Nina dan leni akan mengaransemen musik langkah pertama yang harus dilakukan mereka adalah

PERKEMBANGAN MUSIK POPULER BATAK DI KOTA MEDAN ERA 1960-1980 T E S I S Oleh HARRY DIKANA SITUMEANG NIM 117037007 PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 4

PERKEMBANGAN MUSIK POPULER BATAK DI KOTA MEDAN ERA 1960-1980 TESIS Untuk memperoleh gelar Magister (M.Sn) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Oleh HARRY DIKANA SITUMEANG NIM: 117O37007 PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 4

Judul Tesis : PERKEMBANGAN MUSIK POPULER BATAK DI KOTA MEDAN ERA 1960-1980 Nama : Harry Dikana Situmeang Nomor Pokok : 117037007 Program Studi : Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Menyetujui Komisi Pembimbing Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Budi Agustono NIP 19621221 199703 1 001 NIP. 19600805 198703 1 001 Ketua Anggota Program Studi Magister (S2) PenciptaandanPengkajianSeni Ketua, FakultasIlmuBudaya Dekan, Drs. Irwansyah, M.A. Dr. SyahronLubis. M.A. NIP 19621221 199703 1 001 NIP 19511013 1976

Telah diuji pada Tanggal Februari 2014 PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. ( ) Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( ) Anggota I : Drs. Irwansyah, M.A. ( ) Anggota II : Dr. Budi Agustono ( ) Anggota III : Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. ( ) Anggota IV : Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. ( )

ABSTRACT This research studies the development of populer music of Batak in Medan during 1960 1980 that consist of the causal factor and when the Batak populer music was appears, the music styles influence the Batak popular music, what the development of Batak popular music in Medan during 1960 1980 in social cultural context and artistic of singer / composer. The Batak popular music born and growth from any process of the society living of Batak such as the the influence of folk song, musical composing capability, sing and play music of Batak people. The radio has a big role in the distribution of the popular music in the world, so the artist of Batak absorp the popular music styles that transmitted by radio such as American, Latin American styles, Italy opera vocal style, clasical music style, solo chorus style, keroncong and andung-andung style. The social cultural context of the development of Batak popular music in Medan during 1960 1980 can not be seperated from the role of black disk, radio transmission, cassette as livelihood, representation of show such as pakter tuak, GOR Medan, hotel, visiting to certain venues and texts in Batak languange. The sing/composing asrtistic context of Batak popular music includes the composing capabiity, vocal trick, playing instrument, gesture and practice. The result of analysis of 5 songs by writer indicates that structure of their music is influenced by western music, use the Batak language text with the natural nice view, patriotism, love the local area, traveller, frienship, happiness, sadness, love story, spesific food and beverage, and daily activities. Text and its melody has a closed relationship specially the emotion of the text in a long of applied melodies that pay attention to melody esthetic. Keywords : Development of Batak Popular music, social cultural context, artistic Context of singer/composer, structure analysis of music, analysis of correlation between text and melody

ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang perkembangan musik populer Batak di kota Medan Era 1960-1980, yang meliputi apa yang menjadi penyebab dan kapan munculnya musik populer Batak, gaya-gaya musik apa saja yang mempengaruhi musik popular Batak, bagaimanakah perkembangan musik popular Batak khususnya di kota Medan Era 1960-1980 dalam konteks sosial budaya dan konteks keartistikan pencipta/penyanyi. Musik populer Batak lahir dan tumbuh dari beberapa proses yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Batak, antara lain pengaruh dari musik rakyatnya sendiri, kemampuan/kepekaan musikal dalam mencipta, bernyanyi dan bermain musik orang-orang Batak. Peranan radio sangat besar dalam penyebaran musik populer di dunia, sehingga seniman-seniman Batak mampu menyerap gaya-gaya musik populer yang disiarkan oleh radio seperti gaya Amerika, gaya Amerika Latin, gaya vokal opera Italia, gaya seriosa, gaya solo-chorus, langgam keroncong dan gaya andung-andung. Dalam menganalisa gaya-gaya musik populer itu penulis menggunakan teori-teori dari beberapa buku antara lain; karya Dieter Mack tentang ilmu melodi, Leon Stein tentang gaya dan srtuktur musik, Alan Lomax tentang gaya musik, Robert W. Ottman tentang harmoni, Charles W Heffernan tentang koral musik, Gustaf Strube tentang harmoni. Konteks sosial bubaya dari perkembangan musik populer Batak di Medan era 1960-1980 tidak terlepas dari peranan piringan hitam, penyiaran radio, pita kaset, sebagai mata pencaharian, representasi pertunjukan termasuk pakter tuak, GOR Medan, hotel, kunjungan ke tempat-tempat tertentu dan teks-teks dalam bahasa Batak. Konteks keartistikan pencipta/penyanyi musik populer Batak meliputi daya cipta, olah vokal, kemampuan memainkan instrumen, gerak panggung dan latihan. Hasil analisis terhadap 5 lagu oleh penulis membuktikan bahwa struktur musik mereka umumnya dipengaruhi oleh musik Barat, teks-teks yang digunakan adalah bahasa Batak dengan tema-tema keindahan alam, patriotisme, cinta tanah kelahiran, perantauan, persahabatan, kegembiraan, kesedihan, percintaan, makanan/minuman khas, kebiasaan sehari-hari. Hubungan teks dengan melodinya sangat erat, terutama emosi yang dikandung oleh teksnya sejalan dengan melodi-melodi digunakan, dimana mereka tetap memperhatikan estetika melodi. Kata kunci: perkembangan musik populer Batak, konteks sosial budaya, konteks keartistikan pencipta/penyanyi, analisis struktur musik, analisis hubungan teks dengan melodi.

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, rahmat dan karunia-nya yang membimbing dan menyertai penulis dalam penyelesaian studi di Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Medan. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih ini disampaikan sebesar-besarnya kepada: Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang telah memberi fasilitas dan sarana pembelajaran sehingga penulis dapat menuntut ilmu di kampus dalam kondisi yang nyaman. Bapak Drs. Irwansyah, M.A, selaku Ketua Program Studi Penciptaan dan pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya dan Pembimbing Ketua yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan hingga akhir penyelesaian tesis. Bapak Drs, Torang Naiborhu, M, Hum, selaku Sekretaris Ketua Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, selaku Penguji yang telah memberikan masukan dan materi serta tehnik penulisan yang belum sempurna hingga akhir penyelesaian tesis. Bapak Dr. Budi Agustono, selaku Pembimbing Anggota yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan masukan khususnya kepada

teknik penulisan perkembangan musik populer Batak di kota Medan era 1960-1980, sehingga tesis ini lebih terarah hingga akhir penyelesaian tesis. Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A, selaku penguji yang telah memberikan masukan dan materi yang belum sempurna hingga akhir penyelesaian tesis. Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, selaku penguji yang telah memberi masukan dan materi yang belum sempurna hingga akhir penyelesaian tesis. Bapak Dakka Hutagalung, Eddy Victor Tambunan, Yoseph Tatarang, kakanda Sampe M Marbun dan Boosman Tampubolon selaku informan utama, nara sumber utama di mana penulis sangat terbantu dalam hal mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penulisan perkembangan musik populer batak di Medan Era 1960-1980. Semua pihak yang telah terlibat secara langsung ataupun tidak langsung, yang telah memberikan bantuan serta pertolongan yang terlihat ataupun tidak terlihat, yang namanya tidak dapat disebutkan dalam halaman yang terbatas ini penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas semua kasihnya. Istri penulis Nora Magdalena Siahaan yang telah membantu dengan bersusah payah dalam hal moril maupun materil dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, antara lain: Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D, Drs. Bebas Sembiring, M.Si, atas ilmu yang telah

diberikan selama ini. Begitu juga kepada Bapak Drs. Ponisan sebagai pegawai adminsitrasi, terima kasih atas segala bantuannya selama ini. Akhirnya, kiranya Damai Sejahtera Allah yang melampaui segala akal, akan dilimpahkan kepada kita semua. Allah yang sumber kasih, Dialah kiranya yang akan membalaskan dengan berkat-berkat melimpah. Amin. Medan, Februari 2014 Penulis Harry Dikana Situmeang

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Harry Dikana Situmeang Tempat/tanggal lahir : Medan/02 Mei 1966 Alamat Agama Jenis Kelamin Pekerjaan : Jl. Danau Singkarak No. 32A Medan : Kristen Protestan : Laki-laki : Dosen Tetap Fakultas Bahasa dan Seni Prodi Musik Universitas HKBP Nommensen Medan Pendidikan : Sarjana Seni (S.Sn) dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nommensen Medan

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, Februari 2014 Harry Dikana Situmeang NIM: 117O37007

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. ABSTRACT. ABSTRAK.. PRAKATA.. DAFTAR RIWAYAT HIDUP.. PERNYATAAN. DAFTAR ISI.. i ii iv v vi ix x xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah... 9 1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 10 1.3.1 Tujuan penelitan. 10 1.3 2 Manfaat penelitian.. 10 1.4 Tinjauan Pustaka.. 10 1.5 Landasan Konsep dan Teori 17 1.5.1 Konsep dan teori musik. 17 1.5.2Konsep musik populer Batak... 22 1.6 Pengertian folklor. 27

1.7 Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan..... 32 1.8 Metode Penelitian.. 38 1.8.1 Pendekatan penelitian.. 38 1.8.2 Bahan dan materi penelitian 40 1.8.3 Pelaksanaan penelitian 40 1.8.4 Tempat penelitian 41 1.9 Sistematika Penulisan 41 BAB II ENDE DALAM MASYARAKAT BATAK TOBA, PERKEMBANGAN MUSIK BARAT DI TANAH BATAK DAN PENGERTIAN MUSIK POPULER 2.1 Ende Dalam Masyarakat Batak Toba 44 2.2 Perkembangan Musik Barat di Tanah Batak... 48 2.3 Latar Belakang Musik Populer.. 53 2.4 Pengertian Musik Populer... 56 BAB III PERKEMBANGAN AWAL MUSIK POPULER BATAK 3.1 Era 1920-1940. 66 3.2 Era 1940-1960 72 3.2.1 Live di radio.. 76 3.2.2 Instrumentasi. 78 3.2.3 Bentuk kelompok/vokal group... 80 3.2.4 Gaya paduan suara... 82 3.2.5 Pengaruh musik keroncong... 83

3.2.6 Gaya andung-andung... 86 3.3 Situasi pada tahun1959-1965... 88 BAB IV PERKEMBANGAN MUSIK POPULER BATAK DI KOTA MEDAN ERA1960-1980 4.1 Sejarah Kota Medan. 92 4.2 Keadaan Orang Batak di Kota Medan Setelah Kemerdekaan 99 4.3 Konteks Sosial Budaya Tahun 1960-1970... 105 4.3.1 Gor (gedung olah raga)... 105 4.3.2 Radio.. 106 4.3.3 Pakter tuak... 107 4.3.4 Tempat-tempat lain 113 4.3.5 Mata pencaharian... 113 4.3.6 Teks-teks... 115 4.4 Konteks Keartistikan Pencipta/Penyanyi Tahun 1960-1970.. 125 4.4.1 Daya cipta... 125 4.4.2 Olah vokal... 130 4.4.3 Latihan... 133 4.4.4 Kemampuan menggunakan instrumentasi... 134 4.4.5 Tentang gerak panggung... 136 4.4.6 Masalah siapa penciptanya... 137 4.5 Konteks Sosial Budaya Tahun 1970-1980 138 4.5.1 Kaset... 138 4.5.2 Radio.. 145

4.5.3 Perkembangan bentuk kelompok/vocal group di Medan tahun 1970-an... 148 4.5.4 Teks-teks 153 4.6 Konteks Keartistikan Pencipta/Penyanyi Periode 1970-1980... 158 4.6.1 Daya cipta.. 158 4.6.2 Olah vokal. 159 BAB V TRANSKRIPSI DAN ANALISA LAGU POPULER BATAK 5.1 Transkripsi 163 5.2 Analisis Lagu O Tao Na Tio 166 5.2.1 Analisis tangga nada 171 5.2.2 Analisis nada dasar.. 171 5.2.3 Analisis wilayah nada (rangel ambitus).. 174 5.2.4 Analisa bentuk lagu O Tao Na Tio 174 5.2.5 Analisi pola-pola kadensa.. 182 5.2.6 Analisa formula melodi.. 184 5.2.7 Identifikasi tema (thematic material) 188 5.2.8 Analisa hubungan teks dan musik.. 194 5.3 Analisa Lagu Sirang Marale-ale... 197 5.3.1 Analisis tangga nada... 200 5.3.2 Analisis nada dasar... 200 5.3.3 Analisis wilayah nada (rangel ambitus)... 202 5.3.4 Analisis bentuk lagu sirang marale-ale 202 5.3.5 Analisi pola-pola kadensa.. 210 5.3.6 Analisa formula melodi.. 211

5.3.7 Identifikasi tema (thematic material). 212 5.3.8 Analisa hubungan teks dan musik. 215 5.4 Analisa Lagu Kota Siantar Nauli 220 5.4.1 Analisis tangga nada.. 223 5.4.2 Analisa nada dasar 223 5.4.3 Analisis wilayah nada (rangel ambitus) 224 5.4.4 Analisis bentuk lagu kota siantar nauli... 225 5.4.5 Analisi pola-pola kadensa. 231 5.4.6 Analisa formula melodi. 233 5.4.7 Identifikasi tema (thematic material)... 233 5.4.8 Analisa hubungan teks dan musik 236 5.5 Analisa Lagu Mitu.. 242 5.5.1 Analisis tangga nada.. 245 5.5.2 Analisis nada dasar 245 5.5.3 Analisis wilayah nada (rangel ambitus) 246 5.5.4 Analisis bentuk lagu mitu.. 247 5.5.5 Analisi pola-pola kadensa.. 252 5.5.6 Analisa formula melodi.. 253 5.5.7 Identifikasi tema (thematic material). 253 5.5.8 Analisa hubungan teks dan musik.. 256 5.6 Analisa Lagu Boasa... 258 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 262 DAFTAR PUSTAKA.. 266 DAFTAR DISKOGRAFI 269 GLOSARIUM... 271

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Awal pesatnya pertumbuhan musik populer Batak terjadi tahun 1940-an dikenal dengan sebutan era Tapanuli modern 1 adalah bagian dari perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Batak. Beberapa tokoh pencipta lagu-lagu Tapanuli modern antara Nahum Situmorang (1908-1969), Sidik Sitompul (1904-1974), Ismail Hutajulu, Cornel Simanjuntak (1920-1946), mereka adalah komponis awal yang sangat aktif 2 pada masa itu dengan lagu-lagu Tapanuli. Lagu-lagu ciptaan tersebut memiliki teks-teks yang akrab dengan keindahan dan kecintaan kepada alam tanah Batak, lagu-lagu perjuangan, kerinduan kepada kampung halaman, kerinduan kepada keluarga terdekat, pergaulan hidup, kata-kata nasehat, filosofi, ratapan, ungkapan kegembiraan, 3 percintaan, dan lain-lain. Nahum Situmorang telah menciptakan sekitar 140 lagu Tapanuli modern, dengan masa yang paling aktif di kota Medan antara tahun 1950-1960. Lagu-lagu yang terkenal antara lain Lisoi, Alusi Au, 1 Penulis perlu menegaskan bahwa sampai dengan sekitar tahun 1978 istilah lagu-lagu Tapanuli masih populer digunakan. Hal ini dapat diamati dari sampul-sampul piringan hitam, kaset-kaset yang beredar di masyarakat. Setelah diadakannya Festival Lagu Populer Batak I di Jakarta tahun 1978, mulailah digunakan secara umum istilah lagu-lagu popuper Batak (Wawancara dengan Dakka Hutagalung, Tangerang 27 Mei 2013). 2 T.B Simatupang mengatakan: kurun waktu perang kemerdekaan dan revolusi, baik di pusat maupun di daerah, termasuk ditanah Batak sendiri, kreatifitas orang-orang Batak pada waktu itu antara lain nampak dalam gubahan lagu-lagu yang dinamis dan orisinil (B.A Simanjuntak, Pemikiran Tentang Batak. Medan. Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Budaya Batak Universitas HKBP Nommensen 1986: 178). 3 Wiiliam Robert Hodges Jr, Replacing Lament, Becoming Hymns): The Changing Voice Of Grief In Pre-Funeral Wakes Of Protentant Toba Batak (North Sumatra, Indonesia). A Dissertation submitted in partial satisfaction of the requirements for the degree Doctor of Philosophy in Music, Unniversity of California Santa Barbara, 2009: 153-154.

Ketabo-Ketabo, Natiniptip Sanggar, Parsorion Ni Parmitu dan lain-lain 4. Ismail Hutajulu sepanjang dekade 1940-1950 menciptakan kira-kira 32 5 lagu Tapanuli modern. Selain itu dari masyarakat Karo seorang yang berbakat yang banyak berkecimpung dalam lagu-lagu perjuangan, beliau adalah Jaga Depari. Dari Simalungun muncul juga seorang pencipta lagu-lagu dalam bahasa sub-suku Simalungun yang patut diperhitungkan kinerjanya, beliau adalah Taralamsyah Saragih. Taralamsyah menciptakan puluhan lagu daerah Simalungun, salah satu yang terkenal adalah Eta Mangalap Boru. Di luar orang Batak adalah Hasan Ngalimun yang aktif di kota Medan pada masa perang Kemerdekaan. Beliau banyak menciptakan lagu-lagu perjuangan, salah satu lagu beliau yang diciptakannya dalam bahasa sub-suku Karo dengan judul Turang 6. Pertengahan tahun1950-an Bill Saragih dari Medan pindah ke Jakarta untuk meneruskan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia tetapi tidak sampai tamat, sebab, musik jazz lebih kuat memanggil jiwanya. Dia justru sering bertemu dengan musisi dan penyanyi Marihot Hutabarat, Victor Tobing, Sam Saimun, Bing Slamet, Nickh Mamahit, Murod, Yus, Paul Hutabarat, Jack Lesmana dan lain-lain. Mereka bermain musik jazz untuk mengisi acara pesta dan mengiringi dansa 7. Kemudian Bill bersama Didi Chia, Hanni Joseph, Chris Patiwal dan lain- 4 Nahum Song s, Kumpulan Lagu-Lagu Tapanuli Modern, Jakarta. Yayasan Pewaris Nahum Situmorang 2004. 5 Kumpulan Lagu-Lagu Batak, Jakarta. KCLB, 2006. 6 Wiiliam Robert Hodges Jr, Replacing Lament, Becoming Hymns): The Changing Voice Of Grief In Pre-Funeral Wakes Of Protentant Toba Batak (North Sumatra, Indonesia). A Dissertation submitted in partial satisfaction of the requirements for the degree Doctor of Philosophy in Music, Unniversity of California Santa Barbara, 2009: 153-154. 7 Wawancara dengan Eddy Victor Tambunan, Medan 26 Agustus 2013

lain membentuk kelompok musik Jazz Riders pada saat Tim Kantoso menjadi manajer seni dan budaya di Hotel Indonesia. Jazz Riders bermain di Ramayana Restaurant Hotel Indonesia. Group ini membawa lagu-lagu jazz standar dan mengiringi Bob Tutupoli menyanyikan lagu-lagu Harry Belafonte. Selain di Bangkok, Laos dan Vietnam, dia pernah pula tinggal di Filipina, Jerman Barat dan paling lama di Australia 8. Hadirnya Gordon Tobing yang dijuluki juga The Indonesian Troubadour karena selalu muncul dengan Spanish-gitarnya, pada tahun 1962 mendirikan vokal group Suara Impola. Beliau berhasil memperkaya repertoirnya dengan membawakan lagu-lagu rakyat dari pelbagai daerah di Indonesia, termasuk lagu populer Batak O Tao Na Tio yang sering disiarkan di radio, mereka bernyanyi dengan gaya vokal seriosa, mirip dengan gaya vokal opera-opera Italia akhir abad ke-19 9. Pada tahun 1965 vokal group Suara Impola (Impola-Ensemble Djakarta) dipilih oleh suatu panitian Jerman untuk turut serta dalam Prest Fest di Jerman, dengan mengumandangkan umumnya lagu-lagu populer Batak dan lagu-lagu dari daerah yang ada di Indonseia.Turut bergabung dalam ensambel tersebut adalah Gordon Tobing (pimpinan, gitar, vokal), Theresia br Hutabarat (vokal), Surti Swuandi (vokal), Lies Djafar (vokal), Muchtar Embut (akordion, tokoh seriosa Indonesia), Toni Siregar (vokal), Edward L Tobing (gitar, vokal), Jan Frederik Sinambela (vokal, pimpinan vokal group Tarombo), Tigor Hutabarat (vokal), 8 Wawancara dengan Eddy Victor Tambunan, Medan 26 Agustus 2013. 9 Fred Kaseger, Media Record.

