Sebutkan dan jelaskan dua macam wizarat pada masa daulah Abbasiyah

jawaban:

1, Bidang Sosial : pada masa Bani Abbasiyah, masyarakat terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelas khusus dan kelas umum.

1. Kelas khusus terdiri dari:

a. Khalifah.

b. Keluarga Khalifah, Bani Hasyim.

c. Para pejabat negara.

d. Para bangsawan yang bukan Bani Hasyim, yaitu Bani Quraisy.

e. Para petugas khusus seperti anggota tentara dan para pegawai istana.

2. Kelas Umum.

a. Para seniman.

b. Para ulama, fuqaha dan pujangga.

c. Para saudagar dan pengusaha.

d. Para tukang dan petani.

Untuk menciptakan keadilan sosial kekhalifahan Dinasti Abbasiyah membuat kebijakan membentuk Badan Negara yang anggotanya terdiri dari wakil semua golongan. Tugasnya untuk melayani masyarakat dari berbagai golongan. Tidak ada perbedaan suku, kelas sosial dan agama. Di dalamnya para wakil golongan bebas berpendapat di depan khalifah.

2. bidang Ekonomi

Perekonomian Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan dan pertanian. Di berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah terdapat  kegiatan industri seperti Industri  kain linen di Mesir, sutra di Syiria dan irak, kertas di  Samarkand, produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan Kurma dari Irak Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.

Untuk mendukung kegiatan perdagangan berbagai sarana pendukung didirikan seperti: membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah dagang, membangun armada-armada dagang, membangun armada  pertahanan laut untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak laut, dan lain-lain. Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan  luar negeri, karena para kafilah-kafilah dagang  dapat  leluasa melintasi segala negeri, bahkan kapal-kapal dagang Abbasiyah dikenal mampu mengarungi tujuh lautan.

Dalam bidang pengembangan  perdagangan Khalifah membela dan menghormati kaum petani, bahkan meringankan pajak hasil bumi dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali. Pertanian berkembang pesat karena pemerintahannya berada pada pemerintahan yang subur di tepi sungai Sawad. Tanaman asli terdiri dari gandum, padi, kurma, wijen kapas dan rami. Sayuran segar  sepert, kacang, jeruk,terong, tebu dan anek ragam bunga.

Dinasti Abbasiyah juga sudah mengenal mata uang dinar. Khalifah Abbasiyah yang pertama menerbitkan dinar adalah Abu Al-Abbas Abdullah bin Muhammad, pada 749 M. Ia mengganti corak koin, kalimat Muhammad Rasulullah dipakai mengganti Allah Ahad, Allah Al-Samad, lam Yalid wa lam yulad, pada sisi belakang koin.

3. Bidang Budaya

Di masa Bani Abbassiyah terjadinya asimilasi Arab dengan non Arab dan perluasan wilayah telah melahirkan kemajemukan warga negara. Warga negara terdiri dari berbagai suku bangsa, dan agama.  Ada empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi bangunan kebudayaan pada masa Abbasiyah, yaitu:

a. Kebudayaan Persia; pengaruh kebudayaan Persia  2 faktor :

1. Pembentukan lembaga wizarah.

2. .Pemindahan ibukota.

b.Kebudayaan India; pengaruh dengan dua cara:

1. Secara langsung, kaum muslimin berhubungan dengan orang-orang India. diantaranya  melalui perdagangan.

2.Secara tidak langsung, kebudayaan India masuk ke dalam kebudayaan Islam lewat kebudayaan Persia.

c. Kebudayaan Yunani; pusat-pusat kebudayaan Yunani setelah berada di tangan kaum muslimin dilakukan perubahan dan pengembangan diantaranya: 1. Jundaisabur, sekolah tinggi kedokteran berbahasa Yunani.

2. Harran, pusat pertemuan berbagai peradaban.

3.  Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani,

d.. Kebudayaan Arab; pengaruh kebudayaan Arab masuk melalui penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi dan bahasa agama.

Jawaban

jawaban:

Pada Dinasti Abbasiyah inilah kemajuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan yang begitu pesat, baik dalam ilmu pengetahuan umum seperti filsafat, astronomi, matematika, kedokteran, geografi, sejarah, fisika, kimia, sastra, arsitektur, seni rupa, dan musik.

