Sebutkan Teladan yang dapat anda ambil dari Rasulullah SAW dalam berdakwah di mekah

Sedang berlangsung Islam Pedia dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW ke-1440 H yang diadakan oleh Departemen Syiar Unit Kegiatan Kerohanian (UKK) UNP di Masjid Al-Azhar UNP, Kamis (22/11). f/Niswa

Ada lima kunci keberhasilan dakwah Nabi Muhammad. Pertama, berdakwah dengan akhlak. Nabi Muhammad setiap bertemu dengan saudaranya selalu tersenyum. Senyum dapat menghilangkan stres, sehingga Rasulullah tidak pernah stres.

Hal ini disampaikan oleh Ustaz Dede Bafaqi, S.H. pada acara Islam Pedia dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW ke-1440 H yang diadakan oleh Departemen Syiar Unit Kegiatan Kerohanian (UKK) Universitas Negeri Padang (UNP)). Acara yang bertemakan "Akhlak Rasulullah sebagai Spirit dalam Mewujudkan Generasi Emas Indonesia" ini berlangsung di Masjid Al-Azhar UNP, Kamis (22/11).

Ustaz Dede mengatakan bahwa Nabi Muhammad memiliki wajah yang indah dan berbicara lembut sehingga orang-orang Quraisy yang melihatnya ingin masuk Islam. Nabi Muhammad juga mempunyai sifat penyabar, salah satu buktinya ialah tetap tersenyum ketika orang-orang Quraisy meludahinya. "Beliau juga adalah hamba yang selalu bersyukur sehingga kaki beliau bengkak karena rajin salat tahajud," ujarnya.

Kunci keberhasilan dakwah Nabi Muhammad yang kedua adalah mempunyai kesiapan mental. Nabi Muhammad siap menerima risalah dakwah. Sejak kecil ia sudah menjadi anak yatim piatu dan mampu bekerja sehingga mempunyai sifat mandiri dan jiwa yang matang.

Ketiga, mempunyai sandaran vertikal. Rasullullah memiliki hubungan yang kuat dengan Allah. Ia curhat, mengadu, dan berharap kepada Allah. "Berharap kepada Allah, tidak akan pernah dikecewakan," ungkap Ustaz Dede.

Keempat, satu kata dalam keteladanan, yaitu apa yang diperintahkan rasulullah kepada umatnya, maka rasul yang pertama melakukannya. Rasulullah bersedekah meskipun uang dirumah kerap tidak ada. Diperintah bekerja keras, ia bekerja keras dan disuruh banyak-banyak istigfar maka ia beritighfar 100 kali.

Kelima, mampu memberdayakan dengan tepat. Rasulullah memiliki sahabat yang punya potensi sehingga ia memberdayakannya. Misalnya Usman bin Affan, ahli ekonomi, ketika hijrah ke Madinah, Usman mampu menurunkan ekonomi para yahudi karena sistem ekonomi Usman. Diakhir ceramahnya, Ustaz Dede berharap sebagai umat Rasulullah, manusia bisa berkaca pada akhlak Nabi Muhammad SAW.

oleh : Willy Prasetya, S.Pd., M.A —————

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (QS Al-Anbiya: 107)

Sebagai rahmat bagi semesta alam, peran Rasulullah SAW menjangkau semua aspek kehidupan umat manusia dan dunia seisinya. Rasulullah SAW bukan hanya merupakan pemimpin agama, melainkan juga kepala pemerintahan yang bijak dan adil, panglima perang yang cerdas dan tangguh, kepala keluarga yang penuh kasih sayang, guru yang sabar dan mengayomi, serta seorang individu yang berakhlak mulia. Setiap perilaku, perkataan, sikap, kebiasaan, dan perjalanan hidup beliau merupakan teladan bagi seluruh manusia.

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)

Perjalanan Dakwah ke kota Thaif di awal masa kenabian adalah pertama kalinya Rasulullah SAW menyampaikan wahyu di luar kota Mekkah. Ada hikmah berharga yang dapat kita petik dari perjalanan tersebut, yang secara khusus perlu kita terapkan dalam peran kita sebagai pendidik untuk menciptakan suasana belajar yang positif bagi siswa.

Menginspirasi melalui tindakan

Rasulullah SAW tidak pernah meminta siapapun untuk melakukan hal yang beliau tidak mau lakukan. Seringkali, Rasulullah SAW bahkan menjadi orang pertama yang maju untuk melakukan hal-hal yang sulit atau berbahaya. Meskipun hal tersebut bisa menyusahkan atau membahayakan beliau, keberanian Rasulullah SAW untuk menjadi yang pertama dalam bertindak mampu menumbuhkan rasa hormat, kecintaan, dan kesetiaan dari para sahabat.

