Jakarta - Ikhlas merupakan kunci dalam beribadah. Melakukan segala sesuatu dengan ikhlas merupakan perbuatan terpuji. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ikhlas berarti bersih hati, tulus hati. Dalam hal hubungan sesama manusia, ikhlas adalah memberi pertolongan dengan ketulusan hati. Sementara itu, keikhlasan berarti sebuah kejujuran atau kerelaan. Dalam Islam, seperti dikutip dari buku Ikhlas karya Dr. Umar Sulaiman al-Asygar ikhlas merupakan satu-satunya tujuan ibadah. Ikhlas adalah ajaran yang menjadi dasar diutusnya semua rasul Allah SWT. Ikhlas adalah inti dakwah para rasul. Para ulama mendefinisikan ikhlas sebagai seluruh ibadah yang diniatkan kepada Allah SWT bukan yang lain. Al Raghib dalam kitabnya Mufradat mengatakan ikhlas adalah menyingkirkan segala sesuatu selain Allah. Sahl ibn Abdullah mengemukakan ikhlas adalah menjadikan seluruh gerak dan diam hanya untuk Allah SWT.
Pendapat lain dari Abu al Qasim al Qusyairi mengatakan bahwa orang yang ikhlas adalah yang berkeinginan untuk menegaskan hak-hak Allah SWT dalam setiap perbuatannya. Menurutnya, orang yang ikhlas akan berbuat sesuatu karena Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau sanjungan dari manusia. Menurut bahasa, ikhlas artinya murni. Orang Arab menggunakan kata ikhlas (ikhlash) untuk menyebut roti murni. Umar Sulaiman menyimpulkan ikhlas adalah upaya memurnikan maksud dan tujuan kepada Allah SWT dari segala noda atau hal yang merusak maksud dan tujuan tersebut. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Madarijus Salikin (terjemahan), ikhlas artinya menyendirikan Allah sebagai tujuan dalam ketaatan. Terdapat tiga derajat keikhlasan antara lain sebagai berikut: 1. Tidak melihat amal sebagai amal, tidak mencari imbalan dari amal, dan tidak puas terhadap amal Ada tiga penghalang yang dilakukan seseorang dari amalnya. Pertama, pandangan dan perhatiannya. Kedua, keinginan atas imbalan dari amalnya. Ketiga, puas, dan senang kepadanya. Padahal semua kebaikan yang ada dalam diri seorang hamba semata atas karunia Allah, pemberian, kebaikan, dan nikmat-Nya. 2. Malu terhadap amal sambil tetap berusaha untuk membenahinya, memelihara cahaya taufik yang dipancarkan Allah Seorang hamba akan merasa malu kepada Allah karena amalnya yang dirasa belum layak dilakukan. Namun, amal itu tetap diupayakan. Derajat ini mencakup lima perkara. Antara lain amal, berusaha dalam amal, rasa malu kepada Allah, memelihara kesaksian, melihat amal sebagai pemberian, dan karunia Allah. 3. Memurnikan amal, membiarkan amal berlalu berdasarkan ilmu, tunduk kepada hukum kehendak Allah dan membebaskannya dari sentuhan rupa Memurnikan amal ditafsirkan sebagai membiarkan amal itu berlalu berdasarkan ilmu dan ketundukan terhadap kehendak Allah SWT. Sementara itu, membebaskan dari sentuhan rupa artinya membebaskan amal dan ubudiyah dari selain Dia. Sahabat hikmah, itulah arti ikhlas dalam Islam. Ikhlas dapat dilakukan dalam setiap perbuatan untuk semata-mata tujuan ibadah pada-Nya. (nwy/nwy) Di saat menghadapi masalah dan harus merelakan sesuatu yang kita anggap berharga, mungkin banyak di antara kita yang sering mendengar kalimat berikut: “udah ikhlasin aja”. Jika kita lihat lebih dalam, secara etimologis ikhlas memiliki arti jujur, tulus dan rela. Sedangkan dalam bahasa Arab, ikhlas merupakan masdar dari “akhlasa” yang berarti “memurnikan niat; memilih” yang mana kata dasarnya sendiri adalah khalaṣa yang berarti “selamat; sampai; menjadi murni”. Ikhlas sendiri bisa didefinisikan sebagai sebuah perbuatan yang sengaja dilakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan mengharapkan ridha-Nya serta menghapus segala bentuk keburukan yang ada. Sederhananya, ikhlas adalah suatu sikap untuk merelakan sesuatu yang kita anggap paling baik dengan harapan mendapatkan ridha dari Allah SWT. Ikhlas dapat dibagi menjadi tiga bagian: 1. Ikhlas Awam Manusia yang memiliki sifat ikhlas Awam akan menjalankan ibadah kepada Allah SWT dengan landasan perasaan takut akan siksa Allah SWT dan mengharapkan pahala atas ibadah yang dilakukan. 