Filter Show
Filter Populer
4 ke atas Sehari sampai Super seller BekasPengiriman Sehari sampai Harga Harga minimum Rp Harga maksimum Rp Diskon
Rating
ke atas ke atas Kondisi Barang Baru
Pelapak
BukaMall
Super Seller Daftar harga abad 21 terbaru November 2022
The Brothers Karamazov adalah novel terakhir yang ditulis oleh Fyodor Dostoevsky. Dikenal sebagai salah satu karya literatur terbaik di dunia, novel ini menceritakan tentang ketiga kakak beradik Karamazov. Sarat dengan nilai-nilai filosofisnya, The Brothers Karamazov menginspirasi banyak figur publik seperti Albert Einstein, Sigmund Freud, dan Franz Kafka. Novel ini bukanlah suatu jenis light reading layalnya Little Women yang bisa dibaca dengan cepat dan durasi yang pendek. Selain jumlah halamannya yang cukup banyak (tergantung edisinya, berkisar 700-800 halaman), plot dari kisah ini cukup kompleks dan perlu perhatian yang mendalam dapat diikuti. Seperti karya Dostoevsky yang lainnya juga, adanya beberapa nama untuk satu tokoh (misalnya: Agrafena Alexandrovna juga memiliki panggilan Grushenka/Grusha/Grushka) yang membuat pembacanya perlu memberi beberapa catatan untuk bisa mengikuti kisahnya. And plus it’s Russian names: talking about a mouthful! Novel The Brothers Karamazov dibagi menjadi empat bagian. Tiap bagian memiliki delapan hingga sepuluh bab. Lalu ada tiga bab epilog lagi (you had to have quite a determination to finish it). Secara keseluruhan kisah ini berpusatkan pada Dmitri, Ivan, dan Alexei Karamazov serta kepribadian mereka yang sangat berbeda. The Brothers Karamazov: StorylinePerjalanan novel ini bermula dari gambaran keluarga Karamazov, dimana ayahnya (Fyodor Pavlovich) yang menggerakan plot ini menuju misteri pembunuhannya. Kebencian terhadap ayahnya serta keterangan beberapa saksi pada saat kejadian tersebut menjadikan sang sulung Dmitri menjadi tersangka utamanya. Novel ini semakin kompleks ketika kita mulai mempelajari bahwa ada banyak hubungan antara Fyodor Pavlovich, Ivan, Dmitri, serta tunangannya yang menyembunyikan banyak rahasia. Meskipun sepertinya warna dari keseluruhan kisah novel ini gelap, namun ada sebenarnya ada beberapa tema utama yang membuat kisah ini cukup penting untuk direnungkan secara mendalam, terutama pada abad ke-21 ini:
1. Iman dan Mujizat“The genuine realist, if he is an unbeliever, will always find strength and ability to disbelieve in the miraculous, and if he is confronted with a miracle as an irrefutable fact he would rather disbelieve his own senses than admit the miraculous also…Faith does not, in the realist, spring from the miracle but the miracle from faith. If the realist once believes, then he is bound by his very realism to admit the miraculous also.” Di sini Dostoyevksy mengatakan bahwa siapapun yang pada dasarnya sudah tidak memiliki iman, maka mujizat dalam bentuk apapun tidak akan mengubahnya. Jika seseorang pada dasarnya percaya, maka ia akan terikat dengan realita tersebut untuk percaya pada mujizat. “The Apostle Thomas said that he would not believe till he saw, but when he did see he said, ‘My Lord and my God!’ Was it the miracle forced him to believe? Most likely not, but he believed solely because he desired to believe and possibly he fully believed in his secret heart even when he said, ‘I do not believe till I see.’ “ Mungkin agak unik melihat percakapan semacam di atas di sebuah novel, tapi memang itulah salah satu keunikan gaya penulisan Dostoyevsky. Daya tariknya terdapat di dalam percakapan antar karakter. Mereka banyak mempertanyakan hal-hal yang bersifat teologis dan filosofis. Dostoyevksy berargumen bahwa hasil iman tidaklah tumbuh dari mujizat, tetapi mujizat ada di dalam iman itu sendiri. Rasul Tomas tidaklah melihat lalu percaya, namun ia sudah terlebih dahulu memiliki kepercayaan itu di dalam dirinya. Iman kita sendiri, kalau dilihat dari pandangan Dostoyevksy, adalah suatu mujizat. Tidak ada seorangpun yang dapat mengimani sesuatu jika tidak ada suatu sosok yang lebih besar daripada manusia yang menaruhnya di dalam hati. 2. Jiwa ManusiaJika ada satu pesan yang ingin disampaikan oleh Dostoyevsky dari novel ini, itu adalah mengenai jangan berbohong terhadap diri sendiri. “Above all, don’t lie to yourself. The man who lies to himself and listens to his own lie comes to such a pass he cannot distinguish the truth within him, or around him, and so loses all respect for himself and for others.” Sang sulung, Dmitri, yang digambarkan sebagai karakter yang “sensualis” dan sangar, namun ia tidak pernah membohongi dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya. Di sisi lain, Smerdyakov (yang disebut sebagai anak haram dari Pavlovich), berhasil membohongi banyak orang dan pada akhirnya mendapatkan buah dari kebohongannya. Ia pada akhirnya tidak dapat lari dari kenyataan dan akhirnya memetik konsekuensi dari perbuatannya yang tidak baik (no I won’t tell you what is it because I won’t spoil the story, haha). “And having no respect he ceases to love, and in order to occupy and distract himself without love he gives way to passions and coarse pleasures, and sinks to bestiality in his vices, all from continual lying to other men and to himself.” Orang yang membohongi dirinya sendiri pada akhirnya tidak mampu mencintai orang lain. Oleh karena kekurangan cinta akhirnya ia beranjak kepada kesenangan semata dan tidak memiliki penilaian moral yang baik. Lebih baik menghadapi kenyataan yang benar mengenai diri sendiri lalu memperbaikinya, daripada membohongi diri sendiri dan menutupinya dengan kesibukkan atau pengakuan yang lain. 3. Manusia tidak akan lepas dari penderitaanSalah satu bagian favorit dalam novel ini terdapat pada buku lima babnya yang kelima. Dalam bab ini Ivan sang kakak bercerita tentang “The Grand Inquisitor” kepada Aloysha. Ini adalah suatu karyanya yang meng-interpretasi tentang Allah dan kehidupan ini. Ada banyak quotes menarik dari bagian ini tentang tujuan kehidupan dan apa artinya hidup manusia, salah satunya adalah: “So long as man remains free he strives for nothing so incessantly and so painfully as to find someone to worship…For the secret of man’s being is not only to live but to have something to live for.” Dostoyevksy tahu dengan jelas kerinduan dan pertanyaan setiap manusia: apa tujuan saya hidup? Mereka mencari sesuatu untuk dipuja dan dijadikan “tuan” dari hidupnya. Makna dari hidup manusia adalah bukan hanya bertahan hidup tetapi memiliki tujuan hidup. “Without a stable conception of the object of life, man would not consent to go on living, and would rather destroy himself than remain on earth, though he had bread in abundance…Didst Thou forget that man prefers peace, and even death, to freedom of choice in the knowledge of good and evil? Nothing is more seductive for man than his freedom of conscience, but nothing is a greater cause of suffering.” Banyak orang memiliki konsep dan makna hidup yang jelas, oleh karena itu ia terus mengacaukan dirinya dengan hal-hal yang fana: makanan, pakaian, dan kekayaan. Padahal, kebebasan tersebut sebenarnya yang membuat manusia semakin terkungkung dan terikat terhadap sumber penderitaan. Tidak ada orang yang benar-benar bebas. Kebebasan hanyalah terjadi ketika kita berhasil menghormati keterbatasan yang ada. “For how can a man shake off his habits? What can become of him if he is in such bondage to the habit of satisfying the innumerable desires he has created for himself?” Suka baca buku?Suka dapetin buku murah?Jika Anda menjawab "ya" untuk kedua jawaban di atas, |