Rumah gadang hanya berjumlah 76 rumah yang tetap bertahan sejak tahun 1950-an menjadi keunikan desa

Rumah gadang hanya berjumlah 76 rumah yang tetap bertahan sejak tahun 1950-an menjadi keunikan desa
Sejumlah warga tengah melintas di Perkampungan Adat Sijunjung yang berada di Nagari Sijunjung. Perkampungan ini masih memiliki 76 rumah gadang. (IST)

Kabupaten Sijunjung punya cerita unik dibalik identitasnya sebagai daerah perkebunan, dan holtikutura di Sumatera Barat (Sumbar). Di mana di negeri ini terdapat sebuah perkampungan yang kental dengan adat istiadatnya. Di kawasan ini berdiri puluhan rumah adat tradisional (rumah gadang) sebagai pusat kegiatan, sekaligus menjadi tempat hunian penduduk. Kampung ini dinamakan perkampungan adat. Mau tau kisahnya? Berikut penulusuran Padang Ekspres.

Ya, ketika mendengar nama Kabupaten Sijunjung, secara otomatis cenderung alam sadar seseorang akan tertuju pada hamparan perkebunan karet dan kelapa sawit nan menghijau, serta di sejumlah tempat terdapat tepian area tambang pasir garapan masyarakat, hingga menjadi mata pencaharian sampingan warga.

Ketika ditelusuri akan menemukan alamnya yang menawan. Secara topografi dominan berlembah dan berbukit-bukit, di sejumlah kawasan dihiasi ngalau/bukit-bukit batu karst yang usianya sudah ratusan bahkan ribuan tahun. Salah-satunya yang cukup terkenal adalah objek wisata Geopark Silokek di Nagari Silokek, Kecamatan Sijunjung.

Namun barangkali saja juga tidak banyak yang tahu jika di bumi Lansek Manih ini juga terdapat sebuah kawasan perkampungan adat yang terpatri erat dengan roh matrilinial (garis keturunan ibu). Kampung ini oleh masyarakat diberi nama Perkampungan Adat.

Pada waktu-waktu tertentu berbagai ritual adat tradisional, kesenian lokal digelar di sini, bahkan di antaranya telah menjadi agenda rutin/ tahunan. Sampai-sampai helat perkawinan pun dilangsungkan secara adat, malam hari dimeriahkan dengan pertunjukan kesenian tradisi yang disebut malam bajago-jago. Tidak boleh pakai orgen tunggal. Saat ini tercatat ada 76 rumah gadang yang ada. Kawasan ini dikembangkan sehingga pengunjung bisa menikmati dengan tinggal atau menginap di kawasan ini.

Wali Nagari Sijunjung, Rajilis, didampingi Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN), Narizal Dt. Pangulu Sati, menyatakan, salah-satu keunikan kawasan Perkampungan Adat adalah, didalamnya hingga kini masih terdapat puluhan unit rumah adat rumah gadang. Semuanya senantiasa terawat dengan baik, dengan sistem kepemilikan dipegang oleh kaum perempuan, secara turun-temurun. Secara tuah/kehormatan dipegang pihak laki-laki selaku mamak kepala waris/kaum, masing-masingnya menyandang gelar adat yang disebut datuak.

Tak kalah menarik lagi, rumah gadang yang begitu banyak memenuhi Perkampungan Adat oleh penduduk sekaligus dijadikan sebagai tempat hunian. Maka dari waktu ke-waktu rumah hunian tradisional ini senantiasa dirawat dengan baik, bila ada material gedung mengalami kerusakan, akan dierpaiki oleh kaum tersebut.

“Di sini hampir semua penduduk menghuni rumah gadang, secara berketurunan, sangat sedikit yang mendirikan rumah beton. Aura adat dan budayanya terasa begitu kental, sebagaimana halnya masyarakat adat Minangkabau,” jelas Rajilis.

Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat setempat mayoritas berprofesi sebagai petani penggarap sawah dan kebun karet. Kaum perempuan selain memiliki tanggung-jawab mengurus rumah/keluarga, rata-rata juga pandai menenun. Tak heran bila di tiap rumah sekakigus terdapat alat tenun tradisional.

“Atas keunikan tersebut, kawasan Perkampungan Adat Nagari Sijunjung sering dikunjungi wisatawan luar, dan pengunjung bahkan ingin mencoba sensasi bermalam di rumah gadang,” tukasnya.

Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sijunjung, Narizal Dt.Pangulu Sati, menambahkan, Perkampungan Adat Sijunjung dihuni oleh anak kemenakan yang terbagi atas enam suku. Suku tersebut adalah suku Chaniago, Piliang, Malayu, Tobo, Panai, serta Malayu Tak Timbago. Tiap suku dinaungi seorang panghulu, berikut datuak bajinih berpangkat manti, malin, dubalang.

Tiap suku terbagi atas beberapa kaum, dan setiap kaum punya rumah gadang yang tak lain  sebagai simbol kebesaran sesuatu kaum selaku masyarakat nagari hukum adat.  Pembagunan rumah gadang tidak boleh dilakukan oleh semua orang, melainkan ada ketentuan dan syarat tertentu harus terpenuhi. Meski seseorang punya kempuan secara materi, tidak jaminan dapat membangun rumah adat bagonjong.

Uniknya lagi, rumah gadang di Perkampungan Adat Sijunjung tidak punya rangkiang sebagaimana lazimnya rumah gadang di banyak daerah di seantro Sumatera Barat, yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi.

Melainkan di negeri ini masyarakat pemilik runah gadang telah mentradisi menyimpan padi di bawah lantai rumahnya. Dimana sisi bawah lantai rumah dibagian ujung kanan dimodifikasi dibuatkan tong berukuran besar sebagai tempat penyimpanan barang, khususnya padi. Untuk membukanya papan bagian atas sekitar 5 meter x 5 meter bisa buka, kemudian bila tidak dipakai kembali ditutupi dan dilapisi tikar. (atn)

apakah pengertian dasar negara?​

Dibawah ini adalah contoh penerapan norma kesopanan yang benar pada kehidupan masyarakat! (1) berbicara secara sopan pada orang tua (2) cinta kasih pa … da makhluk hidup A. (1) dan (2) B. (1) dan (4) C. (1), (2), (3) D. (4) (3) membawa SIM saat berkendara (4) menunduk saat lewat di depan orang tua​

Sebutkan macam-macam konflik yang terjadi di masa reformasi​

Tuliskan kata konjungsi urutan waktu yang biasa digunakan di teks Fantasitolong di jawab​

Pancasila adalah ... Indonesia.​

9/2020 No kewajibanku disekdah hak ku di sekolah Penjelasan​

9. Contoh adanya pelanggaran hak dalam kehidupan sehari-hari adalah .... a. melarang pemulung masuk rumah warga b. membatasi kesempatan orang lain unt … uk ibadah c. memberi bantuan orang miskin d. melarang anak untuk menabung10. Bentuk dari sikap disiplin seorang pelajar adalah .... a. menghargai waktu b. bermain sepanjang haric. datang ke sekolah terlambat d. tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah​

membuat drama tentang hukum untuk 5 orang!! ( besok dikumpulin tolong bantuannya)​

sebutkan salahsatu pelaksanaan demokrasi di Indonesia​

Sebutkan 10 Cara mempertahankan persatuan dan kesatuan di lingkungan sekolah​

Dibawah ini adalah contoh penerapan norma kesopanan yang benar pada kehidupan masyarakat! (1) berbicara secara sopan pada orang tua (2) cinta kasih pa … da makhluk hidup A. (1) dan (2) B. (1) dan (4) C. (1), (2), (3) D. (4) (3) membawa SIM saat berkendara (4) menunduk saat lewat di depan orang tua​

Tuliskan kata konjungsi urutan waktu yang biasa digunakan di teks Fantasitolong di jawab​

9/2020 No kewajibanku disekdah hak ku di sekolah Penjelasan​

membuat drama tentang hukum untuk 5 orang!! ( besok dikumpulin tolong bantuannya)​

Sebutkan 10 Cara mempertahankan persatuan dan kesatuan di lingkungan sekolah​

Langgam.id – Rasa lelah setelah menempuh perjalanan dari Padang menuju Kabupaten Sijunjung serasa terbayar, kala melihat deretan rumah gadang berjejer rapi di Nagari Sijunjung. Pemandangan itu menambah istimewa nagari yang memiliki nama sama dengan kecamatan dan kabupaten tersebut.

Nagari Sijunjung memang berada di Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat. Posisinya sekitar enam kilometer dari Muaro Sijunjung, ibu kota kabupaten atau sekitar 122 kilometer dari Padang.

Tak banyak nagari di Minangkabau yang masih punya banyak rumah gadang tua seperti Sijunjung. Di kawasan Kampung Adat Nagari Sijunjung terdapat 76 rumah gadang. Rumah-rumah itu dihuni oleh masyarakat setempat dari enam suku:  Chaniago, Piliang, Malayu, Tobo, Panai, dan Malayu Tak Timbago.

Rumah-rumah gadang itu berjejer rapi di sisi kiri dan kanan jalan yang memiliki lebar sekitar enam meter, dengan macam tanaman bunga di halamannya. Berusia tua, namun rata-rata tampak berdiri kokoh dengan berbagai ukuran.

Berbeda dengan kawasan Seribu Rumah Gadang di Solok Selatan, Kampung Adat Nagari Sijunjung yang lebih rapat, jarak antara rumah dengan rumah lainnya di nagari ini tidak terlalu berdekatan.

Bila Anda memasuki Kampungan Adat Nagari Sijunjung akan tampak dari titik persimpangan sebuah patung seorang perempuan yang menjulang setinggi lima meter berpakaian adat. Patung perempuan itu dikenal dengan sebutan Puti Junjung.

Jika berdiri persis di patung Puti Junjung, sepanjang mata memandang akan terlihat rumah gadang begitu tertata di sisi kanan dan kiri. Jalan utama di kawasan Kampung Adat Nagari Sijunjung juga termasuk bagus karena telah diaspal.

Sisi kiri dan kanan badan jalan terdapat trotoar dengan lebar kurang satu meter untuk berjalan menikmati indahnya Rumah Gadang. Di sepanjang jalan, juga telah dibangun pagar dari berbatuan sungai menambah tatanan Rumah Gadang begitu cantik.

Ukuran Rumah Gadang di kampung ini beragam dan rata-rata pola bangunan berbentuk persegi panjang. Menurut Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Bung Hatta, Joni Wongso, setiap suku di Kampung Adat Nagari Sijunjung memiliki rumah gadang yang berbeda.

“Rumah Gadang di Kampung Adat Sijunjung ini sudah pernah saya kelompokan.  Memang berbeda-beda, kadang ada lantai rumah yang ditinggikan,” ujar Joni dihubungi langgam.id, Selasa (12/11/2019).

Dari segi bentuk bangunan, arsitektur rumah gadang di Kampung Adat Nagari Sijunjung merupakan tipe rumah gadang yang tergolong lebih kecil. Segi atap pun juga beragam mulai memiliki dua, empat hingga lima gonjong.

“Kadang ada penambahan teras di depan yang beratap gonjong juga, sehingga totalnya menjadi lima gonjong,” katanya.

Penambahan teras (beranda) di bagian depan rumah gadang, menurut Joni merupakan perkembangan dari gumah gadang daerah Luhak. Sedangkan untuk pintu masuk ke rumah gadang, kebanyakan berada di posisi tengah bangunan.

“Rata-rata pintu masuk berada di tengah bangunan. Berbeda di daerah Luhak yang kadang memiliki pintu masuk di samping atau pun di belakang bangunan,” ucapnya.

Joni mengaku belum menggali sejarah usia rumah gadang di nagari itu. Namun dari cerita yang didapatnya, diperkirakan telah ada sejak ratusan tahun.

Ia mengaku kagum dengan susunan rumah gadang tertata rapi. “Uniknya bisa teratur, tersusun rapi gitu. Kita lihat di perkampungan daerah lain pasti teracak,” katanya.

“Untuk kontruksi utama rumah gadang-nya, bangunan juga masih mengunakan pasak. Tapi dinding enggak, sebenarnya dinding juga bisa dipasak tapi sekarang terlihat sudah pakai paku,” sambung Joni.

“Roh Matriarkat” di Sijunjung

Sistem garis keturunan ibu Minangkabau sangat terasa di Kampung Adat Nagari Sijunjung. “Roh” matriarkat itu terlihat jelas dari kaum kerabat perempuan yang menghuni setiap rumah gadang.

Hendra Yeni, misalnya, yang merupakan salah satu keturunan Suku Caniago. Perempuan 46 tahun itu tinggal di rumah gadang peninggalan Datuak Bandaro Sati yang merupakan Mamak Rajo atau Kepala Suku Caniago. Yeni adalah keturunan keempat, sebagai penerus penghuni rumah adat sukunya.

“Rumah Gadang ini sudah sekian keturunan. Mamak dengan gelar yang sama sudah empat orang yang meninggal. Sekarang yang baru juga tinggal di sini, masih bujangan. Penerus Kepala Suku Caniago namanya Gilang Ilyas Saputra Datuak Bandaro Sati,” ujar Yeni saat ditemui langgam.id beberapa waktu lalu.

Ibu lima orang anak ini mengakui telah sejak kecil tinggal di rumah gadang. Menurutnya, rumah yang dihuninya telah berdiri cukup lama. Walaupun sudah lumayan tua, tak begitu banyak renovasi yang dilakukan pada struktur bangunan.

Yeni mengatakan, hanya lantai dan beberapa dinding yang sempat direnovasi karena sempat rusak karena kondisi sudah lapuk. Rumah gadang yang dihuninya juga masih mengunakan sistem pasak yang memiliki 14 tiang.

“Merawatnya ya seperti merawat rumah sendiri, kotor dibersihkan dan lapuk diganti. Renovasi untuk rumah ini pakai dana pribadi, walaupun setiap rumah terdapat penanggung jawab dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Sijunjung,” ungkapnya.

Jika dilihat dari luar bangunan, rumah gadang Yeni sedikit mencolok dan berbeda dari rumah lainya. Salah satunya seperti banyaknya ukiran. Setidaknya terdapat empat macam motif ukiran di dinding, seperti itiak pulang patang hingga pucuak rabuang.

“Rumah Gadang ini selain tempat tinggal juga menjadi pusat kegiatan adat, serta prosesi menjelang pernikahan yang masih kental dengan adat istiadat. Basiriah batando misalnya, itu wajib di Rumah Gadang dilaksanakan,” tuturnya.

Menggelar pesta pernikahan tanpa aturan adat tak diperbolehkan di kawasan Kampung Adat Nagari Sijunjung, apalagi dimeriahkan dengan musik atau orgen tunggal. Perayaan pernikahan dirayakan dengan adat istiadat Minangkabau.

Rumah Gadang Tanpa Rangkiang

Dari deretan 76 rumah gadang di Kampung Adat Nagari Sijunjung, tidak ada satupun bangunan rangkiang berdiri. Padahal, biasanya rangkiang ada di depan halaman rumah gadang sebagai tempat penyimpanan padi hasil panen.