Ketika mendapatkan perundungan dari kaum kafir Quraisy di Mekkah pasca wafatnya Khadijah RA dan Abu Thalib, Rasulullah SAW merasa perlu mencari dukungan dari kota Thaif sekaligus membawa misi dakwah. Untuk hal tersebut Rasulullah SAW tidak mengirim utusan melainkan beliau sendirilah yang menuju ke kota tersebut dengan ditemani oleh Zaid bin Haritsah RA. Sayangnya, orang-orang Thaif menolak dakwah Rasulullah SAW, dan mereka mengusir Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah RA dengan lemparan batu hingga terluka parah.

Dari kisah tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Rasulullah SAW sebagai pemimpin yang baik selalu berada di depan sesulit apapun situasinya. Keberanian Rasulullah SAW untuk melakukan dakwah secara langsung ke Thaif menunjukkan bahwa beliau tidak setengah-setengah dalam perjuangan untuk Islam, dan hal tersebut menumbuhkan keberanian di dalam diri para sahabat untuk tidak gentar dalam berdakwah dan mempertahankan agama.

Sebagai pendidik yang memimpin jalannya proses belajar-mengajar, kita tidak semestinya meminta siswa untuk melakukan hal yang kita sendiri tidak bisa atau tidak mau melakukannya, apalagi melarang siswa untuk melakukan hal yang kita sendiri lakukan. Jangan sampai kita menjadi pendidik yang hanya bisa menyuruh tanpa bisa memberikan contoh, dan jangan pula kita membuat larangan yang kita sendiri melanggarnya. Siswa akan lupa dengan sebagian besar apa yang kita katakan, tapi mereka akan banyak mengingat teladan yang kita berikan melalui tindakan.

Tawakal dalam menyampaikan ilmu

Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah RA bersembunyi di kebun milik Uthbah bin Rabi’ah untuk menghindari kejaran orang-orang Thaif. Di sana, Rasulullah SAW memanjatkan doa.

“Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?

Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir)

Dalam doa tersebut, Rasulullah SAW bersandar kepada Allah SWT atas usahanya dalam menyampaikan dakwah di kota Thaif. Hal yang sama juga perlu kita lakukan sebagai pendidik saat menyampaikan ilmu kepada siswa. Bisa saja kita memiliki target tertentu untuk dicapai oleh para siswa, akan tetapi kita tidak sepenuhnya memiliki kendali penuh atas kemampuan dan hasil belajar siswa.

Almarhum KH. Maimun Zubair juga pernah berwasiat untuk para pendidik tentang bagaimana cara bersikap dalam mendidik siswa.

“Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar, sehingga ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar itu ada pada kehendak Allah. Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidayah.”

Sehingga, kita tidak semestinya terlalu ambisius dalam menyampaikan ilmu ke siswa. Usaha yang maksimal dalam mendidik adalah suatu keharusan, namun hasil akhirnya sudah sepatutnya kita serahkan kepada Allah SWT agar tidak timbul kekecewaan dan keputusasaan dalam hati kita.

Bersabar dan berhati lembut dalam mendidik siswa

Mendengar doa Rasulullah SAW, Allah SWT mengutus malaikat Jibril AS untuk menyampaikan bahwa Allah SWT menerima doa beliau. Bersama Jibril AS turut serta malaikat penjaga gunung yang berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.”

Rasulullah SAW menolak hal tersebut. Bahkan, beliau berharap bahwa suatu saat nanti orang-orang Thaif akan memeluk Islam dan beriman kepada Allah SWT. Rasulullah SAW kemudian berdoa, “Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti.”

Sekalipun sudah dilempari batu hingga terluka parah, Rasulullah SAW tidak menyimpan dendam kepada para penduduk Thaif. Di kemudian hari, penduduk Thaif akhirnya menjadi pengikut Rasulullah SAW dan memeluk agama Islam.

Dari kisah tersebut, Rasulullah SAW menunjukkan bahwa dakwah harus dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan kelembutan hati. Karena tujuan dakwah adalah menyampaikan wahyu dan membawa kebaikan, maka jangan sampai perasaan kecewa dan dendam justru malah membawa keburukan bagi orang-orang yang dituju.

Begitu pula dengan pendidikan, yang tujuan utamanya adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter siswa. Jangan sampai kita menjadi pendidik yang menghukum siswa yang nakal secara berlebihan atau  memberikan sumpah serapah kepada siswa yang tidak menurut, karena hal-hal semacam itu justru akan membuat siswa memandang pendidikan secara negatif.