Baginda Hutabarat (vokal), Oloan Sinaga (vokal) 10. Tim Seni Australia telah memilih vokal group Suara Impola ini untuk mewakili Asia pada Art Festival of Perth (1969), sedangkan pada koferensi PATA ke-xx di Manila, Direktorat Jenderal Pariwisata telah mengirim Gordon Tobing s Impola Folksinger s untuk memperkenalkan Indonesi melalui lagu-lagu rakyatnya kepada delegasi konferensi khususnya, dan rakyat Filipina umumnya Meskipun Nahum Situmorang telah meninggal dunia pada tahun 1969,vokal group Solu Bolon terus eksis sebagai penerus cita-cita Nahum Situmorang dan tetap menjalan aktifitasnya menghibur masyarakat kota Medan. Untuk mengenang jasa-jasa almarhum Nahum Situmorang pada tahun 1970-an awal, vokal group Solu Bolon merekam lagu-lagu Nahum Situmorang ke dalam 2 album piringanan hitam 12 Pada tahun 1960-1970, pencipta lagu-lagu populer Batak sudah mulai bertambah, namun lagu-lagu pada dekade 1960-1970 dalam perkembangannya, masih didominasi oleh lagu-lagu komponis-komponis awal seperti yang sudah disebutkan di atas. Vokal group yang aktif di Medan pada masa itu yang kira-kira sezaman juga dengan Solu Bolon adalah; Parisma 71,Singing Sargeant, Fernando z, Palambok Pusu-pusu, Las Riados, Saroha, Dolok Pinapan, Gomsita, Tao Toba, Pamurnas, Pakkona. 13. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa suatu proses perubahan di Medan dari masa 1960-an yaitu kebutuhan kecenderungan mempertahankan akan bentuk kelompok/vokal group pada tahun 1970-an, 10 Lieder Aus Indonesien, 1966. 11 Fred Kaseger, Media Record. 12 Arga Do Bona Ni Pinasa, Mahkota Record. 13 Bonar Gultom, 12 vokal group membawakan lagu-lagu daerah Indonesia, Mini Record 11.

akan tetapi di Jakarta mulai muncul trio-trio di musik populer Batak khususnya di Jakarta. Sebenarnya masa sebelum tahun 1960, sudah ada muncul trio Batak yaitu trio Marihot pimpinan Marihot Hutabarat. Mereka bernyanyi dengan iringan gitar dan piano akustik dengan aliran musik jazz standar yang cukup kental. Kemudian pada tahun 1960-an muncul trio Parsito dan trio The King 14. Awal tahun 1970-an muncul pula trio Golden Heart yang fenomenal. Salah satu yang fenomenal dari trio Golden Heart adalah terjualnya kaset-kaset mereka sampai ke pelosok-pelosok tanah Batak. Trio Golden Heart juga merupakan pengaruh yang kuat terhadap kemunculan penyanyi-penyanyi trio lainnya setelah tahun 1975 antara lain trio Friendship, trio Lasidos trio Amsisi bahkan sampai dengan sekarang. Selain penyanyi-penyanyi trio, penyanyipenyanyi solo juga bermunculan di Jakarta seperti Mona Sitompul, Eddy Silitonga, Christine Panjaitan, Rita Butar-butar, Mona Sitompul, Berlian Hutauruk, Herti Sitorus dan lain-lain. Peranan para penyanyi di luar orang-orang Batak menyanyikan lagu-lagu populer Batak seperti paduan suara Tetap Segar pimpinan Dr. R. Pirngadie pada masa 1960, adalah hal yang membanggakan bagi suku Batak karena lagu-lagu populer Batak disukai/digemari oleh suku-suku lain di Indonesia 15. Pada masa 1970-an, semakin banyak penyanyi-penyanyi di luar suku bangsa Batak yang menyanyikan lagu-lagu populer Batak. Dapat disebut antara lain, Ade Manuhutu, Emilia Contessa, Bhetaria Sonata, Koes Hendratmo, group band Dlloyd s, Bartje 14 IzHarry Agusjaya Moenzir, Gelas-Gelas Kaca, Tribute to Rinto Harahap, Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama 2011: hal 50. 15 Song s From Tapanuli, Monaural Record, Jakarta.

Van Houten (penata musik) dan lain-lain. Hal ini disebabkan dari kinerja para pencipta-pencipta maupun penyanyi-penyanyi Batak yang sangat aktif sehinggga menimbulkan ketertarikan di luar orang Batak untuk menyanyikan lagu-lagu Batak dan merekamnya ke dalam pita kaset. Ratusan bahkan ribuan lagu-lagu popular Batak diciptakan dan sudah dinyanyikan oleh penyanyi profesional dan amatir di kalangan orang-orang Batak sendiri maupun di luar orang-orang Batak di dalam acara-acara pesta perkawinan/resepsi orang-orang Batak maupun suku-suku lain yang ada di Indonesia, acara-acara perkantoran sebagai hiburan, di tempat-tempat hiburan (hotel, café, bar, pub). Perbendaharaan diskografis diawali dari piringan hitam, pita kaset, kaset video, CD, VCD, DVD telah banyak beredar di seluruh Indonesia maupun di luar negeri. Demikian juga pencipta-penciptanya sejak masa 1940an silih berganti dari generasi ke generasi yang potensial yang telah menyumbangkan karyanya dalam khazanah yang menunjukkan musikalitas yang patut diperhitungkan. Sangat menarik tentunya menjadi objek kajian penelitian dari sisi perkembangannya yang lebih akademikal dan akan pula memberi kontribusi yang sangat berarti dalam dunia musikologis. Luasnya cakupan dari studi perkembangan musik mencakup segala yang berhubungan langsung dengan musik, hasil ciptaan musik segala zaman, praktek penyajian, apresiasi atas kedudukan pemusik, perubahan tujuan, hakikat dan fungsi musik, penerbitan dan perdagangan karya musik, bibliografi, sejarah pendidikan dan pengajaran musik, kritik musik, penelusuran mengenai kotinuitas

tradisi musik, terjadinya bentuk-bentuk dan cara-cara ekspresi baru 16. Sejak dasawarsa 1980-an, sejumlah buku, artikel dalam jurnal, konferensi, mata kuliah di universitas dan organisasi keilmuan yang didedikasikan untuk musik populer telah meningkat secara dramatis. Musik populer, akhirnya menjadi materi pokok dalam kuliah pengantar musik dunia, kuliah kajian kawasan tertentu dan seminar pascasarjana. Namun, di luar perhatian pada isu identitas dan isu budaya dalam berbagai kajian musik populer sepanjang beberapa dekade terakhir, kajian etnografis yang sangat kontekstual tentang genre-genre musik tertentu masih kurang 17. Musik populer telah diakui sebagai objek analisis, proses pembentukan genre dan praktek yang mengangkat genre tertentu masih kurang diteorikan dan dikaji. Kualitas dan ciri-ciri stilistik yang mengangkat genre tertentu penting untuk dianalisa karena menyingkapkan satu kesatuan teks, suatu peristilahan dan cara berbicara yang spesifik. Genre-genre musik mereprentasikan kontinuitas dan stabilitas historis dan menandai pelatihan estetika, teknik, ketrampilan, pertunjukan bersama 18. Penulis semenjak anak-anak sering mendengar piringan hitam dari lagulagu Barat diputar (dengan pikap) di rumah, termasuk juga piringan hitam dari 16 K. Ph. Bernet Kempres dalam Edy Sedyawati. Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Jakarta. Sinar Harapan, 1981: 143-144. 17 Andrew N. Weintraub. Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonseia, Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia, 2012: 10-11, adalah karya defenitif perihal genre penting ini dan sekaligus suatu tour de force metodologis. Buku ini bakal menjadi karya etnomusikologi yang bertahan lama. Buku ini juga menawarkan banyak hal kepada sarjana yang meminati musik populer, ranah publik Islam, media trasnasionalisme, serta kebudayaan dan kekuasaan. Andrew N. Weintraub adalah Profesor Musik di University of Pittsburgh dan direktur program gamelan di sana. Weintraub juga pendiri dan vokalis utama Dangdut Cowboys, orkes dangdut dari Pittsburgh yang videonya di You Tube telah ditonton sebanyak lebih dari 250.000 kali sejak Desember 2007. 18 Weintraub, 2012: 10.

lagu-lagu Batak Nahum Situmorang, Ismail Hutajulu dan Gordon Tobing. Peristiwa tersebut termasuk pengalaman-pengalaman awal dari penulis dalam mendengarkan musik. Pada tahun 1975-an ke atas penulis juga sering mendengar lagu-lagu Batak disiarkan di radio khususnya yang dinyanyikan oleh Eddy Silitonga. Mendekati akhir tahun 1970-an di Medan, penulis sering mengamati/mendengar lagu-lagu populer Batak dari pencipta-pencipta di atas dinyanyikan di pakter tuak. Orang-orang yang berkumpul di pakter tuak tersebut kebanyakan orang-orang Batak, mereka bernyanyi secara bersamasama/berkelompok atau ramai-ramai. Hal yang menarik sewaktu penulis mendengarkannya adalah adanya semacam keterpaduan suara yang jalan secara bersama-sama dan suara mereka cukup kuat, sepertinya mereka bernyanyi dengan penuh semangat, khususnya dalam lagu Lisoi. Di radio lagu-lagu populer Batak era Tapanuli modern juga sering disiarkan di Medan dengan penyanyi-penyanyi Eddy Silitonga, Mona Sitompul, Christine Panjaitan, Emilia Contessa, Nasution Sister dan lain-lain. Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya lagu-lagu Batak tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penulis, adanya semacam kontiunitas yang terjadi sampai dengan saat ini, penulis sering menyanyikannya di berbagai tempat dan acara, mengaransemen beberapa lagu-lagu Batak tersebut ke dalam gitar klasik untuk direpresentasikan sebagai musik instrumentalia pada tempattempat hiburan tertentu. Keterangan-keterangan di atas merupakan latar belakang kenapa penulis tertarik untuk mengangkat topik ini menjadi sebuah tesis. Arif (2011: 6)

mengatakan Seperti yang kita ketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki tradisi yang menempatkan nenek moyang sebagai leluhur yang layak mendapatkan penghormatan yang tinggi. Salah satu bentuk penghormatan tersebut dilakukan dengan cara memelihara silsilah, dalam bentuk dokumen tertulis maupun cukup dihafal secara lisan, mengenang jasa dan pengorbanan yang telah ditunaikan, mewarisi keteladanan yang telah diberikan. Cerita-cerita yang dituturkan orang mengenai bagaimana musik populer Batak sampai menjadi musik populer Batak, atau apa yang direprentasikannya, atau siapa yang menjadi bagian dari sejarah musik populer Batak di Medan, semua akan dikaji dalam tesis dengan judul Perkembangan Musik Populer Batak di Kota Medan Era 1960-1980. 1.2 Rumusan Masalah Yang menjadi pertanyaan bagi penulis adalah, apa yang menjadi penyebab munculnya musik populer Batak itu?. Gaya-gaya musik apa saja yang mempengaruhi musik popular Batak awal perkembangannya?. Bagaimanakah perkembangan musik popular Batak di kota Medan era 1960-1980 dikaitkan dengan konteks sosial bubaya dan konteks keartistikan pencipta/penyanyi?. Bagaimanakah struktur musik dan teks-teks musik populer Batak yang digunakan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan menyeluruh dari penelitian ini adalah mengkaji perkembangan awal munculnya musik populer Batak, mengkaji gaya-gaya apa saja yang mempengaruhi musik populer Batak dan pada awal perkembangannya dan tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengkaji konteks sosial budaya dan konteks keartistikan dari pencipta/penyanyi di kota Medan era 1960-1980. Selain itu penulis juga akan menganalisa struktur musik dan harmoni yang digunakan pada musik populer Batak. 1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pembaca secara khusus masyarakat Batak agar lebih memahami secara mendalam mengenai musik populer Batak. Memberikan bahan referensi bagi peneliti berikutnya dalam hal mengkaji musik populer Batak secara spesifik lagi. Memberikan kontribusi yang positf tentang kearifan lokal budaya Sumatera Utara maupun secara keseluruhan tentang keragaman perkembangan kebudayaan di Indonesia. 1.4 Tinjauan Pustaka Salah satu yang tidak dapat diabaikan di dalam tinjauan pustaka adalah harus memuat uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu dan yang erat hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

Selain itu untuk medapatkan dasar-dasar teori dan menelaah literaturliteratur tersebut dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penciptaan seni secara umum dan pembahasan musi populer secara khusus. Tujuan berikutnya adalah untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih. Skrisi dari Ivo Panggabean (1994), dengan judul skripsi Musik Populer Batak-Toba Suatu Observasi Musikologi-Discografis di Fakultas Kesenian Universitas HKBP Nommensen Medan. Skripsi ini adalah salah satu dari sedikit penelitian dengan fokus pada musik populer masyarakat Batak Toba. Panggabean menelusuri sejarah perkembangan musik popular Batak Toba dan teknologi yang terkait di Sumatera Utara selama abad 20. Penulis banyak terbantu mengenai daftar discografi yang dibicarakan dalam skripsi ini, yang mana digunakan penulis sebagai bahan untuk melengkapi data-data penulisan dalam tesis ini. Berikutnya skripsi dari Juliana Simanjuntak (1999) dengan judul skripsi Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Lagu Andung-Andung Karya Komponis Nahum Situmorang di. Fokus dari skripsi ini adalah pada bahasa daerah dan sastra, serta minatnya dalam teks lagu musik popular Batak Toba karya Nahum Situmorang yang berhubungan dengan lagu ratapan (andung-andung) yang digunakannya, yang sangat akrab dengan bahasa ratapan di dalam lagu-lagu ratapan musik populernya. Nahum dianggap oleh banyak orang Batak menjadi inovator dari gaya lagu andung-andung musik populer Batak. Keterangan mengenai Nahum Situmorang sebagai inovator dari gaya andung-andung digunakan penulis sebagai bahan acuan.

Skripsi yang ke tiga adalah dari Rithaony Hutajulu (1988), dengan judul Analisis Struktural Musik Vokal Pada Opera Batak : Dengan Pusat Perhatian Pada Karya Tilhang Gultom,. Hutajulu menelusuri pembentuk melodi, scalar, wilayah melodi, dan bentuk, lebih dari setengah dari 132 komposisi vokal opera Batak karya Tilhang Gultom. Dia juga meneliti pengaruh dari musik popular Barat pada komposisi Gultom. Yang diacu penulis dari skripsi ini adalah karya-karya Tilhang Gultom merupakan suatu perkembangan tersendiri dibandingkan dengan perkembangan musik populer Batak. Berikutnya adalah sebuah disertasi dari William Robert Hodges Jr, dengan judul disertasi Ganti Andung, Gabe Ende (Replacing Lament, Becoming Hymns): The Changing Voice Of Grief In Pre-Funeral Wakes Of Protentant Toba Batak (North Sumatra, Indonesia). A Dissertation submitted in partial satisfaction of the requirements for the degree Doctor of Philosophy in Music, Unniversity of California Santa Barbara, (2009). Tujuan menyeluruh dari disertasi ini adalah untuk mengeksplorasi berbagai aspek perubahan sosial budaya, khususnya perubahan agama, di dalam interaksi masyarakatnya seperti yang diungkapkan dalam musiknya. Lebih spesifik lagi disertasi ini menyelidiki beraneka segi dari praktek bernyanyi ratapan Batak Toba. Selanjutnya Hodges di dalam disertasinya mengatakan lagu ratapan (andung, andung-andung) tersebut berkembang menjadi gaya baru dalam musik populer Batak yang disebut dengan andung-andung yang memanfaatkan beberapa elemen yang dibutuhkan yaitu vokal, instrumen dan teks andung-andung. Gaya

ratapan atau andung-andung ini sangat populer di kalangan orang-orang Batak terutama mereka yang telah berimigrasi keluar dari kampung halaman atau juga yang merantau ke tempat yang sangat jauh sehingga menimbulkan perasaan yang sangat kuat rindu akan kampung halaman, atau juga nostalgia untuk sanak keluarga maupun seseorang. Untuk referensi tinjauan pustaka yang lain penulis juga menggunakan beberapa buku-buku ilmiah lainnya antara lain: Stanley Sadie with Alison Latham, The Cambribge Music Guide, 1985. Pada Bab XI artikel tentang The Traditions of Popular Music, dengan penjabaran ke bawah berisi Blues and Ragtime, Jazz, American Musical, White Country Music, The Traditions of Popular Music. Tulisan ini digunakan penulis sebagai bahan referensi tentang musik populer berkembang di Amerika seperti blues, jazz, country yang mempengaruhi musik populer Batak dalam perkembangannya, khususnya musik jazz yang nampak dalam permainan musik Bill Saragi dan trio Marihot pimpinan Marihot Hutabarat. Peter Manuel, Popular Musics of the Non-Western World, New York. Oxford University Press, 1988. Dalam buku ini dibahas mengenai, defenisi musik populer, defenisi kerja musik populer di masyarakat Barat yang juga berlaku pada musik populer non Barat. Peranan phonograph, radio, kaset, televisi terhadap disseminasi musik populer khususnya di luar musik Barat. Musik populer Batak juga tidak terlepas dari peranan phonograph, radio, kaset dalam penyebaran di masyarakat kota Medan.

Buku ilmiah lain yang penting adalah dari Dieter Mack, Sejarah Musik 4. Yogyakarta, Pusat Musik Liturgi, 2004: 436-440. Dieter mengatakan dalam buku tersebut bahwa sering dikatakan musik populer tidak bisa dibahas secara ilmiah, karena genre ini hanya bertolak dari selera dan fungsi sosial bagi masyarakat. Tetapi terdapat juga banyak contoh bahwa tidak harus demikian, karena setidaknya satu karya yang diciptakan sesuai dengan trend bisa juga dibuat lebih orisinil. Di samping itu tidak boleh dilupakan bahwa kadang-kadang ketajaman ekspresi lebih penting daripada mengisi berbagai kriteria kualitatif dalam hal garapan. Jika kita mendekati awal musik punk dengan kriteria keorisinilan dan kekreatifan musikal, maka musik itu kalah sepenuhnya. Tetapi dilihat dari keutuhan ekspresi sebagai suatu musik sub-kultur dengan unsur protes sosial kelas buruh, musik punk sangat tepat ekspresinya, bahkan keradikalan primitifnya menjadi suatu makna tertentu. Lalu, kenyataan ini menjadi suatu masalah pada saat musik punk itu distandarisasi menjadi komoditi ekonomi dan ditiru terus-menerus demi keuntungan komersial. Selanjutnya Dieter mengatakan Pengertian sejarah dalam genre populer tidak bisa dijelaskan seperti musik klasik, romantik dan jazz, jika pengertian istilah sejarah diartikan dengan perkembangan melalui bahasa musik, antara lain, sejalan dengan perubahan sosial politik pada umumnya pada suatu budaya tertentu. Bahasa musik populer pada dasarnya bertolak dari struktur melodi, harmoni, jenis ritme serta unsur formal yang kurang lebih sama oleh karena alasan tertentu, maka kriteria untuk membedakan antara masing-masing gaya adalah yang disebut sound. Sound pada musik populer itu terutama diwakili oleh

penyanyi, dan dalam hal ini tidak terdapat suatu standar, melainkan keunikan ucapan vokal yang penting. Tokoh rock n roll Chuck Berry tidak bisa disebut sebagai penyanyi yang halus dan lagunya biasanya bertolak dari tiga atau empat nada saja, gaya vokalnya bersifat resitatif, sama dengan gaya rap sekarang ini yang sebenarnya sudah lama ada dalam bidang musik rock n roll tahun 1950-an. Vokalis blues pun kebanyakan bertolak dari suatu gaya rap, dimana teks diutamakan, sedangkan musiknya hanya menjadi alat untuk sajian teks. Namun sound nya suara Chuck Berry sangat unik, dan inilah yang penting untuk identifikasi. Kemudian Dieter mengatakan, ternyata perkembangan musik populer pada tahun 1960-an mengalami suatu kemacetan, teknologi elektronik masih sedang berkembang sekitar pada tahun 1965 dan baru pada tahun 1968/1969 dengan munculnya moog-synthesizer dan alat-alat elektronik canggih yang lain. Maka oleh karena itu dicari berbagai daya tarik sound baru untuk menimbulkan khayalan musik baru dalam bidang musik populer. Group Jetro Tull dengan Ian Anderson sebagai penyanyi dan pemain flute. Kemudian penggunaan flute ini diumumkan sebagai suatu perkembangan atau pembaharuan yang luar biasa. Padahal, jika musik Jetro Tull dianalisis, maka sama sekali tidak ada perubahan, terdapat konsep formal yang biasa, terdapat struktur harmoni tonal, melodi yang enak didengar dan sebagainya. Flute pun bisa saja diganti dengan suatu alat solo lain tanpa perubahan esensi musik, kecuali sound nya. Penulis sependapat dengan yang di uraikan Dieter di atas, dalam perkembangan musik populer Batak ekspresi dan ciri sound itu tertuang dalam banyaknya penyanyi yang unik. Dapat kita dengarkan seperti vokal group Solu

Bolon, menyanyikan lagu Lissoi dengan personil lebih dari 10 orang bernyanyi dengan pemakaian harmoni 3 suara paralel tertutup. Mereka bernyanyi dengan power yang sangat maksimal yang sangat menggambarkan ekspresi terhadap situasi minum-minum di pakter tuak, vokal group Impola dengan pemakaian solochorus dalam lagu O Tao Na Tio dengan solonya yang berkarakter seriosa lebih dekat kepada cara bernyanyi opera-opera populer Italia yang berkembang pada akhir abad 19. Demikian juga dengan trio Golden Heart dengan tiga laki-laki yang lebih berkarakter suara bergaya pop country yang juga menggunakan harmoni 3 suara paralel tertutup, suara penyanyi solo Eddy Silitonga, suaranya cukup menarik saat menyanyikan lagu Natiniptip Sanggar, Eddy mampu membuat lagu tersebut menjadi lebih hidup dibandingkan dengan yang dinyanyikan vokal group Solu Bolon di Medan dan banyak lagi yang dapat didengarkan dari contoh-contoh koleksi rekaman penulis. Buku Ilmu melodi karya Dieter Mack, digunakan penulis untuk melihat cara menganalisa melodi dalam lagu-lagu populer Batak. Dalam menganalisa gaya yang digunakan dalam lagu-lagu populer Batak, penulis menggunakan buku dari Leon Stein, Structur and Style : The Study and Analysis of Musical Form (Summy-Birchard Music, 1979). Buku ini berisi mengenai pengetahuan dan analisis bentuk musik yang membantu penulis dalam analisa gaya-gaya musik yang digunakan. Penulis juga menggunakan buku Folk Song Style and Culture karya Alan Lomax. Buku ini berisi hasil analisis ilmiah tentang gaya (style) dan budaya lagulagu rakyat.

Buku dari Robert W. Ottman, Elementary Harmony, Theory and Practice (New Jersey Englewood Cliffs : prentice-hall, Inc.1962). Berisi tentang pelajaran harmoni yang digunakan penulis dalam menganalisa harmoni dalam musik populer Batak. Chorale Music : Technique and Artistry karya Charles W Heffernan. Buku ini tentang partitur koor dimana digunakan penulis untuk menganalisa lagu-lagu populer Batak yang diciptakan lebih awal, dimana menggunakan aransemen koor seperti lagu O Tao Na Tio yang dinyanyikan oleh vocal group Impola pimpinan Gordon Tobing, lagu Lisoi yang dinyanyikan vokal group Solu Bolon, lagu Ketabo-Ketabo yang dinyanyikan paduan suara Tetap Segar pimpinan Dr Rudy Pirngadie. Buku dari Gustaf Strube, The Theory and Use of Chords A Texs Book of Harmony (Philadelphia : Over Dison, 1928). Buku ini membahas tentang harmoni serta latihan-latihan yang juga mendukung penulis dalam menganalisa akordakord posisi dasar, balikan, kadens dan lain-lain. 1.5 Landasan Konsep dan Teori 1.5.1 Konsep dan teori musik Dalam penelitian ini mengemukakan satu rumusan yaitu musik adalah bunyi, interaksi getaran dari waktu yang keluar dari satu atau lebih sumber bunyi untuk mengungkapkan ide. Di dalam bunyi terkandung warna bunyi (timbre), dan waktu (durasi) yaitu interaksi dari nilai waktu yang terkandung oleh bunyi

maupun bukan bunyi, yang sering disebut dengan ritme. Bunyi bisa dari berbagai organ atau instrumen, waktu tidak dibahas dalam bentuk yang berpola saja. Menurut Dieter 19 suatu bunyi dikatakan musik tergantung pada pendekatan kata yang pasti bahwa bunyi datang dari dalam maupun dari luar diri kelompok. Ide bisa berbentuk programatik atau ide absolut. Ide absolut biasanya muncul pada saat seorang komponis berkarya. Ide tersebut datang karena terinspirasi atau terangsang oleh interaksi bunyi yang dibuat. Dapat dikatakan musik absolut adalah musik yang semata-mata merupakan keindahan dari elemenelemen musikal yang ada, ide tersebut terstimulasi pada komponis untuk meramu bunyi. Ide programatik datang dari satu inspirasi di luar bunyi, sehingga bunyi tersebut dapat menggambarkan atau menceritakan tentang ide tersebut sebagai contoh seorang komponis menggambarkan kicau burung, gemericik air, suara angin, biasanya komponis mendeskripsikan terlebih dahulu isi cerita karyanya. Kualitas dari karakter bunyi musikal sangat di pengaruhi dan ditentukan oleh cara penggunaan, pemanfaatan serta pengolahan elemen-elemen musik. Broekma dalam Dieter 20. Ferris dalam Dieter 21, Joseph Kerman dalam Dieter 22. Elemen-elemen musikal yang digunakan yaitu; (1) organ, organ adalah alat atau instrumen digunakan sebagai sumber bunyi. (2) Melodi adalah rangkaian nada atau bunyi yang membentuk suatu kesan ide yang dipengaruhi faktor budaya. Melodi bisa juga disebut sebagai suatu stuktur kalimat musik, gerakan-gerakan nada dan juga struktur nada. 19 Dieter Marck, Ilmu Melodi, Yogyakarta, Pusat Musik Liturgi 1995: 37. 20 Ibid 21 Ibid 22 Ibid

(3) Modus adalah susunan nada, yang dalam bentuknya terlihat sebagai satu formula nada yang tentu saja akan berakibat bagi sistem harmoni maupun atmosfer bunyi secara keseluruhan. (4) Interval adalah jarak antara bunyi satu dengan yang lain, baik vertikal maupun horizontal. (5) Harmoni adalah keselarasan yang ditimbulkan akibat interaksi bunyi dan bukan bunyi. Harmoni tradisional dalam konteks musik Barat umumnya digunakan di dalam lagu-lagu populer Batak. (6) Ritme adalah interaksi nilai waktu dari setiap bunyi dalam hal ini durasi antara bunyi dengan saat diam. (7) Tempo adalah kesempatan gerak pulsa. Tempo juga berarti kecepatan oleh lamanya satu musik berlangsung. (8) Dinamika adalah segala hal yang dibuat untuk memberi jiwa pada suatu bunyi yang termasuk dalam objek lemah lembut bunyi, dinamika register warna suara, dinamika instrumen, dinamika dalam konteks tertentu, serta ekspresi-ekspresi lain yang dengan jelas memberi katakter dalam satu bunyi. (9) Aksentuasi adalah penekanan pada ketukan lemah dan kuat di dalam satu birama, pola tekanan pada satu suku kata. (10) Motif adalah sekelompok nada atau bunyi yang memiliki karakter serta membawa ide atau kesan tertentu, hubungan motif dengan teks. (11) Form adalah kesatuan bentuk bunyi yang terdiri dari struktur-struktur melodi, frase, motif, kontras, pengulangan, pengembangan, bentuk bebas.

Dalam struktur musik, penulis juga akan memperhatikan hal-hal berikut: scale (tangga nada), pitch center (nada pusat), reciting tone (nada singgahan), range (wilayah nada), jumlah nada-nada (frekwensi pemakaian nada), interval, kadens, formula melodi, melodic contour (grafik/kantur melodi) 23. Untuk mendukung pembahasan dari sisi analisa musik diperlukan suatu transkripsi. Transkripsi adalah proses menotasikan bunyi, membuat bunyi ke dalam simbol. Ada dua jenis notasi, pertama adalah notasi preskriptif yaitu notasi yang bertujuan untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik), alat untuk membantu mengingat. Kedua adalah notasi deskriptif, notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri dan detail-detail komposisi musik 24. Teori Etnomusikologi 25 mengatakan bahwa music as sound, music as knowledge, music as behaviour. Selanjutnya Meriam berpendapat bahwa musik adalah bunyi, sebagai suatu ekspresi. Apabila ingin memahami musik secara dalam, maka diperlukan usaha menganalisa bagaimana pengolahan elemen-elemen bunyi musikal serta bagaimana interaksinya sehingga menghasilkan suatu atmosfer khusus music as knowledge. Musik maupun bermusik merupakan perilaku (behaviour). Musik merupakan perilaku seseorang atau masyarakat. Bahwa musik tidak hanya terdiri atas bunyi melainkan perilaku manusia yang prakondisi untuk memproduksi bunyi. Salah satu diantaranya 23 Wiliiam P. Malm, Music Cultures of The Pasific, Near East and Asia. New Jersey: Prentice Hall Englewood Cliffs, 1977: 15. 24 Bruno Nettl, Theory and Method in Ethnomusicology. New York: The Free Press, 1964: 148-150. 25 Alan P Meriam, The Antropolgi of Music. Evaston III: Northwestern University Press, 1964.

adalah perilaku fisik yang ditunjukkan oleh sikap dan postur tubuh serta penggunaan otot-otot dalam memainkan instrumen dan menegangkan pita suara dan otot-otot diafragma pada saat bernyanyi. Perihal konsep, proses pembentukan idea atau perilaku kultural menyangkut konsep-konsep yang harus diterjemahkan kedalam perilaku fisik guna memproduksi bunyi. Konsep menunjukkan bahwa ada jiwa dan nilai yang mendasari musik, yang artinya musik tersebut juga tercermin dalam perilaku komunitas dan budayanya. Dalam hal ini tercermin dalam perilaku penciptaan lagu-lagu populer Batak. Oleh sebab itu sistim yang diterapkan atau yang terjadi dalam musik tersebut di pengaruhi oleh perilaku serta corak hidup penciptanya 26. Pada bagian lain juga dijelaskan bahwa etnomusikologi merupakan studi musik dalam kebudayaan, dikemukakan juga pendapat Mantle Hood yang menyatakan bahwa etnomusikologi adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai tujuan penyelidikan seni musik fenomena fisik, psikologi, dan kultural 27. Mantle Hood juga mengemukakan bahwa studi ini diarahkan untuk mengerti tentang musik yang dipelajari dari segi struktur musik dan juga memahami musik dalam konteks masyarakatnya. 26 Ibid, 1964 27 Ibid, 1964

1.5.2 Konsep musik populer batak Suatu hal yang menguntungkan bagi orang Batak ialah, bahwa sejak zaman sebelum Kemerdekaan jaringan jalan-jalan raya telah mencapai sampai ke daerah pelosok-pelosok. Dengan demikian maka prasarana yang menghubungkan dan memperkenalkan orang Batak dengan dunia luar telah tersedia 28. Suku bangsa Batak, terdiri dari sub-suku-suku bangsa: 1) Karo yang mendiami suatu daerah induk yang meliputi dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu dan sebagian dari Dairi. 2) Simalungun yang mendiami daerah induk Simalungun. 3) Pakpak yang mendiami daerah induk Dairi. 4) Toba yang mendiami suatu daerah induk meliputi daerah tepi danau Toba, pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, daerah Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga dan daerah pegunungan Pahae dan Habinsaran (jumlah mereka terbesar diantara sub-suku-suku bangsa Batak). 5) Angkola yang mendiami daerah Angkola dan Sipirok, sebagian dari Sibolga, dan Batang Toru dan bagian utara dari Padang Lawas. 6) Mandailing yang mendiami daerah induk Mandailing, Ulu, Pakatan,dan bagian Selatan dari Padang Lawas 29. Menurut Purba (2004: 51) cerita-cerita suci (tarombo) orang Batak, terutama dari orang Batak Toba, semua sub-suku-suku bangsa Batak itu mempunyai nenek moyang yang satu, yaitu si Raja Batak. 28 Payung Bangun. Tulisan tentang Kebudayaan Batak dalam Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan, Cetakan ke 22 Jakarta. Djambatan, 2007: 94-95. 29 Ibid. 2007.

Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak mempergunakan beberapa logat, yaitu; (1) Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh orang Pakpak (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh orang Simalungun (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing. Di antara keempat logat tersebut, dua yang paling jauh jaraknya satu dengan yang lain adalah logat Karo dan Toba 30. Suku bangsa Batak terdiri atas enam sub bagian yaitu: Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Angkola dan Mandailing. Di antara keenam subsuku tersebut terdapat persamaan bahasa dan budaya. Walaupun demikian, terdapat pula perbedaannya, misalnya dalam hal dialek, tulisan, istilah-istilah dan beberapa adat kebiasaan. Struktur sosial keenam subsuku tersebut pada dasarnya sama, yakni terdiri atas tiga unsur utama. Pada subsuku Batak Toba dinamakan dalihan na tolu yang terdiri atas hulahula (sumber istri), dongan tubu (saudara semarga), dan boru (penerima istri). Ke tiga unsur sosial itu terdapat pada semua subsuku dengan istilah yang sedikit berbeda, namun fungsi ketiganya sama Bangsa Jerman sejak tanggal 7 Oktober 1861 membuka daerah penginjilan baru di tanah Batak, Dr Ingwer Ludwig Nommensen (1834-1908) diutus oleh zending Jerman ke tanah Batak untuk mengkristenkan orang-orang Batak. Selain memberitakan injil Nommensen juga mengajarkan nyanyian-nyanyian jemaat, 31. 30 Ibid, 2007 31 Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, edisi revisi, Jakarta. Yayasan Obor Indonesia, 2009: 1).

koor dan instrument musik tiup, poti marende sehingga menambah kepekaan musikal orang-orang Batak dalam bernyanyi maupun memainkan instrumen. Suku bangsa Batak telah lama memegang reputasi diantara banyak kelompok etnis di Indonesia sebagai orang-orang yang suka bernyanyi. Kekuatan bernyanyi ini terkait dengan kebiasaan bernyanyi paduan suara gereja, dan perkembangan industri musik populer Batak. Orang Batak terkenal karena kekuatan ekspresi mereka bernyanyi. Pernyataan bahwa masyarakat Batak yang musikal juga tertulis di dalam buku Kapita Selekta Manifestasi Budaya Indonesia (1984: 130) sebagai berikut: Demikianlah, umpamnya, di kalangan masyarakat Batak yangmusikal itu, nada-nada gerejani sangat berpengaruh dalam lagu-lagu Batak Modern. Yang dimaksud penulis dalam konsep musik populer Batak adalah musik yang umumnya dipengaruhi oleh musik Barat dari segi struktur musik dan harmoninya yang menggunakan teks-teks dalam Bahasa Batak. Isi dari teksteksnya tentang keindahan alam pedesaan atau sebuah kota kecil, kerinduan akan kampung halaman bagi para perantauan, patriotisme, tentang masakan khas Batak dan minuman khas, persahabatan, kesedihan, persatuan marga, percintaan, kehidupan sehari-hari masyarakat Batak dan lain-lain. Instrumen-instrumen musik yang digunakan juga umumnya dipengaruhi dari instrument-instrumen musik Barat antara lain gitar akustik adalah salah satu yang paling awal dan umum digunakan sebagai iringan (ritem) dan pembawa melodi. Dalam perkembangan berikutnya digunakan gitar dan bas elektrik,

instrument biola, contra bas (bas betot), piano, akordion, organ elektrik. Instrument-intrumen perkusi antara lain bongos, maracas,botol (hesek), conga, drum set dan lain-lain. Umpama dan umpama 32 adalah karya sastra yang banyak digunakan oleh masyarakat Batak dalam aktifitas kebudayaannya, termasuk juga di dalam perkembangan awal dari musik populer Batak. Umpasa dan umpama tersebut dapat kita lihat khususnya dalam teks-teks yang digunakan oleh Nahum Situmorang dalam lagu-lagu ciptaannya. Musik populer Batak dipengaruhi oleh irama/pola ritme 33 yang berkembang di dunia musik populer; mars, hawaiian beat, blues, blues rock, tango, cha-cha, calypso, rumba, waltz, bolero, bossanova, langgam keroncong, slow rock, reggae, rock n roll, slow beat, country. Selain itu juga dipengaruhi gaya paduan suara solo-chorus, harmoni 3 suara paralel tertutup 34, gaya seriosa 35 atau gaya bernyanyi seperti opera-opera Italia akhir abad ke 19 36. Musik jazz 32 Umpama adalah sejenis pepatah, pribahasa, atau kata-kata mutiara yang sedikit banyaknya mengandung unsur kepercayaan dan hukum, yang menurut sifatnya tidak dapat berubah atau diubah, sedangkan umpasa adalah sejenis pantun yang dapat berubah sesuai dengan konteks pemakaiannya. Dalam suatu upacara misalnya, tak jarang muncul umpasa yang baru; sebagian besar umpasa yang sudah jadi dipoles sedemikian rupa sehingga pas dengan konteks upacara. Upaya ini bukan merusak umpasa yang sudah jadi, tetapi justru menunjukkan kepiawaian seseorang yang sedang ber-umpasa. Untuk suatu kejelasan lebih lanjut dapat dilihat di dalam tulisan Krismus Purba Umpama dan Umpasa Batak dalam Seni Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni ISI Yogyakarta, X/02 Agustus 2004. 33 Penjelasan mengenai irama/pola ritme musik populer yang selengkapnya dapat dilihat di Stanley Sadie, Popular Music. The New Grove Dictionary of Music and Musicians, London: Mcmillan, 1980, hal 87-104). 34 Harmoni tiga suara paralel (three voice close harmony) tertutup adalah tiga suara yang berjalan sejajar dengan aransemen atau penempatan nada dalam jarak dekat. Lawannya: open harmony=jarak jauh (Pono Banoe. Kamus Musik, Kanisius 2003: 89). 35 Seriosa adalah lagu atau karya musik vokal yang serius yang bernilai teknik tinggi sebagai art music. Ing=serious songs (ibid). 36 Opera adalah drama musik dari istilah Italia drama per la musica, mulai dikenal di Italia

juga mempengaruhi perkembangan musik populer Batak dan gaya andungandung yang memanfaatkan beberapa elemen yang dibutuhkan yaitu vokal, instrumen dan teks andung-andung. Kecenderungan membentuk kelompok atau vokal group juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan awal musik populer Batak. Mendekati akhir tahun 1960-an ke atas, kecenderungan membentuk kelompok yang lebih kecil, seperti vokal trio menjadi lebih dominan, vokal solo juga menjadi pilihan yang lebih diminati, meskipun pada masa 1970-an bentuk kelompok atau vokal group masih terlihat. Dalam penyebarannya, musik populer Batak tidak terlepas dari pengaruh radio. Awalnya para pencipta dan penyanyi sering tampil langsung (live) di studio. Selain radio, penyebarannya juga tidak terlepas dari rekaman-rekaman piringan hitam. Pada akhir 1960-an penyebarannya didominasi oleh industri kaset. Selain pengaruh teknologi dalam penyebarannya, kebiasaan berkumpul dari orang-orang Batak ditempat-tempat tertentu juga sangat berarti, misalnya pada tahun 1960-an di Medan banyak penyanyi-penyanyi Batak berkumpul di pakter tuak. Lagu-lagu Nahum Situmorang juga sering dinyanyikan oleh vokal group Solu Bolon di pakter tuak. Yang Khas dari cara bernyanyi orang-orang Batak di pakter tuak adalah power mereka bernyanyi disertai harmonisasi tiga suara paralel. Lagu-lagu populer Batak tahun 1970-an di Medan juga dinyanyikan di hotel oleh penyanyi-penyanyi Batak, vokal group yang aktif menghibur di hotel pada masa itu ialah Embas, Las Riados, El Ritana, Tobanas dan lain-lain.

1.6 Pengertian folklor. Folklor diadopsi dari bahasa Jerman (volkskunde), pertama kali digunakan tahun 1846 oleh William John Thoms. Meskipun demikian dalam perkembangan berikut secara etimologis leksikal folklor (folklore) dianggap berasal dari bahasa Inggris, dari akar kata folk (rakyat, bangsa, kolektivitas tertentu) dan lore (adat istiadat, kebiasaan). Jadi, lore adalah keseluruhan aktivitas, dalam hubungan aktivitas kelisanan dari folk 37. Folklor terdiri tiga macam, yaitu 1) folklor lisan (verbal folklore), 2) folklor setengah lisan (partly verbal folklore) dan 3) folklor bukan lisan (nonverbal folklore). Secara praktis ketiganya dapat dikenali melalui bentuk masing-masing, yaitu oral (mentifact), sosial dapat dikenali melalui bentuk masing-masing, yaitu oral (mentifact), sosial (socifact) dan material (artifact). Folklor lisan terdiri atas: a) ungkapan tradisional (pepatah, peribahasa, semboyan), b) nyanyian rakyat (nyanyian untuk menidurkan anak, seperti nina bobok, bibi anu), c) bahasa rakyat (dialek, julukan, sindiran, bahasa rahasia, bahasa remaja dan sebagainya), d) teka-teki (berbagai bentuk tanya jawab pada umumnya untuk mengasah pikiran), e) cerita rakyat (mite, legenda, sage). Folklor setengah lisan, di antaranya: a) drama rakyat (ketoprak, ludruk, wayang kulit, langendria, arja), b) tari (serimpi, maengket, pendet), c) upacara (kelahiran, perkawinan, kematian), d) permainan dan hiburan rakyat (sembunyisembunyian, teka-teki), e) adat kebiasaan (gotong royong, menjenguk orang mati), f) pesta. 37 Nyoman Kuta Ratna, Antropologi Sastra. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011.

Folklor setengah lisan, di antaranya: a) drama rakyat (ketoprak, ludruk, wayang kulit, langendria, arja), b) tari (serimpi, maengket, pendet), c) upacara (kelahiran, perkawinan, kematian), d) permainan dan hiburan rakyat (sembunyi-sembunyian, teka-teki), e) adat kebiasaan (gotong royong, menjenguk orang mati), f) pesta rakyat (sekaten, pesta kesenian Bali). Folklor non lisan, di antaranya: a) material (mainan, makanan, arsitektur, alat-alat musik, pakaian, perhiasan, obat-obatan dan sebagainya), b) bukan material (bunyi musik, bunyi gamelan, bahasa isyarat). Jadi, folklor meliputi ke tiga bidang tersebut. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama dan agama yang sama. Memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang mereka warisi turun-temurun paling penting mereka sadar akan identitas kelompok mereka 38. Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Selanjutnya Danandjja mendefenisikan folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh 38 Tulisan Setia Dermawan Purba tentang Folklor tanpa tahun. Tulisan yang lain dari beliau adalah Penggunaan, Fungsi dan Perkembangan Nyanyian Rakyat Simalungun Bagi Masyarakat Pendukungnya. Jakarta, Universitas Indonesia, 1994.

yang disertai dengan gerak isyarat atau pembantu 39. Fungsi folklor ada empat, yaitu 1) sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif, 2) sebagai alat pengesahan pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, 3) sebagai alat pendidik anak dan 4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya 40. Salah satu fungsi folklor adalah sebagai protes sosial. Kesimpulan ini ia peroleh ketika Kaisar Tiongkok seperti Kaisar Yui dari dynasty Hsia dan Kaisar Chow Wen Whang dari dynasty Chow sengaja mengumpulkan nyanyian rakyat sebagai koleksi untuk mengetahui sejauh mana rakyat memprotes raja. Dengan kata lain sejauh mana rakyat menerima kebijakan yang dibuat oleh raja Nyanyian rakyat dapat digolongkan ke dalam dua bagian besar, yaitu 1) nyanyian rakyat yang tidak sesungguhnya, terdiri dari wordless folksong dan near folksong; 2) nyanyian rakyat sesungguhnya, yang terdiri dari nyanyian rakyat yang berfungsi (functions songs), nyanyian yang bersifat liris (lyrical folksong) dan nyanyian rakyat yang berkisah. Contoh-contoh nyanyian rakyat dari sukubangsa Batak Toba selengkapnya dapat dilihat di sub bab II tesis ini. Agar dapat membedakan folklor dari kebudayaan lainnya, kita harus mengetahui dahulu ciri-ciri pengenal utamanya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: a). Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni 41. 39 Danandjaja dalam Purba tanpa tahun. 40 Bacom dalam Purba tanpa tahun. 41 Betty Wang dalam Purba tanpa tahun.

disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari suatu generasi ke generasi berikutnya. b). Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi). c). Folklor ada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebaran dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga proses lupa diri manusia atau proses interpolasi, folklor dengan mudah dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian, perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan. d). Folklor bersifat anonym, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi. e). Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat misalnya selalu mempergunakan kata-kata klise seperti bulan empat belas hari untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis dan seperti ular berbelit-belit untuk menggambarkan kemarahan seseorang, atau ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan kalimat-kalimat atau kata-kata pembukaan dan penutupan yang baku, seperti kata sahibul hikayat dan mereka pun bahagia untuk seterusnya. f). Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

g). Folklor bersifat prologis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan. h). Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya. i). Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu sponan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi yang paling jujur manifestasinya 42. Perlu kiranya ditambahkan bahwa suatu folklor tidak berhenti menjadi folklor apabila ia diterbitkan dalam bentuk cetakan atau rekaman. Suatu folklor akan tetap memiliki identitas folklornya selama kita mengetahui bahwa ia berasal dari peredaran lisan. Ketentuan ini lebih-lebih berlaku apabila suatu bentuk folklor, cerita rakyat misalnya yang diterbitkan, itu hanya sekedar berupa transkripsi cerita rakyat yang diambil dari peredaran lisan Menurut Dieter pada umumnya budaya Indonseia sangat diwarnai dengan tradisi lisan. Selama dinamika perubahan budaya pedesaan terjadi secara alami, maka prsoses pelestarian kesenian selalu terjamin. Namun masuk ke dunia modern ini terasa bahwa kesadaran budaya lisan masih tetap ada, akan tetapi pelaksanaannya semakin menurun sehingga banyak keunikan ekspresi budaya telah punah. Kenyataan demikian sering dikaitkan dengan pengaruh munculnya 43. 42 Purba tanpa tahun 43 Purba tanpa tahun

budaya literal atau tertulis, walaupun dilihat dari sisi lain, justru budaya tertulis mesti lebih menjamin pelestarian suati jenis kesenian, justru oleh karena dokumentasinya dalam bentuk tertulis. Kondisi budaya seperti pada masa lalu dengan suatu identitas keseluruhannya semakin hilang sejalan dengan perkembangan peradapan modern (industri, perkotaan). Industri musik populer sebagai penggantinya merupakan suatu khayalan yang mempunyai dampak sebaliknya oleh karena hakekat orientasinya, yaitu bisnis serta hasil komersial sebagai tujuan produknya. Dengan demikian tidak bisa dianggap sebagai penggantinya, melainkan seperti suatu yang merupakan kenyataan, akan tetapi kenyataan yang harus kita sadari serta senantiasa merpermasalahkannya 44. 1.7 Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan Perubahan sosial dan kebudayaan tidak berdiri sendiri. Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan adalah proses yang dapat diukur melalui skala maju atau mundur, naik atau turun, banyak atau sedikit, terintegrasi atau disintegrasi. Perubahan adalah proses yang berkesinambungan dan mempunyai arah yang jelas. Menurut penganut paham evolusi, perubahan yang terjadi cenderung lebih mendasar sifatnya. Artinya, tidak hanya luas perubahan yang terjadi, tetapi juga menyangkut struktur. Oleh karena itu, terdapat dua sistem perubahan sosial yaitu sistem cyclical dan sistem evolutionary 45. 44 Dieter Mack. Sejarah Musik 4, Yogyakarta, Pusat Musik Liturgi, 2004: 506-513. 45 Mac Iver Page dalam B.A. Simanjuntak. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, edisi revisi, Jakarta. Yayasan Obor Indonesia, 2009

Perubahan sosial terjadi atas dasar empat perspektif, yaitu evolusi, cyclical, fungsional, dan konflik. Lepas dari pro dan kontra teori-teori perubahan sosial dan kebudayaan, dibutuhkan satu landasan dasar penilaian sehingga penilaian perubahan dapat dilakukan. Walaupun diakui bahwa perubahan dapat terjadi dari dalam masyarakat itu sendiri melalui lokal-genius, namun tidak dapat dibantah bahwa perubahan akibat pengaruh dari kebudayaan lain lebih besar 46. Ada beberapa variabel yang berpengaruh amat besar dalam proses perubahan suatu masyarakat, namun intensitas pengaruh setiap variabel pada setiap masyarakat yang berbeda, tidak dapat disamakan Setelah memperhatikan sejarah perkembangan masyarakat Batak dapat dikatakan bahwa secara evolusi variabel agama dan pendidikan merupakan variabel yang amat mempengaruhi dan menentukan arah perubahan sosial budaya. Kedua variabel utama itu mendorong munculnya variabel lain dengan peran yang semakin memperkuat dan mempercepat perubahan, misalnya mobilisai, status formal, komunikasi, ekonomi, politik dan sebagainya 48. Bagi orang Batak, perubahan sosial budaya tersebut tercermin dalam tahapan sejarah berdasarkan esensi dan fungsi sosial kultural yang terjadi. Tahapan-tahapan tersebut; (1) pra-kristen yang terdiri dari pra-hindu dan pengaruh Hindu (2) pengaruh agama Kristen Protestan 1861-1917 (3) kemandirian Batak Toba 1917-1945 47. 46 Ibid, 2009: 147 47 Ibid, 2009: 148 48 Ibid, 2009.

(4) sesudah kemerdekaan sampai sekarang. Sebelum pengaruh agama Hindu yang diduga mulai pada abad ke- 11sampai abad ke-14, bentuk struktur sosial dan kebudayaan orang Batak tak begitu jelas diketahui. Yang dapat diketahui hanyalah yang berdasarkan silsilah lisan, bahwa srtuktur marga sudah dikenal, yang bermula dari nama keturunan nenek moyang yang bernama si Raja Batak. Kemudian ada penulis mengatakan bahwa kebudayaan asli orang Batak umumnya sama dengan bangsa Proto-Melayu lainnya karena suku bangsa ini tergolong pada rumpun tersebut (Ibid, 2009). Mendukung pendapat yang menyebutkan bahwa kebudayaan Batak berasal dari kebudayaan Dongson, suatu bangsa yang menetap di Sungai Song Ma di Vietnam Utara. Walaupun demikian penulis tetap belum menemukan pendapat yang dapat dijadikan pegangan kuat 49. Perubahan sosial budaya Batak terjadi karena adanya proses akulturasi antara sisitem sosial dan budaya dengan kebudayaan dari luar yaitu Dongson, Hindu dari India, orang Barat terutama Eropa berasal dari Jerman dan Belanda. Akulturasi dengan kebudayaan Hindu India terutama terjadi dalam bidang agama, kepercayaan, pendidikan, teknik, bahasa, makanan dan lain-lain. Perubahan sosial yang paling menonjol dan menentukan arah perkembangan sistem sosial dan budaya orang Batak ialah akulturasi yang diakibatkan pekerjaan terencana para misionaris Jerman dan Belanda 50. Dalam abad ke 19, mulai ada perhatian terhadap kemajuan kebudayaan manusia, mulai adanya teori-teori tentang evolusi kebudayan yaitu perubahan 49 Ibid, 2009. 50 Ibid, 2009

kebudayaan bangsa-bangsa di dunia, dari bentuk-bentuk yang sederhana ke bentuk-bentuk yang lambat laun menjadi makin kompleks. Perubahan kebudayan tersebut disebabkan karena pengaruh sistem ekonomi, pendidikan dan organisasi sosial yang dibawa orang Eropa Barat dan Amerika Serikat sebagai penjajah bangsa-bangsa di Afrika, Oseania dan Asia termasuk Indonesia. Proses-proses pengaruh itu menyebabkan bahwa proses kemajuan dari beberapa unsur atau sektor kebudayaan-kebudayaan tradisional tadi berlangsung cepat, tetapi kurang cepat pada unsur sektor lainnya 51. Akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Dengan demikian misalnya titik permulaan dari proses akulturasi antara kebudayaan-kebudayaan di Indonesia dengan kebudayaan Eropa adalah peristiwa datangnya kapal-kapal Portugis di Maluku, yaitu di Banda, Tidore dan Ternate, kemudian ke Nusa Tenggara pada permulaan abad ke 16, peristiwa datangnya kapal-kapal Belanda dari organisasi V.O.C di Banten pada akhir abad ke 16 52. Akulturasi di Tanah Batak adalah melalui peranan Rheinishe Mission Gesselschaft disingkat RMG. Gerakan Kristenisasi melalui perkembangan pendidikan banyak mengubah cara hidup dan sistem berfikir. Cara hidup yang 51 Ibid, 2009 52 Ibid, 2009

tertutup di dalam desa-desa marga secara homogeni menjadi terbuka ke arah yang sistem hidup bersama yang heterogen. Sistem sosial yang berorientasi kepada sawah mengendur dan berkembang ke arah orientasi organisasi modern yang memperkenalkan status formal berupa jabatan-jabatan. Persaingan tradisional genealogik atau parbalga tubu (banyak keturunan) bergeser ke arah persaingan rasional yang berorientasikan status dan kekuasaan yang berlandaskan pendidikan dan mobilitas 53. Beberapa perubahan sosial budaya lainnya yang agak menonjol sebagai akibat gerakan Kristiani, dalam bidang perkawinan dari sistem poligami ke sistem monogami. Dalam bidang kesehatan penyerahan kepercayaan total kepada dukun bergeser, sebagian kepada mantra obat, bidan atau dokter yang berpendidikan medis. Memperoleh budaya baru dalam bidang kebersihan dan kesehatan yang sebelumnya tidak dipandang perlu. Dalam bidang sosial ekonomi dari pasar lokal ke pasar regional bahkan nasional. Terjadi pula pengenalan arsitektur Barat yang dipandang lebih praktis sehingga menggeser arsitektur tradisional. Sistem pendidikan Barat menambah perbendaharaan kemampuan bahasa, tulisan dan kesenian 54. Hasil akulturasi yang patut diperhatikan ialah pengenalan organisasi modern yang memberi peluang untuk membentuk organisasi politik pada awal abad ke-20 yaitu Hatopan Kristen Batak. Melalui organisasi politik ini dilakukan gerakan perjuangan menentang sikap paternalisme dan superioritas Jerman yang menganggap orang Batak belum matang rohani apalagi memimpin organisasi 53 Ibid, 2009 54 Ibid, 2009

gereja secara mandiri. Namun, sikap pandang misionaris tersebut dijawab dengan aksi melepaskan diri dari pengaruh zending dengan mendirikan gereja baru HCB (Hoeria Christen Batak) pada tahun 1927, dan hubungan kerjasama HKB (Hatopan Kristen Batak) dengan partai insulinde di Jawa. Kuartal pertama abad ke-20 merupakan awal pandangan dan cita-cita kemandirian orang Batak Toba dan awal berkembangnya sikap nasionalisme yang bertujuan menentang kolonialisme Belanda, yang sudah dilakukan oleh Sisingamangaraja XII dan superioritas paternalisme pimpinan zending Jerman 55. Secara umum akulturasi juga menimbulkan perubahan di dalam struktur sosial. Pengenalan pendidikan dan budaya Barat melahirkan pola pikir baru tentang kepemimpinan. Munculnya kepemimpinan baru di samping kepemimpinan tradisional. Pimpinan baru didukung oleh simbol-simbol baru berupa jabatan formal dalam pemerintahan, seperti guru, wedana, mandor, kerani dan sebagainya. Juga simbol lain berupa bahasa, terutama bahasa Belanda 56. Jerman, serta pakaian dan etika pergaulan. Sikap orang terhadap pimpinan baru didasarkan pada kemampuannya dalam ritus-ritus adat yang emosional. Makin lama makin muncul pula perubahan sikap pandang yang cenderung lebih menghargai pimpinan baru dan mengurangi kharisma pimpinan tradisional Akibatnya, terjadilah kompetisi dalam memperoleh kepemimpinan baru. Lembaga pendidikan menjadi saluran semboyan dan semangat baru orang Batak adalah berbunyi hamajuon (kemajuan), sebagai dampak akulturasi dengan 57. 55 Ibid, 2009. 56 Ibid, 2009. 57 Ibid, 2009

kebudayaan Barat melalui aktivitas pengembangan agama Kristen. Penerapan sistem organisasi dan politik pemerintahan modern oleh Belanda mendukung proses akulturasi 58. 1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Pendekatan penelitian Pendekatan penelitian yang dipakai penulis untuk tercapainya hasil akhir dari tesis ini salah satunya adalah metode sejarah. Di dalam yaitu setelah menemukan dokumen-dokumen penulis harus menetapkan dua hal: Pertama, apakah dokoumen-dokumen itu autentik, atau bagian-bagian yang mana yang autentik jika hanya sebagian di antaranya atau hanya beberapa bagian daripadanya yang autentik? Kedua, seberapa banyak daripada bagian-bagian autentik itu yang bisa dipercaya, dan sejauh mana? Hanya itulah yang dapat ia peroleh dari dokumen-dokumen itu sendiri. Akan tetapi hanya menemukan dan menetapkan autentik-tidaknya dokumen atau bahkan mengeditnya secara kritis dengan menunjukkan kredibilitasnya, membuatnya hanya seorang spesialis yang melakukan kegiatan bantu dari sejarah. Jika ia ingin menjadi sejarawan mengenai kita dan zaman kita, suatu masalah yang lebih berat akan dihadapinya. Masalah itu ialah bagaimana caranya ia harus menyusun detail yang telah disimpulkannya dari dokumen-dokumen autentik menjadi suatu kisah atau penyajian yang saling berhubung-hubungan 59. 58 Ibid, 2009. 59 Gottschalk, Mengerti Sejarah terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta. Universitas Indonesia, 2008: 43).

Dengan demikian cara menulis sejarah mengenai sesuatu tempat, periode, seperangkat peristiwa, lembaga atau orang, bertumpu kepada empat kegiatan pokok: 1 Pengumpulan objek yang berasal dari zaman itu dan pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis, dan lisan yang boleh jadi relevan; 2 Menyingkirkan bahan-bahan (atau baagian-bagian daripadanya) yang tidak autentik. 3 Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang autentik; 4 Penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya itu menjadi sesuatu kisah atau penyajian yang berarti. Suatu pengertian mengenai empat langkah t ersebut, dan seperangkat ukuran kompetensi bagi masing-masing di antara empat langkah itu diperlukan untuk membaca secara cerdas apa yang telah dituliskan oleh sejarawan. Untuk mendukung penelitian ini, penulis juga menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data dikumpulkan dalam aneka macam cara, observasi, wawancara, inti sari dokumen, pita rekaman dan diproses kira-kira sebelum siap digunakan melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, dan disusun tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun dalam teks yang diperluas. Proses analisis tersebut terdiri dari tiga jalur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

1.8.2 Bahan atau materi penelitian Dapat berwujud populasi atau sampel. Pada dasarnya populasi dan sampel adalah sumber data. Sumber data dalam hal ini diperoleh dari wawancara dengan orang-orang yang dianggap relevan untuk mendapatkan data, kemudian data-data hasil wawancara itu dicatat atau direkam dengan audio tape, perangkat video. Sumber data dapat juga diperoleh dari sumber tertulis seperti: buku, majalah, arsip, dokumen pribadi, artikel-artikel, makalah, koran dan lain-lain. Foto tustel juga digunakan untuk mengabadikan hal-hal tertentu misalnya mengabadikan penampilan sebuah group musik yang dianggap perlu dilampirkan. Sumber data dapat juga berupa piringan hitam, kaset, tape recorder, CD, VCD, DVD terhadap masalah yang diteliti. Sumber data dapat juga diperoleh peneliti, misalnya menyaksikan sebuah pertunjukan musik di tempat tertentu yang relevan terhadap penelitiannya, kalau memungkinkan pertunjukan itu direkam melalui audio tape, video. Kemudian hasil rekaman itu dianalisa, diolah, diproses, sehingga menghasilkan sumber data yang baik untuk dimasukkan ke dalam lembaran tesis sesuai dengan penempatannya. Semua peralatan yang dibutuhkan diatas telah disediakan selengkapnya oleh penulis. 1.8.3 Pelaksanaan penelitian Telah dijalankan pada saat tesis ini dipikirkan, proposal ini dituliskan, dan terus berlanjut sampai tesis ini rampung.

1.8.4 Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan secara khusus di kota Medan. Peneliti juga akan mewawancarai beberapa pemusik yang ada di Medan maupun artis Batak di kota Jakarta. 1.8 Sistematika Penulisan Dalam bab I penulis memaparkan latar belakang kenapa penulis memilih topik tentang musik populer Batak dan merumuskannya menjadi sebuah judul tesis yaitu; Perkembangan Musik Populer Batak di Kota Medan Era 1960-1980. Selain itu penulis merumuskan masalah yang akan diteliti, tujuannya dan manfaatnya. Perlunya menyebutkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan orang lain sebelumnya yang erat kaitannya dengan judul tesis ini. Berikutnya tentang konsep dan teori musik, pengertian folklor, latar belakang musik populer, pengertian musik populer. Setelah pemaparan hal-hal tersebut, penulis merumuskan konsep tentang musik populer Batak agar tidak terjadi pandangan-pandangan yang berbeda terhadap pemakaian istilah musik populer Batak itu. Penulis juga memaparkan tentang perubahan sosial dan perubahan kebudayaan yang terjadi pada masyarakat Batak. Sebagai penutup bab I penulis menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan untuk dapat mendukung penelitian ini, bahan materi penelitian, pelaksanaan penelitian dan tempat penelitian. Dalam bab II, penulis menjelaskan tentang pengertian ende (nyanyian rakyat tradisional) dalam masyarakat Batak Toba, perkembangan musik Barat di

tanah Batak yang dibawa oleh bangsa Eropa ke sana, suatu pengertian tentang musik populer. Dalam bab III penulis menjelaskan tentang perkembangan awal musik popular Batak. Bab IV penulis memfokuskan pembahasan perkembangan musik populer Batak di Medan era 1960-1980, dimana konteks sosial budaya dan konteks keartistikan pencipta/penyanyi pada era itu lebih ditekankan. Konteks sosial budaya pembahasannya diarahkan kepada bagaimana lagu-lagu populer Batak berinteraksi dengan masyarakat melalui teks-teks yang digunakan seperti teks-teks umpasa/umpama, keindahan alam, makanan khas, persahabatan, tentang cinta. Lagu-lagu Batak juga berinteraksi dengan masyarakat penggemarnya pada era itu pada tempat-tempat tertentu di Medan seperti, GOR Medan, radio, pakter tuak dan tempat-tempat lain. Pembahasan yang menarik dari kemunculan kaset pada akhir 1960-an juga bagian dari konteks sosial budaya. Konteks keartistikan pencipta/penyanyi pembahasannya lebih diarahkan kepada bagaimana daya cipta mereka, olah vokal, gerak panggung, latihan, kemampuan menggunankan instrumentasi. Bab V penulis mentranskripsikan 5 lagu populer Batak dari rekamanrekaman piringan hitam maupun rekaman kaset koleksi penulis. Ke lima lagu tersebut antara lain O Tao Na Tio yang dinyanyikan oleh vokal group Impola pimpinan Gordon Tobing, Kota Siantar Nauli ciptaan Nahum Situmorang yang dinyanyikan oleh trio Golden Heart, Sirang Marale-ale ciptaan Gongga Sitompul yang dinyanyikan oleh trio The King. Lagu ke 4 yang dianalisa penulis adalah

Mitu ciptaan Firman Marpaung yang dinyanyikan oleh Eddy Silitonga. Lagu ke 5 adalah Boasa ciptaan Dakka Hutagalung. Sebelum menganalisa lagu-lagu tersebut, penulis terlebih dahulu mentranskripsikan lagu-lagu tersebut ke dalam notasi balok. Hasil transkripsi tersebut digunakan penulis untuk menganalisa ke 5 lagu itu mengenai struktur musik dan kaitan teks-teksnya dengan musik. Bab VI Kesimpulan dan Saran.

BAB II ENDE DALAM MASYARAKAT BATAK TOBA, PERKEMBANGAN MUSIK BARAT DI TANAH BATAK DAN PENGERTIAN MUSIK POPULER 2.1 Ende Dalam Masyarakat Batak Toba Telah diuraikan pada bab 1 di atas apa yang dimaksud dengan istilah folklor, fungsinya dan membedakannya dari kebudayaan lain dan bagaimana nyanyian-nyanyian rakyat atau musik rakyat itu menginspirasi terciptanya musik populer. Nyanyian-nyanyian rakyat dari Masyarakakat Batak Toba sering disebut juga dengan ende 60. Pembagian ende Batak Toba ke dalam beberapa jenis, antara lain: 1) Ende Parorot (lagu pengasuh), meliputi Ende Mandideng (nina bobo)-lagu untuk mendorong anak-anak tidur, serta lagu-lagu yang dinyanyikan sambil bermain dengan anak anak yang masih muda untuk mendorong mereka tumbuh sehat dan kuat. Ende Sipaingot (pesan)-lagu-lagu yang paling sering dinyanyikan oleh seorang ibu untuk anak perempuannnya yang akan melangsungkan pernikahan. Lirik lagunya menyampaikan rekomendasi untuk tugas sebagai istri kepada suami, orang tua, sikap yang tepat dari istri, cara merawat rumah. 60 Yang dimaksud dengan ende dalam konteks ini adalah nyanyian-nyanyian rakyat masyarakat Bata Toba. Pengertian tentang ende di luar dari konteks di atas adalah: istilah ende di dalam buku ende yaitu nyanyian jemaat misalnya di HKBP, di dalam musik populer Batak istiah ende itu digunakan juga misalnya ende ni si Nahum Situmorang (lagunya Nahum Situmorang).

2) Ende Pargaulan (lagu cinta, pacaran), sering ringan, menggoda hati, lagu antara kelompok campuran dari orang-orang muda secara solo- chorus. 3) Ende Tumba/Embas, lagu-lagu yang dinyanyiakan orang muda sebagai iringan untuk tari tumba atau embas, menari sambil membuat lingkaran di halaman kampung (halaman ni huta) pada hari-hari menjelang pernikahan pasangan muda. Gadis remaja membentuk lingkaran dalam dan remaja laki-laki membentuk lingkaran luar sekitar gadis-gadis. Sebuah keranjang beras yang sudah lama difungsikan sebagai gendang dan penari bertepuk tangan bersama di bawah paha mereka sambil bergerak sesuai lingkaran dengan lambat ke kanan dan ke kiri. Nyanyian itu sering merupakan solo-chorus, liriknya juga spontan diciptakan, dan penyanyi menggunakan lagu ini sebagai cara memberikan nasehat kepada pasangan yang akan menikah, menggoda satu sama lain, atau sebagai cara mengekspresikan keinginan terbaik dan perpisahan bagi mereka yang statusnya segera berubah. 4) Ende Sibaran (lagu sedih, penderitaan, atau nasib buruk), terdiri dari banyak sub genre yang spesifik untuk keadaan penyanyi, apakah itu nasib buruk, kemiskinan, penyakit, atau kesedihan atas kematian, dinyanyikan secara solo. Melalui lagu-lagu penyanyi akan menceritakan kisah mereka sebagai cara memunculkan simpati dari pendengar tetapi juga sebagai cara untuk mengekspresikan dan melepaskan mereka dari kesedihan. Adalah umum dari lagu ini disertai dengan menangis-baik oleh penyanyi dan mungkin bagi orang-orang yang mendengarkan.

5) Ende Pasu-pasu (lagu berkat), lagu-lagu yang sering dinyanyikan oleh orang tua yang lanjut usia yang ditujukan kepada keturunannya. Mereka menyatakan harapan bahwa para dewa akan memberkati dan melindungi, memperkuat dan meningkatkan generasi sekarang dan masa depan keturunan/marga mereka. 6) Ende Hata (recitativ, lagu kata), permainan lagu, lagu yang dinyanyikan oleh seorang yang lebih dewasa, sering tanpa melodi tetap, penyanyi melafalkan lirik berirama berpasangan dengan makna yang sering tidak berhubungan di antaranya. 7) Ende Andung (lagu ratapan), lagu-lagu terutama (meskipun tidak secara eksklusif) dinyanyikan oleh perempuan digunakan untuk meratapi kematian, menggunakan khusus kosa kata (sebagian besar metaforik) yang dikenal sebagai hata andung (kata ratapan), menceritakan kisah hidup almarhum untuk pelayat yang berkumpul sebelum pemakaman/disemayamkan. Ende andung melodinya datang secara spontan sehingga penyanyinya haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan terampil dalam sastra menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini. Tidak terbatas pada ritual penguburan, lagu ratapan yang dinyanyikan saat mengembala (andung parmahan), bekerja di ladang (andung parbabo), ketika terlibat di dalam menenun ulos (andung martonun), mengnyadap tuak (andung paragat), lagu ratapan saat akan menikah (andung ni boru muli) saat dinyanyikan calon pengantin pada saat menjelang pernikahan, sebagai sebuah keluh kesah, yang ditujukan kepada ibunya dan keluarga pada saat berkumpul, menyatakan kesedihan dia akan meninggalkan keakraban keluarganya untuk memulai hidup baru dengan suaminya.

Di luar genre dari ende tradisional diatas, ada ende yang berhubungan dengan kegiatan mendayung solu bolon (sampan besar tradisional) saat melakukan perjalanan di atas perairan Danau Toba, lagu-lagu yang dikenal secara kolektif sebagai ende ni parluga, dan ende mencari pekerjaan, makanan dan penginapan (ende ni pangardang). Dalam perkembangan awal dari musik populer Batak, jenis ende-ende di atas banyak menginspirasi para pencipta-pencipta awal dari musik populer Batak. Sebagai contoh ende parorot yang menginspirasi para pencipta antara lain Modom Ma Damang (diciptakan 29 September 1957) oleh Ismail Hutajulu, Modom Ma Damang Unsok oleh Nahum Situmorang. Ende tumba antara lain Tumba Do, Tumba Goreng oleh Nahum 61. Untuk ende sibaran cukup banyak tercipta, antara lain Sulu Di Na Golap judul lain Pandokkon Ni Sibaran (Medan 25 Desember 1955), Ro Do Au Mandulo Ho (Indrapura, 2 Mei 1953), Marbahir (Sibolga, 5 September 1978) oleh Ismail Hutajulu. Nahum juga terinspirasi oleh ende sibaran antara lain; Sada Ma Ilungki, Sapata Ni Si Doli, Na Hinali Bangkudu, Sapata Ni Napuran, Tumagon Na Ma Mate, oleh Dakka Hutagalung Dang Turpukkta Hamoraon (1978), Boasa (trio Goleden Heart,1974), Di Dia Rongkappi (1978), oleh Paul Hutabarat Molo Huingot Sude, oleh Firman Marpaung Bulan Pardomuan, Sun Napuranna, oleh Gongga Sitompul Sirang marale-ale dan banyak lagi oleh pencipta-pencipta lainnya. 61 Nahum s Song s, Kumpulan Lagu-lagu Tapanuli Modern Ciptaan Nahum Situmorang, Jakarta. Yayaysan Pewaris Nahum Situmorang,1994.

2.2 Perkembangan Musik Barat di Tanah Batak Catatan awal missionaris menyebutkan bernyanyi himne (ende) atau nyanyian jemaat, bermain harmonium dan penggunaan musik tiup (brass band) memberikan informasi yang mendalam kepada misisonaris mengenai kepekaan musikal orang-orang Batak sebelum bertemu dengan budaya Barat. Salah satu sumber tersebut ditemukan dalam surat-surat dan jurnal dari missionaris Needham sebagai berikut, setiap selasa malam Petrus (orang Kristen Batak Toba) seorang guru laki-laki memberikan pelajaran bernyanyi kepada 40 orang perempuan muda, semua perempuan muda yang lebih besar diajarkan suara alto, dan selebihnya suara sopran, dia (Petrus) mengajarkan itu semua tanpa bantuan instrumen apapun. Sejauh ini, mereka tahu apa itu menyanyi keras dan lembut, telinga yang benar, tetapi tidak ada perasaan 62. Needham juga mengatakan selama perjalanan darat ke Pansur Napitu ia berhenti di Pea Raja (kantor pusat HKBP sekarang), ia mendengar musik tiup memainkan nyanyian jemaat dan kerumunan orang Kristen pribumi yang berkumpul untuk menerima kami. Needham juga mengungkapkan sesuatu dari sikap missionaris mengenai kemampuan musik orang-orang Batak Toba kapasitas musik orang-orang Batak Toba sangat luar biasa, mengingat mereka tidak pernah menggunakan not sampai bangsa Eropa datang 63. Di tempat lain ia menulis, Bartimeus dan Konrad (guru Batak Toba), 62 Wiiliam Robert Hodges Jr, Replacing Lament, Becoming Hymns): The Changing Voice Of Grief In Pre-Funeral Wakes Of Protentant Toba Batak (North Sumatra, Indonesia). A Dissertation submitted in partial satisfaction of the requirements for the degree Doctor of Philosophy in Music, Unniversity of California Santa Barbara, 2009: 149-151. 63 Ibid, 2009

dengan 28 pria, 12 orang diantaranya anak-anak baru, masuk ke dalam ruangan dan menyanyikan 2 lagu jemaat untuk natal, dan itu benar-benar indah mendengar nyanyian kisah kelahiran Yesus dengan hati, dan indah, mengingat tiga bulan lalu mereka tidak pernah mendengan nyanyian itu 64. Usere Batakkirche eine singende Kirche ist, artinya: kami gereja Batak adalah gereja yang bernyanyi adalah ekpresi yang sering digunakan para missionaris RMG ketika menggambarkan keberhasilan mereka bekerja di antara orang-orang Batak Toba dan tradisi gereja yang berkembang. Quentmeier menyatakan missionaris Nommensen dan Johannsen yang pertama memperkenalkan chorales atau nyanyian jemaat protestan kepada orang-orang Batak yang baru masuk Kristen. Awalnya Sembilan nyanyian jemaat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Batak Toba untuk dinyanyikan, hal ini terjadi antara 1860-an atau awal 1870-an 65. Nyanyian jemaat berikutnya koleksi 90 nyanyian jemaat tanpa notasi yang datang melalui korespondensi pribadi dengan Apelt, berjudul Ende-ende ni Halak Kristen na di Tanobatak Angka na morhatatoba (nyanyian jemaat Kristen di Tanah Batak berbahasa Toba). Nyanyian jemaat berikutnya adalah tahun 1901 berisi teks nyanyian jemaat berjumlah 278 yang diedit oleh Meerwaldt. Tahun 1923 oleh Meerwaldt juga mengedit kembali dengan tambahan 53 nyanyian jemaat (meskipun tanpa notasi) 66. Akhirnya, tahun 1935 versi baru nyanyian jemaat dicetak di Laguboti 64 Ibid, 2009 65 Ibid, 2009 66 Ibid, 2009

(RMG telah mendirikan percetakan) berjumlah 375 dengan notasi dengan judul buku Boekoe Ende ni Halak Kristen na di Tano Batak (Buku Lagu Orang Kristen di Tanah Batak). Awalnya buku nyanyian jemaat ini dicetak sebanyak 6.000 eksemplar habis terjual, Quentmeier mengatakan dua tahun kemudian 10.000 eksemplar dicetak dalam rangka untuk memenuhi permintaan 67. Sistem notasi dari buku nyanyian yang sudah disebutkan di atas, saat ini menggunakan sistem not balok dan not angka. Tidak ada catatan yang mana dari ke dua notasi diatas yang lebih duluan digunakan. Orang-orang Kristen Batak lebih akrab dengan sistem notasi angka dibandingkan dengan notasi balok, menunjukan ada kemungkinan bahwa sistem notasi angka telah lebih awal digunakan di kalangan orang-orang Batak Protestan. Sistem not angka adalah yang paling umum digunakan untuk nyanyian jemaat dan belajar koor Catatan sejarah menunjukkan dengan jelas bahwa missionaris Jerman memperkenalkan juga musik tiup (brass band) dan organ pompa (poti marende) tahun 1880an yang ke duanya menggunakan sistem notasi balok. Dalam semua kemungkinan ke dua sistem diperkenalkan di sekitar waktu yang sama tetapi dikembangkan secara mandiri dalam situasi konteks yang spesifik Nyanyian jemaat tersebut sangat banyak memainkan peranan penting dalam penciptaan dan pemeliharaan rasa identitas agama dan budaya, seperti yang berkembang dan dinyatakan tidak hanya dalam konteks ibadah Kristen tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari nyanyian jemaat digunakan dalam perayaan 67 Ibid, 2009 68 Ibid, 2009 69 Ibid, 2009 69. 68.

seperti hari ulang tahun, perkawinan, migrasi, pindah tempat atau memasuki rumah baru, tahun baru, panen produktif dan dinyanyikan sehari-hari sebagai hiburan terhadap diri sendiri dan lain-lain di dalam maupun di luar gereja 70. Koor atau paduan suara juga menjadi ekspresi nyata dari masyarakat Batak. Di gereja HKBP misalnya koor jemaat diatur sedemikian rupa berdasarkan tata ibadah gereja. Koor dipimpin oleh seorang dirigen koor yang dipilih dan diangkat oleh kumpulan koor tersebut, dan diawasi oleh pendeta beserta guru jemaat (guru huria). Pada saat kebaktian minggu di HKBP jemaat setidaknya menyanyikan nyanyian jemaat 7 lagu jemaat, koor-koor dikumandang oleh kelompok koor yaitu: koor ama (koor bapak-bapak), koor ina (koor ibu-ibu), koor naposobulung (koor orang muda yang belum berkeluarga), koor gabungan (koor gabungan dari beberapa sektor yang ada pada sebuah gereja tersebut) Musik tiup (brass band), selain penjelasan di atas, instrumen musik tiup yang awal hanya terdiri dari sebuah trumpet, yang digunakan untuk mengiringi kebaktian di gereja yang dimainkan oleh Johannsen (putra Nommensen) di Pea Raja Tarutung. Karena kuatnya minat, kemampuan dan ekspresi orang Batak Toba dalam bermusik, jumlah instrumen tiup itu ditingkatkan jumlahnya menjadi empat buah, setidaknya menjadi sebuah ensambel musik tiup Dalam hal repertoar (buku musik) yang awal mengacu kepada buku musik (buku logu yang bernotasi balok) untuk organ pompa, yang digunakan dalam mempelajari notasi balok dan mengiringi nyanyian jemaat. Berdasarkan 72. 71. 70 Ibid, 2009 71 Ibid, 2009 72 Ibid, 2009

keterangan di atas, ensambel musik tiup ini juga mengiringi nyanyian jemaat setiap kebaktian minggu di gereja Pea Raja pada masa itu 73. Pada era pendudukan Jepang, musik tiup selain digunakan untuk kegiatan gereja juga digunakan mengiringi kegiatan-kegiatan para militer Jepang yang hendak berperang, dengan iringan musik tiup maka semangat para tentara semakin meningkat. Instrumen musik tiup ini bukan berasal dari gereja, tetapi dibawah oleh militer Jepang. Pada saat pasar malam di sekitar Balige, militer Jepang menggelar musik tiup sebagai hiburan, para pemain musik tiup yang terlibat diberi honorarium oleh pihak Jepang, saat itu fungsi ensanbel tiup diperluas menjadi bagian dari hiburan di luar gereja 74 Ada juga ensambel musik tiup yang didirikan secara komersial tahun 1952 di Balige oleh pengusaha toko emas, dinamakan Surabaya Musik dan menyusul Bethesda Musik dengan mengambil nama kelompok Mannen Koor (paduan suara bapak-bapak) Bethesda di HKBP Balige. 75 Akhirnya ensambel musik tiup Tambunan yang di Balige merambah ke kota Medan untuk mengiringi acara adat. Di Medan juga sudah ada ensambel musik tiup mengiringi acara kematian, khusus untuk lagu-lagu rohani yang terdiri dari pegawai kepolisian. Ensambel ini disebut dengan Korps Musik Brimob asuhan Detasemen Mobil Kepolisisan Sumatera Utara, sekitar tahun 1978-1986 73 Ibid, 2009. 74 Teddy Jaya Simanjuntak. Respon Masyarakat Batak Toba Atas Masuknya Instrumen Saksofon Dalam Lagu-Lagu Populer Batak Toba. Medan, skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Univ HKBP Nommensen, 2004. 75 Monang Asi Sianturi, Ensembel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak Toba, Analisis Perubahan Struktur Penyajian dan Repertoar Musik, Medan. Tesis S2 Prodi Penciptaan dan Pengkajian Seni USU 2012. 76 Ibid, 2012. 76.

Sejak berdirinya musik tiup di kota Medan, komposisi instrumen terdiri dari: trumpet sopran, trumpet tenor, trombone, tuba, bassoon dan saxsophone (yang menyusul kemudian). Tahun 1990, Immanuel Musik membuat perubahan dengan menyertakan gitar bas sebagai pengganti bassoon atau tuba dengan dengan pemakaian amplifier 77. 2.3 Latar belakang musik populer Di Indonesia ada kemungkinan bahwa sebuah melodi tertentu itu dipakai sebagai nyanyian di gereja pada waktu kebaktian minggu, sedangkan di Eropa dapat dipakai sebagai nyanyian rakyat. Itu semua terjadi karena kemajuan zaman atau dapat juga dengan cara disampaikan seseorang kepada yang lain, yang merupakan proses yang berkesinambungan 78. Nyanyian rakyat dapat dituliskan dalam berbagai versi (gaya) terhadap masyarakat yang bersangkutan, dimana lagu tersebut tetap sesuai untuk musik rakyat. Suatu lagu biasanya diciptakan tiap tahun dalam tiap generasi, tetapi sering hanya sebagian yang muncul dan diterima masyarakat sebagai musik rakyat. Bisa saja pencipta musik rakyat tersebut tidak dikenal oleh masyarakat, tetapi dapat diterima sebagai lagu rakyat atau musik rakyat. Mereka tidak mempermasalahkan siapa pencipta musik rakyat, karena yang penting mereka menyukai melodi, menerimanya yang dapat mencetuskan dan mencerminkan kehidupan mereka 79. Pencipta lagu rakyat di bagi atas dua kelompok, yaitu: 77 Ibid, 2012 78 RuthApolina Sitompul. Musik Populer Barat dalam Kehidupan Generasi Muda di Medan: Suatu Kajian Musikologis. Sripsi S1 Fakultas Kesenian Univ HKBP Nommensen Medan: 1996. 79 Ibid, 1996.

1) Pengarang sendiri 2) Masyarakat Setelah musik rakyat diterima oleh masyarakat dan merupakan suatu kebutuhan hidup bagi mereka, maka musik tersebut membaur dan hidup di antara mereka. Seperti kita ketahui manusia sebagai anggota masyarakat selalu berubahubah sesuai dengan perkembangan zaman. Maka dengan sendirinya musik rakyat yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat turut terhimbas dengan perubahan tersebut. Perubahan tersebut antara lain diakibatkan akulturasi, migrasi yang meliputi perubahan alat-alat musik dan gaya musiknya. Musik rakyat dalam perkembangannya, dapat dituliskan dalam berbagai versi atau gaya bagi masyarakat yang bersangkutan, sehingga musik rakyat itu selalu disenangi dan tetap hidup sebagai musik populer dalam masyarakat. Sejarah musik rakyat selalu berubah secara cepat atau lambat, dan dapat terjadi di berbagai tempat atau daerah. Ada beberapa hal yang mengakibatkan perubahan pada musik tersebut, antara lain: 1) Perubahan pada komposisi; 2) Perubahan pada repertoar; 3) Perubahan pada pemakaian alat-alat musik. Hal-hal di atas dapat terjadi pada aspek lirik, ornamentasi, harmoni, frasa dari musik yang baru dan perubahan dari skala nadanya 80. Kelompok masyarakat pada umumnya menerima nyanyian rakyat, yang akan tetap dipertahankan tanpa diubah dan di kemudian hari diciptakan kembali setelah masuknya pengaruh teknologi modern. Lagu rakyat harus diterima kalau tidak akan dilupakan dan hilang, jika tidak dapat diterima oleh masyarakat maka 80 Ibid, 1996.

dapat dirubah sesuai selera atau keinginan dari mereka 81. Musik rakyat mempunyai fungsi sebagai inspirasi untuk gaya musik populer dalam bentuk musik seperti: blues, jazz, gospel, country, rock dan beberapa ragam musik populer lainnya, sehingga gaya yang penting dari musik populer dipengaruhi dari musik rakyat. Sehingga pada dasarnya konsep yang ada dalam musik rakyat merupakan awal hadirnya musik populer Setelah berakhirnya Perang Dunia ke II, perubahan sosial hampir terjadi di seluruh dunia, keadaan tersebut akan memberikan peluang atau kesempatan bagi masyarakat untuk mulai mengamati aspek budaya dan sosial yang baru. Pada umumnya munculnya era industrialisasi merupakan suatu masa yang sangat penting dalam dunia musik, dengan perkembangan teknologi modern maka pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan dunia musik, diantaranya piringan hitam, radio, televisi dan sebagainya. Sehingga bentuk dari segala jenis musik populer berkembang dengan pesat dan cepat ke seluruh dunia Setelah masyarakat mulai tertarik dan senang akan hiburan yang muncul melalui siaran radio, televisi dan media cetak, maka masyarakat mulai mengetahui betapa perlunya musik populer sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan munculnya perusahan rekaman maka semakin banyak pencipta musik populer yang mulai berpartisipasi untuk menciptakan hasil karya lagunya. Dalam rangka sejarah musik populer, fungsi sosial, fungsi komersial menjadi kriteria utama 84. Masuknya musik Barat ke Asia Tenggara dan wilayah-wilayah lainnya di 82. 83. 81 Ibid, 1996. 82 Ibid, 1996. 83 Ibid, 1996. 84 Ibid, 1996.

dunia pada akhir abad 19, terasa jelas pengaruhnya terhadap tiap kebudayaan di dunia dan sejak revolusi industri, dunia musik dipengaruhi oleh teknologi, politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Masyarakat di dunia sekarang ini sudah diperkenalkan untuk mengetahui mengenai tiap-tiap gaya musik melalui mass media, radio dan televisi, misalnya musik jazz, reggae, blues, rock n roll, rap, country, disco, heavy metal, soul dan lain-lain. Maka dengan adanya berbagai ragam jenis musik populer, masyarakat umumnya akan menerima segala jenis musik tersebut sesuai dengan selera masing-masing 85. 1.5.3 Pengertian musik populer Istilah populer sering dikaitkan dengan kata atau istilah lain, baik itu nama seorang tokoh, nama artis, atau juga nama produksi. Istilah populer mempunyai banyak pengertian. Misalnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) pengertian populer: 1 dikenal dan disukai oang banyak (umum), contohnya lagulagu, 2 sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya; mudah dipahami orang banyak: contohnya ilmu pengetahuan -; 3 disukai dan dikagumi orang banyak: contohnya pahlawan. Demikian juga dalam tulisan Poerwadarminta (1985: 765); 1. Dikenal dan disukai orang banyak, misalnya sebagai pengisi waktu akan diputarnya piringan hitam dengan lagu-lagu yang --- 2. Mudah dipahami orang banyak; secara mudah; misalnya tiap terbit 85 Ibid, 1996 memuat berbagai-bagai ilmu pengetahuan yang ---

3. Mudah dipahami orang banyak; secara mudah; misalnya tiap terbit memuat berbagai-bagai ilmu pengetahuan yang --- 4. Suka bergaul dengan orang banyak misalnya meskipun berpangkat tinggi tetapi --- sekali di kampung ini Pendapat-pendapat diatas tidak ditemukan adanya pertentangan, tetapi saling menunjang. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populer adalah tenar atau terkenal, artinya diketahui dan digemari oleh masyarakat banyak. Dalam konteks musik sering ditemukan istilah populer. Istilah tersebut juga mengandung arti yang sama dengan pernyataan di atas yang dapat diartikan sebagai musik yang dikenal. Tetapi pengertian musik populer sangat luas cakupannya, musik tersebut ditulis oleh seorang pencipta lagu populer dengan maksud untuk dipertunjukkan dan dinyanyikan oleh satu orang atau lebih, umumnya tanpa perlu banyak mempelajari teori musik dan tekniknya. Penyanyi musik populer akan diiringi oleh alat-alat musik seperti orkestra kecil, ansambel dan band 86. Musik populer mempunyai hubungan yang erat dengan mass media, teknologi dan media elektronik dan industri musik sejak abad ke 20 dan mempunyai daya tarik yang luas serta tidak ada batas etnis, siapa saja dapat mendengarnya 87. Kata populer di dalam musik populer yang artinya lagu yang sedang trend dan terkenal di masyarakat pada suatu periode waktu tertentu. Istilah musik populer diberikan pada musik, sejak 1880 di USA dan awal abad ke 20 di Eropa. 86 Ibid, 1996. 87 Ibid, 1996.

