Tokoh yang diberi tugas menyebarkan berita proklamasi ke seluruh dunia adalah

Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak terlepas dari peran tokoh-tokoh yang berjuang untuk memproklamirkan kemerdekaan. Berikut ini tokoh-tokoh yang terlibat dalam persitiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia. 

  1. Soekarno, atau Bung Karno, lahir di Surabaya tanggal 6 Juni 1901 dalam kaitannya dengan proklamasi, beliau merupakan sosok perumus teks proklamasi dan juga bersama Moh. Hatta, diberi kepercayaan membacakan teks proklamasi sebagai pernyataan Kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, Sukarno dikenal sebagai pahlawan proklamator
  2. Moh. Hatta, melibatkan diri secara langsung dan ikut andil dalam perumusan teks proklamasi. la juga ikut menandatangani teks proklamasi. Pada peristiwa detik-detik proklamasi, Moh. Hatta tampil sebagai tokoh nomor dua dan mendampingi Bung Karno dalam pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
  3. Ahmad Subarjo, boleh dikatakan sebagai tokoh yang mengakhiri peristiwa Rengasdengklok. Sebab dengan jaminan nyawa Ahmad Subarjo, akhirnya Ir. Sukarno, Moh.Hatta, dan rombongan diperbolehkan kembali ke Jakarta. Ahmad Subarjo secara langsung berperan aktif dan memberikan andil pemikiran tentang rumusan teks proklamasi.
  4. Sukarni, merupakan pelopor penculikan Sukarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Ia juga tokoh yang mengusulkan agar teks proklamasi ditandatangani oleh Sukarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Ia ikut memimpin pertemuan untuk membahas strategi penyebarluasan teks proklamasi dan berita tentang proklamasi/
  5. Sayuti Melik, menyaksikan penyusunan teks proklamasi di ruang makan rumah Maeda. Bahkan akhirnya ia dipercaya untuk mengetik teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Sukarno.
  6. B.M Diah, sangat berperan dalam upaya penyebarluasan berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
  7. Latief Hendraningrat. Pada saat pelaksanaan proklamasi, setelah menyiapkan barisan, ia mempersilakan Sukarno membacakan teks proklamasi. Kemudian, Latief Hendraningrat dengan dibantu S. Suhud mengibarkan Sang Saka Merah Putih
  8. Sutan Sjahrir. Pada masa akhir pendudukan Jepang dan menjelang proklamasi termasuk pemuda yang aktif untuk ikut mendesak Bung Hatta dan Bung Karno agar segera memerdekakan Indonesia, karena ia dapat mendengarkan radio bahwa Jepang telah menyerah. Setelah merdeka, pada awal perjuangan mempertahankan kemerdekaan Syahrir diangkat sebagai Perdana Menteri RI
  9. S. Suhud adalah pemuda yang ditugasi mencari tiang bendera dan mengusahakan bendera Merah Putih yang akan dikibarkan. Oleh karena gugup dan tegang, tiang yang digunakan adalah sebatang bambu, padahal tidak terlalu jauh dari rumah Sukarno ada tiang bendera dari besi. S. Suhud bersama Latif Hendraningrat adalah pengibar bendera Merah Putih di halaman rumah Sukarno pada saat Proklamasi 17 Agustus 1945.

Dengan demikian, beberapa tokoh yang terlibat dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah Sukarno yang berperan membacakan teks proklamasi hingga S. Suhud yang bertugas untuk mencari tiang bendera. 

“Saudara-saudara setiap hari sudah bekerja keras, tetapi Saudara masih harus tetap melanjutkan sebuah tugas baru, yaitu memperbanyak teks proklamasi dan menyebarluaskannya ke seluruh penjuru Indonesia sebanyak-banyaknya,” pesan Hatta kepada beberapa pemuda wartawan usai perumusan naskah proklamasi.

Mereka yang kebetulan bekerja di Kantor Berita Domei milik pemerintah Jepang diminta untuk segera mengirimkan surat kawat mengenai berita proklamasi ke seluruh dunia.

Hari itu, 17 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB, naskah proklamasi telah selesai diketik dan ditandatangani. Langkah menuju kemerdekaan tinggal sejengkal. Perdebatan dan ketegangan selama dua hari telah melalui titik kulminasi.

Ahmad Soebardjo mengenang suasana pagi itu dengan menulis, “Fajar, 17 Agustus 1945, segera muncul di kaki langit sebelah timur… Kami saling memberikan ucapan selamat atas suksesnya tugas saat itu. Namun, dalam hati kecil saya masih tersisa sebuah kesadaran, tugas belum selesai... ”

Tugas baru yang menanti adalah memproklamasikan kemerdekaan dan, tentu saja, menyebarluaskannya.

