Zainudin tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Tenggelamnya Kapal van der Wijck

After the death of his parent, Zainuddin, a Minang-Mengkasar descent boy raised by his aunt decided to leave town to Padang, intends to fulfill his late father last message about his homeland. Upon his arrival in Padang, he met Hayati, the daughter of Minang reputable family in town and they both fell in love in no time. With a high importance of traditions and custom at that time, Zainuddin was not very well received in Padang as he is not considered to be indigenous and his love for Hayati is considered to be a disgrace in her family eyes. Upon this rejection, Zainuddin decided to migrate and open a new chapter in his life to forget the grief of his lost love but fate had another plan. In the middle of his fortune and fame, a reality came back to Zainuddin, He meet Hayati in an opera show, but this time with Aziz, Hayati’s husband. A battle between marital wealth and beauty marriage with a pure timeless love. Zainuddin and Hayati face their love toughest test in a tragedy of Kapal Van der Wijck.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pernah mendengar tentang novel berjudul Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck karya Buya Hamka?

Atau film yang berjudul sama?

Bagi yang sudah membaca, atau menonton filmnya pasti sudah mengetahui jalan cerita novel dan film tersebut yang berkisah tentang kisah cinta antara Hayati dan juga Zainudin.

Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah salah satu novel legendaris karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka. Novel yang pertama kalinya terbit pada tahun 1939 ini menceritakan mengenai persoalan adat yang berlaku di Minangkabau serta perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih sampai berakhir dengan kematian. Hingga sekarang ini novelnya juga selalu mengalami proses cetak ulang serta pernah menjadi bacaan wajib untuk pelajar Indonesia.

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah salah satu novel legendaris karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka. Novel yang pertama kalinya terbit pada tahun 1939 ini menceritakan mengenai persoalan adat yang berlaku di Minangkabau serta perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih sampai berakhir dengan kematian. Hingga sekarang ini novelnya juga selalu mengalami proses cetak ulang serta pernah menjadi bacaan wajib untuk pelajar Indonesia.

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini bermula dari sebuah cerita bersambung yang dimuat dalam suatu surat kabar, tetapi karena banyak masyarakat Indonesia yang suka pada cerita itu sampai menjadi fenomena dikala itu, Hamka mengambil keputusan untuk mengangkatnya menjadi sebuah novel. Banyak kritikus serta sastrawan pada saat itu mengatakan kalau Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini adalah karya terbaik serta masterpiece dari Buya Hamka.

Keberhasilan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini ternyata memperoleh cobaan, Novel masterpiece Buya Hamka ini dituduh sebagai plagiat dari Novel luar negeri berjudul Sous les Tilleuls (1832) karya Jean-Baptiste Alphonse Karr. Tetapi kabar itu segera hilang serta dibantah oleh Hamka. Para kritikus serta sastrawan dunia juga turut membela kalau tak ada kesamaan yang banyak serta mencolok pada Novel Hamka itu dengan Novel Jean-Baptiste dan mengatakan kalau Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki tema yang murni dari Indonesia.

Hamka menulis novel itu berdasar pada kisah nyata mengenai kapal Van Der Wijck yang berlayar dari pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, menuju Tanjung Priok, Jakarta, serta tenggelam di Laut Jawa, timur laut Semarang, pada 21 Oktober 1936. Peristiwa itu lalu diabadikan dalam sebuah monumen bersejarah bernama Monumen Van Der Wijck yang dibangun pada tahun 1936 di Desa Brondong, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, sebagai tanda terima kasih masyarakat Belanda pada para nelayan yang sudah banyak membantu ketika kapal itu tenggelam. Serta Hamka mengabadikannya dalam sebuah novel.
Meskipun peristiwa tenggelamnya kapal Van Der Wijck itu benar-benar terjadi, cerita yang ditulis Hamka dalam novel itu tentu saja fiksi belaka. Seperti umumnya karya sastra yang baik dibangun di atas serpihan kejadian nyata, Hamka juga mengolah tragedi yang memilukan itu dalam cerita fiksi yang diberi badan peristiwa konkret dengan plot yang apik sehingga imajinasi pembacanya mempunyai pijakan di dunia faktual. Karakter utamanya (Zainuddin, Hayati, serta Aziz) seakan pribadi-pribadi yang benar-benar hidup serta mewakili potret kaum muda pada saat itu ketika mereka bertemu dengan arus perubahan sementara kakinya berdasar pada adat serta tradisi.

Siapa Zainudin dan Hayati?

Zainuddin hanya seorang pemuda miskin yang tak bersuku, karena ibunya berdarah Bugis dan ayahnya berdarah Minang, statusnya dalam masyarakat Minang yang matrilineal tidak diakui. Sedangkan Hayati adalah perempuan Minang santun keturunan bangsawan.

Kisah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck apakah nyata?

Ternyata tidak, Tenggelamnya kapal Van der Wijck ini adalah peristiwa nyata yang terjadi pada tahun 1936. Nama Van der Wijck berasal dari nama Gubermur Jenderal Hindia yang memerintah tahun 1839 hingga 1899. Gubernur tersebut bernama Jonkheer Carel Herman Aart Van Der Wijck.

Apa isi Sinopsis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck?

Novel ini mengisahkan persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih hingga berakhir dengan kematian.

Bagaimana Kapal Van Der Wijck tenggelam?

Surat kabar Australia, The Queenslander yang terbit Kamis 22 Oktober 1936 turut memberitakan tenggelamnya Van der Wijck. Koran tersebut menyebut jika kapal sekonyong-konyong miring saat berada 64 kilometer barat daya Surabaya. Setelah itu hanya butuh enam menit hingga seluruh badan kapal tenggelam.

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA