Orang yang lebih mementingkan dunia daripada akhirat menurut Surat Al- a la Ayat 16 17 disebut

Orang yang lebih mementingkan dunia daripada akhirat menurut Surat Al- a la Ayat 16 17 disebut

Kitab al Qur'an merupakan kitab terakhir yang diturunkan Allah SWT untuk umat Islam, di dalamnya terdapat ha-hal penting untuk diketahui umat Islam diantaranya tentang perintah dan larangan, peringatan dan kabar gembira. Kabar gembira yang dimaksud adalah bagi mereka yang berusaha mensucikan dirinya dari dosa dan lebih mementingkan tentang kehidupan di akhirat.

Orang-orang yang senantiasa ingat kepada Tuhan-Nya (Allah SWT), melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya dan suka beramal soleh, maka bagi mereka itu akan ada balasan yang besar di kahirat kelak berupa kenikmatan-kenikmatan dan hidup kekal di dalam Surga. 

Berikut adalah isi kandungan surat Al-A'la ayat 14-19

Artinya: “Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman),dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia salat. Sedangkan kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.” (Qs. Al-A'la ayat 14-19)

Penjelasan AyatDalam Qs. al-A’la (87): 14-15 Allah Swt. menjelaskan bahwa orang-orang yang beruntung adalah orang-orang yang beriman, dengan keimanannya mereka menyucikan diri. Mereka selalu ingat kepada Allah dengan tunduk melakukan shalat.

Orang-orang yang beriman akan menyikapi dunia adalah ujian atas keimanannya. Maka mereka akan senantiasa beramal saleh untuk menuju kehidupan akahirat. 

Dalam Qs. al-Kahfi (18):7 Allah menjelaskan bahwa “Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” Maka tampaklah kehidupan orang-orang yang teruji selalu ruku’ dan sujud dalam segala aspek kehidupannya di hadapan Allah Swt. Jiwa, raga, dan hartanya ia peruntukkan untuk menuju kehidupan akhirat. Dalam Qs. al-A’la (87) ayat 16-17, Allah Swt. menjelaskan bahwa orang-orang kafir lebih mementingkan duni daripada kepentingan akhirat, padahal semestinya mereka memilih kesenangan akhirat sebagaimana perintah Allah Swt. Kesenangan akhirat adalah kekal dan abadi sedangkan kesenangan dunia hanyalah sementara. Sebagai orang yang beriman hendaknya senantiasa menjauhi gaya hidup yang cenderung materialistik, hedonnis, dan konsumerisme. Karena perilaku yang demikian bukan hanya rugi di dunia tetapi juga kelak di akhirat. Dan Allah sudah menegaskan bagi orang-orang yang yang bergaya hedon dan konsumtif adalah tempatnya di neraka. “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tentram dengan kehidupan dunia itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.” Qs. Yunus (10):7-8.

Dalam Qs. Al-A’la (87) ayat 18 -19 Allah menjelaskan bahwa kehidupan orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir sudah Allah jelaskan pula dalam kitab-kitab terdahulu yaitu dalam suhufnya Nabi Ibrahim dan Nabi Musa.

Skip to content

وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ

wal-ākhiratuوَٱلْءَاخِرَةُWhile the Hereafterdan akheratkhayrunخَيْرٌ(is) betterlebih baikwa-abqāوَأَبْقَىٰٓand ever lastingdan lebih kekal

Wal-ākhiratu khairuw wa abqā (QS. 87:17)
Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A'la ayat 17)

Tafsir Ringkas KemenagKementrian Agama RI

Kamu lalai dari kehidupan akhirat, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Kebahagiaan ukhrawi lebih murni dan tak berbatas, sedangkan kebahagiaan duniawi bersifat melenakan dan akan segera sirna.

Tafsir Lengkap KemenagKementrian Agama RI

Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang kafir lebih mengutamakan kesenangan di dunia daripada kesenangan di akhirat. Padahal, semestinya mereka memilih kesenangan akhirat, sesuai dengan yang dikehendaki oleh agama Allah. Kesenangan akhirat itu lebih baik dan kekal abadi, sedangkan kesenangan di dunia akan lenyap diliputi oleh kekotoran dan kesedihan. Meskipun begitu, secara umum manusia perlu seimbang dalam usaha dan mengatur porsi waktu untuk kepentingan dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah:Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (al-Qasas/28: 77)

Tafsir al-JalalainJalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

(Sedangkan kehidupan akhirat) yang di dalamnya terdapat surga (adalah lebih baik dan lebih kekal.)

