Apa otak masi berfungsi setelah jantung tidak berdetak

Penyebaran depresi muncul untuk menandai saat kematian tiba.

flickr

Otak manusia

Rep: Hartifiany Praisra Red: Winda Destiana Putri

REPUBLIKA.CO.ID, Para peneliti menemukan bahwa gelombang aktivitas listrik di otak atau penyebaran depresi muncul untuk menandai saat kematian tiba. Mereka memeriksa aktivitas otak pada pasien yang sekarat masih ada meski penghentian fatal terjadi pada organ vital.Temuan tersebut menunjukkan kesadaran yang mungkin masih ada beberapa menti setelah anggota tubuh lainnya berhenti menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Tim ahli saraf dari Charit-Universittsmedizin Berlin memantau sinyal listrik pada otak sembilan orang saat mereka menginggal.Pasien yang berasal dari Berlin, Jerman, Cincinnati, dan Ohio ini telah menerima cedera otak fatal dan tidak menyadari perintah tersebut. Mereka berharap dengan menanamkan elektroda di otak subjek, mereka dapat menemukan mekanisme dan waktu kejadian selama proses kematian.Bahkan lima menit setelah jantung seseorang berhenti, sel otak atau neuron masih dapat berfungsi. Namun gelombang penyebaran depresi menandai bahwa neuron berhenti bekerja sebelum kematian terakhir mereka yang ireversibel atau tidak akan mungkin kembali bekerja.

"Setelah menahan peredaran darah, penyebaran depolirasasi menandai hilangnya energi elektrokimia yang tersimpan di sel otak dan timbulnya proses racun yang akhirnya menyebabkaan kematian," papar penulis utama dari Universittsmedizin Berlin, Jens Dreier seperti dilansir dari laman Daily Mail.

Proses sel mati pada saat darah berhenti mengalir dan merampas oksigen yang dibutuhkan sebagai bahan bakar agar sel berfungsi. Jika hal ini terjadi, sel otak menarik cadangan energi selama beberapa menit sebelum manusia benar-benar mmeninggal. Hal ini terjadi ketika mekanisme yang digunakan oleh neuron untuk tetap menjaga ion terpisah mulai tidak berfungsi.Jika terjadi penghalang antar partikel, mereka akan melepaskan sejumlah energi elektrokimia ke otak saat neuron panik dalam menarik bahan bakar. Proses iniah yang disebut dengan depolarisasi. Dimana ditandai dengan hiperaktif pada neuron dan diikuti oleh keheningan tiba-tiba.Namun sebenarnya, keheningan ini merupakan tanda penghitungan mundur terakhir hingga meninggal dan mungkin akan berbalik untuk suatu periode. Gelombang terakhir dari penyebaran depresi menandai titik dimana neuron telah 'dipecat' untuk terakhir kalinya meski para peneliti memperingatkan bahwa hal tersebut bisa jadi penanda yang tidak tepat dalam menentukan kematian sejati.

Temuan tersebut bisa saja dapat membantu mengembangkan strategi untuk mengatasi serangan jantung dan stroke dalam membangun kembali sirkulasi. Di sisi lain perdebatan muncul ketika donasi organ setelah kematian kardio, dimana kematian benar-benar dinyatakan antara dua sampai sepuluh menit setelah jantung berhenti berdetak.

Apa otak masi berfungsi setelah jantung tidak berdetak

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...


KOMPAS.com — Beberapa waktu lalu, kasus yang menimpa seorang gadis berusia 13 tahun di California, AS, cukup menghebohkan dunia kedokteran. Pasalnya, setelah gadis tersebut dinyatakan mati otak, gadis ini masih "hidup" dengan bantuan ventilator. Namun, sebenarnya apakah tubuh benar dapat bertahan hidup meskipun otak sudah mati dengan bantuan teknologi, dan untuk berapa lama?

Adalah Jahi McMath, gadis dari Oakland, California, yang dinyatakan mati otak bulan lalu setelah menjalani komplikasi langka dari operasi tonsil. Keluarga Jahi memaksakan gadis itu untuk berada dalam bantuan ventilator, tetapi pihak hukum meminta agar mesin tersebut dihentikan minggu depan.

Seseorang dinyatakan mati otak ketika tidak ada lagi aktivitas saraf pada otak ataupun batang otaknya. Artinya, tidak ada lagi impuls saraf yang dikirimkan antara sel-sel otak.

Menurut keterangan Diana Greene-Chandos, asisten profesor bedah saraf dan neurologi di Ohio State University Wexner Medical Center, dokter biasanya akan melakukan serangkaian uji, salah satu pengecekan apakah seseorang dapat merasakan napasnya sendiri. Ini adalah refleks primitif yang dilakukan oleh batang otak.

Di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya, seseorang dinyatakan resmi meninggal jika dia kehilangan aktivitas otaknya (mati otak) atau seluruh napas dan fungsi sirkulasinya. Dalam kasus Jahi, tiga dokter telah menyatakan bahwa Jahi mengalami mati otak.