Ternyata, masyarakat dari enam suku di Kampung Adat Nagari Sijunjung memilih menyimpan padi hasil panennya di bawah lantai rumah yang ditinggikan. Tempat ini berada di sisi sudut kanan dalam ruang utama, menurut masyarakat namanya balero.

Padi hasil panen itu dimasukkan di bawah lantai kemudian ditutup dengan tikar. Yeni mengatakan, tumpukan padi itu kadang juga sebagai pengganti kasur. Bahkan, konon katanya, apabila tidur di atas tumpukan pada bisa sebagai terapi kesehatan.

“Ciri khas memang disimpan di bawah lantai. Mayoritas memang kayak gini, tak ada rangkiang. Apabila perlu padi tinggal dibuka tikar lalu ambil. Kalau punya saya ini ada sekitar 60 goni (karung),” katanya.

“Dulu ada wisatawan mancanegara, mereka nginap di sini. Kami sudah sediakan kasur untuk mereka tidur, tapi enggak mau pakai kasur, malah tidur di tumpukan padi ini,” cerita Yeni.

Selain tempat tinggal masyarakat, rumah gadang di Kampung Adat Nagari Sijunjung memang juga dijadikan sebagai lokasi penginapan. Misalkan ada event yang diadakan di Kabupaten Sijunjung, para tamu akan bermalam di rumah gadang.

Salah satunya seperti iven bertaraf internasional kejuaraan dunia arung jeram yang bertajuk Silokek Geofest Rafting World Cup (SGRWC) 2019 yang baru ini digelar. Diketahui, ratusan atlet yang terlibat dalam olahraga ekstrem ini berasal dari nasional hingga internasional.

Terdapat para atlet dua negara seperti Malaysia dan Republik Ceko. Begitupun untuk atlet lokal dari berbagai provinsi di Indonesia. Untuk lokasi penginapan, para atlet ini bermalam selama empat hari di Rumah Gadang.

Mereka juga berbaur langsung dengan pemilik rumah. Pemerintah Kabupaten Sijunjung pun juga telah berkoordinasi kepada setiap tuan rumah. Tentunya menjadi pengalaman sendiri tidur di Rumah Gadang.

Salah seorang Atlet asal Malaysia, Muhammad Firdaus mengaku terpukau dengan nuansa keindahan alam dan adat istiadat di Kampung Adat Nagari Sijunjung. Suasana ini, tidak ia temukan di negara manapun.

“Alamnya hijau sekali, bagus. Kami atlet dari Malaysia sangat senang di sini. Kami sebagai pendatang berharap masyarakat dan pemerintah setempat dapat mempertahankan suasana ini,” ujarnya kagum.

Menuju Warisan Dunia

Keindahan dan sejarah yang ada di Kampungan Adat Nagari Sijunjung membuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menetap sebagai kawasan cagar budaya nasional. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Sijunjung sedang berupaya untuk diterima UNESCO sebagai warisan dunia.

Bupati Sijunjung Yuswir Arifin mengatakan, pemerintah kabupaten sedang dalam tahap penyempurnaan teknis hingga dokumen-dokumen yang diminta UNESCO.

“Ini sudah diminta oleh Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan. Kita harus segera mempersiapkan berkas dokumen yang telah dijilid. Kelihatannya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diberikan peluang untuk diajukan ke UNESCO,” kata Yuswir.

Ia memastikan semua pihak yang terlibat akan bekerja keras dalam memperjuangkan Kampung Adat Nagari Sijunjung menjadi warisan dunia UNESCO.

“Kita kerjakan semua bersama-sama. Dokumen harus ada, regulasi-regulasi dari bawah hingga ke tingkat provinsi. Kita tetap berusaha, kalau perkampungan adat sudah berfungsi, ini jelas,” katanya.

“Masyarakat sudah meletakkan “roh” matriarkat ada di sini. Perkampungan adat aktivitas masa lalu masih terasa. Jadi dipertahankan dan dilestarikan hingga difungsikan,” ujarnya. (Irwanda/HM)