Apa hukuman orang yang tidak MENGHORMATI orang yang lebih tua darinya

Apa hukuman orang yang tidak MENGHORMATI orang yang lebih tua darinya
dok.alibrah/bersama pemulung

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا

“Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang yang dituakan diantara kami”. (Hadits Shahih, Riwayat, At-Tirmidzi, Lihat Shahiihul jaami’  no.5445).

Hadits tersebut menjelaskan tentang bagaimana seharusnya seorang muslim bersikap kepada orang lain sesuai dengan usia atau kedudukan yang dimilikinya.

Disebutkan dalam hadits tersebut perintah untuk menyayangi anak-anak kecil dan memuliakan orang yang lebih tua maupun lebih besar kedudukannya.

Demikianlah sikap seorang muslim yg mengikuti sunnah Rasulullah .

Adapun ucapan beliau “bukan dari golongan kami” maksudnya adalah “orang tersebut tidak mengikuti sunnah kami (yakni sunnah Rasulullah  dan para sahabatnya ).” Dengan kata lain, barangsiapa tidak menyayangi anak kecil dan tidak memuliakan orang yg lebih tua ataupun dituakan, maka dia telah menyelisihi sunnah Rasulullah.

Perkataan beliau  “menghormati orang yg dituakan diantara kami” mencakup orang yg lebih tua usianya maupun orang yg memiliki ilmu atau kedudukan meskipun usianya lebih muda.

AKHLAK TERHADAP ORANG YANG LEBIH TUA

Akhlaq yang di perintahkan oleh Islam dalam menghormati seseorang yang lebih tua adalah,

1. Penghormatan

Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bukanlah dari kami siapa yang tidak menghormati yang tua, dan tidak menyanyangi yang muda” .(Hr. Tirmdizi).

Di dalam hadist ini terdapat  kalimat yang besar maknanya dimana orang tua harus di hormati dan disayangi, karena menghormati orang yang lebih tua adalah hak mereka . Dan penghormatan yang lebih muda terhadap yang lebih tua adalah akhlak yang paling di tekankan dalam hal ini.

2. Memuliakan

SETIAP Muslim dan muslimat, muda maupun tua, harus menghormati ulama, orang yang lebih tua, dan orang baik dalam situasi dan kondisi apa pun, terutama dalam menjadi imam shalat dan sebagainya. Juga dalam mempersilakan mereka di saf pertama di belakang imam. Begitu juga dalam berbicara, bermusyawarah, dan berdiskusi mengenai berbagai masalah dan kepentingan publik, menguburkan orang meninggal, tempat duduk, mengisi saf shalat, serta memberikan bantuan dan pertolongan. Semua tersebut termasuk adab, ajaran, akhlak, dan etika pergaulan Islam.

Allah Swt. berfirman, Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS Al Zumar [39]: 9).

Shalat dan musyawarah membutuhkan ilmu para ulama dan pendapat para ahli. Tentang prioritas menjadi imam, misalnya, Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amru Al-Badri Al-Anshari r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang layak menjadi imam adalah yang paling baik bacaan Al-Qurannya. Bila bacaan Al-Quran mereka sama maka yang menjadi imam adalah yang paling mengetahui hadis. Bila pengetahuan mereka tentang hadis itu sama maka yang menjadi imam adalah yang paling dahulu hijrah. Bila hijrah mereka itu sama maka yang menjadi imam adalah yang paling tua. Hendaknya seseorang tidak mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya. Tidak pula duduk di rumahnya sebagai tempat kehormatan baginya tanpa seizin darinya.” Yang dimaksud “kekuasaannya” dalam hadis ini adalah wilayahnya atau tempat khusus baginya. Sementara itu, yang dimaksud “kehormatannya adalah tempat yang disediakan khusus untuknya, seperti kasur dan tempat tidur.

Orang tua dan orang baik didahulukan di saf pertama dalam shalat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Masd Al-Badri berkata, “Rasulullah Saw. memegang pundak kami ketika shalat seraya bersabda, ‘Rapikan dan jangan bengkok sebingga hari kalian menjadi tidak karuan. Hendaklah orang-orang cerdas di antara kalian berada di belakangku, kemudian orang di bawah mereka, kemudian di bawah mereka lagi.”

Dalam hadis muttafaq ‘alaih Nabi Muhammad Saw. bersabda kepada Abdul Rahman bin Sahl ketika berbicara tentang Aiman Qasamah, yaitu kaum baru, “Tuakanlab, tuakanlah. Maksudnya, biarkan yang paling tua berbicara. Selain itu, beliau juga pernah bersabda kepada Ibnu Umar, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim, tentang mendahulukan yang sering bersiwak, “Thakanlah. Kemudian, diserahkanlah kepada yang paling tua.

Ketika para syuhada Uhud dikebumikan, Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw. mengumpulkan dua syahid dalam satu (kuburan). Beliau bersabda, “Manakah di antara keduanya yang paling banyak bafal Al-Quran?” Siapa yang ditunjuk, ialah yang lebih dulu dimasukkan ke liang lahat.

Allah Swt. menghormati dan menyayangi orang-orang tua dengan rahmat dan karunia Nya. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadis basan dari Abu Musa ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya salah satu bentuk mengagungkan Allah adalah menghormati Muslim yang beruban, pembawa Al-Quran yang tidak ekstrim dan tidak pula keras terhadapnya, serta memuliakan pemimpin yang adil.” Hadis ini berisi anjuran menghormati orang yang lebih tua, penghafal Al-Quran, dan pemimpin yang adil.