Tafsir Ibnu KatsirIsmail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

{وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى}Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-A'la: 17)Yakni pahala Allah di negeri akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada kesenangan dunia. Karena sesungguhnya dunia itu pasti akan fana dalam waktu yang singkat, sedangkan kehidupan akhirat mulia lagi kekal. Maka bagaimana orang yang berakal bisa lebih memilih hal yang fana atas hal yang kekal, dan lebih mementingkan hal yang cepat lenyapnya serta berpaling dari memperhatikan negeri yang kekal dan pahala yang kekal di akhirat.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Duraid, dari Abu Ishaq, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Dunia ini adalah rumah bagi orang yang tidak mempunyai rumah, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta, dan karena untuk dunialah orang yang tidak berakal menghimpun hartanya.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Ata, dari Urfujah As-Saqafi yang telah mengatakan bahwa ia belajar mengenai firman Allah Swt. di bawah ini dari Ibnu Mas'ud. Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi. (Al-A'la: 1) ketika bacaannya sampai pada firman-Nya: Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. (Al-A'la: 16) Maka Ibnu Mas'ud meninggalkan bacaannya, lalu menghadap kepada murid-muridnya dan berkata, "Kita lebih memilih dunia daripada akhirat." Kaum yang hadir terdiam, dan Ibnu Mas'ud kembali berkata, "Kita telah memilih dunia, karena kita melihat perhiasannya, wanita-wanitanya, makanan dan minumannya sedangkan kepentingan akhirat kita dikesampingkan. Maka berarti kita memilih kehidupan yang segera ini dan kita tinggalkan kehidupan akhirat kita." Hal ini yang keluar dari Ibnu Mas'ud r.a. merupakan ungkapan tawadu' (rendah diri)nya, atau barangkali dia hanya mengungkapkan tentang jenis keduanya semata-mata; hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Al-Muttalib ibnu Abdullah, dari Abu Musa Al-Asy'ari, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang mencintai dunianya, berarti merugikan akhiratnya; dan barang siapa yang mencintai akhiratnya, berarti merugikan dunianya. Maka utamakanlah apa yang kekal di atas apa yang fana.

Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid. Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abu Salamah Al-Khuza'i, dari Ad-Darawardi, dari Amr ibnu Abu Amr dengan lafaz dan sanad yang semisal.

Tafsir Quraish ShihabMuhammad Quraish Shihab

Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik, dengan kenikmatannya yang suci, daripada kehidupan dunia, dan lebih kekal.

Orang yang lebih mementingkan dunia daripada akhirat menurut Surat Al- a la Ayat 16 17 disebut
Islamic photo created by freepik - www.freepik.com

BincangSyariah.Com – Ronggowarsito, Seorang Pujangga dan sastrawan Indonesia dalam Serat Kalatida pernah berkata, “Menangi jaman edan, yen ora ngedan ora keduman. Ning sak bejo-bejone uwong isih bejo wong kang eling lan waspodo” (Menyaksikan zaman gila serba susah dalam bertindak, ikut gila namun tak tahan, tapi kalau tidak mengikuti “gila” tidak akan mendapat bagian, namun telah menjadi kehendak Allah, seberuntung-beruntungnya seseorang lebih beruntung mereka yang tetap ingat dan waspada serta memegang teguh nilai-nilai agama).

Syair di atas menjadi renungan kita bersama bahwa orang beruntung bukanlah mereka yang punya banyak harta melimpah, rumahnya megah, mobilnya mewah, lebih-lebih juragan tanah. Justru, dalam penjelasan Q.S. al-A’la [87] ayat 14-17 berbanding terbalik dengan persepsi tersebut.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى (15) بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَا – 17

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.

