Apa kaitan konflik sosial dan integrasi sosial?

Keberlangsungan relasi sosial yang terjadi antara kelompok-kelompok di masyarakat tidak lepas dari dua dimensi hubungan yang saling melengkapi. Pertama, dimensi hubungan integrasi dan kedua adalah dimensi hubungan konflik. Dimensi hubungan integrasi adalah melihat pada relasi sosial yang terjadi ketika masing-masing kelompok masyarakat memiliki persamaanpersamaan tujuan sehingga kedua kelompok tersebut melakukan penyatuan, sedangkan dimensi hubungan konflik melihat pada perbedaan-perbedaan tujuan yang menyebabkan terjadi konflik diantara mereka. Meskipun kedua dimensi ini memiliki makna yang berbeda, namun kemunculannya selalu ada dan terus mengikuti seiring dengan berlangsungnya relasi sosial di mamsyarakat. Oleh sebab itu, kondisi yang paling sehat untuk masyarakat bukan terletak pada keseimbangan antara integrasi dan konflik, tetapi kondisi yang memungkinkan perkembangan bagi keduanya (integrasi dan konflik). Kehadiran integrasi sengat jelas bermanfaat guna memperkuat hubungan sosial yang terjadi. Munculnya sikap saling menghormati orang lain, menghargai perbedaan dan toleransi yang tinggi hanya bisa terwujud jika masing-masing masyarakat baik secara individu maupun kolektif bisa saling berbaur dan bekerja sama satu dengan yang lainnya. Semakin tinggi intensitas kerja samanya dan semakin banyak individu-individu yang terlibat maka semakin tinggilah integrasi yang terjadi. Namun dibalik hubungan integrasi, relasi antar masyarakat juga menghasilkan konflik. Konflik ini muncul sebagai konsekuensi semakin intens hubungan yang berlangsung. Semakin kohesif suatu masyarakat saling berhubungan, maka semakin besar perbedaan-perbedaan yang dimiliki di antara mereka terlihat. Perbedaan yang dimaksudkan dapat berupa materi, persepsi, tujuan, nilai dan norma yang berlaku pada masing-masing kelompok. Oleh karena itu munculnya konflik di satu sisi dapat menghancurkan relasi antar masyarakat dan di sisi lain bisa memperkuat tingkat integrasi yang terbangun. Konflik dapat menghancurkan jika relasi antar masyarakat dibarengi dengan tindak kekerasan dan prilaku destruktif lainnya, sedangkan konflik bisa memperkuat integrasi jika dibarengi dengan sikap saling menghargai perbedaan yang akhirnya menghasilkan bentuk-bentuk kesepakatan/kerja-sama baru yang disetujui semua pihak. Dengan kata lain semakin kohesif suatu masyarakat, maka semakin besar kamampuannya untuk mentoleransi dan menggunakan konflik untuk pengembangan masyarakat itu sendiri tanpa menimbulkan disintegrasi. Dalam relasi sosial antara warga lokal dan warga relokasi (pengungsi yang tinggal di pemukiman relokasi) di Desa Tebang Kacang, dimensi integrasi dan dimensi konflik juga berlangsung di daerah ini. Dimensi integrasi terlihat pada kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan kedua warga tersebut seperti kegiatan keagamaan, olah raga, kerja bhakti, dll. Sedangkan dimensi konflik terlihat pada kasus-kasus perselisihan yang melibatkan kedua warga tersebut seperti pada kasus perebutan cewek, perjudian, sabung ayam dan persengketaan tanah di pemukiman relokasi. Dalam kasus perebutan cewek, perjudian dan sabung ayam, relasi konflik antara warga lokal dan warga relokasi berhasilkan menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan baru berupa nilai dan norma baru yang disepakati bersama sehingga dengan adanya konflik ini justru memperkuat integrasi di antara mereka (High Integration-Low Conflict). Namun untuk kasus persengketaan tanah mekipun di satusisi berhasil memunculkan kesepakatan baru berupa “tata cara berkonflik”, di sisi lain relasi konflik ini sangat berpotensi terjadinya konflik terbuka karena belum terselesaikan (High Conflict-Low Integration). Terlepas dari beberapa kasus konflik dan integrasi di atas, sebenarnya dalam relasi dimensi integrasi dan konflik yang terjadi antara warga lokal dan warga relokasi di Desa Tebang Kacang terdapat faktor-faktor pendukung dan pendorong kedua dimensi tersebut. Faktor-faktor pendukung dan pendorong ini memberikan kondisi kondusif sehingga tercipta hubungan integrasi dan konflik di antara mereka. Terdapat 5 (lima) faktor yang sangat berpengaruh sebagai kekuatan integrasi yang dimiliki warga relokasi maupun warga lokal di Desa Tebang Kacang. Faktor tersebut adalah (1) Self Regulating Behaviour, (2) Komposisi Penduduk dan Stratifikasi Sosial, (3) Kesamaan Agama, (4) Akses Terhadap Pembanguan dan Bantuan, dan (5) Tekanan Pihak Luar. Sedangkan faktor pendorong konflik yaitu (1) perbedaan etnisitas, (2) perbedaan pemahaman kultural, (2) hubungan yang asimetris dan (4) keterlibatan pihak ketiga. Masing-masing Faktor pendukung dan faktor pendorong ini terus mengikuti perjalan relasi kedua kelompok warga dengan memanfaatkan situasi hubungan integrasi dan konflik yang terjadi.