Kendati demikian, Greene-Chandos mengatakan, sistem kelistrikan otak biasanya masih dapat menjaga organ tersebut tetap berdenyut dalam periode waktu yang singkat setelah seseorang mengalami mati otak. Faktanya, jantung masih dapat berdetak meski berada di luar tubuh. Namun, tanpa bantuan ventilator untuk menjaga darah dan oksigen tetap bergerak, denyutan ini dapat berhenti dengan sangat cepat, biasanya kurang dari satu jam.

"Sedangkan dengan ventilator, beberapa proses biologis seperti fungsi ginjal dan pencernaan dapat berlangsung selama seminggu," jelasnya.

Sementara itu, Kenneth Goodman, direktur di Bioethics Program di University of Miami, menekankan, meskipun sistem tersebut tetap berjalan, tetapi tidak berarti seseorang tersebut masih hidup. "Jika mengalami mati otak, seseorang telah meninggal, tetapi dengan bantuan teknologi, tubuh dapat melakukan hal-hal yang seharusnya hanya dapat dilakukan pada masa hidup," ujarnya.

Tanpa otak, imbuh dia, tubuh tidak dapat menyekresikan hormon-hormon penting yang dibutuhkan untuk menjaga proses biologis, termasuk fungsi pencernaan, ginjal, dan imun, lebih dari satu minggu. Contohnya, metabolisme tubuh membutuhkan hormon tiroid dan sistem ginjal membutuhkan vasopresin.

Selain itu, Greene-Chandos menambahkan, tekanan darah dan temperatur tubuh yang normal pun akan sulit dicapai ketika otak sudah tidak berfungsi. Oleh sebab itu, biasanya dokter menggunakan teknologi untuk menjaga seseorang dengan mati otak tetap hidup selama beberapa hari apabila ada organ-organ yang perlu disumbangkan setelah meninggal. Bisa juga saat keluarga membutuhkan waktu lebih lama untuk merelakan kepergian seseorang.Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya


KOMPAS.com — Selama ini, jantung dianggap berperan paling penting sebelum kematian. Ini berarti, ketika jantung berhenti berdenyut dan darah berhenti beredar, seluruh bagian tubuh perlahan mati.

Namun, hal tersebut ternyata tidak terbukti dalam penelitian. Para ilmuwan yang meneliti tentang jantung dan aktivitas otak pada tikus yang mati karena kekurangan oksigen menemukan bahwa otak hewan itu mengirimkan sinyal kebingungan ke jantung yang menyebabkan kerusakan organ. Ketika sinyal itu dihambat, jantung bisa bertahan lebih lama.

Jika proses tersebut terjadi pada manusia, besar kemungkinan dokter akan mampu membuat seseorang bertahan hidup setelah jantung mereka berhenti berdenyut akibat serangan jantung. Caranya dengan memotong sinyal tersebut dari otak.

"Biasanya orang lebih fokus ke jantung, mengira bahwa jika jantung bisa diselamatkan, maka otak juga akan selamat. Padahal kita harus memutuskan komunikasi kimia antara otak dan jantung untuk menyelamatkan jantung," kata Jimo Borjigin, ahli saraf dari Michigan Medical School di Ann Arbor.

Setiap tahunnya, lebih dari 400.000 orang di Amerika mengalami serangan jantung, yakni ketika jantung berhenti berdenyut. Bahkan, dengan bantuan medis, hanya 10 persen orang yang bertahan hidup.

Borjigin dalam penelitian ini berusaha mengetahui mengapa jantung orang yang sebelumnya sehat bisa berhenti berfungsi setelah beberapa menit tanpa oksigen.

Ternyata, ketika seseorang yang mengalami serangan jantung kehilangan kesadarannya dan tak ada tanda kehidupan, otak tetap aktif. Menurut studi sebelumnya, tahun 2013, ketika jantung sekarat, otak mengeluarkan banjir sinyal yang diduga untuk menyelamatkan jantung.

Dalam penelitian, para peneliti menciptakan kondisi serangan jantung pada tikus dengan memberi suntikan mematikan atau menghirup karbon dioksida. Lalu, aktivitas hewan yang sekarat itu dipelajari menggunakan electroencephalography (EEG), sementara aktivitas jantung dipantau dengan electrocardiography (ECG).

Pada awalnya, detak jantung tikus perlahan menurun, lalu aktivitas otak menjadi kuat dan sinkron dengan aktivitas jantung. Pada saat itulah terjadi banjir berbagai zat-zat kimia, seperti dopamine dan norepinephirine.

Banjir zat-zat tersebut menjelaskan mengapa orang yang pernah dekat dengan ajalnya kerap mengalami pengalaman "yang sangat nyata".

Sinkronisasi antara aktivitas otak dan jantung ini membuat jantung berhenti memompa darah. Namun, ketika para ahli menghambat aliran zat-zat kimia itu, proses penghentian pompa jantung bisa dihambat. Ini berarti hidup hewan itu bisa diperpanjang sekitar tiga kali lebih lama dibanding jika alirannya tidak dihambat.

Namun, riset ini tentu saja hanya dilakukan pada tikus. Apakah proses yang sama juga terjadi pada manusia? Itu masih jadi pertanyaan besar bagi para ilmuwan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya