari penyakit tbc

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang paru-paru, namun tidak jarang pula bakteri dapat memengaruhi bagian tubuh lainnya. Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain paru-paru perlu dibedakan dengan TBC biasa. Pada tuberkulosis biasa, bakteri hanya menyerang paru.Sementara itu, ketika bakteri menyerang organ tubuh lain, seperti ginjal, tulang, sendi, kelenjar getah bening, atau selaput otak, kondisi tersebut dinamakan dengan tuberkulosis ekstra paru.Jika tidak ditangani dengan baik, penyakit TBC bisa berakibat fatal. Pengobatan penyakit ini biasanya membutuhkan waktu beberapa bulan untuk melawan infeksi dan mencegah risiko terjadinya resistensi antibiotik.

TBC adalah salah satu dari 10 penyebab kematian tertinggi di dunia. Pada tahun 2018, 10 juta orang terserang penyakit ini, dan 1,5 juta kehilangan nyawa akibat penyakit ini. 251.000 orang di antaranya adalah penderita HIV/AIDS. Selain itu, menurut World Health Organization (WHO), penyakit ini lebih sering ditemukan di negara-negara berkembang. Lebih dari 95% kasus tuberkulosis terjadi di negara berkembang. Orang-orang yang memiliki sistem imun buruk serta kekurangan nutrisi lebih rentan terserang infeksi Mycobacterium tuberculosis. Namun, angka kejadian penyakit ini terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Sejak tahun 2000 hingga 2018, diperkirakan sekitar 58 juta nyawa telah diselamatkan dengan pengobatan medis yang ada untuk mengatasi penyakit ini.TBC adalah penyakit yang dapat diatasi dengan cara mengendalikan faktor-faktor risiko yang ada.

Gejala-gejala yang perlu Anda waspadai dan memerlukan perhatian khusus adalah: berat badan menurun drastis, berkeringat berlebihan di malam hari, batuk terus-menerus. Tubuh masing-masing penderita menunjukkan tanda-tanda dan gejala yang bervariasi. Agar mendapatkan penanganan yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi kesehatan Anda, periksakan apapun gejala yang muncul ke dokter atau rumah sakit terdekat.

Dalam rangka pengendalian kasus TBC di Indonesia, WHO dan Kementrian Kesehatan Subdit TB melakukan Kegiatan Piloting Software Sistem Informasi TB (SITB) pada tanggal 5-7 Agustus 2019. Untuk kegiatan ini, WHO memilih Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dan Jakarta Barat Provinsi DKI. (SITB) adalah aplikasi yang digunakan oleh semua pemangku kepentingan mulai dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, Dokter Praktek Mandiri, Klinik, Laboratorium, Instalasi Farmasi,dll), Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Provinsi dan Kementrian Kesehatan, untuk melakukan pencatatan dan pelaporan kasus TB Sensitif, TB Resistan Obat, laboratorium dan logistik dalam satu platform yang terintegrasi.

Salah satu inovasi penjaringan kasus TBC di fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang adalah membuat POS TB pada setiap desa di wilayah kerja Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Beringin. Inovasi POS TBC bertujuan untuk meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan khususnya pasien terduga tuberkulosis dengan cara mendekatkan masyarakat penderita TBC dengan pelayanan kesehatan sehingga dapat ditemukan dengan cepat dan diberikan pengobatan sesuai standar. Upaya ini dilakukan untuk memutus mata rantai penularan penyakit TBC dan sebagai wujud  amanah dari PP Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal dan Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.

TOSS TBC

Salam Deli Serdang SEHAT!

KOMPAS.com –Tuberkulosis (TBC) masih mengancam masyarakat Indonesia. Setiap tahun, kasus penyakit tersebut masih ditemukan di Tanah Air.

Dilansir dari laman tbindonesia.or.id, hingga Oktober 2021, terdapat 443.235 kasus TBC di Indonesia dengan 13.110 kematian. Selain itu, sebanyak 824.000 estimasi kasus TBC yang belum terkonfirmasi.

Penularan yang cepat dan kesadaran masyarakat yang rendah akan TBC membuat angka insiden penyakit ini di Indonesia menjadi salah satu tertinggi di dunia. Sebagai informasi, Indonesia menempati peringkat ketiga dengan kasus TBC terbanyak di dunia, setelah India dan China.

Baca juga: Upaya Eliminasi Tuberkulosis 2030, Tangerang Luncurkan Ransel TBC

Masyarakat Indonesia masih menganggap penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis tersebut merupakan penyakit ringan dan tidak perlu penanganan khusus. Padahal, penyakit TBC menempati urutan ke-13 sebagai penyebab utama kematian di dunia.