Jadi tidak hanya di bidang ilmu tafsir saja tapi di bidang yang lain juga ada. Ini merupakan salah satu Kemajuan pada masa Dinasti/Daulah/Bani Abbasiyah di bidang Pendidikan

Semoga Bermanfaat

Bye Bye

Assalamualaikum

Penjelasan:

Dalam menjalankan pemerintahan, Abbasiyah dibantu oleh seorang wazir (perdana Menteri) dan jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan wizarat terbagi menjadi 2 yaitu, Wizarat tanfiz (sistem pemerintahan presidensial) yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.

militer Abbasiyah berhasil menciptakan beberapa inovasi artileri yang tergolong canggih pada masa itu.Bentrokan terjadi di sepanjang perbatasan barat Kerajaan Abbasiyah. Usai mengalami serangkaian kemunduran, Kerajaan Abbasiyah sekali lagi berusaha menekan balik. Dua serangan Harun ar-Rasyid yang spektakuler ketika masih menjadi pangeran mahkota jadi tanda keberhasilan militer Abbasiyah.

Ilmu pengetahuan dengan didirikannya baitul hikmah, madrasah nizamiyah, majelis munadharah itu adalah bukti kemajuan dinast abbasiyah di bidang ilmu pengetahuan.
Kalau d bidang kepemerintahan dan kemiliteran si saya juga ga tau.

jawaban ada di file di bawah ini

misal jika saya mau beli sarung seharga 50.000 ribu lalu uang saya 40.000 ribu lalu ditambah dengan bapak penjualnya 10.000 ribu jadi pas uangnya 50.000.

itu sih kata guruku maaf kalo salah

Primus inter pares adalah sistem pemilihan pemimpin melalui musyawarah diantara sesamanya berdasarkan kelebihan yang dimiliki baik secara fisik ataupun spiritual.

primus inter pares biasanya berhubungan dengan wibawa seorang tokoh merangkum kepercayaan, mutu tokoh (kemampuan mengorganisasi, tingkat visioner, kemampuan merekam dan memahami mimpi publik dalam program publik kemudian melaksanakannya, menghormati keadilan, pandai mendengar, memecahkan masalah dan pandai mempersatukan)

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada zaman Abbasiyah, konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin dinasti Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (khalifah) adalah berasal dari Allah. Bukan berasal dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman Khulafaur Rasyidin. 

Hal ini dapat dilihat dengan perkataan al-Mansur "saya adalah sultan Tuhan diatas buminya". Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan social, politik, ekonomi dan budaya yang terjadi disetiap masa tersebut. Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi 5 fase pemerintahan, dan sistem politik yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah I adalah :

  • Para khalifah tetap dari keturunan arab, sedang para Menteri, panglima, gubernur, dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
  • Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, social dan kebudayaan.
  • Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
  • Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia yang diakui sepenuhnya.
  • Para Menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan.

Selanjutnya, dinasti Abbasiyah dalam periode II, III, dan IV mengalami penurunan terhadap politik nya terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian sudah tidak menghiraukan pemerintahan pusat, kecuali politik saja. Panglima didaerah sudah berkuasa didaerahnya, dan mereka mendirikan (membentuk) pemerintahan sendiri. Misalnya dinasti Umayyah yang muncul kembali di Andalusia (Spanyol) dan dinasti Fathimiyah. Pada awal masa berdirinya dinasti Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para khalifah guna mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan, yaitu tindak keras terhadap bani Umayyah dan pengutamaan orang-orang turunan Persia.

Dalam menjalankan pemerintahan, Abbasiyah dibantu oleh seorang wazir (perdana Menteri) dan jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan wizarat terbagi menjadi 2 yaitu,

  • Wizarat tanfiz (sistem pemerintahan presidensial) yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
  • Wizarat tafwidl (parlemen cabinet) yang mana wazir memiliki kuasa penuh atas pemerintahan dan khalifah hanya sebatas formalitas lambang atau sebagai pengukuh dinasti lokal atau gubernurnya khalifah.

Untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitabah (secretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kitab (sekretaris negara), dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (Menteri departemen). Tata usaha negara bersifat sentral yang dinamakan an-Nidzamul Idary al-Markazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbasiyah juga didirikan Angkatan perang, Amirul umara, Baitul mal, organisasi kehakiman, dsb. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, ekonomi dan budaya.

masa 5 periode pemerintahan daulah bani Abbasiyah, antara lain :

  • Periode Pertama (750-847 M)

Pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah mencapai masa emasnya. Secara politik, khalifah merupakan tokoh sesungguhnya yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat. Yaitu dari tahun 750-754 M. karena itu, Pembina hakiki dari dinasti Abbasiyah adalah Abu Ja'far al-Mansur (754-775M). pada awal mula, ibu kota adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota baru yang dibangunnya, Baghdad, dekat ibu kota bekas Persia, Ctesiphon, Tahun 762 M. dengan demikian pusat  pemerintahan dinasti Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru tersebut, al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di Lembaga eksekutif dan yudikatif. Dibidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai coordinator departemen. Jabatan wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana Menteri dengan Menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada ditangan keluarga terpandang berasal dari Balkiah, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya Ja'far bin yahya menjadi gubernur Persia barat dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut, persoalan-persoalan administrasi negara lebih banyak ditangani oleh keluarga Persia itu. Masuknya keluarga non arab ini kedalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara dinasti Umayyah yang berorientasi ke bangsa arab.

Khalifah al-Mansur juga membentuk Lembaga protocol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi Angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad Ibn Abdul ar-Rahman sebagai hakim pada Lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak ,asa dinasti Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur jawatan pos digunakan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.

Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan didaerah perbatasan. Dipihak lain, dia berdamai dengan caisar Costantine V dan selama genjatan senjata 758-765M, Byzantium membayar upeti tahunan. Pada masa al-Mansur pengertian khalifah kembali berubah. konsep khilafah dalam pandangannya dan setelahnya merupakan mandate dari Allah bukan dari manusia,, bukan pula sebagai pelanjut nabi sebagaimana pada masa Khulafaur Rasyidin. Popularitas dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya dimasa Harun ar-Rasyid (786-809M) dan putranya al-Ma'mun (813-833 M). kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun ar-Rasyid untuk keperluan social, rumah sakit, Lembaga Pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud dimasa ini. Kesejahteraan social, kesehatan, Pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Dengan demikian, telah terlihat bahwa pada masa Harun ar-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dibanding dengan perluasaan wilayah yang sejatinya sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya dengan dinasti Umayyah. Al-Ma'mun setelah ar-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bayt al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar, pada masa al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat peradaban, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al-mu'tashim (833-842M) khalifah setelahnya memberikan peluang besar kepada orang Turki untuk masuk kedalam pemerintahan. Demikian ini dengan dilatar belakangi dengan adanya persaingan antara golongan arab dan Persia pada masa al-ma'mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tantara pengawal. Tak seperti masa dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah mengganti sistem ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perang sudah berakhir. Tentara dibina khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer Abbasiyah menjadi sangat kuat.


Page 2

Pada zaman Abbasiyah, konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin dinasti Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (khalifah) adalah berasal dari Allah. Bukan berasal dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman Khulafaur Rasyidin. 

Hal ini dapat dilihat dengan perkataan al-Mansur "saya adalah sultan Tuhan diatas buminya". Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan social, politik, ekonomi dan budaya yang terjadi disetiap masa tersebut. Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi 5 fase pemerintahan, dan sistem politik yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah I adalah :

  • Para khalifah tetap dari keturunan arab, sedang para Menteri, panglima, gubernur, dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
  • Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, social dan kebudayaan.
  • Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
  • Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia yang diakui sepenuhnya.
  • Para Menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan.

Selanjutnya, dinasti Abbasiyah dalam periode II, III, dan IV mengalami penurunan terhadap politik nya terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian sudah tidak menghiraukan pemerintahan pusat, kecuali politik saja. Panglima didaerah sudah berkuasa didaerahnya, dan mereka mendirikan (membentuk) pemerintahan sendiri. Misalnya dinasti Umayyah yang muncul kembali di Andalusia (Spanyol) dan dinasti Fathimiyah. Pada awal masa berdirinya dinasti Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para khalifah guna mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan, yaitu tindak keras terhadap bani Umayyah dan pengutamaan orang-orang turunan Persia.

Dalam menjalankan pemerintahan, Abbasiyah dibantu oleh seorang wazir (perdana Menteri) dan jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan wizarat terbagi menjadi 2 yaitu,

  • Wizarat tanfiz (sistem pemerintahan presidensial) yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
  • Wizarat tafwidl (parlemen cabinet) yang mana wazir memiliki kuasa penuh atas pemerintahan dan khalifah hanya sebatas formalitas lambang atau sebagai pengukuh dinasti lokal atau gubernurnya khalifah.

Untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitabah (secretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kitab (sekretaris negara), dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (Menteri departemen). Tata usaha negara bersifat sentral yang dinamakan an-Nidzamul Idary al-Markazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbasiyah juga didirikan Angkatan perang, Amirul umara, Baitul mal, organisasi kehakiman, dsb. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, ekonomi dan budaya.

masa 5 periode pemerintahan daulah bani Abbasiyah, antara lain :

  • Periode Pertama (750-847 M)

Pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah mencapai masa emasnya. Secara politik, khalifah merupakan tokoh sesungguhnya yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat. Yaitu dari tahun 750-754 M. karena itu, Pembina hakiki dari dinasti Abbasiyah adalah Abu Ja'far al-Mansur (754-775M). pada awal mula, ibu kota adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota baru yang dibangunnya, Baghdad, dekat ibu kota bekas Persia, Ctesiphon, Tahun 762 M. dengan demikian pusat  pemerintahan dinasti Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru tersebut, al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di Lembaga eksekutif dan yudikatif. Dibidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai coordinator departemen. Jabatan wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana Menteri dengan Menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada ditangan keluarga terpandang berasal dari Balkiah, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya Ja'far bin yahya menjadi gubernur Persia barat dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut, persoalan-persoalan administrasi negara lebih banyak ditangani oleh keluarga Persia itu. Masuknya keluarga non arab ini kedalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara dinasti Umayyah yang berorientasi ke bangsa arab.

Khalifah al-Mansur juga membentuk Lembaga protocol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi Angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad Ibn Abdul ar-Rahman sebagai hakim pada Lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak ,asa dinasti Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur jawatan pos digunakan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.

Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan didaerah perbatasan. Dipihak lain, dia berdamai dengan caisar Costantine V dan selama genjatan senjata 758-765M, Byzantium membayar upeti tahunan. Pada masa al-Mansur pengertian khalifah kembali berubah. konsep khilafah dalam pandangannya dan setelahnya merupakan mandate dari Allah bukan dari manusia,, bukan pula sebagai pelanjut nabi sebagaimana pada masa Khulafaur Rasyidin. Popularitas dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya dimasa Harun ar-Rasyid (786-809M) dan putranya al-Ma'mun (813-833 M). kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun ar-Rasyid untuk keperluan social, rumah sakit, Lembaga Pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud dimasa ini. Kesejahteraan social, kesehatan, Pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Dengan demikian, telah terlihat bahwa pada masa Harun ar-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dibanding dengan perluasaan wilayah yang sejatinya sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya dengan dinasti Umayyah. Al-Ma'mun setelah ar-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bayt al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar, pada masa al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat peradaban, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al-mu'tashim (833-842M) khalifah setelahnya memberikan peluang besar kepada orang Turki untuk masuk kedalam pemerintahan. Demikian ini dengan dilatar belakangi dengan adanya persaingan antara golongan arab dan Persia pada masa al-ma'mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tantara pengawal. Tak seperti masa dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah mengganti sistem ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perang sudah berakhir. Tentara dibina khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer Abbasiyah menjadi sangat kuat.


Sebutkan dan jelaskan dua macam wizarat pada masa daulah Abbasiyah

Lihat Kebijakan Selengkapnya


Page 3

Pada zaman Abbasiyah, konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin dinasti Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (khalifah) adalah berasal dari Allah. Bukan berasal dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman Khulafaur Rasyidin. 

Hal ini dapat dilihat dengan perkataan al-Mansur "saya adalah sultan Tuhan diatas buminya". Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan social, politik, ekonomi dan budaya yang terjadi disetiap masa tersebut. Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi 5 fase pemerintahan, dan sistem politik yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah I adalah :

  • Para khalifah tetap dari keturunan arab, sedang para Menteri, panglima, gubernur, dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
  • Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, social dan kebudayaan.
  • Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
  • Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia yang diakui sepenuhnya.
  • Para Menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan.

Selanjutnya, dinasti Abbasiyah dalam periode II, III, dan IV mengalami penurunan terhadap politik nya terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian sudah tidak menghiraukan pemerintahan pusat, kecuali politik saja. Panglima didaerah sudah berkuasa didaerahnya, dan mereka mendirikan (membentuk) pemerintahan sendiri. Misalnya dinasti Umayyah yang muncul kembali di Andalusia (Spanyol) dan dinasti Fathimiyah. Pada awal masa berdirinya dinasti Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para khalifah guna mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan, yaitu tindak keras terhadap bani Umayyah dan pengutamaan orang-orang turunan Persia.

