Perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin Pattimura disebabkan oleh berbagai hal berikut kecuali

Nama Lengkap Kapitan Pattimura Alias Pattimura | Thomas Matulessy Agama Islam Tempat Lahir Hualoy, Hualoy, Seram Selatan, Maluku Tanggal Lahir Minggu, 8 Juni 1783 Zodiak Gemini Warga Negara Indonesia Relation - Biografi

Pattimura lahir pada tanggal 8 Juni 1783 dari ayah Frans Matulesi dengan Ibu Fransina Silahoi. Munurut M. Sapidja ( penulis buku sejarah pemerintahan pertama) mengatakan bahwa “pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan"Ia adalah pahlawan yang berjuang untuk Maluku melawan VOC Belanda. Sebelumnya Pattimura adalah mantan sersan di militer Inggris. pada tahun 1816 Inggris bertekuk lutut kepda belanda. Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura. Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengoordinir raja-raja dan patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda.Di Saparua, dia dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 Mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg.Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan benteng tersebut berhasil dikuasai pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda tidak mau menyerahkan begitu saja benteng itu. Belanda kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul mundur.Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Atas kegigihannya memperjuangkan kemerdekaan, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan” oleh pemerintah Republik Indonesia.

Riset Dan Analisa Oleh Nur Laila

Penghargaan
  • Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan RI


Perang Pattimura merupakan bentuk perlawanan masyrakat Maluku dalam melawan penjajah. Maluku merupakan daerah yang kaya dengan rempah-rempah. Maka dari itu, banyak bangsa lain yang datang ke Maluku untuk berdagang. Seiring berjalannya waktu, kehadiran bangsa lain ternyata membuat kehidupan masyarakat Maluku terganggu terutama dalam tatanan ekonomi.

Bagaimanakah kronologis perlawanan rakyat Maluku dalam mengusir penjajah? Simak penjelasannya berikut ini.

Mengutip dari buku “Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1”, latar belakang Perang Pattimura diawali dengan kedatangan bangsa barat ke tanah Maluku untuk melakukan perdagangan. Maluku menjadi salah satu daerah yang banyak dituju orang-orang Eropa karena kekayaan yang dimilikinya. Hasil alam yang melimpah membuat daerah ini mendapat julukan “mutiara dari timur”.

Kekayaan yang ada di dalamnya membuat bangsa Eropa datang berbondong-bondong datang ke tanah Maluku. Kedatangan orang-orang Eropa awalnya hanya untuk berdagang saja, namun seiring berjalannya waktu mereka semakin berkuasa dan membuat masyarakat Maluku merasa terganggu.

Pada masa pemerintahan Inggris di bawah Raffles, keadaan Maluku cukup tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat Maluku. Kegiatan kerja rodi berkurang dan para pemuda diberi kesempatan bekerja di dinas angkatan perang Inggris.

Namun kondisi berubah saat Hinida Belanda datang. Kegiatan monopoli perdagangan di Maluku kembali diperketat. Dengan demikian, beban masyarakat semakin besar. Pasalnya, selain penyerahan wajib, masyarakat Maluku juga wajib kerja paksa, menyerahkan ikan asin, dendeng, dan kopi.

Advertising

Advertising

Jika diketahui ada yang melanggar, maka pemerintah Hindia Belanda akan bertindak tegas untuk menghukum. Selain penyerahan sejumlah hasil Bumi, pada masa Hindia Belanda juga terjadi desas desus bahwa para guru akan diberhentikan dan para pemuda akan dijadikan tentara di luar Maluku.

Kabar tersebut membuat situasi semakin panas. Hal lain yang juga menyulut kemarahan masyarakat Maluku yaitu sikap arogan dan sewenang-wenang dari Redisen Saparua. Sikap tidak terpuji itu tercerminkan saat masyarakat menuntut pembayaran atas perahu yang dijualnya ke Belanda.

Pada saat itu, Belanda enggan untuk membayar perahu tersebut. Para pembuat perahu kemudian mengancam akan mogok apabila tidak dibayarkan. Residen Saparua Van den Berg menolak tuntutan tersebut. Kejadian ini membuat kebencian rakyat Maluku semakin bertambah.  

Baca Juga

Ketidakadilan yang diterima rakyat Maluku membuat banyak pemuda Maluku melakukan serangkaian pertemuan rahasia. Contohnya pertemuan yang diadakan di Pulau Haruku, pulau yang dihuni umat Islam..

Kemudian pada tanggal 14 Mei 1817, mereka mengadakan pertemuan kembali di Pulau Saparua (pulau yang dihuni umat Kristiani) atau lebih tepatnya di Hutan Kayu Putih. Dalam pertemuan tersebut disipulkan bahwa rakyat Maluku tidak ingin menderita. Maka dari itu, mereka perlu melawan untuk menetang Belanda.