Maka dari itu, masyarakat perlu diberikan edukasi tentang TBC, termasuk gejalanya. Dengan demikian, mereka juga bisa mengantisipasi penularan dan lebih peduli terhadap kesehatan.

Adapun gejala TBC paling umum ditandai dengan batuk terus-menerus selama dua minggu atau lebih. Sayangnya, tak semua masyarakat mewaspadai hal ini. Mereka menganggap gejala tersebut sebagai batuk biasa dan dapat sembuh dengan sendiri tanpa pemeriksaan serta pengobatan.

Baca juga: Tuberkulosis Jadi Penyebab Kematian Tertinggi di Indonesia, Menkes Jabarkan Upaya Penanganannya

Selain itu, permasalahan TBC di Indonesia pun tak kunjung usai karena tiga hal berikut.

1. Adanya mitos terkait TBC

Seperti diketahui, sebagian masyarakat Indonesia masih percaya dengan mitos ataupun hal-hal mistis yang berkembang di daerahnya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan berbagai penyakit yang diderita oleh warganya.

Begitu juga dengan TBC. Tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa penyakit ini merupakan kutukan leluhur atau hasil guna-guna seseorang. Alhasil, bukan dibawa ke fasilitas kesehatan, orang dengan TBC justru disarankan untuk melakukan sejumlah ritual agar terhindar dari hal-hal buruk tersebut.

Faktanya, penyakit TBC tidak dapat sembuh dengan ritual yang dijalankan. Penyakit ini bisa disembuhkan dengan perawatan medis dan mengonsumsi obat yang diresepkan secara disiplin.

Baca juga: Tuberkulosis atau TBC: Penyebab, Gejala, dan Cara Penularan

Mitos lain yang berkembang di masyarakat Indonesia adalah TBC merupakan penyakit keturunan. Masyarakat menganggap bahwa seseorang dengan TBC akan menurunkan penyakit tersebut kepada anak dan cucunya.

Faktanya, TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penularan bakteri bisa terjadi melalui udara lewat droplet yang dikeluarkan oleh orang dengan TBC saat bersin, batuk, berbicara, bernyanyi, atau tertawa.

2. Stigma negatif orang dengan TBC

Stigma negatif yang menempel pada orang dengan TBC juga membuat kasus TBC di Indonesia tak kunjung usai. Selain harus mengobati penyakitnya, orang dengan TBC juga kerap mengalami diskriminasi. Pasalnya, sebagian masyarakat memiliki stigma negatif terkait penularan penyakit ini.

Akibatnya, orang dengan TBC dijauhi oleh masyarakat sekitar, termasuk keluarga sendiri. Bahkan, beberapa tenaga kesehatan juga enggan memeriksa karena takut tertular TBC.

Baca juga: Ketahui Seluk-beluk TBC untuk Setop Penularannya di Indonesia

Padahal, orang dengan TBC membutuhkan semangat dan dukungan orang sekitar untuk sembuh dan kembali sehat seperti semula.

Agar tidak menulari orang lain, orang dengan TBC perlu menerapkan protokol kesehatan dengan benar, seperti menggunakan masker, menutup mulut ketika bersin dan batuk, serta meminum obat dengan teratur sampai tuntas.

Selain itu, orang yang tinggal satu rumah dengan orang dengan TBC disarankan membersihkan rumah secara teratur, memastikan ruangan memiliki ventilasi dan pencahayaan yang baik, serta memiliki pola hidup sehat agar kondisi tubuh tetap terjaga.

3. Minimnya edukasi

Hal berikutnya yang membuat TBC masih mengintai masyarakat Indonesia adalah edukasi pengobatan yang kurang.

Kebanyakan orang dengan TBC tidak pergi ke fasilitas kesehatan untuk menemui dokter agar dapat mendapatkan penanganan yang tepat. Mereka menganggap bahwa TBC bisa sembuh dengan mengonsumsi obat batuk biasa.

Persepsi dan pemahaman salah tersebut disebabkan oleh edukasi yang minim terkait TBC.

Padahal, orang dengan TBC memerlukan pengobatan dalam jangka waktu tertentu secara tuntas. Orang dengan TBC diharuskan mengonsumsi obat selama 6-24 bulan secara teratur.