Ibnu Katsir menjelaskan yang dimaksud qad aflaha man tazakka adalah mereka yang senantiasa membersihkan dirinya dari perangai tercela dan akhlak yang buruk serta mentaati perintah-Nya. Abu Hayyan al-Andalusi dalam tafsirnya, al-Bahr al-Muhith, Ibnu Abbas dalam Tafsir Ibn Abbas, dan al-Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kassyaf memaknai lafaz tazakka dengan tathahhara (membersihkan diri dari syirik).

Ditegaskan juga dalam ayat ini, orang yang memperoleh kemenangan dan keberhasilan itu adalah orang yang tazakka. Kata tazakka berasal dari zaka yang berarti al-nama’(tumbuh). Oleh karena itu, al-Zujaj menafsirkan kata ini dengan memperbanyak takwa.

Menurut Qatadah, membersihkan diri itu dengan beramal salih. Salah satu bentuk amal salih yaitu mengingat Allah swt dalam setiap gerak-geriknya kemudian shalat (al-A’la ayat 15). Andai seseorang mengingat Allah swt maka ia tidak akan berbohong, memanipulasi laporan pertanggungjawaban, korupsi triliunan, nabok nyilih tangan (memukul dengan meminjam tangan orang lain), menebar kebencian dan permusuhan, serta segala bentuk perilaku tercela lainnya.

Dijelaskan oleh al-Alusi dalam Tafsir Ruh al-Ma’ani, al-Baidhawi dalam Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil dan al-Biqa’i dalam Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, bahwa zikir atau ingat kepada Allah swt ini meliputi hati dan lisan. Pendapat yang lain, al-Jazairi mengatakan bahwa zikir kepada Allah meliputi berbagai aspek kehidupan mulai dari sejak bangun tidur hingga tidur lagi, dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring (Q.S. Ali Imran [3] ayat 191).

Sedangkan yang dimaksud dalam kalimat fashalla adalah shalat wajib lima waktu sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abbas, dan al-Zamakhsyari. Menurut al-Jazairi, tidak hanya shalat wajib, tetapi juga shalat nafilah (shalat sunnah). Ibadah shalat termasuk ibadah vertikal paling agung. Dalam Q.S. al-Mukminun [23] ayat 1-2 dijelaskan bahwa di antara orang yang memperoleh falah (keberuntungan) adalah orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.

Sikap menjadikan dunia sebagai prioritas utama dan akhirat belakangan adalah perilaku orang yang merugi. Justru kita harus menjadikan dunia sebagai sarana (bukan tujuan) untuk mencapai kebahagiaan hakiki. Sebagaimana sabda Nabi Saw.,

لَوْ كَانَتِ الدُّنْـيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

“Seandainya dunia di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk, maka Dia tidak memberi minum sedikit pun darinya kepada orang kafir.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah ).

Maka letakkanlah dunia tanganmu bukan di hatimu, niscaya engkau selamat. Bukankah itu yang diajarkan dalam Agama Islam?

Sebagaimana Nabi saw. pernah berdoa,

وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا

“Ya Allah, Janganlah Engkau jadikan musibah yang menimpa kami dalam urusan agama kami, dan jangan pula Engkau jadikan (harta dan kemewahan) dunia sebagai cita-cita kami yg paling besar, dan tujuan utama dari ilmu yg kami miliki.” (H.R. al-Tirmidzi, 5/528 No. 3502, al-Nasa’i dalam al-Sunan al-Kubra 6/106, al-Hakim 1/l528 dan Ibn al-Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah No. 445).

Sebagai manusia, kita tentu menghendaki keberuntungan dan menghindari kerugian dalam hidup adalah hal yang lumrah (wajar). Dalam ayat di atas, Allah swt telah memberikan empat kriteria atau klasifikasi orang-orang yang akan mendapatkan keberuntungan yaitu beriman kepada Allah swt sekalipun mendapati rintangan hidup, mengingat Allah swt dalam setiap langkahnya, melaksanakan kewajiban shalat lima waktu dan mengerjakan shalat sunnah, serta menjadikan dunia sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat bukan sebagai tujuan akhir. Insya Allah apabila kita mengaplikasikan keempat kriteria tersebut, hidup kita akan selamat fid diin wad dunya wal akhirat. Aamiin.