Islam berpesan kepada segenap manusia bahwa dalam interaksi sosial, kita harus menghormati dan menghargai orang yang lebih tua. Selain itu, kita harus memperlakukan mereka secara terhormat dan khusus, karena kerentaan dan kewibawaan mereka. Imam Abu Daud dan Imam Tirmidzi meriwayatkan hadis hasan shabih dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang tidak menyayangi anak kecil, dan tidak mengenal kemuliaan orang tua.”Hadis ini menjelaskan perhatian terhadap orang-orang yang membutuhkan, termasuk mencintai yang kecil dan menghormati yang dewasa.

Imam Abu Daud meriwayatkan bahwa Aisyah r.a. pernah dihampiri peminta-minta. Maka, ia memberinya kisrah. Ia juga pernah didatangi seseorang dengan pakaian lusuh maka ia mempersilakannya makan. Ditanya mengapa begitu, in berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, Posisikan orang lain sesuai kedudukan mereka.” Hadis ini berisi anjuran memperhatikan kedudukan dan posisi orang lain.

Hidup ini ibarat pelaksanaan hukum qishash. Barang siapa menghormati yang muda dan santun kepada yang tua, Allah Swt. akan menjadikannya dihormati orang lain. Imam Tirmidzi meriwayatkan hadis hasan gharib dari Anas r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pemuda yang menghormati orang tua karena melihat umurnya, Allah akan mengirimkan orang yang menghormatinya di usia seperti itu.”

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa orang lebih tua harus diprioritaskan, atau yang lebih berilmu, atau yang lebih hafal Al-Quran. Adapun di luar ilmu, mendahulukan yang lebih muda tidak dihukumi makruh. Sebuah hadis muttafaq ‘alaih dari Abu Sa’id Sumrah bin Jundub r.a. berkata, “Di masa Rasulullah Saw, aku masih kecil. Ketika itu, aku sangat melindunginya. Tidak ada yang mencegahku untuk berbicara, padahal ada beberapa orang yang lebih tua usianya dariku.”

Diambil dari Buku Akhlak Muslim karya Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili

(DM)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Toto Tasmara

Bila engkau ingin membuka pintu-pintu surga, hormatilah kedua orang tuamu. Sebaliknya, bila ingin membuka pintu-pintu neraka maka kedurhakaan kepada orang tua adalah kendaraan yang paling cepat menuju ke tempat jahanam itu. Bahkan, siksanya pun disegerakan tanpa harus menunggu kiamat. Rasulullah bersabda, “Semua dosa akan ditangguhkan Allah sampai hari kiamat, kecuali durhaka kepada orang tua. Maka, sesungguhnya Allah akan menyegerakan kepada pelakunya di dunia sebelum meninggal.” (HR Hakim).

Itulah sebabnya, ajaran budi pekerti paling awal adalah pelajaran untuk bersikap santun dan menghormati orang tua. Rasulullah bersabda, ”Bukanlah pengikutku, mereka yang tidak hormat pada yang tua dan sayang pada yang kecil.”

Bahkan, mereka yang memperolok-olok dan menghina orang tua yang lain, sama saja dengan menghinakan kedua orang tua kandungnya sendiri. “Sesungguhnya di antara sebesar-besar dosa ialah seseorang yang melaknati orang tuanya sendiri.” Para sahabat merasa heran bagaimana mungkin seorang melaknati orang tuanya padahal mereka adalah penyebab dilahirkannya. Kemudian, para sahabat bertanya, ”Bagaimana seorang melaknati orang tuanya sendiri?” Rasulullah menjawab, “Dia mencaci ayah orang lain dan ia mencaci ibu orang lain.” (HR Bukhari Muslim).

Anak yang saleh tidak hanya mendoakan orang tuanya yang telah meninggal, tetapi tanda-tanda kesalehannya akan tampak ketika dia melanjutkan silaturahimnya dengan kerabat dan sahabat orang

Suatu ketika, Abdullah bin Umar ra sedang mengendarai keledainya. Tiba-tiba lewatlah seorang Arab gunung. Beliau bertanya pada orang itu, “Bukankah engkau anaknya Fulan bin Fulan?” Dia menjawab, “Benar.” Serta-merta Ibnu Umar ra memberikan keledainya sembari berkata, “Naiklah.” Beliau juga memberikan surbannya dan mengatakan, “Ikat kepalamu dengan surban ini.” Melihat hal itu, sahabat-sahabat beliau pun berkata, “Semoga Allah mengampunimu. Mengapa engkau berikan kepada orang Arab gunung itu keledaimu yang biasa engkau kendarai serta surbanmu yang biasa engkau gunakan untuk mengikat kepalamu?” Beliau pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Di antara sebaik-baik bakti kepada orang tua adalah menyambung tali kekerabatan dengan keluarga orang yang dicintai ayahnya sepeninggalnya.” Beliau muliakan orang Arab gunung itu karena ayah orang itu adalah teman ayahnya yaitu Umar bin Khattab ra. (HR Muslim).

Pantaslah orang-orang saleh, bila bersilaturahim senantiasa membawa putra dan putrinya, kemudian memperkenalkan mereka kepada sahabat-sahabatnya. Selain itu, mereka juga diajarkan untuk meneruskan persahabatan dan kekerabatan tersebut. Mereka mengajarkan etika sopan santun kepada orang yang lebih tua. Mereka inilah yang dijanjikan akan mendapatkan kenikmatan surga adnin. (QS Ar-Ra’du [13]: 23). Wallahu a’lam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...