Meski gejala sudah hilang selama masa pengobatan, orang dengan TBC tidak boleh berhenti minum obat sebelum waktunya. Sebab, bakteri TBC belum hilang, meskipun gejalanya sudah tidak ada.

Baca juga: Membongkar Deretan Mitos TBC serta Faktanya biar Tidak Salah Kaprah Lagi

Jika berhenti meminum obat atau tidak melanjutkan pengobatan hingga tuntas, bakteri TBC berpotensi kebal terhadap obat yang diberikan. Akibatnya, penyakit TBC menjadi lebih berbahaya dan akan lebih sulit disembuhkan.

Itulah tiga alasan TBC masih menjadi momok bagi masyarakat Indonesia. Sebagai langkah nyata dalam mengedukasi masyarakat mengenai TBC, Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bersama Kompas.com menghadirkan Visual Interaktif Premium (VIP) dengan judul “TBC Masih Hantui Indonesia, Bagaimana Solusinya?”.

Lewat konten tersebut, masyarakat bisa mendapatkan penjelasan mengenai sejarah, fakta-fakta, seluk-beluk, dan perkembangan TBC di Indonesia lewat konten multimedia yang ditampilkan secara interaktif serta mudah dipahami.

Untuk diketahui, VIP “TBC Masih Hantui Indonesia, Bagaimana Solusinya?” merupakan bagian dari rangkaian kampanye STPI, yaitu #141CekTBC – 14 Hari Batuk Tak Reda? 1 Solusi, Cek Dokter Segera!

Kampanye tersebut bertujuan untuk menekan angka penularan TBC dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan gejala, penularan, dan bahaya TBC.

Baca juga: Kesadaran Masyarakat Jadi Kunci Indonesia Bebas TBC

Sebagai informasi, kampanye itu juga selaras dengan kampanye Temukan TBC, Obati Sampai Sembuh (TOSS) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes).

Kampanye #141CekTBC dilengkapi sejumlah fitur, salah satunya fitur Pengingat 141CekTBC. Fitur ini memungkinkan masyarakat menandai gejala TBC, seperti durasi batuk yang dialami.

Jika batuk yang dialami sudah terjadi secara terus-menerus mencapai 14 hari, masyarakat yang menggunakan fitur Pengingat 141CekTBC akan mendapatkan peringatan untuk cek ke dokter segera.

Fitur berikutnya adalah Chatbot 141CekTBC. Dengan fitur ini, masyarakat bisa mengetahui berbagai hal tentang TBC, mulai dari gejala, cara penularan, hingga cara pengobatannya. Fitur ini juga terhubung dengan dokter melalui Halodoc serta komunitas peduli TBC.

Masyarakat bisa memanfaatkan fitur Chatbot 141CekTBC yang dapat diakses melalui WhatsApp di nomor 08119961141 atau situs web 141.stopbtindonesia.org.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi situs web berikut ini. Bisa juga mengikuti Stop TB Partnership Indonesia melalui akun Instagram, Twitter, dan Facebook.

Apakah penyakit TBC itu berbahaya?

Bahayakah TBC itu? TBC biasanya menyerang organ paru-paru, namun jika sudah mulai menyerang organ lain maka akan menyebabkan banyak gejala yang dapat membahayakan kesehatan seseorang. Istilah untuk TBC yang menyerang organ selain paru disebut TB Ekstra Paru.

Bagaimana ciri ciri orang yang menderita TBC?

Gejala TBC paru aktif yang perlu diwaspadai.
Batuk menerus selama 2 minggu lebih. Hampir semua penyakit yang menyerang saluran pernapasan akan menimbulkan gejala batuk, begitu pun dengan penyakit tuberkulosis. ... .
2. Nyeri dada dan sesak napas. ... .
3. Berkeringat di malam hari. ... .
4. Demam. ... .
Berat badan turun drastis..

Apa saja dampak dari penyakit TBC?

Komplikasi tuberkulosis kerap menyerang ginjal melalui infeksi bagian luar (cortex) yang secara perlahan menginfeksi hingga ke bagian yang lebih dalam (medula). Kondisi ini menimbulkan komplikasi lain, seperti penumpukan kalsium, hipertensi, pembentukan jaringan nanah, hingga gagal ginjal.

Apa penyebab batuk TBC?

Penyebab batuk Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab TBC yang mudah menyebar di udara. Bakteri ini dikeluarkan oleh pengidap TBC dalam bentuk droplet (percikan liur) saat batuk atau bersin. Nah, penularan tuberkulosis terjadi saat orang lain menghirup udara yang terkontaminasi ini.