Musik populer adalah musik yang digemari, perkembangannya melalui teknologi yaitu media elektronik 88. Dalam perkembangannya di Amerika, musik populer menjadi trend yang mendominasi secara internasional. Selama abad ke 20, khususnya musik populer yang penting telah banyak dipengaruhi dari bentuk-bentuk tradisi Amerika Utara dan Eropa, baik dari segi gaya maupun teknik, sedikitnya hingga tahun 1960an. Dalam perkembangan musik populer juga diwarnai dengan berbagai jenis seni, antara lain: budaya etnis (yaitu musik sakral, musik rakyat), musik populer yang berakar dari suatu proses campuran antara berbagai sumber, dan musik populer yang mengarah ke musik populer barat, seperti jazz, pop, rock Menurut Dieter dalam bukunya Apresiasi Musik Populer (1995) dituliskan disana bahwa istilah musik populer otomatis merupakan musik populer seperti suatu gaya (fenomena) tertentu. Pada dasarnya fenomena musik populer harus dikaitkan dengan perkembangan bisnis musik (kemungkinan rekaman, peredaran sejajar dengan perkembangan teknologi di Barat pada abad 20). Jika musik populer (yang berhubungan dengan perkembangan media massa audiovisual) diperdalam secara historis, maka istilah Barat cukup tepat karena sumbernya adalah budaya Amerika serta Eropa. Kenyataan bahwa sekarang ini musik populer Barat telah disebarluaskan di seluruh dunia, justru suatu gejala perdagangan, bukan kualitas musik itu sendiri. 89. 88 Nency Loretta Pasaribu. Instrumen Tin Whistledan Panpipe Dalam Komposisi Musik Populer: Sebuah Analisis Komposisi, Skripsi S1, Medan. Fakultas Kesenian Univ HKBP Nommensen, 2000: 20-21. 89 Ibid, 2000.

Pengertian istilah musik populer yang lain, digunakan dalam pandangan umum dalam tulisan bahasa Inggris untuk membedakan musik rakyat dengan musik yang berhubungan dengan kaum elit, jelas dibutuhkan suatu istilah atau penyempitan istilah ini, untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk musik baru yang muncul pada abad ke 20 yang menpunyai hubungan erat dengan media massa. Dengan mengacu kepada konsep luas musik populer sebagai musik rakyat, para redaktur musik populer menulis, setidaknya ada perubahan yang kualitatif yang signifikan, baik dalam arti yang dianggap melekat pada istilah maupun dalam proses berkat mana musik memperoleh kehidupannya, ketika kelompok masyarakat mengalami industrialisasi. Dari sudut pandang ini, musik populer merupakan tipikal masyarakat dengan pembagian kerja yang relatif sudah sangat berkembang dan perbedaan yang jelas antara produser dan konsumen dimana produk-produk budaya sebagian besar diciptakan para profesional, di jual ke pasar massa dan direproduksi melalui media massa 90. Pernyataan di atas mengartikulasikan sebagian ciri pembeda paling penting dari musik populer, terutama kaitannya dengan diseminasi oleh media massa, dan reproduksi produk-produk musik populer (terutama rekaman) secara besar-besaran untuk pemasaran sebagai komoditas. Akan tetapi, dugaan korelasi antara industrialisasi dan musik populer haruslah dikualifikasikan agar pernyataan itu berlaku secara global. Misalnya di India, memiliki perkembangan industri alat berat yang sudah berkembang, tetapi musik film cukup populer di beberapa daerah pedesaan yang tidak mengalami industrialisasi karena terpencil. 90 Peter Manuel. Popular Musics of the Non-Western World. New York, Oxford University Press, 1988: 2-3.

Serupa halnya industrialisasi sangat terbatas di Afganistan, tetapi jenis musik populer perkotaan (kiliwali), yang disebarkan terutama melalui radio dan kaset, jelas memang muncul di sana 91. Kriteria yang membedakan lebih spesifik dari musik populer ditawarkan oleh Nettl, defenisi kerja dari musik populer di masyarakat Barat memiliki beberapa unsur: 1) pada pokonya bersifat perkotaan dalam asal muasal dan orientasi audiens; 2) ditampilkan oleh musisi professional namun tidak sangat terlatih yang biasanya tidak menganut pandangan intelektual dalam pekerjaannya; 3) mempunyai hubungan gaya dengan musik seni kebudayaannya, tetapi tingkatan kecanggihan yang lebih rendah ; 4) pada abad ke 20, setidaknya difusi media massa penyiaran dan rekaman. Biasanya diasumsikan bahwa musik populer telah eksis sebelum media massa ini ada, tetapi sulit, dalam periode sebelum abad ke 20 di Eropa dan Amerika, membedakan ketiga gaya (musik klasik, musik folk dan musik populer) 92. Unsur-unsur pokok di atas mungkin merupakan dasar untuk defenisi kerja dari musik populer di masyarakat non Barat maupun masyarakat Barat, dengan kualifikasi dan klarifikasi tertentu. Kita harus, misalnya, mengesampingkan gagasan pembelajaran otodidak dari pelatihan yang dideskripsikan Nettl sebagai terbatas, karena pendidikan dan pelatihan musisi yang belajar sendiri mungkin intensif. Lebih jauh, musik populer mungkin juga lebih canggih dalam parameter tertentu daripada musik seni kebudayaannya; selain dari pada kecanggihan dalam 91 Ibid, 1988 92 Ibid, 1988

hal-hal seperti produksi dan mixing rekaman (yang tidak akan selalu dianggap sebagai parameter ekstra-musikal), ada, sebagai contoh jenis-jenis kompleksitas irama tertentu dalam lagu James Brown (yang dimaksud bukan jazz) yang tidak ditemukan dalam simfoni Mozart (walaupun sebaliknya bisa berlaku). Selain itu, dunia musik yang pada pokoknya berdifusi melalui media massa cukup berbeda dan substansial, sehingga kita juga mungkin ingin mengekslusikan dari defenisi kita tentang genre musik populer terkait yang disebutkan oleh Nettl yang mendahului media, yang menganggapnya sebagai musik falk perkotaan atau, bila perlu, dalam kategori sendiri 93. Kriteria pembeda musik populer lainya, yang pertama adalah perbedaan yang lebih berarti di masyarakat tradisional daripada dalam budaya Barat - bahwa musik populer cenderung merupakan musik hiburan sekuler yang produksi dan konsumsinya pada hakekatnya tidak terkait dengan fungsi atau ritual daur-hidup tradisional khusus. Lebih jauh, musik populer di masyarakat kapitalis biasanya melibatkan sistem bintang dimana di dalamnya media mempromosikan pemujaan pribadian seputar gaya hidup, kebiasaan atau kehidupan pribadi si musisi, pada pokoknya, promosi ini bertujuan untuk menjauhkan musisi dari publik untuk merajut aura khayalan dan keglamouran seputar dirinya. Akhirnya fitur karakteristik musik populer omset tertinggi repertoar (lagu) merupakan ciri khas dari musik populer, dimana media mempromosikan kepentingan terusmenerus dalam rilis terbaru seorang artis 94. 93 Ibid, 1988. 94 Ibid, 1988.

Perbedaan masih tetap tidak jelas (ambigu) dalam kasus-kasus tertentu. Keroncong Indonesia dan fado 95 Portugis, misalnya telah ada sebagai musik rakyat perkotaan jauh sebelum munculnya media massa. Akan tetapi Keroncong dan fado, sejak itu keduanya terserap ke dalam repertoar rekaman dan penyiaarkan dan dipasarkan, dikonsumsi seperti musik pop lainnya. Fado modern ditingkatkan dengan iringan orkestra atau dengan hasil sintesa dalam gaya pop yang khas, tetapi banyak rekaman fado dan juga keroncong tidak didasarkan pada faktor-faktor seperti keuntungan yang relatif rendah dari penjualan bagi pemusik dan komposer, hubungan peripheral musik folk dengan berbeda secara substansial dalam gaya atau orkestrasi dari gaya tradisionalnya. Apakah keroncong maupun fado dalam kita mempertimbangkannya sebagai musik populer sekalipun bentuknya saat ini serupa atau identik dengan bentuk yang akan kita sebut bentuk folk?. Musik klasik dan musik folk juga bisa dimodifikasi bersamaan sebagai rekaman komersial dan disebarluaskan secara luas melalui media massa, dan jelas ada banyak penganut fanatik musik seni seperti ini yang jarang menonton pertunjukan langsung. Yang membedakan genre ini dari musik populer mungkin didasarkan pada faktor-faktor seperti keuntungan yang relatif rendah dari penjualan bagi pemusik dan komposer, hubungan peripheral musik folk dengan pasar komoditas terutama, bahwa musik tradisional berkembang secara bebas dari 95 Fado jenis musik folklor Portugis (jenis lagu) yang berhubungan dengan perkembangan keroncong. Musik ini dengan kesan melancolis biasanya dipentaskan dengan dua jenis gitar ( viola dari Spanyol dan guitarra dari Portugis). Jika viola selalu main melodi, guitarra kebanyakan memainkan akor-akor tonika-dominan-tonika-dominan, terus-menerus. Sub dominan dibunyikan hanya pada berbagai saat. Prinsip demikan juga menonjol pada keroncong. Selain itu gaya vokal sangat diwarnai dengan vibrato yang keras (dianggap sebagai kuatnya ekspresi emosi) (Dieter, 2004: 581-582)

media massa 96. Ciri pembeda paling penting dari musik populer adalah hubungan erat dengan media massa. Musik populer, sebagaimana kita menggunakan istilah ini, muncul berbarengan dengan media, yang pada pokoknya disebarluaskan melalui media, tertanam dalam industri musik yang dilandasi pemasaran atas dasar komoditas massa 97. Lagu populer yang baru muncul pertama kali di Eropa dan USA abad ke 19 berkaitan dengan penyebaran sheet music (lembaran kertas musik) dan, sampai tingkat tertentu, media reproduksi pertama yaitu music box dan player piano (piano otomatis). Akan tetapi, evolusi yang tepat dari sebagian besar musik populer terjadi dalam kaitan eratnya dengan lahirnya phonograph (gramopon, pikap). Pada tahun 1900 phonograph dipasarkan secara luas untuk digunakan di rumah-rumah di seluruh Eropa dan USA, pada tahun 1910 juga marak di dunia ke tiga. Seiring menyebarnya media, dampaknya pada musik dengan sendirinya meningkat. Baik genre tradisional maupun genre modern yang direkam pada discs (piringan hitam) rentan terhadap batasan-batasan waktu. Studio sendiri merupakan konteks pertunjukan baru, yang diisolasi dari audiens aktual. Pertunjukan musik, yang direkam dan direproduksi sebagai objek suara diasingkan dari pemusiknya, yang sering tidak memegang kendali atas pengedarannya. Begitu pertunjukan musik menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan dalam skala besar, dunia pertimbangan keuangan baru memasuki praktek pembuatan musik. Sifat dialektik antara ekonomi dan estetika berubah 96 Ibid, 1988 97 Ibid, 1988

secara drastis. Satu kelas sosio ekonomi memantapkan kontrol keuangan sampai tingkat yang tidak diperkirakan sebelumnya atas dunia musik, hampir setengah rekaman yang terjual saat itu diproduksi oleh hanya lima perusahaan multinasional (CBS, EMI, Polygram, WEA dan RCA) 98. Dalam banyak kebudayaan, teknologi rekaman mempunyai dampak yang dramatis pada kehidupan musik dalam periode singkat setelah peluncurannya. Seiring dengan meningkatnya teknologi, perdagangan internasional pun mengalami peningkatan, dan minat pada phonograph meningkat, perusahaanperusahaan rekaman merambah sebagian besar ke dunia sedang berkembang. Tidak banyak negara di mana rekaman tidak dipasarkan secara luas Walaupun radio mungkin bukan media massa pertama terbentuk di negara tertentu, namun biasanya radiolah yang paling tersebar luas, secara umum menyebarluaskan lebih banyak musik kepada lebih banyak orang dari pada media lain. Audiens siaran radio mungkin dibatasi di negara-negara miskin oleh biaya kepemilikan, tetapi satu radio bisa melayani banyak pendengar. Misalnya di India, sudah merupakan pemandangan umum di sebuah kota melihat puluhan atau lebih pendengar berdiri di sekitar kios rokok atau buah pinang, sambil mendengar dengan penuh perhatian transistor si pemilik kios 100. Peranan sinema juga turut memberi kontribusi kepada pentingnya arti sinema sebagai media untuk penyebarluasan musik populer. Daya tarik sinema, dan kemampuannya menambah semacam dimensi visual baru pada musik, 99. 98 Ibid, 1988 99 Ibid, 1988 100 Ibid, 1988

beberapa musik populer berkembang dengan hubungan yang erat dengan sinema, selain musik film India, meliputi musik perkotaan Arab modern, tango, dangdut Indonesia dan musik massa China 101. Televisi bisa melengkapi atau, dalam sebagian kasus, menggantikan penyebaran musik populer melalui sinema. Di Negara USA yang kaya, televisi dideskripsikan sebagai tangan budaya utama dari masyarakat Amerika, di negara yang belum maju, akses ke televisi mungkin terbatas pada kelas menengah ke atas. Tetapi bahkan di Negara-negara sedang berkembang seperti Mesir, televisi bersama radio bisa merupakan penyebarluasan utama Di Indonesia, ABRI melihat nilai strategis dari TVRI untuk lebih menyebarluaskan proses pengintegrasian ABRI dan rakyat melalui hiburan musik. Siaran ABRI pertama kali pada tanggal 10 Nopember 1966 yang diberi nama Variate Show. Pada tahun 1967 nama Variate Show diganti menjadi Kamera Ria, suatu acara hiburan musik yang diselingi dengan berita-berita ringan kegiatan ABRI 103. Video, merupakan media yang semakin luas untuk penyebarluasan musik populer, terutama di Asia Selatan, di mana musik sedemikian sering tercakup dalam musikal sinematik. Teknologi kaset, muncul akhir 1960-an, sama revolusionernya dengan radio. Cassette player relatif murah daripada phonograph, biaya yang potensial rendah dari produksi kaset 102. 104. 101 Ibid, 1988 102 Ibid, 1988 103 Muhammad Mulyadi. Industri Musik Indonesia : Suatu Sejarah. Jakarta, 2009. 104 Peter Manuel. Popular Musics of the Non-Western World. New York, Oxford University Press, 1988.

BAB III PERKEMBANGAN AWAL MUSIK POPULER BATAK 3.1 Era 1920-1940 Tanah Batak khususnya kampung halaman Batak Toba akhir abad ke-19 khususnya kampung halaman Batak Toba sudah mulai sesak sebagai akibat pertambahan alami. Angka kematian mulai menurun, sedangkan angka kelahiran mulai meningkat. Jumlah penduduk bertambah dengan cepat, hal ini adalah salah satu dari dampak usaha-usaha zending Jerman di bidang kesehatan. Sejalan dengan itu tekanan penduduk terhadap terhadap lahan pertanian, terutama lahan persawahan menjadi masalah pelik di daerah dataran tinggi Toba. Golongan masyarakat yang tidak berpendidikan, terutama kaum tani, sejak permulaan abad ke-20 pindah secara berkelompok-kelompok (biasanya kelompok-kelompok kecil) ke daerah potensial yang jarang penduduknya di Sumatera Utara 105. Kaum terdidik mengalihkan perhatiannya mencari pekerjaan di daerah lain di luar daerah budaya sendiri. Di Medan, ada yang bekerja di perusahan, seperti Deli Spoorweg Maatschappij, di toko-toko dan sebagian kecil di instansi pemerintah. Dalam beberapa tahun, mereka mengikuti kebaktian dalam beberapa gereja. Ada yang mengikuti kebaktian di gereja Methodist dan yang dapat berbahasa Belanda mengikuti kebaktian di Prostestansche Kerk. Mereka juga 105 OHS Purba, Elvis F. Purba. Migrasi Batak Toba di Luar Tapanuli Utara : Suatu Deskripsi. Medan, cetakan I CV. Monora, 1998: 1.

membentuk perkumpulan Sarikat Dosniroha yang dicetuskan pada tanggal 1 Januari 1914, yang kemudian berubah nama menjadi Bataksche Vereniging Dosniroha 106. Sejak 1927 jumlah anggota jemaat Kristen Batak di kota Medan telah berkembang menjadi 1.200 orang, sebaliknya orang-orang Batak yang giat bertani membeli lahan di daerah pinggiran kota dari orang Jawa atau Melayu. Di distrik labuhan, misalnya, mereka berhasil mencetak ratusan hektar rawa-rawa menjadi persawahan 107. Pada masa 1920an kota Medan menunjukkan perkembangannya yang pesat dan terbuka bagi segala bentuk pengaruh dari luar dirinya. Kota ini terus bergerak maju dan berkembang sebagai rumah untuk pluralisme. Orang-orang dari luar wilayahnya bersedia datang untuk mengadu nasib atau untuk sekedar melihat dan merasakan suasana yang ada di atasnya. Jadilah Medan sebuah kota yang sebagian besar penduduknya berasal dari luar wilayahnya Pluralisme bukan hanya pada gaya hidup, melainkan juga pada bangsa, warna kulit, bahasa dan tradisi budaya. Orang-orang Eropa, Tionghoa, India, Arab dan bermacam-macam anak suku bangsa Nusantara berkumpul di sini dengan segala tingkah laku dan gayanya masing-masing Pada tahun 1920-1940 informasi dan keterangan tentang perkembangan awal musik populer Batak masih sangat terbatas. Akan tetapi ada beberapa tokoh orang Batak yang sudah aktif bermusik, mencipta maupun mengadakan 106 Ibid, 1998 107 Ibid, 1998 108 Alexander Avan. Parijs van Sumatera. Medan, Rainmaker Publishing. 2012: 94. 109 Ibid, 2012 109. 108.

pembinaan-pembinaan dalam musik dan membentuk kelompok/group musik. Kinerja mereka patut diperhitungkan sebagai pembuka jalan atau cikal bakal lahirnya musik populer Batak. Salah satu tokoh pertama orang Batak membuat transisi yang mendayagunakan teknik/cara bernyanyi paduan suara, nyanyian jemaat gereja Protestan ke lagu-lagunya adalah Romulus Lumbantobing (1902-1964). Romulus Lumbantobing tercatat sebagai orang pertama pada tahun 1926 di Medan yang membentuk orkes keroncong dengan nama orkes keroncong Suka Jadi. Mereka meraih reputasi sebagai salah satu band keroncong pertama yang terdiri dari orang-orang Batak di kota Medan. Orkesnya juga berhasil dalam berbagai kompetisi selama beberapa tahun di Medan. Seperti Romulus Tobing, pada tahun 1920an di Medan banyak dari pemain musik Batak terpusat pada gaya yang umum dari musik popular yang berkembang pada masa itu seperti gaya musik keroncong, bernyanyi dalam bahasa Indonesia, memainkan instrumen musik seperti gitar, ukulele, biola, akordion dan lain-lain 110. Munculnya siaran radio di Indonesia pada tahun 1925, dapat dikatakan masyarakat negeri ini mulai mengenal industri musik modern. Disiarkannya musik keroncong, lagu Melayu, orkes gambus, gaya Hawaiian dan lain-lain dapat didengar oleh lapisan masyarakat luas. Pendengar siaran radio juga terkena imbas gaya musik populer dari belahan dunia lain terutama Eropa, Amerika, Amerika Latin dan Caribia 111. Satu reputasi yang membanggakan bagi orang-orang Batak 110 William Robert Hodges Jr. (Replacing Lament, Becoming Hymns): The Changing Voice Of Grief In Pre-Funeral Wakes Of Protentant Toba Batak (North Sumatra, Indonesia). A Dissertation submitted in partial satisfaction of the requirements for the degree Doctor of Philosophy in Music, Unniversity of California Santa Barbara, (2009). 111 Ibid, 2009.

