Lihat Foto Show KOMPAS.com – Serat alami adalah sel seperti benang yang berasal dari bahan alami seperti tumbuhan. Serat dari tumbuhan dibedakan berdasarkan asalnya. Klasifikasi serat yang berasal dari tumbuhan adalah sebagai berikut! Serat tumbuhan diklasifikasikan menjadi serat dari biji, serat dari batang, serat dari daun, dan serat dari buah. Serat dari bijiDilansir dari Missouri Historic Costume and Textile Collection, serat biji adalah serat yang berkembang dari polong tanaman. Serat biji didapat dari bagian dalam biji maupun dari rambut dan bagian luar biji. Contoh tanaman dengan serat biji adalah:
Baca juga: 10 Jenis Bahan Serat Alam dan Contohnya Serat dari batangKlasifikasi serat tumbuhan selanjutnya adalah serat dari batang atau kulit kayu tumbuhan. Dilansir dari Encyclopedia Britannica, serat batang atau serat kulit kayu diperoleh dari batang tumbuhan dikotil dan digunakan untuk tekstil dan tali. Contoh tanaman dengan serat batang adalah:
Baca juga: Karakteristik Bahan Serat dan Kayu Serat dari daunJenis serat tumbuhan selanjutnya adalah serat yang berasar dari daun tumbuhan. Biasanya, serat daun berasal dari daun tumbuhan monokotil. Contoh serat dari daun adalah:
Serat dari buahSerat buah adalah jenis serat tumbuhan yang berasal dari buah tumbuhan. Kebanyakan serat buah tidak digunakan untuk tekstil, melainkan untuk dikonsumsi. Namun, ada juga serat buah yang digunakan untuk tali seperti sabut.
Baca berikutnya
Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Malvales Malvaceae (Bombacaceae) Ceiba C. pentandra (L.) Gaertn. Kapuk randu atau kapuk (Ceiba pentandra) adalah pohon tropis yang tergolong ordo Malvales dan famili Malvaceae (sebelumnya dikelompokkan ke dalam famili terpisah Bombacaceae). Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan bagian utara, Amerika Tengah dan Karibia. Untuk varitas C. pentandra var. guineensis berasal dari sebelah barat Afrika. Kata "kapuk" atau "kapuk" juga digunakan untuk menyebut serat dari tanaman ini. Pohon ini juga dikenal sebagai kapas Jawa atau kapuk Jawa, atau pohon kapas-sutra. Ceiba, genis tanaman ini juga merupakan simbol suci dalam mitologi bangsa Maya. Biji kapuk yang berisi serat di dalamnya Pohon ini banyak ditemukan di Amerika Selatan dan Asia, tepatnya di Malaysia, Filipina, dan Indonesia, tepatnya di pulau Jawa. Di Bogor terdapat jalan yang di sepanjang tepinya dinaungi pohon kapuk. Pada saat buahnya merekah suasana di jalanan menyerupai hujan salju karena serat kapuk yang berserakan di bawah pohon. Pohon ini bisa tumbuh hingga setinggi 60–70 m. Batang pohon dapat mencapai diameter 3 meter. Akar pohon kapuk menyebar secara hozontal di permukaan tanah. Batang dapat menjulang dengan atau tanpa cabang. Sering juga ditemui duri-duri di batang pohon kapuk. Tanaman ini akan tumbuh dengan baik pada ketinggian <500 meter dan temperatur malam hari kurang dari 17 derajat Celcius. Tanaman ini menyukai curah hujan yang tinggi, sekitar 1500–2500 mm/tahun. Tanaman kapuk mudah rusak oleh angin yang kuat. Buah kapuk yang sudah kering merupakan sumber serat, digunakan untuk bahan dasar matras, bantal, hiasan dinding, pakaian pelindung, dan penahan panas serta peredam suara. Kulit kering buah kapuk dapat digunakan sebagai bahan bakar. Bijinya yang mengandung minyak yang digunakan sebagai pelumas dan minyak lampu, oleh sebab itu dapat dipakai sebagai bahan baku energi. Bagian tanaman kapuk yang dapat dikonsumsi adalah daun,bunga, dan buah yang masih muda, seperti di Filipina, bunga dan buah muda dimakan di Thailand, dan polong yang sangat muda dapat dimakan di Jawa. Bagian-bagian lain dari tanaman kapuk selain daripada selubung buahnya diketahui digunakan untuk kesehatan manusia.[2] Daun kapuk umum digunakan untuk mengobati gejala-gejala gangguan saluran pencernaan seperti diare, gangguan pada kulit, hingga sebagai obat penenang dan pereda rasa sakit. Pucuk dahan kapuk dapat digerus dan diambil ekstraknya untuk mengobati asma. Semua potensi manfaat kesehatan yang ada pada kapuk umumnya digunakan sebagai pengobatan alternatif sehingga belum ada standardisasi secara internasional mengenai aplikasi tanaman kapuk di bidang biomedis secara resmi. Tanaman kapuk mampu tumbuh hingga tinggi 70 meter, namun tanaman budidaya umumnya hanya tumbuh hingga mencapai ketinggian 10-30 meter.[3] Pohon kapuk berbuah pertama kali pada usia 4-5 tahun, dan dapat memiliki usia ekonomis hingga 60 tahun. Indonesia merupakan salah satu produsen kapuk terbesar di dunia, mencapai 80,000 ton per tahun dari 1996-2000, diikuti Thailand pada angka 40,000-45,000 dalam kurun waktu yang sama. Sebagian besar produk kapuk yang diproduksi digunakan untuk produksi dan konsumsi lokal, dengan ekspor hanya mencapai 800 ton per tahun, terutama ke Singapura, India, dan Amerika Serikat.[4] Analisis kandungan senyawa bioaktif dalam tanaman kapuk telah dilakukan melalui pendekatan metabolomik menggunakan spektrometri massa dan HPTLC (High-performance thin-layer chromatography, suatu bentuk lain dari kromatografi lapis tipis). Kapuk diketahui memiliki potensi biomedis yang belum banyak diteliti beserta dengan sifat fisiokimia lainnya yang diketahui dari kandungan senyawa kimia di dalam setiap bagian dan struktur yang ada. Potensi biomedisDaun kapuk diketahui menghasilkan senyawa-senyawa organik[5] sebagai berikut:
Dan senyawa derivat asam lemak sebagai berikut:
Aplikasi bioremediasiSerat kapuk dapat dijadikan bahan absorban hidrofobik-oleofilik untuk pembersihan tumpahan minyak. Serat kapuk mentah dapat dipadatkan membentuk pak dengan densitas 0.02g/cm3 dan diketahui dapat menyerap senyawa diesel, pelumas hidraulis (AWS46), dan pelumas mesin (HD40) sebanyak 36, 43, dan 45 gram/gram pak. Performa absorban ini secara signifikan lebih baik daripada senyawa polipropilen (PP) yang hanya mampu menyerap 8-10 gram/gram serat untuk ketiga senyawa tersebut.[6] Potensi ini terutama dapat menjadi dasar peningkatan produksi kapuk dan ekspansi ekspor produk serat kapuk, serta dapat memicu daur ulang limbah produksi kapuk yang masih dapat dikemas menjadi pak absorban limbah tumpahan minyak, khususnya pada area lepas pantai.
|