Orang yang paling berisiko tinggi tertular hiv adalah

Penularan HIV bukan melalui air liur, keringat, sentuhan, ciuman, atau gigitan nyamuk. HIV dapat ditularkan melalui kontak cairan tubuh, seperti carian vagina atau sperma saat melakukan aktivitas seksual, penggunaan jarum suntik secara bergantian.

HIV atau human immunodeficiency virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. HIV bisa berakibat fatal jika tidak diobati dan bisa menular dalam keadaan tertentu. Itu sebabnya penting untuk mengetahui cara penularan HIV, untuk kemudian mencegah penularan penyakit ini.

Orang yang paling berisiko tinggi tertular hiv adalah

Mengenal Beragam Cara Penularan HIV

Siapa pun bisa terinfeksi HIV, termasuk bayi yang lahir dari ibu dengan HIV. Sebab, pada dasarnya penularan HIV dapat terjadi melalui cairan tubuh, seperti darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu ke dalam tubuh seseorang.

Cairan-cairan tersebut bisa masuk ke dalam tubuh melalui berbagai metode berikut:

1. Hubungan seks

Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seksual tanpa kondom, baik melalui vagina, anal, maupun seks oral. Selain itu seseorang yang suka berganti-ganti pasangan seksual juga lebih berisiko untuk terkena HIV.

2. Penggunaan jarum suntik

HIV dapat ditularkan melalui jarum suntik yang terkontaminasi darah orang yang terinfeksi HIV. Berbagi pakai jarum suntik atau menggunakan jarum suntik bekas membuat seseorang berisiko tertular penyakit, termasuk HIV.

3. Kehamilan, persalinan, atau menyusui

Seorang ibu dengan HIV yang kemudian mengandung atau menyusui berisiko tinggi untuk menularkan HIV kepada bayinya. Untuk itu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter apabila Anda adalah penderita HIV yang tengah hamil, agar risiko penularan HIV pada bayi bisa ditekan.

Pada beberapa kasus, penularan HIV juga bisa terjadi melalui transfusi darah. Namun, kejadian ini semakin jarang terjadi karena adanya penerapan uji kelayakan donor, termasuk donor darah, organ, atau jaringan tubuh. Dengan pengujian yang layak, penerima donor darah memiliki risiko yang rendah untuk terinfeksi HIV.

Mengobati Infeksi HIV

Sampai saat ini belum ada obat ataupun vaksin yang dapat mencegah dan menyembuhkan infeksi HIV/AIDS. Namun, bagi penderita HIV, ada upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi tersebut, yaitu dengan mengonsumsi obat antiretroviral sesuai dosis yang disarankan dokter.

Obat antiretroviral akan membantu menekan aktivitas virus dalam tubuh, sehingga penderita HIV memiliki harapan untuk berumur lebih panjang, hidup lebih sehat, dan mampu memperkecil risiko menularkan HIV kepada pasangan.

Mencegah Penularan HIV

Ada beberapa langkah yang bisa Anda lakukan untuk mencegah penularan HIV, yaitu:

1. Gunakan kondom setiap kali berhubungan seks

Jika Anda tidak mengetahui status HIV pasangan Anda, gunakanlah kondom setiap kali Anda melakukan hubungan seks vaginal, anal, atau oral. Untuk wanita, Anda bisa menggunakan kondom wanita.

2. Hindari perilaku seksual yang berisiko

Selain tidak menggunakan kondom, seks anal adalah aktivitas seks yang memiliki risiko tertinggi dalam penularan HIV. Pelaku maupun penerima seks anal sama-sama berisiko untuk tertular HIV, hanya saja penerima seks anal berisiko lebih tinggi.

Oleh sebab itu, disarankan untuk melakukan hubungan seks yang aman serta menggunakan kondom untuk mencegah penularan HIV.

3. Gunakan jarum baru

Jarum dapat digunakan dalam berbagai kegiatan, seperti prosedur tindik, pembuatan tato, dan penyuntikkan obat atau vaksin, misalnya vaksin COVID-19. Untuk menghindari penularan HIV, pastikan bahwa jarum suntik yang digunakan adalah jarum suntik baru yang masih steril.

4. Lakukan pre-exposure prophylaxis (PrEP)

PrEP merupakan metode pencegahan HIV dengan cara mengonsumsi obat antiretroviral bagi mereka yang berisiko tinggi tertular HIV, seperti:

  • Orang yang memiliki pasangan dengan HIV positif
  • Pengguna jarum suntik yang berisiko
  • Orang yang sering berhubungan seksual tanpa pengaman
  • Orang yang aktif secara seksual dan menderita penyakit menular seksual dalam 6 bulan terakhir

Pemahaman yang salah mengenai penularan HIV dan kurangnya pengetahuan mengenai berhubungan seks yang aman merupakan beberapa kendala dalam pencegahan dan penanggulangan HIV.

Anda bisa berkonsultasi langsung dengan dokter untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penularan HIV serta pemeriksaan dini terkait HIV melalui metode VCT.

Jika Anda sudah tergolong aktif secara seksual, risiko penularan virus penyebab HIV/AIDS juga tinggi apabila Anda bergonta-ganti pasangan seks.

2. Pemakaian jarum suntik tidak steril

Salah satu penyebab yang terkait erat dengan wabah HIV di Indonesia adalah penggunaan jarum suntik bekas secara bergantian untuk obat-obatan terlarang. Jenis narkoba yang biasa dikonsumsi lewat suntikan di antaranya adalah kokain dan methamphetamine (sabu-sabu atau “meth”).

Jarum yang telah digunakan oleh orang lain akan meninggalkan sisa-sisa darah. Nah, virus penyebab HIV dapat bertahan hidup di dalam jarum selama kurang lebih 42 hari setelah kontak pertama kali.

Residu darah yang tertinggal pada jarum dapat masuk ke tubuh pemakai jarum selanjutnya lewat luka bekas suntikan. Maka, ada kemungkinan bahwa satu jarum bekas dapat menjadi perantara perpindahan virus HIV kepada banyak orang di waktu bersamaan atau berbeda.

Penggunaan obat melalui suntikan merupakan rute langsung dari transmisi. Namun demikian, perilaku berisiko lainnya yang terkait dengan pemakaian narkoba, seperti minum-minum alkohol, merokok, dan seks bebas juga terkait dengan peningkatan risiko penyebab HIV dan AIDS.

Perilaku-perilaku berisiko di atas dapat meningkatkan risiko HIV dengan mengaburkan logika dan menurunkan kesadaran pengguna untuk menalar. Pada orang yang telah terinfeksi, perilaku-perilaku ini dapat mempercepat perkembangan HIV dan berdampak buruk pada pengobatan HIV.

Menggunakan peralatan untuk membuat tattoo atau tindik badan – termasuk tinta – yang tidak steril atau bersih juga dapat menjadi perilaku penyebab HIV AIDS.

Orang-orang yang berisiko tertular virus penyebab HIV

Dari penjelasan di atas, risiko penularan HIV tampak paling banyak dan umum pada orang-orang yang berhubungan seks tanpa kondom dan pemakai narkoba.

Namun berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan tahun 2017, ada tren kenaikan jumlah kasus HIV baru pada anak-anak dan ibu rumah tangga. Kenapa begitu?

1. Ibu rumah tangga

Sampai saat ini tidak sedikit jumlah ibu rumah tangga yang didiagnosis mengidap HIV.

Seperti dikutip dari Jakarta Globe, Emi Yuliana dari Komisi Pencegahan AIDS Surabaya mengatakan jumlah ibu rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS meningkat lebih banyak ketimbang kelompok wanita pekerja seks komersil. Pun menurut Kepala Badan Penanggulangan AIDS Daerah Bogor, sekitar 60% dari penderita HIV/AIDS di Kota Bogor adalah ibu rumah tangga.

Ini kemungkinan disebabkan oleh hubungan seksual dengan pasangan yang positif HIV dan kurangnya intervensi terhadap pencegahan dari penyebab HIV dan AIDS pada ibu rumah tangga. Berbeda dengan upaya pencegahan pada pekerja seks komersial yang lebih digalakkan.

Kendala utamanya yang diketahui adalah penolakan untuk menjalani tes HIV/AIDS setelah menikah, terutama pada kebanyakan ibu hamil ataupun yang berencana hamil. Penolakan biasanya terjadi karena merasa malu, tabu, atau merasa baik dirinya maupun pasangannya tidak pernah berhubungan seksual dengan orang lain.

Hanya ada kurang dari 10% yang bersedia menjalani tes HIV setelah menikah.

2. Petugas kesehatan

Kelompok lainnya yang berisiko tinggi terinfeksi virus penyebab HIV adalah petugas pusat layanan kesehatan, seperti dokter, perawat, petugas laboratorium, hingga petugas pembersih limbah fasilitas kesehatan. Penyebab HIV di institusi medis biasanya berasal dari darah yang terinfeksi.

Darah dari pasien yang positif HIV dapat menularkan HIV kepada petugas kesehatan tersebut melalui luka terbuka.

Ada beberapa cara virus penyebab HIV dapat ditularkan ke petugas kesehatan, yaitu:

Orang yang paling berisiko tinggi tertular hiv adalah
11 Juli 2022, 81222 kali dilihat Index

Kebanyakan kita mengetahui bagaimana HIV menular. Kita juga tahu mengenai usulan untuk seks yang lebih aman. Namun kita tetap dapat terpajan pada (berisiko terinfeksi) HIV. Hal ini dapat terjadi akibat kecelakaan atau karena kita melakukan perilaku berisiko. Waktu hal ini terjadi, kita selalu ingin tahu tingkat kemungkinan (kans) kita terinfeksi HIV.

Tidak Ada Jaminan!

Kita hanya dapat yakin kita tidak terinfeksi HIV bila kita yakin 100% kita belum pernah melakukan perilaku berisiko apa pun, dan kita belum pernah terpajan pada cairan terinfeksi HIV apa pun.

Satu-satunya cara untuk memastikan apakah kita terinfeksi atau tidak adalah dengan tes HIV – lihat Lembaran Informasi (LI) 102. Kita harus menunggu tiga bulan setelah pajanan mungkin. Baru setelah jangka waktu itu (yang disebut masa jendela) kita dapat yakin bahwa hasil tes non-reaktif berarti kita tidak terinfeksi HIV. Namun hasil reaktif lebih dini berarti kita pasti terinfeksi HIV.

Kita mungkin merasa bahwa kita baru saja terpajan pada HIV melalui penggunaan jarum suntik bergantian, atau melalui hubungan seks yang tidak aman (tanpa memakai kondom). Bila hal ini terjadi, sebaiknya kita segera periksa ke dokter. Mungkin kita dapat diberi obat untuk mencegah infeksi – lihat LI 156 mengenai Profilaksis Pascapajanan.

Apa Artinya Angka?

Pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, beberapa penelitian dilakukan untuk menilai risiko infeksi HIV akibat jenis pajanan tertentu pada HIV. Hitungan ini hanya memberi gambaran yang umum mengenai tingkat risiko. Angka dapat menggambarkan kegiatan apa yang membawa risiko yang lebih tinggi atau lebih rendah. Angka ini tidak dapat menebak apakah kita terinfeksi atau tidak.

Contohnya, risiko (kans) 1 dari 100 tidak berarti kita dapat melakukan kegiatan tersebut 99 kali tanpa risiko. Kita dapat tertular HIV akibat hanya satu kali terpajan. Kita dapat tertular pertama kali kita melakukan perilaku berisiko.

Lagi pula penelitian ini melibatkan kelompok orang yang tertentu. Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa hasilnya akan berlaku pada kelompok lain, atau pada masyarakat umum.

Kegiatan Apa yang Paling Berisiko?

Risiko tertinggi terinfeksi HIV adalah penggunaan jarum suntik bergantian untuk menyuntik narkoba bersama dengan seseorang yang terinfeksi HIV. Bila kita memakai jarum suntik bergantian, ada kemungkinan yang sangat tinggi bahwa darah orang lain akan dimasukkan pada aliran darah kita. Virus hepatitis juga dapat tertular dengan penggunaan jarum suntik bergantian.

Risiko tertinggi terinfeksi HIV yang berikutnya adalah dengan hubungan seks tanpa kondom. Hubungan seks anal (melalui dubur) paling berisiko. Lapisan dubur adalah sangat tipis. Lapisan tersebut sangat mudah dirusakkan saat berhubungan seks. Kerusakan tersebut memudahkan HIV masuk ke tubuh. Pasangan atas (“top” atau yang memasukkan) dalam hubungan seks anal tampaknya kurang berisiko.

Hubungan seks vagina menimbulkan risiko tertinggi yang berikutnya. Lapisan vagina lebih kuat dibandingkan lapisan dubur, tetapi tetap rentan terhadap infeksi. Juga lapisan ini dapat dirusakkan oleh kegiatan seks; hanya dibutuhkan luka yang tidak kasatmata. Risiko penularan meningkat bila adanya radang atau infeksi pada vagina.

Pasangan yang dimasukkan paling berisiko. Namun tetap ada risiko pada pasangan yang memasukkan pada seks anal atau vagina. Ada kemungkinan HIV dapat memasuki penis melalui luka terbuka, melalui lapisan yang lembab pada lubang penis, atau melalui sel di selaput mukosa pada kulup atau kepala penis.

Bagaimana dengan Seks Oral?

Pernah dilakukan banyak penelitian mengenai penularan HIV melalui seks oral (mulut ke kelamin). Penelitian tersebut tidak mengambil kesimpulan yang jelas. Namun yang berikut adalah jelas:

  • Penularan HIV melalui seks oral adalah mungkin. Risiko bukan nol.
  • Risiko penularan HIV melalui seks oral sangat rendah, jauh lebih rendah dibandingkan jenis hubungan seks lain tanpa kondom. Namun infeksi lain misalnya sifilis dapat menular melalui seks oral.

Apa yang Meningkatkan Risiko Penularan HIV?

Sifilis dapat meningkatkan risiko menularkan HIV. Kemungkinan orang tertular HIV lebih tinggi kalau dia juga terinfeksi sifilis. Sifilis juga menyebabkan luka besar dan tidak sakit. Sangat mudah kita terinfeksi HIV melalui luka sifilis. Infeksi herpes simpleks (LI 519) juga menyebabkan luka yang dapat memudahkan penularan dengan HIV.

Kasus sifilis atau herpes simpleks yang aktif meningkatkan jumlah HIV pada darah kita, dan dapat meningkatkan kemungkinan orang lain tertular.

Beberapa faktor lain meningkatkan risiko menularkan HIV, atau menjadi terinfeksi:

  • Waktu orang terinfeksi HIV pada fase akut atau primer (lihat LI 103), jumlah virus dalam darahnya sangat tinggi. Hal ini meningkatkan kemungkinan orang tersebut dapat menularkan infeksinya. Sayangnya, hampir tidak seorang pun mengetahui dirinya terinfeksi pada fase tersebut. Orang tersebut tidak menunjukkan tanda atau gejala terinfeksi HIV.
  • Bila orang yang tidak terinfeksi mempunyai sistem kekebalan tubuh yang lemah. Hal ini dapat terjadi akibat penyakit lanjutan atau karena infeksi aktif misalnya peristiwa herpes, sifilis atau flu.
  • Bila salah satu atau kedua orang mempunyai luka terbuka yang terpajan pada cairan terinfeksi. Luka tersebut dapat luka selesma, herpes kelamin, luka pada mulut (seriawan), luka sifilis, atau luka atau goresan lain pada kulit.
  • Bila ada pajanan pada darah yang terinfeksi.
  • Bila pasangan laki-laki tidak terinfeksi yang memasukkan belum disunat.

LI 166 menyediakan informasi lebih lanjut mengenai daya menular HIV.

Garis Dasar

Para peneliti mengembangkan perkiraan mengenai risiko tertular HIV. Perkiraan tersebut dapat memberi gambaran umum mengenai kegiatan apa yang lebih berisiko atau kurang berisiko. Angka ini tidak dapat memberi tahu kita apakah kegiatan tertentu aman, atau beberapa kali kita dapat melakukannya tanpa kita menjadi terinfeksi. Cara terbaik untuk mencegah infeksi HIV adalah dengan memakai kondom secara benar dan konsisten setiap kali berhubungan seks, dan menghindari penggunaan jarum suntik bergantian. Bila kita merasa kita terpajan, menunggu tiga bulan, lalu melakukan tes HIV. Tes HIV adalah satu-satunya cara untuk mengetahui apakah kita terinfeksi HIV atau tidak.

Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 152 The AIDS InfoNet 31 Agustus 2013