turut sertanya Nahum Situmorang dalam barisan Perintis Kemerdekaan sebagai anggota Kongres Pemuda pada tahun 1928 dan mengikuti sayembara untuk menciptakan lagu Kebangsaan. Meskipun sebagai pemenang ke dua (dimenangkan W.R. Supratman) tetapi prestasi tersebut cukup membuat harum nama orang-orang Batak dalam musik dan juga sebagai motivator terhadap pemusik-pemusik orang Batak yang lainya untuk mencipta, bernyanyi dan bermain musik 112. Tidak hanya sebatas sayembara tingkat Nasional, Nahum Situmorang di tingkat daerah juga berperan sangat aktif. Nahum sering mengikuti sayembara/perlombaan yang diselenggarakan di Medan, hal ini dibuktikannya dengan memenangkan sayembara Sumatera Keroncong Concours tahun 1936 di Medan 113, yang dipimpin oleh Raja Buntal Sinambela. Beberapa lagu Batak yang sudah diciptakan pada masa ini adalah Tumba Goreng salah satu lagu yang terkenal dari Nahum diciptakannya pada tahun 1932 114. Sabatolang (Sipirok 6 Februari 1939), Tung Sega Do (Laguboti 10 Desember 1939) ciptaan dari Ismail Hutajulu 115. Masa itu pada situasi yang lain pencipta dan pemusik orang-orang Batak semakin menunjukkan kinerjanya dalam musik. Beberapa tokoh orang Batak yang lain aktif membina permainan musik di luar kota Medan adalah Ismail Hutajulu (pencipta lagu- lagu Tapanuli). Ismail Hutajulu dan Adian Silalahi membawa seperangkat instrumen musik tiup ke desa Tambunan Balige. Adian Silalahi 112 Nahum s Songs. Kumpulan Lagu Tapanuli Modern Ciptaan Nahum Situmorang. Jakarta, Yayasan Pewaris Nahum Situmorang, 1994. 113 Ibid, 1994 114 Ibid, 1994 115 Kumpulan Lagu-Lagu Batak Jilid I, KCLB, Jakarta, 2005.

kemudian mengumpulkan beberapa pemuda untuk dibina dan dididik memainkan instrumen musik tiup di kedai-kedai kopi dan di rumah kediaman penduduk secara non formal. Menyaksikan binaan dan didikan tersebut, maka seorang penduduk di desa Tambunan memberikan seperangkat instrumen tiup yang dibeli dari Amerika. Akhirnya dibentuklah ensambel tiup di desa ini, yang sering difungsikan sebagai mengiringi kebaktian di gereja dan hiburan untuk berbagai kegiatan seperti pertandingan olah raga antar desa atau kecamatan. Anggota dari ensambel musik tiup ini terdiri dari para pemuda, orang tua 116. Sejak hadirnya Ismail Hutajulu dan Adian Silalahi, ensambel musik tiup di desa Tambunan lebih hidup khususnya di luar gereja pada kegiatan pesta perkawinan. Pemakaian partitur dalam membaca notasi balok sangat ditekankan kepada semua pemain musik. Tetapi Adian Silalahi juga mengajarkan beberapa lagu rakyat yang dihafal oleh setiap pemain untuk kebutuhan acara-acara hiburan 117. Sementara itu Romulus Lumbantobing pada tahun 1936 mengadakan perjalanan ke Singapura dan bandnya yang baru Hot Stompers, merekam 40 lagu-lagu keroncong diatas piringan hitam dan terjual di seluruh Indonesia. Setelah perjalanannya dari Singapura ia kembali ke Medan dan membentuk band namanya Jolly Syncopators dengan gaya Hawaiian dimana para pemain musiknya terdiri dari musisi orang-orang Batak yang tampil di sekitar Medan 116 Teddy Jaya Simanjuntak. Respon Masyarakat Batak Toba Atas Masuknya Instrumen Saksofon Dalam Lagu-Lagu Populer Batak Toba. Medan, skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Univ HKBP Nommensen, 2004. 117 Monang Asi Sianturi, Ensembel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak Toba, Analisis Perubahan Struktur Penyajian dan Repertoar Musik, Medan. Tesis S2 Prodi Penciptaan dan Pengkajian Seni USU 2012.

selama beberapa tahun 118. Tokoh lain yang juga aktif pada dekade ini adalah Taralamsyah Saragih (1918-1993), beliau aktif di dunia seni suara dan tari. Ia menjadi pemimpin kelompok musik Siantar Hawaiian Band dan orkes keroncong (1936-1941) di kota Pematang Siantar. Berhasil merekam 6 piringan hitam (Odeon) berisikan lagu-lagu daerah Simalungun dan Karo 119 120 Tahun 1939 siaran radio dimulai di kota Medan, band Batak Hawaiian Tapiannaoeli pimpinan F. Toenggoel Hutabarat untuk pertama kali disiarkan 121. Catatan ini tidak menerangkan tentang musik apa yang dimainkan mereka, tetapi berdasarkan nama band yang digunakan kemungkinan mereka membawakan lagu-lagu bergaya Hawaiian, k eroncong atau musik yang sejenis 122. Manuel (1988:4) mengatakan:. While radio may not be the first mass medium established in agiven country, it is usually the most widespread, generally disseminating more music to more people than other media. 118 Hodges, 2009 119 Google.com, 2013 120 Radio adalah medium terpenting untuk penyebarluasan rekaman musik populer pada 1930-an. Lagu Melayu yang direkam dan disiarkan di radio didominasi oleh tiga jenis orkes utama dekade 1930-an: orkes harmonium, orkes gambus, dan orkes Melayu. Musisi tiga jenis orkes ini berperan membangun fondasi dangdut, sementara musisi pop (populer Barat), langgam (populer daerah), keroncong (group musik dawai), lagu-lagu Tapanuli atau ensambel-ensambel regional Melayu apapun, cenderung tidak begitu aktif dalam dangdut (Weintraub, 2012: 39-40). 121 Ivo Panggabean. Musik Populer Batak-Toba Suatu Observasi Musikologi-Discografis skripsi S1, Medan. Fakultas Kesenian Universitas HKBP Nommensen, 1994. 122 Hodges, 2009.

3.2 Era 1940-1960 Pada masa 1940-an lagu-lagu perjuangan seperti Butet, Mariam Tomong, Erkata Bedil, Piso Surit, Inang Sarge dan sebagainya adalah lagu-lagu yang populer pada masa itu di Sumatera Utara dan khususnya di Medan 123. Lagu Butet juga sering dinyanyikan Gesang dan groupnya Bintang Surabaya pada saatsaat bernyanyi keliling di pulau Jawa 124. Sementara itu lagu-lagu populer Batak ciptaan komponis Nahum Situmorang dan nyanyian Karo ciptaan Jaga Depari mulai populer, dan banyak menarik perhatian komponis Cornel Simanjuntak yang banyak menciptakan lagulagu perjuangan, selalu diperingati dengan menampilkan ciptaan-ciptaannya Suatu hal yang menarik dengan Nahum pada dekade ini, lagu perjuangannya yang berjudul Gyugun Laskar Rakyat yang diciptakannya pada tahun 1944 melodinya disadur menjadi lagu Hallo-Hallo Bandung 126. Masa ini juga ditandai dengan pergolakan dan perubahan sosial politik yang luar biasa termasuk perang dunia ke dua, pendudukan Jepang di Indonesia, deklarasi kemerdekaan 1945 dari Belanda dan perang kemerdekaan. Dapat disebutkan di sini pencipta utama lagu-lagu populer Batak dekade 1940-1950 adalah Sidik Sitompul (1904-1974) (populer dikenal S Dis), Nahum Situmorang (1908-1969), Ismail Hutajulu, Cornel Simanjuntak (1920-1946), Taralamsyah Saragi (1918-1993). 125. 123 Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. Sejarah Daerah Sumatera Utara, Jakarta. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978: 160. 124 IzHarry Agusjaya Moenzir. Gesang, Mengalir Meluap Sampai Jauh, Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama, 2010: 89. 125 Ibid, 1978. 126 Nahum s Songs, 1994

Dapat dikatakan juga masa 1940-1960 ini sebagai masa-masa awal yang sangat aktif dari penciptaan dari lagu-lagu populer Batak. Beberapa lagu-lagu populer Batak dari Ismail Hutajulu yang dikenal oleh orang-orang Batak pada masa itu antara lain; Tillo-Tillo (Balige 2 September 1942), Pamola-Mola (Balige 4 September 1943), Mangoli Ahu (Parongil 12 Juni 1942), Lungun (Sumbul 5 Oktober 1942), Ala Tipang (3 Maret 1942), Di Duda Sega (5 Maret 1942), Di Gotap Ho (Sidikalang 17 April 1942), We Radja Doli (Sidikalang 2 September 1942) 127. Pada saat ini juga Taralamsyah Saragih menjadi pemimpin kelompok musik Siantar Geki (1942-1946), membantu musik tentara Kutaraja (1949-1951) 128. Pada dekade ini muncul Gordon Tobing (1925-1993), seorang tokoh yang sangat aktif dalam dunia musik, yang kemudian akan membawa harum nama bangsa Indonesia pada masa 1950-an di dunia lewat suarannya. Gordon Tobing sebagai vokalis sangat terkenal, yang mulai naik pentas pada permulaan tahun 1940-an, khususnya dalam memperkenalkan lagu-lagu rakyat Indonesia dan lagulagu Batak, sejak masa mudanya sudah yakin bahwa lagu-lagu rakyat tetap dapat bertahan dan tetap dapat diterima serta dinikmati bilamana aransemennya dapat disesuaikan dengan zamannya 129. Setelah Kemerdekaan Indonesia, keberadaan musik tiup di Balige yang dibina ole Ismail Hutajulu dan Adian Silalahi semakin berkembang dan diperluas untuk seni pertunjukan opera. Para pemain opera dengan pemain musik tiup 127 Kumpulan Lagu-Lagu Batak Jilid I, 2005. 128 geoogle. Com, 2013. 129 Media Record.

bekerja sama menyelaraskan iringan untuk lagu rakyat. Ensambel tiup dianggap sebagai pengiring permainan musik tradisi untuk mengiringi jalannya cerita-cerita rakyat yang dibawakan. Instrumen yang dimainkan dalam ensambel musik tiup ini terdiri dari trumpet sopran dan alto (sistem klep), trombone bariton dan trombone tenor, tuba, bassoon dan bass drum double headed. Sejak kehadiran Ismail Hutajulu dan Adian Silalahi ensambel musik tiup ini semakin menuju professional yang diberi nama Verenighing Music Silalahi yang berlokasi di desa Tambunan 130. Pencipta musik populer Batak pada tahun 1950-an semakin meningkat. Masa paling aktif dari Nahum Situmorang menciptakan lagu-lagunya, sampai dengan tahun 1960 ada sekitar kurang lebih 100 judul lagu-lagu Batak yang diciptakannya, beberapa diantaranya yang dikenal oleh masyarakat adalah Andor Gotillo, Ansideng-Ansideng, Borhat Ma Si Doli Tu Luat Na Dao, Bulan Pardomuan, Dengke Julung-Julung, Di Ingot Ho Dope, Dorma Sijunde Do Sihabiaran, Endengkon Di Radio Bege, Ee.. Dang Maila Ho, Indot Do Pahu, Napinalu Tulila, Nunga Lao Nunga Lao, O Doli-Doli, Partungkang dan lainlain 131. Demikian juga dengan Ismail Hutajulu, ada sekitar 32 judul lagu yang diciptakannya pada masa tersebut. Sedangkan Taralamsyah Saragih dari data-data yang dapat dikumpulkan oleh penulis telah menciptakan lagu-lagu Batak dalam bahasa sub-suku Simalungun antara lain; Eta Mangalap Boru, Parmaluan, Hiranan, Inggou Parlajang, Tarluda, Parsonduk Dua, Padan Na, So Suhun, 130 Sianturi, 2012. 131 Nahum s Songs, 1994.

Tading Maetek, Parmuhunan, Paima Na So Saud, Sihala Sitaromtom, Sanggulung Balunbalun, Ririd Panonggor, Marsalop Ari, Munguti Namatua, Pindah-Pindah, Inggou Mariah, Huhur Marsirahutan, Poldung Sirotap, Padan, Bujur Jehan, Simodak Odak. Setelah mengadakan siaran berkala lagu-lagu daerah Simalungun di RRI Medan, pada tahun 1959 ia membentuk orkes Na Laingan untuk musik Simalungun dan merekan lagu-lagu Simalungun dan Karo ke dalam piringan hitam Lokananta 132. Sejak tahun 1953 Gordon Tobing sebagai seorang seniman dan pejuang bangsa telah berhasil memperkenalkan nama Indonesia di forum internasional melalui lagu-lagu dalam bahasa Batak antara lain Butet, Mariam Tomong, Lisoi, O Tao Na Tio, lagu-lagu rakyat Indonseia antara lain Tja-Tja Marica-Nona Manis-Potong Bebek Angsa di benua Eropa, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Australia. Gordon bahkan meninggalkan lagu-lagu tersebut dalam bentuk rekaman untuk studio-studio radio dan TV setempat. Berpuluh-puluh kota telah dikunjunginya antara lain Tokyo, Osaka, Shanghai, Manila, Phnom Phenh, Bangkok, Karatji, Kairo, Alexandria, Berlin, Warsawa, Praha, Bukares, Budapes, Moskow, Amsterdam, Habana, Meksiko, Kuala Lumpur, Singapura, Perth dan lain-lain 133 Karena semakin luasnya perkembangan musik populer Batak pada dekade ini, penulis memisahkan beberapa peristiwa-peristiwa menarik yang erat kaitannya dengan interaksi sosial di dalam masyarakat ke dalam anak sub bab di bawah ini. 132 google.com, 2013. 133 Media Record..

3.2.1 Live di radio Hal yang menarik dari perkembangan musik populer/lagu-lagu populer Batak dekade 1950-1960 adalah interaksi sosialnya kepada masyarakat dengan penyiaran secara langsung di studio. Radio biasanya menyiarkan segala jenis bentuk hiburan melalui siaran langsung (live broadcasting) dimana para pelaku penghibur seperti: pemusik, penyanyi hingga pemain sandiwara langsung bermain di studio radio dan hasil permainannya disiarkan saat itu juga ke pendengar. Bentuk hiburan seperti ini tentu saja memiliki kelebihan serta kekurangannya. Kelebihannya, presentasi hiburan terasa spontan. Dituntut kesungguhan profesional para pelakunya yang mesti mampu selalu tampil bagus agar selalu dirindukan pendengarnya. Sungguh suatu cara yang jujur untuk menggapai popularitas. Tak ada bantuan teknologi yang dapat memoles kualitas dan teknik dan teknik kehalian yang dimiliki. Bagi yang hanya bermodal pas-pasan, tentu saja tak akan lolos seleksi 134. Kekurangannya, bahwa presentasi seperti itu tak dapat didengar ulang. Apalagi untuk disimpan sebagai koleksi untuk bisa dinikmati sewaktu-waktu, kapan dia mau. Dulu kalau kita menyukai suara dan karya dari pemusik A misalnya. Kita mesti jaga-jaga menunggu pengumuman, kapan si A akan tampil bernyanyi di radio. Oleh sebab itu, keterkaitan antara sebuah karya lagu dengan kehidupan masyarakat umumnya akan sangat terkait, walaupun tetap menjaga konteks hiburan 135. 134 Fariz RM. Rekayasa Fiksi : Bagaimana Cara Fariz Menulis Lagu. Jakarta: Republika, 2009. 135 Ibid, 2009.

Dari informasi yang di dapat oleh penulis, sekitar tahun 1950-an Pardoloktolong Melodi pimpinan Ismail Hutajulu tampil live setiap hari Minggu sekitar pukul 12.00 wib membawakan lagu-lagunya di RRI Medan (Pardoloktolong Melodi lebih duluan terbentuk dan tampil live dari Nahum s Band). Dalam kesempatan itu Eddy Tambunan, Humizar Siadari sebagai pemain gitar akustik sebagai pengiring 136. Ismail Hutajulu sendiri memainkan melodi gitar pada setiap kali penampilan. Ada satu ciri khas atau keistimewaan permainan gitar Ismail Hutajulu pada saat, yaitu dengan memainkan melodi gitar mengunakan tehnik tremolo sangat rata sekali. Domi Marpaung juga terlibat dalam memainkan instrumen ukulele dan hasapi. Lagu yang dinyanyikan mereka antara lain Mangoli Au (diciptakan 12 Juni 1942), Lungun (Sumbul 5 Oktober 1942), Tibu Do Au Ro (Medan 23 Juni 1953), Bursik Ma Ho (Medan 7 Maret 1954), Boasa Hohom (Medan 10 Maret 1955) dan lain-lain 137. Selang beberapa lama setelah itu, barulah muncul Nahum s Band, live di radio. Pemusik yang ada di Pardoloktolong Melodi sebelumnya ditarik Nahum bergabung bersamanya, demikian juga penyanyi-penyanyinya antara lain Eddy Tambunan, Humizar Siadari, Franz H Manurung dan Ungkap Situmeang. Lagu yang sering dinyanyikan Nahum s Band antara lain Indada Siririton, Luat Pahae, Silindung Najolo dengan irama cha-cha, rumba, tango. Group lain yang terlibat live di radio, antara Gordong Tobing dengan lagunya O Tao Na Tio dan Esau Simanungkalit. Mereka benar-benar mempersiapkan lagunya saat latihan sebelumnya, akarena akalau asudah amengudara tidak mungkin berhenti di tengah 136 Wawancara dengan Eddy Victor Tambunan, Medan 26 Agustus 2013. 137 Kumpulan Lagu-Lagu Batak, Jilid I, 2005: 23-65.

jalan. Kalau tanggung-tanggung akan mendapat celaka, lebih bagus tidak usah live di Radio kalau tidak dengan persiapan yang matang. Sebagai contoh, kemampuan membuat harmoni dalam vokal harus terlatih dalam masing-masing suara agar seimbang terdengar saat live 138. Pengakuan orang yang pernah mendengar lagu O Tao Na Tio saat disiarkan di radio, sangat lengket di dalam ingatannya, bahwa seolah-olah sedang berada di atas perahu. Situasi tertentu juga, apabila seseorang sedang mengendarai sepeda, kemudian dia mendengar lagu favoritnya, sejenak ia akan berhenti hanya untuk mendengar lagu favoritnya disiarkan. Selain itu banyak orang pada era itu, awal proses belajar musik atau bernyanyi dari mendengarkan siaran radio 139. 3.2.2 Instrumentasi. Penggunaan instrumentasi dalam musik popular Batak awalnya memakai instrumen-instrumen akustik. Hal ini dapat kita lihat dari latar belakang sebelumnya dimana instrumen musik keroncong sangat mempengaruhi orangorang Batak. Instrumen-instrumen tersebut antara lain: gitar, ukulele, biola dan akordion dan lain-lain 140. Instrumen gitar akustik juga memegang peranan yang sangat penting sebagai instrmen pengiring lagu-lagu populer Batak pada masa itu. Selain pengiring juga sebagai pembawa melodi saat dua gitar dimainkan (melodi intro, musik tengah atau mengisi bagian-bagian lagu pada birama-birama misalnya akhir lagu) ataupun digunakan sebagai iringan bas. 138 Wawancara penulis dengan Yoseph Tatarang, Medan 19 Agustus 2013. 139 Ibid, 2009. 140 Hodges, 2009.