Dalam menjalankan pemerintahan, Abbasiyah dibantu oleh seorang wazir (perdana Menteri) dan jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan wizarat terbagi menjadi 2 yaitu,

  • Wizarat tanfiz (sistem pemerintahan presidensial) yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
  • Wizarat tafwidl (parlemen cabinet) yang mana wazir memiliki kuasa penuh atas pemerintahan dan khalifah hanya sebatas formalitas lambang atau sebagai pengukuh dinasti lokal atau gubernurnya khalifah.

Untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitabah (secretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kitab (sekretaris negara), dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (Menteri departemen). Tata usaha negara bersifat sentral yang dinamakan an-Nidzamul Idary al-Markazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbasiyah juga didirikan Angkatan perang, Amirul umara, Baitul mal, organisasi kehakiman, dsb. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, ekonomi dan budaya.

masa 5 periode pemerintahan daulah bani Abbasiyah, antara lain :

  • Periode Pertama (750-847 M)

Pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah mencapai masa emasnya. Secara politik, khalifah merupakan tokoh sesungguhnya yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat. Yaitu dari tahun 750-754 M. karena itu, Pembina hakiki dari dinasti Abbasiyah adalah Abu Ja'far al-Mansur (754-775M). pada awal mula, ibu kota adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota baru yang dibangunnya, Baghdad, dekat ibu kota bekas Persia, Ctesiphon, Tahun 762 M. dengan demikian pusat  pemerintahan dinasti Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru tersebut, al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di Lembaga eksekutif dan yudikatif. Dibidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai coordinator departemen. Jabatan wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana Menteri dengan Menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada ditangan keluarga terpandang berasal dari Balkiah, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya Ja'far bin yahya menjadi gubernur Persia barat dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut, persoalan-persoalan administrasi negara lebih banyak ditangani oleh keluarga Persia itu. Masuknya keluarga non arab ini kedalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara dinasti Umayyah yang berorientasi ke bangsa arab.

Khalifah al-Mansur juga membentuk Lembaga protocol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi Angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad Ibn Abdul ar-Rahman sebagai hakim pada Lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak ,asa dinasti Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur jawatan pos digunakan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.

Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan didaerah perbatasan. Dipihak lain, dia berdamai dengan caisar Costantine V dan selama genjatan senjata 758-765M, Byzantium membayar upeti tahunan. Pada masa al-Mansur pengertian khalifah kembali berubah. konsep khilafah dalam pandangannya dan setelahnya merupakan mandate dari Allah bukan dari manusia,, bukan pula sebagai pelanjut nabi sebagaimana pada masa Khulafaur Rasyidin. Popularitas dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya dimasa Harun ar-Rasyid (786-809M) dan putranya al-Ma'mun (813-833 M). kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun ar-Rasyid untuk keperluan social, rumah sakit, Lembaga Pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud dimasa ini. Kesejahteraan social, kesehatan, Pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Dengan demikian, telah terlihat bahwa pada masa Harun ar-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dibanding dengan perluasaan wilayah yang sejatinya sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya dengan dinasti Umayyah. Al-Ma'mun setelah ar-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bayt al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar, pada masa al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat peradaban, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al-mu'tashim (833-842M) khalifah setelahnya memberikan peluang besar kepada orang Turki untuk masuk kedalam pemerintahan. Demikian ini dengan dilatar belakangi dengan adanya persaingan antara golongan arab dan Persia pada masa al-ma'mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tantara pengawal. Tak seperti masa dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah mengganti sistem ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perang sudah berakhir. Tentara dibina khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer Abbasiyah menjadi sangat kuat.


Sebutkan dan jelaskan dua macam wizarat pada masa daulah Abbasiyah

Lihat Kebijakan Selengkapnya


Page 4

Pada zaman Abbasiyah, konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin dinasti Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (khalifah) adalah berasal dari Allah. Bukan berasal dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman Khulafaur Rasyidin. 

Hal ini dapat dilihat dengan perkataan al-Mansur "saya adalah sultan Tuhan diatas buminya". Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan social, politik, ekonomi dan budaya yang terjadi disetiap masa tersebut. Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi 5 fase pemerintahan, dan sistem politik yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah I adalah :

  • Para khalifah tetap dari keturunan arab, sedang para Menteri, panglima, gubernur, dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
  • Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, social dan kebudayaan.
  • Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
  • Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia yang diakui sepenuhnya.
  • Para Menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan.