Social relations between various groups in society cannot be separated from two dimensions of relationships that complement one another. The first dimension is integration and the other is conflict. The dimension of integration can be seen in social relations where the groups have common goals. The dimension of conflict emerges when there are difference in goals intended to be achieved, which results in conflict between those groups. Even though the two dimensions have different meanings, they both emerge hand in hand as social relations develop. Therefore, the healthiest condition for the development of a society is not finding the middle ground between integration and conflict, but a condition that allows both integration and conflict to develop. Integration is indeed an important dimension to strengthen sosial relationships. Respect towards others and developing tolerance for differences is possible if each group or individual is able to work together. The higher the intensity is in the procces of working together, and the more individuals there are in that process, the higher the chances are for integration. However, behind the process of integration, conflict may also occur. Conflict emerges as a consequence of the heightened intensity that is built between groups. As groups become more cohesive, differences between them can also be seen more clearly. The differences referred to are differences in material achievements, perception, goals, values and norms that apply within the society. Therefore, conflict is potential to destroy relationships in society. However, it can also strenghten the integration that has already been built if it is accompanied by new agreements between the groups. In other words, the more cohesive a society is, the higher its capability is to tolerate conflict and to use the conflict for further development in the society without causing disintegration. In social relations between locals and those in the resettlement areas in Tebang Kacang, integration can be seen through social activities which involve both groups of society, such as religious and sports activities, community work, etc. Conflict emerges in cases involving disputes in relation to women, gambling, sabung ayam (arranged cock fights), and land. In the case of disputes concerning women, gambling, and sabung ayam, new agreements have been formed between the locals and the those residing in the resettlement areas. Those agreements are transformed into new norms and values that apply to both groups. Therefore, these disputes has lead to the strengthening of integration (in Coser’s term, a condition of high integration and low conflict). However, disputes over land have resulted in a rather ambigous situation. On the one hand, it has made the society successful in establishing agreements on how to manage the conflict, but on the other hand, there is a high possibility that there will be open conflict in the future over this issue (a condition of high conflict and low integration). In Tebang Kacang, there are factors that support the integration process, such as 1) self regulating behaviour, 2) composition of the population and social stratification, 3) religious background, 4) pressure from a third party. Factors that support conflict are 1) different ethnic background, 2) different cultural understanding, 3) asymmetrical relationship, and 4) involvement of a third party. Each supporting factor will follow the relationship between the groups as the society develops through processes of integration and conflict.

