Sebutkan tiga penyimpangan terhadap pancasila sebagai dasar negara

Cari soal sekolah lainnya

KOMPAS.com - Berakhirnya Orde Lama (Orla) pada 1966 sebagai pertanda dimulainya masa pemerintahan Orde Baru (Orba).

Masa pemerintahan Orba dipimpin oleh Suharto sebagai presiden Indonesia menggantikan Sukarno.

Kehadiran masa Orba membuat arah pemahaman terhadap Pancasila mulai diperbaiki. Karena pada masa pada Orla terjadi banyak penyimpangan.

Dalam buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2019) karya Edi Rohani, pengalaman instabilitas politik dan kemerosotan ekonomi menjadi dalih bagi Suharto untuk memulihkan pasca gejolak politik menggunakan Pancasila.

Ia menggunakan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa.

Suharto menggunakan istilah Demokrasi Pancasila untuk memperoleh kesan kuat, bahwa dirinya adalah seorang yang memegang teguh Pancasila.

Baca juga: Siswa, Ini Contoh Penerapan Pancasila di Kehidupan Sehari-hari

Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967 , Presiden Suharto mengatakan, "Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila."

Ia juga mengatakan bahwa Pancasila bukan dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan.

Masa Orba merupakan masa pemerintahan yang terlama. Di mana berkuasa hingga tahun 1998 sebelum digantikan masa reformasi.

Pada masa tersebut juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang stabil. Di mana, stabilitas keamanan dan pembangunan serta merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila.

Meski stabilitas politik tercapai dan pembangunan ekonomi dapat teraih. Namun kebebasan dan hak-hak warga negara diatur dalam konstitutisi.

Baca juga: Implementasi Nilai Religius Pancasila dalam Praktik Penyelenggaraan Pemerintah

Penyimpangan-penyimpangan pun terjadi tidak dapat diabaikan dan merugikan banyak pihak.

Berikut beberapa bentuk-bentuk penyimpangan Pancasila yang dilakukan pada masa Orde Baru:

  1. Pancasila sebagai dasar negara malah diredusir, disalahartikan dan disalahgunakan oleh Suharto sebagai simbol kekuasaan.
  2. Pancasila dijadikan alat untuk menguasai rakyat. Sehingga pemerintah Orde Baru dapat melegitimasi kelanggengan masa jabatannya.
  3. Pancasila sebagai sumber nilai dibuat seakan kabur (blurred) oleh banyaknya praktik penyimpangan dan segala bentuk kebijakan yang berlindung di balik fungsi pokok Pancasila. Sehingga siapapun yang menentang kebijakan tersebut dianggap telah menentang Pancasila.
  4. Penyimpangan terhadap asas kekeluargaan yang terkandung di dalam kelima Pancasila. Di mana Suharto hanya mempercayakan orang-orang terdekatnya untuk menguasai perusahaan besar negara. Pengelolaan sumber daya alam di Indonesia hingga menjadi ajang praktik-praktik korupsi.
  5. Suharto memimpin negara dalam bentuk keotoritarian. Padahal Indonesia adalah negara demokrasi yang mengutamakan rakyat, dari, untuk, dan oleh rakyat.
  6. Fungsi Pancasila digunakan sebagai alat meleburnya heterogenitias, sehingga membuat kelompok-kelompok minoritas tersingkir dan timbulah masalah SARA.
  7. Suharto melarang adanya kritikan-kritikan untuk pemerintah. Karena kritikan menganggu ketidakstabilan negara. Sehingga sering dilakukan kekuatan militer bagi siapapun yang mengkritik pemerintah.
  8. Diterapkannya demokrasi sentralistik yaitu demokrasi yang berpusat pada pemerintah. Lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dipegang oleh presiden.

Selama Orba dalam kenyataannya Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi politik sehingga melahirkan gelombang perlawanan masyarakat.

Baca juga: 7 Fungsi dan Peranan Pancasila

Puncak dari keadaannya tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional.

Timbul berbagai gerakan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya reformasi disegala bidang.

Puncak dari perlawanan tersebut terjadi pada 1998. Pada tahun tersebut Suharto mengundurkan diri sebagai presiden dan munculah masa reformasi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Cari soal sekolah lainnya

KOMPAS.com - Pancasila adalah dasar negara dan ideologi Indonesia. 

Kendati demikian, penerapannya dalam kehidupan bernegara selalu berbeda dari masa ke masa.

Pada masa Orde Lama sejak 1945 hingga 1966, Pancasila diterapkan sesuai dengan kebijakan Presiden Soekarno.

Baca juga: Penyimpangan Konstitusi pada Era Orde Lama

Penerapan Pancasila Masa Orde Lama

Pada masa Orde Lama, masa kepemimpinan Presiden Soekarno, Pancasila mengalami ideologisasi. 