Selanjutnya, dinasti Abbasiyah dalam periode II, III, dan IV mengalami penurunan terhadap politik nya terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian sudah tidak menghiraukan pemerintahan pusat, kecuali politik saja. Panglima didaerah sudah berkuasa didaerahnya, dan mereka mendirikan (membentuk) pemerintahan sendiri. Misalnya dinasti Umayyah yang muncul kembali di Andalusia (Spanyol) dan dinasti Fathimiyah. Pada awal masa berdirinya dinasti Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para khalifah guna mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan, yaitu tindak keras terhadap bani Umayyah dan pengutamaan orang-orang turunan Persia.

Dalam menjalankan pemerintahan, Abbasiyah dibantu oleh seorang wazir (perdana Menteri) dan jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan wizarat terbagi menjadi 2 yaitu,

  • Wizarat tanfiz (sistem pemerintahan presidensial) yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
  • Wizarat tafwidl (parlemen cabinet) yang mana wazir memiliki kuasa penuh atas pemerintahan dan khalifah hanya sebatas formalitas lambang atau sebagai pengukuh dinasti lokal atau gubernurnya khalifah.

Untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitabah (secretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kitab (sekretaris negara), dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (Menteri departemen). Tata usaha negara bersifat sentral yang dinamakan an-Nidzamul Idary al-Markazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbasiyah juga didirikan Angkatan perang, Amirul umara, Baitul mal, organisasi kehakiman, dsb. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, ekonomi dan budaya.

masa 5 periode pemerintahan daulah bani Abbasiyah, antara lain :

  • Periode Pertama (750-847 M)

Pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah mencapai masa emasnya. Secara politik, khalifah merupakan tokoh sesungguhnya yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat. Yaitu dari tahun 750-754 M. karena itu, Pembina hakiki dari dinasti Abbasiyah adalah Abu Ja'far al-Mansur (754-775M). pada awal mula, ibu kota adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota baru yang dibangunnya, Baghdad, dekat ibu kota bekas Persia, Ctesiphon, Tahun 762 M. dengan demikian pusat  pemerintahan dinasti Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru tersebut, al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di Lembaga eksekutif dan yudikatif. Dibidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai coordinator departemen. Jabatan wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana Menteri dengan Menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada ditangan keluarga terpandang berasal dari Balkiah, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya Ja'far bin yahya menjadi gubernur Persia barat dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut, persoalan-persoalan administrasi negara lebih banyak ditangani oleh keluarga Persia itu. Masuknya keluarga non arab ini kedalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara dinasti Umayyah yang berorientasi ke bangsa arab.

Khalifah al-Mansur juga membentuk Lembaga protocol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi Angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad Ibn Abdul ar-Rahman sebagai hakim pada Lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak ,asa dinasti Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur jawatan pos digunakan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.

Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan didaerah perbatasan. Dipihak lain, dia berdamai dengan caisar Costantine V dan selama genjatan senjata 758-765M, Byzantium membayar upeti tahunan. Pada masa al-Mansur pengertian khalifah kembali berubah. konsep khilafah dalam pandangannya dan setelahnya merupakan mandate dari Allah bukan dari manusia,, bukan pula sebagai pelanjut nabi sebagaimana pada masa Khulafaur Rasyidin. Popularitas dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya dimasa Harun ar-Rasyid (786-809M) dan putranya al-Ma'mun (813-833 M). kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun ar-Rasyid untuk keperluan social, rumah sakit, Lembaga Pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud dimasa ini. Kesejahteraan social, kesehatan, Pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Dengan demikian, telah terlihat bahwa pada masa Harun ar-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dibanding dengan perluasaan wilayah yang sejatinya sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya dengan dinasti Umayyah. Al-Ma'mun setelah ar-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bayt al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar, pada masa al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat peradaban, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al-mu'tashim (833-842M) khalifah setelahnya memberikan peluang besar kepada orang Turki untuk masuk kedalam pemerintahan. Demikian ini dengan dilatar belakangi dengan adanya persaingan antara golongan arab dan Persia pada masa al-ma'mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tantara pengawal. Tak seperti masa dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah mengganti sistem ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perang sudah berakhir. Tentara dibina khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer Abbasiyah menjadi sangat kuat.


Sebutkan dan jelaskan dua macam wizarat pada masa daulah Abbasiyah

Lihat Kebijakan Selengkapnya