Kelembutan hati kita perlahan akan melunakkan hati siswa. Kesabaran kita dalam mendidik perlahan akan mendorong siswa untuk turut berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Sumber:
Dakwah ke Thaif

Memiliki Sikap Tangguh 

Dalam upaya meraih kesuksesan, diperlukan sikap tangguh dan pantang menyerah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika ia berjuang memberantas kemusyrikan. Lihat pula bagaimana orang­orang yang sukses meraih cita­citanya, mereka bersusah­payah berusaha terus­menerus tanpa mengenal lelah, sehingga mereka menjadi orang yang berhasil dalam cita-citanya. Tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan dan tidak ada pula kesuksesan tanpa kerja keras dan tangguh pantang menyerah.

Ketangguhan datang dengan sendirinya. Ia memerlukan pembelajaran dan latihan (riyadah) secara terus menerus. Ketangguhan jga harus didukung oleh kesehatan fisik dan pemahaman yang benar. Kedua­duanya harus berjalan beriringan dan saling mendukung. Kekuatan fisik dibarengi dengan pemahaman yang benar akan melahirkan manfaat yang besar, demikian pula sebaliknya. 

Sikap tangguh dalam kehidupan sehari­hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat di antaranya. seperti berikut. 

  1. Menggunakan waktu untuk belajar dengan sungguh­sungguh agar mendapat kan prestasi yang tinggi. 
  2. Secara terus­menerus mencoba sesuatu yang belum dapat dikerjakan sampai ditemukan solusi untuk mengatasinya. 
  3. Melaksanakan segala peraturan di sekolah sebagai bentuk pengamalan sikap disiplin dan tanggung jawab. 
  4. Menjalankan segala perintah agama dan menjauhi larangannya dengan penuh keikhlasan.
  5. Tidak putus asa ketika mengalami kegagalan dalam meraih suatu keinginan. Jadikanlah kegagalan sebagai cambuk agar tidak mengalaminya lagi di kemudian hari.

Baca Juga :

 

Memiliki Jiwa Berkorban 

Perhatikan bagaimana para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini. Selain mereka berjuang dengan tangguh dan pantang menyerah, mereka rela mengorbankan apa saja untuk kemerdekaan bangsa ini. Perngorbanan mereka tidak hanya berupa harta, keluarga yang ditinggalkan, bahkan mereka rela meregang nyawa untuk memperjuangkan kemerdekaan beragama dan berbangsa. 

Oleh karena itu, janganlah merasa  berjuang tanpa memberikan pengorbanan yang berarti. Perilaku yang mencerminkan jiwa berkorban dalam kehidupan sehari-hari, misalnya seperti berikut.

  • Menyisihkan waktu sebaik mungkin untuk kegiatan yang bermanfaat

Hal ini penting mengingat waktu yang kita miliki sangatlah terbatas. Jika waktu yang kita gunakan lebih banyak untuk kegiatan yang percuma, siapsiaplah untuk menyesal karena waktu yang telah lewat tidak akan kembali lagi. Misalkan karena kamu tidak belajar dengan sungguh-sungguh sementara kamu ingin lulus dengan nilai yang tinggi, kamu akan menyesal karena mendapatkan nilai yang rendah dan harus mengulang lagi. 

  • Mendahulukan kepentingan bersama  di atas kepentingan pribadi. 

Kepentingan bersama di atas segala-galanya. Itulah kalimat yang sering diungkapkan oleh kebanyakan manusia. Akan tetapi, kenyataannya belum tentu demikian. Kebanyakan manusia lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan orang banyak. Sebagai orang yang beriman, tentu kita tidak boleh termasuk ke dalam golongan orang yang demikian. Rasulullah saw. mencontohkan, bagaimana ketika ia hendak berbuka puasa dengan sepotong roti, sementara ada orang yang datang untuk meminta roti tersebut karena sangat kelaparan, dan Rasul memberikan roti tersebut kepada orang itu. 

Dalam kehidupan sehari­hari, perilaku yang dapat kita lakukan dalam hal ini misalnya saat antre di tempat umum, di bank, loket pembayaran, berkendara di mana lampu lalu lintas sedang menunjukkan warna merah menyala, dan lain sebagainya. 

  • Menyisihkan sebagian harta untuk membantu orang lain yang membutuhkan. 

Dalam harta kita terdapat sebagian hak orang lain yang membutuhkannya. Islam mengajarkan bahwa bersedekah itu tidak akan mengurangi harta sedikit pun, bahkan ia akan mendatangkan harta yang lebih banyak lagi.

Baca Juga :

Rangkuman

1. Ketika Nabi Muhammad saw. menerima wahyu pertama,

yaitu ayat 1-5 surah al-‘Alaq pada tanggal 17 Ramadan, sejak itu ia diangkat menjadi nabi. Ketika ia menerima ayat 1-7 surah al-Muddașșir, ia pun diangkat menjadi rasul. Setelah itu, wahyu terputus. Nabi Muhammad saw. merasa gelisah dan bertanya­tanya, apa yang harus disampaikan, bagaimana menyampaikannya, dan kepada siapa disampaikan? Dalam kegelisahannya, turunlah surah adDuĥa. 