Arti dari ideologisasi adalah Pancasila berusaha untuk dibangun dan dijadikan sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. 

Meskipun saat itu menurut Soekarno ideologi Pancasila belum jelas dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke kesejahteraan atau tidak, Soekarno tetap berani menjadikan Pancasila sebagai ideologi Indonesia. 

Pada masa Orde Lama, masih dicari bentuk implementasi dari Pancasila itu sendiri, terutama dalam sistem ketatanegaraan. 

Oleh sebab itu, Pancasila pun diterapkan dengan bentuk yang berbeda-beda. 

Demokrasi Parlementer

Tahun 1945 hingga 1950, nilai persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia masih tinggi karena menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan daerah jajahannya di Indonesia. 

Namun, setelah Belanda pergi, Indonesia mendapat tantangan dari dalam. 

Dalam kehidupan politik, sesuai sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat masih belum dapat dilaksanakan. 

Alasannya adalah karena demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer, di mana presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara. 

Sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.

Sistem ketatanegaraan yang seperti ini membuat terjadinya ketidakstabilan pemerintahan.

Selain itu, tantangan lain dari penerapan Pancasila datang dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang saat itu ingin mendirikan negara Islam. 

Baca juga: Politik Luar Negeri Indonesia masa Demokrasi Parlementer

Demokrasi Liberal

Pada periode 1950 hingga 1955, penerapan Pancasila lebih diarahkan sebagai demokrasi liberal.

Sistem pemerintahan yang liberal ini lebih menekankan pada hak-hak individu. 

Pada masa ini, bermunculan berbagai aksi pemberontakan, seperti Republik Maluku Selatan (RMS), PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI. 

Namun, dalam bidang politik, demokrasi berjalan jauh lebih baik setelah terlaksananya Pemilihan Umum 1955 yang dianggap sebagai pemilu paling demokratis. 

Kendati demikian, para anggota konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan.

Hal ini lantas menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan.

Baca juga: Keadaan Politik pada Masa Demokrasi Liberal

Demokrasi Terpimpin

Periode tahun 1956 hingga 1965 dikenal sebagai Demokrasi Terpimpin. 

Pada masa ini, demokrasi tidak berada pada kekuasaan rakyat seperti amanah nilai-nilai Pancasila. 

Kepemimpinan dipegang penuh oleh kekuasaan pribadi Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden 1959. 

Oleh sebab itu, terjadi berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. 

Akibatnya, Presiden Soekarno menjadi presiden yang otoriter, mengangkat dirinya menjadi presiden dengan masa jabatan seumur hidup. 

Selain itu, muncul juga politik Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) sebagai jalan tengah dari tiga ideologi besar di Indonesia.

Referensi: 

  • Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2018). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Kemdikbud. 
  • Dewi, Sandra. Andrew Shandy Utama. (2018). Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia Serta Perkembangan Ideologi Pancasila Pada Masa Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi. Jurnal PPKn & Hukum. Vol. 13. No 1 April 2018. 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Masa Orde Lama yang terjadi pada tahun 1959-1965 disebut juga dengan masa Demokrasi Terpimpin. Sistem Pemerintahan yang digunakan dalam masa ini adalah Sistem Pemerintahan Presidensil, namun kedudukan Presiden pada masa ini sangat kuat, sehingga Presiden menerapkan Sistem Demokrasi Terpimpin. Sistem pemerintahan yang dilakukan pada masa ini banyak terjadi  penyimpangan terhadap dari UUD 1945 dan Pancasila. Setidaknya terdapat enam penyimpangan pada masa Orde Lama yakni: (1) lembaga-lembaga negara mempunyai inti Nasionalisme Agama Komunis (Nasakom), (2) prosedur pembentukan MPRS yang menyimpang karena anggota MPRS diangkat oleh presiden yang seharusnya dipilih melalui pemilu, (3) prosedur pembentukan DPAS yang menyimpang karena anggotanya ditunjuk oleh presiden dan diketuai oleh presiden, (4) prosedur pembubaran DPR hasil pemilu 1955 dan pembentukan DPRGR yang menyimpang karena seharusnya presiden tidak dapat membubarkan DPR, (5) penetapan Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai GBHN yang seharusnya GBHN disusun dan ditetapkan oleh MPR, (6) Pengangkatan presiden seumur hidup yang pada saat itu Presiden menjadi pemimpin besar revolusi. Hal ini menjadikan Presiden dapat berkuasa tanpa batas dan bertindak sewenang-wenang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selama masa Orde Lama ada 6 bentuk penyimpangan yaitu Nasakom, pembentukan MPRS, pembentukan DPAS, pembubaran DPRGR, manifesto politik, dan pengangkatan Presiden seumur hidup.