Suasana Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 (Foto: Dok. Kemendikbud)

Apa guna membacakan proklamasi kemerdekaan jika tak diketahui rakyat dan tak didengar dunia?

Para pemuda segera bergerak membagi tugas demi menyiarkan berita proklamasi. Kekhawatiran apakah Sukarno dan Hatta akan berhasil membacakan proklamasi, menyelinap di hati mereka.

Was-was atas apa yang akan terjadi, terlebih mengingat Jepang harus menjaga status quo di negeri jajahannya, para pemuda bergerak cepat.

Pandu Kartawiguna bercerita bahwa Pengoeloe Loebis dan Rahmat Nasution, atas permintaan Adam Malik, dibantu Markonis Wua dan Markonis Soegirin (markonis: teknisi penyiaran), menyiarkan berita proklamasi di antara berita-berita yang telah melewati Hodohan (sensor Jepang).

Ketika berkumpul di rumah Sjahrir, Pandu bercerita, “Berita tersebut disebarkan lewat pemancar Domei sekitar satu jam sebelum Sukarno membacakan proklamasi di Pegangsaan Timur.”

Penyiaran berita proklamasi sengaja dilakukan lebih cepat untuk berjaga-jaga. Sebab dengan begitu, Sukarno dan Hatta (terpaksa) akan tetap membacakan proklamasi. Sementara jika pemerintah Jepang melarang, berita proklamasi kadung tersebar di mana-mana.

Tiga jam setelah disiarkan, pasukan kempeitai (polisi militer Jepang) menyerbu kantor berita Domei dan menangkap Soegirin.

“Saya diciduk, langsung diseret ke markas besar Kempeitai di Jalan Gambir Barat. Selama berada di dalam tahanan, saya tidak mendapat jaminan hukum, malah setiap hari digebuki Kempeitai,” cerita Soegirin kemudian hari.

BM Diah, Salah Satu Penyebar Berita Proklamasi (Foto: Bagus Permadi/kumparan)

Burhanudin Mohamad Diah, wartawan yang bekerja di harian Asia Raya, pagi itu segera bersepeda menuju Percetakan Siliwangi di Pecenongan. Berbekal tulisan tangan Sukarno yang dikantonginya, Diah memperbanyak teks proklamasi tersebut.

“Saya terpaksa memakai teks asli yang ada di saku baju sebagai bahan acuan,” ujar Diah, dikutip dari buku Djakarta 1945: Awal Revolusi Kemerdekaan.

Demi menjaga keamanan jalannya proklamasi, Shodanco Abdul Latief Hendraningrat menyiapkan sekompi pasukan PETA (Pembela Tanah Air). Pasukan tersebut ditempatkan di area belakang rumah Sukarno, tepat di tanggul rel kereta api.

Jalan menuju Pegangsaan Timur pun ditutup. Sadar bahwa persenjataan PETA sangat terbatas, Barisan Pelopor yang bersenjatakan golok dan bambu runcing turut disiagakan.

Semua bertekad menjamin keberlangsung proklamasi, at all costs. “Meski secara militer banyak sekali kekurangannya, saat itu kami bertekad untuk melawan seandainya Jepang berani mengganggu acara,” tutur Latief.

Sementara persiapan proklamasi di rumah Sukarno yang sejak pagi dipenuhi kesibukan, dibantu oleh Soediro mulai dari tiang bendera hingga susunan acara.

Di halaman rumah, dengan sebilah bambu yang menjadi tiang tempat bendera Merah Putih dikibarkan, tanpa petugas upacara dengan seragam khusus, mikrofon dan pengeras suara hasil pinjam, serta bendera yang baru saja selesai dijahit tangan dari kain pemberian, proklamasi berlangsung. Sederhana dan penuh gotong royong.

Itulah rupa proklamasi Indonesia seperti tergambar dalam tiga adegan yang berhasil diabadikan oleh Frans Mendur, satu-satunya fotografer kemerdekaan Indonesia.

Pengibaran bendera merah putih. (Foto: Wikimedia Commons.)

Proklamasi tak hanya berlangsung di Pegangsaan Timur 56, rumah Sukarno.

Para mahasiswa dan pemuda yang bermarkas di Asrama Prapatan 10 menggelar upacara secara paralel. Aboe Bakar Lubis, menceritakan bahwa segera setelah perumusan naskah proklamasi usai, Chaerul Saleh datang ke Asrama Prapatan 10 menunjukkan naskah yang akan dibacakan pukul 10.00 pagi itu.

Untuk mengantisipasi terjadinya bentrokan, para pemuda memutuskan melangsungkan upacara secara paralel.