2. Pada awalnya Nabi saw. berdakwah secara rahasia dan hanya mengajak orang­orang terdekat saja.

Orang pertama yang menerima dakwah Nabi adalah Khadijah, istrinya, kemudian Ali bin Abi Ţalib, sepupunya, dan Zaid bin Hari¡ah, bekas budaknya. Sementara itu, laki­laki dewasa yang pertama memeluk Islam adalah Abu Bakar bin Quhafah. Melalui ajakan Abu Bakar, beberapa orang menerima ajakannya, yaitu Usman bin ‘Affan, Abdur Rahman bin ‘Auf, Ţalhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqas, Zubair bin ‘Awwam. Setelah itu, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah dan beberapa penduduk Mekah turut pula menyatakan keislamannya dan menerima ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Kegiatan dakwah secara rahasia ini berlangsung selama tiga tahun. 

3. Setelah perintah Allah Swt. turun melalui Surah asy-Syu’ara/26:214-216 dan Surah al-Hijr/15:94,

Nabi Muhammad saw. pun melakukan dakwah secara terang­terangan (terbuka). Nabi Muhammad saw. mengumpulkan keluarganya di rumahnya. Setelah selesai makan, ia pun menyampaikan maksudnya. Tiba-tiba Abu Jahal menghentikan pembicaraan Nabi dan mengajak orang­orang untuk meninggalkan tempat. Keesokan harinya, Nabi kembali megundang keluarganya. Setelah makan, Nabi pun menyampaikan maksudnya dan kembali Abu Jahal mengacaukan suasana dan mereka yang hadir pun tertawa. Dalam keadaan riuh itu, Ali bin Abi Ţalib bangkit dan berkata, “Wahai Rasulullah! Saya akan membantu Anda, saya adalah lawan bagi siapa saja yang menentangmu.” 

4. Gagal mengajak kerabatnya, Nabi pun mengalihkan dakwahnya kepada masyarakat Quraisy.

Ia naik ke bukit Śafa dan menyeru manusia. Orang­orang pun berkumpul dan Nabi Muhammad saw. pun menyampaikan dakwahnya. Tiba-tiba Abu Jahal berteriak, “Celakalah engkau, hai Muhammad! Apakah karena ini engkau mengumpulkan kami?” Nabi Muhammad saw. hanya terdiam sambil memandangi pamannya. Sesaat kemudian turunlah surah al-Lahab. 

5. Dakwah Nabi mendapatkan tantangan dan perlawanan dari Quraisy.

Nabi dan sahabat­sahabatnya diejek, dicaci, dan disiksa. Tidak cukup sampai di situ, mereka juga membujuk Nabi dan menawarkan kekayaan, kehormatan, dan jabatan. Setelah ejekan, siksaan, dan ancaman tidak dapat mencegah dakwah Nabi, orang-orang Quraisy memboikot Nabi dan sahabatsahabatnya. Untuk menghindari siksaan, Nabi memerintahkan sahabatnya hijrah ke Abisinia.

6. Setelah orang-orang Quraisy tidak mau menerima dakwah Nabi,

ia pun mengalihkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah Arab di luar Quraisy. Nabi mencoba mengajak orang­orang Țaif, namun ia ditolak, bahkan diejek, diusir, dan dilempari. Nabi tidak berputus asa. Ia terus menyampaikan dakwahnya kepada kabilah-kabilah Arab yang datang berziarah ke Mekah setiap tahunnya. Dakwah Nabi mendapat sambutan dari orang­orang Madinah dan Nabi pun mengadakan Perjanjian Aqabah (pertama dan kedua). Setelah Perjanjian Aqabah kedua, Nabi pun berhijrah ke Madinah. 

7. Dakwah Nabi di Mekah berlangsung selama 13 tahun.

Selama itu Nabi menanamkan nilai­nilai tauhid dan mengajarkan akhlak mulia. Nilai­nilai ketauhidan ini membuat Nabi dan sahabat­sahabatnya tangguh menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan serta tetap bersemangat menyampaikan kebenaran.

Baca Juga Yang Ini :



  • Rukun dan Syarat Pernikahan Yang Harus Kamu Ketahui
  • Pengertian Hukum Dan Hikmah Haji Dan Umrah
  • Hukum Riba dan Syarat Syarat Jual Beli Dalam Islam
  • Kerajaan Islam Di Indonesia Yang Harus Kamu Ketahui
  • Perkembangan Agama Islam di Benua Eropa