2. Ikhlas Khawas Pemilik sifak ikhlas Khawas akan beribadah kepada Allah SWT dengan harapan agar menjadi manusia yang lebih dekat dengan Allah SWT dan dengan kedekatannya tersebut nantinya manusia akan mendapatkan suatu balasan baik dari Allah SWT. 3. Ikhlas Khawas Al-Khawas Beribadah secara tulus kepada Allah SWT dengan penuh kesadaran merupakan salah satu ciri manusia yang memiliki sifat ikhlas Khawas Al-Khawas. Manusia dengan sifat ini menganggap bahwa segala sesuatu merupakan milik Allah SWT dan hanya Allah SWT lah Tuhan sebenar-benarnya. Sebagai manusia, mengikhlaskan suatu hal memang secara umum tidak mudah dilakukan. Seperti halnya dengan sifat sabar yang pada suatu masa tertentu juga mencapai batasnya. Namun mengedepankan sikap ikhlas merupakan suatu perbuatan yang baik, yang mana ikhlas tanpa batas merupakan hal yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Dengan mengedepankan sifat ikhlas sendiri dapat membuat kita menjadi lebih tenang, lebih lega, dan bersahaja. Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk selalu berusaha ikhlas sebagaimana yang sudah disuratkan dalam Al Quran Surat Saba ayat 46:
Di ayat yang lain, Surat Al-Hajj ayat 31, Allah SWT berfirman:
Begitu banyak ayat lain dalam Al Quran yang juga berbicara tentang ikhlas, seperti QS Yunus ayat 105 dan QS At Taubah ayat 91. Meneladani Keikhlasan Nabi Ibrahim Nabi Ibrahim a.s. merupakan salah satu nabi yang berhasil mendidik anak, keluarga dan juga umatnya. Nabi Ibrahim juga merupakan bapak para nabi. Nama Nabi Ibrahim sendiri disebutkan sebanyak 68 kali dalam 25 surat di dalam Al Quran.
Nabi Ibrahim juga merupakan salah satu nabi yang patut kita teladani dalam hal menghadapi keikhlasan. Seperti yang sudah kita tahu bahwa Nabi Ibrahim juga mendapatkan ujian dari Allah SWT. Adapun beberapa ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim antara lain membangun Ka’bah, membersihkan Ka’bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismail, menghadapi Raja Namrud dan lain-lain. Seperti yang difirmankan Allah SWT pada Al Quran surat Al Baqarah ayat 124.
Salah satu ujian yang menguji keikhlasan Nabi Ibrahim adalah ujian untuk menyembelih anak yang disayangi nya yaitu Nabi Ismail. Dengan adanya perintah tersebut Nabi Ibrahim mengikhlaskan dan menjalankan perintah tersebut dengan sebelumnya menanyakan kepada anaknya, yaitu Nabi Ismail. Seperti yang tertuang dalam firman Allah SWT dalam surat As Saffat ayat 102.
Keikhlasan Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail dalam menghadapi ujian yang nyata tersebut mendapatkan balasan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Berdasarkan firman Allah SWT dalam Surat As Saffat ayat 107 bahwa keikhlasan mereka tersebut ditebus dengan seekor sembelihan yang besar.
Dari kisah tersebut di atas kita bisa belajar bahwa keikhlasan yang kita lakukan akan mendapatkan balasan keridhaan dari Allah SWT. Selain itu dengan menerapkan sifat keikhlasan juga akan membawa manfaat bagi yang memiliki sifat tersebut. Adapun beberapa manfaat dengan menerapkan sifat ikhlas antara lain:
Semoga kita semua bisa diberikan kemampuan untuk menjalankan sifat keikhlasan dalam kehidupan kita sehari-hari. Wallahu A’lam Bishawab Referensi
Penulis: Fietyata Yudha Jurusan Informatika UII menerima kiriman artikel untuk ditampilkan pada Pojok Informatika dan Pojok Dakwah. Ketentuan dan prosedur pengiriman dapat dilihat pada laman berikut. |