“Tepat sewaktu proklamasi dibacakan di Pegangsaan Timur, hal yang sama juga dilakukan di asrama kami: lengkap dengan upacara menaikkan bendera Merah Putih dan menyanyikan Indonesia Raya,” cerita Aboe Bakar Lubis.

Gema proklamasi di hari Jumat itu lekas tersebar.

Riwu Ga, orang kepercayaan Sukarno sejak di Ende, Flores, ditugaskan untuk meneriakkan proklamasi dan Indonesia Merdeka ke seluruh Jakarta. Maka dengan membawa bendera Merah Putih dan menggenggam megafon, Riwu berkeliling Jakarta meneriakkan kemerdekaan Indonesia, meski terancam dicegat hingga ditembak kempeitai.

Pukul 11.00 siang, berita proklamasi telah sampai ke Bandung, Jawa Barat, melalui sambungan telepon. Saat itu Daidanco Kasman Singodimedjo menerima kabar tersebut. Dengan lekas ia menyebarkannya kepada Daidanco (komandon batalion) lain yang ikut serta dalam acara Commander’s Call PETA.

Di Semarang, Jawa Tengah, berita proklamasi disiarkan oleh Masjid Besar Semarang menjelang sembahyang Jumat.

“Umat yang hadir semuanya sangat terkejut karena yang pertama terdengar dari pemancar masjid bukan suara azan, melainkan Proklamasi Kemerdekaan,” tulis majalah Intisari edisi September 1965.

Di Surabaya, Jawa Timur, naskah proklamasi disebarkan oleh koran harian Soeara Rakjat melalui buletin istimewa terbatas sejak pukul 12.00, namun baru ramai diketahui masyarakat keesokan harinya.

RM Bintarti dan Sutomo (Bung Tomo) selaku Wakil Pemimpin Redaksi Kantor Berita Domei Surabaya menyiarkan berita proklamasi menggunakan bahasa Jawa. Hal itu dilakukan demi menghindari sensor balatentara Jepang.

Malam harinya, Radio Hosokyoku menyiarkan berita kemerdekaan menggunakan bahasa Madura. Pemilihan bahasa lokal itu kemudian diadopsi oleh media cetak ketika menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan. Salah satu alasannya, cara ini lebih manjur untuk lolos dari pengawasan Jepang.

Dari media cetak, para pemuda di daerah kemudian menyebarkan proklamasi ke berbagai pelosok: menempelkan pamflet hingga menuliskan di tembok-tembok.

Coretan usai Proklamasi: WE ARE A FREE NATION. (Foto: Kemdikbud)

Di Bukittinggi, Sumatera Barat, berita proklamasi baru disebar keesokan harinya, 18 Agustus. Meski begitu, sejak Jumat malam, pegawai kantor pos dan telegram kantor cabang Domei telah menerima salinan teks proklamasi.

Sjamsoeddin Lubis, pegawai kantor cabang Domei, mengisahkan bahwa salinan teks proklamasi itu langsung diperbanyak. Dengan hati-hati, pada tengah malam, para pegawai dan wartawan bergerilya menempelkan berita proklamasi kemerdekaan di berbagai lokasi strategis di seluruh penjuru kota.

Respons terhadap berita proklamasi antara percaya dan tak percaya, antara desas-desus dan harapan. Hingga akhirnya pada 29 Agustus 1945, Mohammad Sjafe’i, tokoh pendidik terkemuka di Sumatera, membacakan teks proklamasi di Padang Panjang.

Teks proklamasi yang dibacakan oleh Sjafe’i disertai pengakuan kesatuan Sumatera sebagai bangsa Indonesia yang merdeka.

Meski proklamasi telah dibacakan, tak serta-merta seluruh wilayah kesatuan merdeka. Jalan kekerasan fisik hingga diplomasi melalui berbagai perjanjian masih terus diupayakan.

Hingga setelah pengakuan kemerdekaan oleh Belanda di akhir tahun 1949, setelah 72 tahun proklamasi dirayakan, kemerdekaan masih (akan) terus diupayakan.

Pawai menyambut Proklamasi Kemerdekaan RI. (Foto: perpusnas.go.id)

Untuk anda yang punya cerita menarik seputar riwayat Proklamasi Kemerdekan Indonesia, atau #Momentum72 tahun Indonesia merdeka saat ini, atau bahkan soal perlombaan 17 agustusan unik di lingkungan sekitar, sila berbagi cerita via akun kumparan.

Jangan lupa masukkan topik Momentum 72 saat mem-publish story ;)

Ikuti kisah-kisah mendalam lain dengan mem-follow topik Liputan Khusus di kumparan.