Thomas Matulessi atau yang kemudian dikenal sebagai Pattimura dipercaya sebagai pemimpin. Penunjukkan tersebut dikarenakan Pattimura pernah bekerja di dinas angkatan perang Inggris. Dari pengalamannya tersebut, harapannya bisa menguntungkan rakyat Maluku.

Pergerakan Perang Pattimura

Perlawanan masyarakat Maluku dimulai dengan menghancurkan kapal Belanda yang ada di pelabuhan. Setelah itu, para pejuang menuju Benteng Duurstede. Ternyata di benteng tersebut sudah berkumpul pasukan Belanda. Maka dari itu, terjadilah pertempuran antara pejuang Maluku dengan pasukan Belanda.

Pasukan Maluku dipimpin oleh Christina Martha Tiahahu, Tomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina. Sedangkan pasukan Belanda di pimpin oleh Residen van den Berg. Pada tertempuran kali ini, Residen van den Bergs terbunuh dan pasukan Maluku berhasil menguasai benteng Duurstede.

Belanda kemudian meminta bantuan dari Ambon sejumlah 300 prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes. Namun bantuan ini berhasil digagalkan pasukan Pattimura. Dalam peristiwa ini, Mayor Beetjes juga terbunuh. Kemenangan tersebut membuat pejuang lain semakin bersemangat.

Selanjutnya Pattimura fokus menyerang Benteng Zeelandia di Pulau Haruku. Melihat strategi ini, maka pasukan Belanda, kemudian mempekuat pertahanan di benteng. Patroli juga diperketat, sehingga Pattimura dan pasukannya gagal menembus Benteng Zeelandia.

Selain melakukan bergerak dengan perlawanan fisik, upaya perundingan juga dilakukan. Sayangnya perundingan tersebut tidak menemui kesepakatan antar kedua belah pihak. Hingga akhirnya Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk merebut Benteng Duurstede.

Agustus 1817 Saparua diblokade, Benteng Duurstede dikepung berserta tembakan meriam yang bertubi-tubi. Satu persatu perlawanan di luar benteng lumpuh. Daerah di kepualauan kemudian bisa dikuasai Belanda.

Kondisi tersebut membuat Pattimura memerintahkan pasukannya untuk meloloskan diri dan meninggalkan tempat pertahannya. Dengan demikian, Benteng Duurstede berhasil di kuasai Belanda. Pattimura dan pasukannya terus melawan dengan cara bergerilya.

Namun pada bukan November, beberapa pasukan Pattimura tertangkap salah satunya Kapitan Paulus Tiahahu (ayah Christina Martha Tiahahu). Kapitan Paulus kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar kabar tersebut, Christina Martha Tiahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk bergerilya.

Baca Juga

Meskipun sudah menguasai benteng dan berhasil menghukum mati Kapitan Paulus, Belanda belum puas sebelum berhasil menangkap Pattimura. Bahkan, Belanda mengumumkan siapapun yang berhasil menangkap Pattimura akan diberi hadiah 1000 gulden.

Setelah enam bulan memimpin perlawanan, akhirnya Pattimura tertangkap tanggal 16 Desember 1817, Pattimura kemudian digantung di alun-alun Kota Ambon. Tokoh Perang Pattimura lainnya yaitu Christina Martha Tiahahu lalu melanjutkan perang gerilya walaupun akhirnya tertangkap juga.

Christina tidak dihukum mati, namun dia dibuang bersama 39 orang lainnya ke Jawa untuk melaksanakan kerja rodi. Dikisahkan bahwa dalam kapan, Christina Martha Tiahahu melakukan aksi mogok makan dan enggan buka mulut.

Ia kemudian jatuh sakit dan meninggal dunia pada 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Meninggalnya Christina Martha Tiahahu menjadi petanda berakhirnya Perang Pattimura.  

Baca Juga

Perlawanan yang dilakukan oleh Pattimura dan pejuang lainnya ternyata memberikan dampak yang berarti untuk masyarakat Maluku pada saat itu. Jika dilihat dari cerita sejarahnya, perlawanan tersebut berhasil merebut salah satu benteng pertahanan Belanda yaitu Benteng Duurstede.

Meskipun pada akhirnya benteng tersebut kembali dikuasai Belanda, setidaknya para pejuang Maluku sudah membuktikan bahwa mereka tidak bisa remehkan. Semangat itulah yang kemudian menjadi modal untuk melakukan perlawanan lain.