Kata Kunci : Integrasi, Konflik, Relasi Antara Integrasi dan Konflik, Integration, Conflict, Relationship between Integration and Conflict

Konflik merupakan bagian dari proses sosial yang wajar dan tidak harus dihindari. Itu karena, konflik terjadi bisa berfungsi sebagai faktor positif atau pendukung bagi tumbuh kembangnya modal kedamaian sosial. Konflik nyatanya juga bersifat konstruktif (membangun) terhadap keutuhan kelompok dan integrasi sosial masyarakat dalam skala yang lebih luas.

Apa kaitan konflik sosial dan integrasi sosial?

Manusia memiliki keinginan untuk bergaul. Dalam pergaulannya, terjadi suatu hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan menimbulkan suatu perasaan yang saling membutuhkan. Untuk mengenal upaya manusia yang merupakan bagian dari masyakatnya, terdapat beberapa perilaku yang berhubungan dengan tindakan dan interaksi sosial sebagai jalan untuk mencapai tujuan manusia sebagai makhluk sosial sebagai jalan untuk mencapat tujuan manusia sebagai makhluk sosial. Selain itu, dalam menjaga segala tindakan dan interaksi sosial, juga terdapat nilai dan norma sosial sebagai standar penilaian umum yang dapat membentuk keteraturan hubungan antar manusia menuju terciptanya integrasi sosial yang mantap. Pada dasarnya masyarakat berada dalam keadaan integrasi dalam norma-norma dan nilai-nilai. Integrasi normatif dianggap perlu, sebab;
  • Terwujudnya keserasian norma, berhubungan dengan berbagai tingkah laku manusia dalam situasi yang berlainan.
  • Terwujud tingkat kepatuhan yang tinggi antara norma-norma dan tingkah laku warga masyarakat yang sebenarnya. Oleh sebab itu, kesepakatan perlu dan konsensus nilai-nilai merupakan asas integrasi sosial dalam suatu masyarakat.
Masyarakat merupakan sistem yang terdiri atas komponen-komponennya, sebagai suatu sistem, masyarakat mempunyai fungsi integrasi untuk mencapai keadaan serasi, atau hubungan yang serasi di antara bagian-bagian dari suatu sistem sosial. Hal tersebut mencakup identitas masyarakat, keanggotaan seseorang dalam masyarakat, dan susunan normatif dari bagian-bagian itu. Sebagai contoh, ada masyarakat petani, pedagang, pegawai pemerintah, pejabat, polisi, hakim, dll. Semua itu merupakan identitas manusia dalam kehidupan masyarakat yang memiliki fungsi antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap anggota masyarakat itu akan berjalan sesuai dengan aturan-aturan dalam bidang kehidupannya yang dianut sebagai nilai-nilai bersama. Asasi integrasi sosial tidak hanya dilandaskan karena adanya saling kebergantungan dalam kebutuhan ekonomi, juga dapat muncul dari pengaruh adanya konflik terlebih dahulu. Konflik yang dimaksud tentunya adalah yang menumbuhkan perasaan atau solidaritas ke dalam. Agar di dalam masyarakat integrasi dapat berjalan dengan baik, perlu diperhatikan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, seperti tujuan yang hendak ingin dicapai masyarakat, sistem sosial, sistem tindakan, dan sistem sanksi. Dengan kata lain, faktor-faktor  yang memengaruhi proses integrasi sosial adalah;
  • Tercapainya suatu konsensus mengenai nilai-nilai dan norma-norma sosial.
  • Norma-norma yang berlaku konsisten dan tidak berubah-ubah.
  • Ada tujuan bersama yang ingin dicapai.
  • Anggota masyarakat saling bergantung dalam mengisi kebutuhan-kebutuhannya.
  • Dilatarbelakangi oleh adanya konflik dalam suatu kelompok.
Demikianlah ulasan mengenai “Hubungan antara Konflik dengan Terjadinya Integrasi Sosial”, yang pada kesempatan ini dapat dibahas dengan lancar. Semoga bermanfaat bagi yang membaca...
*Rajinlah belajar!
*Semoga anda sukses dan terwujud impian baik anda!