Orang-orang Batak pada saat itu sangat akrab dengan instrumen ini, khususnya di kota Tarutung instrumen ini bukan hanya dimainkan oleh laki-laki, tetapi juga perempuan-perempuan Tarutung banyak yang terampil memainkan instrumen ini sambil bernyanyi solo ataupun berkelompok. Dominasi penggunaan instrumen gitar juga terlihat pada group-group yang awal muncul, seperti Pardoloktolong Melodi (pimpinan Ismail Hutajulu), Nahum s Band (pimpinan Nahum Situmorang), vokal group Impola (pimpinan Gordon Tobing). Baru, setelah akhir tahun 1950-an instrumen gitar listrik sudah terlihat digunakan misalnya pada kelompok Pardoloktolong Melodi dan Nahum s Band. Sementara Gordon Tobing tetap mempertahankan gitar akustik sebagai satu ciri yang khusus dari group ini, yang mengiringi lagu-lagu mereka. Keistimewaan dari instrumen gitar adalah gampang di bawa ke manamana, harga yang relatif terjangkau meskipun ada beberapa merk gitar yang mahal. Selain berfungsi sebagai pengiring dan pembawa melodi, saat mengiringi secara otomatis juga sebagai pembawa ritem/irama. Teknik permainan 21 gitar akustik dalam iringan umumnya menggunakan teknik rambas 141 yaitu memainkan gitar dengan memukul secara berurutan dengan empat jari kanan (umumnya memukul, memetik gitar denga jari-jari tangan kanan). Kadang-kadang divariasikan juga dengan jempol tangan kanan untuk memetik senar-senar bawah (senar 4,5,6) atau variasi pukulan dengan 141 Istilah rambas kemungkinan menyangkut onomatopoetik, sesuai dengan khas bunyi gitar apabila di rambas dengan mengeluarkan efek bunyi ras. Istilah Rasqueado terdapat di dalam teknik permaninan gitar Spanyol untuk mengiringi tarian Flamenco atau yang bernuansa Flamenco dengan berbagai variaasi penggunaan jari. Untuk selengkapnya lihat Gitarpedia, buku pintar gitaris, Jubing Kristianto, 2007:hal 87).

jempol dan ke empat jari-jari dengan pola-pola naik atau turun tergantung dari irama, tempo yang digunankan. Kadang-kadang juga digunankan hanya dua jari antara jempol dan telunjuk tangan kanan, atau kombinasi dari keseluruhan jari-jari tangan kanan. Gitar bas elektrik mengambil peranan kira-kira bersamaan dengan munculnya gitar listrik. Perananya sangat terasa dalam iringan, terlebih kepada efek mengikat terhadap harmoni yang dijalankan, efek suara yang dihasilkan dalam iringan terasa lebih padat karena mengakses suara bawah dalam harmoninya. Perkembangan selanjutnya instrumen-instrumen perkusi juga digunakan, beberapa alat perkusi misalnya tamtam, bongos, drum, maracas berperan sebagai instrumen-instrumen ritmis. 3.2.3 Bentuk kelompok/vokal group. Kecenderungan membentuk kelompok atau vokal group dapat dilihat dari group-group yang muncul pada saat itu antara lain Orkes Pardolok Tolong Melodi dibawah pimpinan Ismail Hutajulu. Personilnya antara lain; Frans H Manurung, Frida Simanjuntak, Humizar Siadari, Ismail Hutajulu, Rotua Siahaan, Ungkap Situmeang, Rhyta Simanjuntak. Lagu-lagu yang direkam cukup banyak antara lain Unang Tois Roham, Tumba Tua, Ningku Pe Nian, Arga Saribu, Tung So Olo Ahu dan lain-lain. Nahum Situmorang juga dikenal dengan Nahum s Band, dapat terlihat di sampul album piringan hitamnya yang tertulis Nahum Band s Rangkaian lagu- lagu Daerah Sumatera di bawah pimpinan (dpw) Nahum Situmorang 142. 142 Judul lagu-lagu yang direkam oleh Nahum Situmorang; Ala Dao, Sidideng, Dengke Julung-julung. Di Jou Au Mulak, Andor Gotillo, Ndada Sitallihon, Dangol Nai, Mate Marsak,

Kemudian, ada juga Band Dolok Martimbang pimpinan Parlin Hutagalung. Band ini sering menyanyikan lagu Sing-Sing So, Butet dengan penyanyi solis soprano Mathilda Silalahi. Solis tersebut sangat terkenal di kalangan orang-orang Batak pada masa itu, bernyanyi dengan karakter suara seriosa. Pada pertengahan 1950 musik irama Karibia sudah terlihat pada Lagu-lagu Tapanuli, seperti juga musik rock n roll dari Amerika. Sepanjang akhir tahun 1950 ke awal tahun 1960-an Dolok Martimbang melodi membuat beberapa rekaman. Mereka terkenal juga dengan bernyanyi gaya Calipso. Selain menyanyikan lagu-lagu Tapanuli mereka juga menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Inggris antara lain: Sentimental Journey, Banana Boat Song, Come Back Lisa dan lain-lain 143. Selanjutnya Parlin Hutagalung membentuk The Blue Band, didalam rekaman-rekaman album piringan hitam mereka tertulis: The Blue Band dibawah pimpinan (dpw) Parlin Hutagalung bersama Mathilda Silalahi, Rheny dan Cornelia Silalahi dengan lagu Tarhirim Au, Songoni Do Hape. The Blue Band juga tampil dengan penyanyi-penyanyi yang lain antara lain The Blue Band bersama Edward Tobing dan kawan-kawan (dkk) dengan lagu Rura Silindung, Tinggal Ma Ho 144. 143 Hodges, 2009. 144 Panggabean, 1994.

3.2.4 Gaya paduan suara. Gaya paduan suara terlihat dari group Impola, mereka bernyanyi dengan gaya paduan suara (SATB) dan diringi instrumen gitar akustik. Beberapa lagu yang dinyanyikan mereka antara lain O Tao Na Tio 145 (o danau yang jernih) atau sering juga disebut dengan judul Palambok Pusu-Pusu, memperlihatkan aransemen dengan menggunakan solo-chorus (vokal solo yang disertai paduan suara). Dalam lagu ini solonya dinyanyikan oleh Gordon Tobing dengan suara tenornya yang khas seriosa. Diiringi hanya dengan satu instrumen gitar akustik dengan progresi akord-akord yang sederhana 146. Menurut analisa penulis dengan mendengarkan rekamannya, yang diutamakan dari musik mereka adalah olah vokal yang baik sesuai dengan teknik-teknik bernyanyi di dalam paduan suara. Contoh lagu lain yang sering dibawakan oleh vokal group Impola adalah A Sing Sing So menceritakan tentang seorang laki-laki perjaka yang rindu akan huta tulangna (kampung pamannya). Sambil mendayung solu ia bernyanyi: ue lugahon au da parahu, hullushon au da halogo tu hutani da tu tulangi ( bawa aku perahu, hembuskan aku angin, ke kampung pamanku) demikian sebagian dari teksnya. Cara membawakan lagu ini tidak jauh berbeda dari lagu O Tao Na Tio dengan solo-chorus, instrumen gitar akustiknya sedikit variasi untuk melodi-melodi pengantar. Tempo yang lambat dari irama lagunya menunjukkan solu dikayuh dengan lambat disertai dengan tiupan angin, mengharapkan agar dapat bertemu dengan boru tulangna (putri pamannya) untuk menjalin hubungan cinta. 145 Yoseph Tatarang (pemain gitar, pelatih paduan suara, vokal group, arranger, mantan pegawai TVRI Medan) sudah mendengar lagu O Tao Na Tio disiarkan tahun 1957, lagu itu sangat terkenal pada masa itu (wawancara Medan 19 Agustus 2013). 146 Progresi akord-akord sederhana dalam lagu O Tao Na Tio ialah I-V-I-IV-V-I.

Paduan Suara Pusaka Nada Jakarta 147 juga menyanyikan lagu-lagu Tapanuli dari komponis Sidik Sitompul, Nahum Situmorang yang diaransemen ke dalam paduan suara dan direkam di atas piringan hitam (dokumentasi penulis). Gaya paduan suara digunakan khususnya dalam lagu A Sing-Sing So (solo-chorus) dengan karakter suara seriosa pada solo vokalnya. Ensambel vokal pria, ensambel vokal wanita juga digunakan dalam lagu-lagu yang lain dalam rekaman ini mereka menggunakan instrumen musik perkusi (drum, tamtam, bongos), gitar, bas betot (contra bass) dalam iringannya, dengan irama rumba,cha-cha, tango dan swing. Contoh improvisasi sederhana sudah ada, khususnya dalam melodi gitar. 3.2.5 Pengaruh musik keroncong. Nahum Situmorang sangat akrab dengan musik keroncong. Beberapa lagu dari Nahum diciptakannya dalam irama keroncong antara lain Indada Tartangishon (tak tertangisi), Pasabar Ma Roham (tabahkanlah hatimu). Keterlibatan kelompok musik lain di luar orang Batak untuk menyanyikan lagu-lagu Batak adalah yayasan seni suara Tetap Segar Jakarta. Paduan suara ini dibentuk di Jakarta sekitar tahun 1959 yang dipimpin oleh Dr. Pirngadie. Keseluruhan personilnya di luar suku Batak, hal ini membuktikan bahwa lagulagu Batak digemari oleh orang-orang di luar suku Batak, suatu hal yang sangat 147 Paduan Suara Pusaka Nada pimpinan S.G.P Nainggolan. Lagu-lagu yang dinyanyikan antara lain Tu Dia Ho Ito cipt: Sidik Sitompul, Bulan cipt: NN, Luat Pahae cipt: Naum Situmorang, Huandung Ma Damang cipt: Nahum Situmorang, Olo Ma Nian Tutu cipt: NN, Anakhonhi Do Hasangapon Di Ahu cipt: Nahum Situmorang. Para penyanyi yang terlibat antara lain: Olan Sitompul (Bintang Radio Jakarta Raya 1960 jenis hiburan), Leila E Sitompul, S.P. Nainggolan, Ingot B. Nainggolan, Lien Nainggolan, Roesman Panjaitan, Lizbet Pardede dan lainlain. Pemain musik: melodi gitar: William Hutabarat dan Datu P Nainggolan, Bas betot (contra bass) dan drum: S. Manumpak Sitompul dan Danny P Hutagalung, tamtam-bongos: Manta dan Irsjad. Direkam oleh REMACO (piringan hitam Paduan Suara Pusaka Nada).

membanggakan bagi orang-orang Batak pada masa itu. Salah satu personil dari paduan suara Tetap Segar adalah Idris Sardi, seorang pemain biola yang handal musikus kondang di Indonesia. Mereka merekam lagu-lagu Batak 148 di atas piringan hitam dengan memasukkan unsur-unsur keroncong seperti langgam keroncong ke dalam lagu-lagu Tapanuli. Menurut analisa penulis yang khas dalam irama keroncong Tapanuli ini adalah tetap mempertahankan karakter dari lagu-lagu tersebut, tetapi mereka memberikan peluang kebebasan untuk mengendalikan sinkopasi, adaptasi ketukan melodi dan memberikan daya tarik (pesona) kepada lagu-lagu Tapanuli tersebut. Aransemen paduan suaranya (SATB) sangat menarik antara lain lagu Ketabo Ketabo dan Lisoi. Dua lagu lagi yaitu Erkata Bedil dan Rura Silindung dengan solo vokal dan paduan suara (solo- chorus). Lagu Ketabo-Ketabo 149 vokal paduan suarannya diaransemen dengan progresi harmoni terbuka dengan akord tiga suara mayor maupun minor dan akord empat suara (penggunaan akord septim pada tonika) yang sejajar (paralel) sepanjang lagunya. Penggunaan akord 148 Dalam Piringan Hitam paduan suara Tetap Segar koleksi penulis ada 12 lagu Tapanuli yang dinyanyikan oleh mereka ialah: 1. Madekdek Magambiri = berjatuhanlah kemiri/cipt Esau Simanumgkalit, dinyanyikan oleh Rita Zahara. 2 Ketabo Ketabo = mari!! Mari!!/ cipt Nahum Situmorang, dinyanyikan oleh paduan suara Tetap Segar. 3. Ale Inang= o! ibu/ cipt Naum Situmorang, dinyanyikan oleh Rita Zahara dan Idris Sardi. 4. Nasonang Do Hita Na Dua =sukacita kita berdua/ cipt Sidik Sitompul, dinyanyikan oleh Rita Zahara. 5. Lisoi=angkat gelasmu tuak!!, dan mimumlah!!/ cipt Nahum Situmorang, dinyanyikan oleh paduan suara Tetap Segar. 6. Turang=ito, teman/ cipt:hasan Nalimun, dinyanyikan oleh Rita Zahara. 7. Dago Inang Sarge=aduh!! susah hatiku/cipt: NN, dinyanyikan oleh Nelly Supusepa. 8. Manigati Lungun=mengobati kerinduan/cipt NN, dinyanyikan oleh Idris Sardi. 9. Indada Siriton =belum pantas dilamar/cipt Nahum Situmorang, dinyanyikan oleh kuartet: Rita Zahara, Sujudi, M. Rivani, S. Dharmanto.10. Anju Au=sabarlah padaku/cipt NN, dinyanyikan oleh Rita Zahara. 11. Erkata Bedil=seruan berperang/cipt Jagadepari, dinyanyikan oleh paduan suara Tetap Segar. 12. Rura Silindung=lembah silindung, cipt Nahum Situmorang, dinyanyikan oleh paduan suara Tetap Segar. Arranged and directed by Brigadier General R. Pirngadie, with Technical Assitance of Idris Sardi. Recorded in Indonesia Dimita Moulding Industries Jakarta. 149 Ketabo-ketabo diciptakan Nahum Situmorang sekitar antara tahun 1960-sebelum tahun 1965 karena ada permintaan dari orang-orang Tapanuli Selatan, kenapa tidak ada diciptakan lagulagu Tapanuli Selatan (wawancara dengan Eddy Tambunan Medan 26 Agustus 2013).

septim sebagai sebuah variasi harmoni untuk menghasilkan vokal paduan suara yang lebih mengalir. Ketabo Ketabo adalah lagu dalam bahasa sub-suku Batak Mandailing yang menceritakan saat musim salak di kota Padang Sidempuan. Rekaman lagu Lisoi juga cukup hidup dinyanyikan oleh paduan suara Tetap Segar. Lisoi adalah sebuah lagu yang dikhususkan Nahum Situmorang untuk acara minum tuak dalam kebiasaan orang Batak. Berbagai acara adat orang Batak mewajibkan pihak tertentu yang menyertai acara tersebut untuk memberikan pasi tuak na tonggi (untuk membeli tuak yang manis). Hal ini menunjukkan bahwa tuak memegang peranan dalam kehidupan masyarakat Batak. Selain pada acara adat, tuak juga disajikan di kedai-kedai tuak yang banyak terdapat di tanah Batak dan juga di kota Medan. Setelah kerja keras seharian mencari nafkah, banyak orang yang datang ke kedai tuak untuk bersama sama menghibur diri sendiri dengan gelak tawa yang mengendorkan ketegangan otot, ketegangan pikiran dan ketegangan saraf. Yang menarik di dalam aransemen musik lagu Lisoi adalah penggabungan sukat 3/4 dan sukat 4/4, yang mana lagu Lisoi pada dasarnya menggunakan sukat 3/4. Intro diawali oleh paduan suara dengan tempo yang lambat dalam sukat 3/4. Kemudian dilanjutkan dengan intro oleh musik orkes dalam sukat 4/4 dan dilanjutan dengan paduan suara dalam sukat yang sama. Pada bagian tengah sukat berubah ke 3/4 dan pada bagian penutup dengan sukat 4/4. Kualitas vokal paduan suara Tetap Segar cukup baik. Selain mampu bernyanyi dengan forte (keras) mereka mampu bernyanyi dengan suara-suara

piano (lembut), sehingga lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi lebih menarik. Paduan suaranya cukup kompak, mengalir, kekuatannya yang berimbang antara suara sopran, alto, tenor dan bas, meskipun pada saat itu teknologi rekaman belum secanggih seperti zaman sekarang. Karakter lagu Lisoi yang dinyanyikan paduan suara Tetap Segar tidak hilang meskipun diberikan langgam keroncong, hal ini mereka perlihatkan dalam pengucapan kata lisoi yang diberikan aksen dan variasi ritem pada birama-birama tertentu dan pada birama terakhir dalam aransemen lagunya. Iringan musiknya juga lincah dengan lompatan melodi oleh seksi gesek dan instrumen flute. Secara otomatis temponya variatif akibat perubahan meter (irama) yang dilakukan pada aransemen musiknya. Pada birama tertentu mempergunakan accelerando dan ritardando sehingga suasana iringan musik dan paduan suaranya menjadi hidup. 3.2.6 Gaya andung-andung. Nahum Situmorang menciptakan beberapa lagu Bataknya ke dalam gaya andung-andung salah satu diantaranya adalah Huandung Ma Damang. Nahum dianggap oleh banyak orang Batak sebagai inovator dalam gaya andung-andung, yang dikemudian hari banyak mempengaruhi, menginspirasi pencipta-pencipta lagu-lagu populer Batak pada masa-masa berikutnya, khususnya pada masa 1970- an dengan Hanoy Simanjuntak, trio Friendship, akhir 1970-an ke awal 1980 oleh trio Lasidos yang diberi gelar si raja andung-andung. Gaya andung-andung tersebut akhirnya menjadi genre tersendiri dalam perkembangan musik populer Batak.

Dalam rekaman piringan hitam Paduan Suara Pusaka Nada Jakarta (koleksi penulis) ensambel vokal perempuan menyanyikan lagu Huandung Ma Damang. Intronya diawali dengan bunyi drum dan tamtam dalam tempo lambat, suasana yang dramatis digambarkan dari intronya. Disusul akord minor semakin menambah suasana dramatis dan kesedihan. Pada bagian B lagu (refrein) akord mayor sejajar dari nada dasar minor muncul menggambarkan suatu variasi dalam pengembangan harmoninya. Selain hal-hal menarik yang sudah diutarakan di atas, masa 1960-an di Medan muncul vokal group Solu Bolon di bawah pimpinan Walter Sirait. Kelompok ini terdiri dari lebih 10 personil yang kebanyakan laki-laki, mereka cukup dikenal di Sumatera Utara khususnya di kota Medan. Lagu-lagu populer Batak yang dinyanyikan mereka umumnya ciptaan Nahum Situmorang dengan gaya paduan suara. Sekitar tahun 1972, mereka berhasil mencetak dua album piringan hitam 150. Melalui mendengarkan ke dua album tersebut, penulis mendapat gambaran tentang gaya paduan suara yang mereka gunakan dengan 150 Album piringan hitam vokal group Solu Bolon dengan judul album Silindung Nadjolo di produksi Mahkota Record 1972. Lagu-lagu yang direkam dalam album Silindung Najolo ialah: Silindung Nadjolo, Molo Saut Ma Ho, Tumba Rudekdek, Sapata Ni Sidoli, Mardila Ni Palait, Nungnga Lao, Baringin Ni Sabatolang, Bulan Pardomuan, Napinalu Tulila, Ingot Au Ito, Tading Ma Ho Hutangki, Unang Sumolsol Dipudi. Diiringi oleh Cinzano Band dengan personil pengiring; Eddy V. Tambunan (orgen/merangkap suara vokal tenor, Yoseph Tatarang (guitar melodi), A.M Rusdy (gitar bass), Sudaryadi (drum), personil vokal; Binny Hutapea, Anas Sianturi, Maruhum Simatupang, Helena br Gultom, Sahat Simanjuntak, Humisar Siadari, Fernando Hutabarat, Amir Hajat S, Walter Sirait, Frans H Manurung. Album Arga Do Bona Ni Pinasa produksi Mahkota Record, 1972,. Lagu-lagu yang direkam dalam album Arga Do Bona Ni Pinasa ialah: Tarhirim, Namboru Unang Manarita, Dungkon Mulak Sian Siantar, Bulan Parissan, Holong Ni Roham Do Sinta-Sinta Di Au, Mandapothon Ari Pesta, Pak Djonggi, Labuhan Batu, Parirna I, Na Tiniptip Sanggar, Sada Sada Ma Ilungki. Diringan musik Kwartet Hasan Pol. Personil vokal; Fernando Hutabarat, Anas Sianturi, Binny Hutapea, Sahat Simanjuntak, Halomoan Sitanggang, Robinson Hutabarat, Amir Hajat S, Frans Manurung dan Walter Sirait. Selain Helena br Gultom, Tio br Tampubolon sebenarnya yang paling sering tampil dengan vokal group Solu Bolon Helena sering ikut dengan Ensambel Sabang Merauke di Medan.

aransemen harmoni tiga suara paralel tertutup. Harmoni tiga suara ini sangat mempengaruhi perkembangan musik popular Batak pada periode 1970-an dengan munculnya trio-trio Batak yang juga menggunakan harmoni tiga suara dalam vokalnya, dapat kita amati dalam trio The King, trio Golden Heart, trio Frienship, trio Lasidos. Kemampuan olah vokal Solu Bolon juga dapat didengarkan melalui rekaman piringan hitam mereka, dimana kekuatan bernyanyi yang sangat memiliki power, pemakaian/penguasaan instrumen musik dan hal-hal lain menyangkut konteks sosial budaya dan konteks keartistikan/kesenimanan mereka. 3.3 Situasi Pada Tahun 1959-1965 Pembatasan yang sangat berarti pada masa pemerintahan Soekarno, dapat dilihat dengan adanya pidato kenegaraan Soekarno dalam rangka hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, yang berjudul Penemuan kembali Revolusi Kita pada 17 Agustus 1959 151. Pemerintah Indonesia mengambil sikap untuk melindungi kebudayaan Indonesia dari pengaruh asing dengan mengembangkan kebudayaan Nasional 152. Ketika itu banyak pemuda Indonesia menyukai lagu-lagu yang berasal dari Amerika Serikat yang masuk ke Indonsesia. Rock n roll dikenal masyarakat Indonesia melalui film Rock Around the Clock yang 151 Akhir1950-an dan awal 1960-an adalah periode yang luar biasa subur dalam perkembangan musik populer Indonesia. Ratusan stasion radio gelap yang dijalankan mahasisiwa di Jakarta menyiarkan rekaman-rekaman terlarang, meskipun peraturan pemerintah membatasi musik populer di jaringan radio nasional. Elemen-elemen musik yang bersumber dari rekaman musik Patt Boone, Connie Francis, Elvis Presley, Ricky Nelson serta Tom Jones dan The Beatles menjadi sumber penting yang digunakan oleh komponis dan musisi Indonesia, termasuk penciptapencipta musik populer Batak masa itu (Weintraub, 2012: 63). 152 Muhammad Mulyadi, Industri Musik Indonesia : Suatu Sejarah. Jakarta, 2009: 1-12.

dibintangi Bill Haley dan His Comets, kemudian melalui lagu-lagu Elvis Presley. Kebudayaan Amerika juga telah masuk ke Indonesia melalui piringan hitam yang berisi lagu-lagu rock n roll. Pada tahun 1950-an juga mulai berkembang group-group band dan sering diadakan festival-festival band, seperti festival Irama Populer yang diadakan di beberapa kota di Indonesia 153. Oleh karena itu, Presiden Soekarno mengeluarkan manifest Presiden tentang kebudayaan Nasional. Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk melindungi kebudayaan Nasional dari pengaruh asing. Sejak pertengahan bulan Oktober 1959 masyarakat Indonesia sudah dibatasi untuk tidak mendengar lagi lagu-lagu yang berirama cha-cha, rock n roll, mambo dari seluruh Indonesia. Sejalan dengan itu, Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai salah satu media pemerintah menyatakan bahwa musik dan lagu merupakan sebagian dari kebudayaan yang membangun mental. Untuk itu RRI berpegang kepada batasan bahwa siaran-siaran musik yang diselenggarakan RRI di seluruh Indonesia harus berupa hiburan yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, RRI menyatakan juga suatu keharusan ditanamkannya pengertian dan penghargaan terhadap musik Indonesia. RRI berupaya mewujudkan program itu 154. Manifest Presiden Soekarno tahun 1959 dan program RRI itu pada dasarnya menunjukkan sikap anti kebudayaan Barat, dalam hal ini musik Barat. Dampak dikeluarkannya manifest Presiden tahun 1959 dan kebijakan yang diprogramkan RRI telah menyebabkan beberapa group band yang tadinya bernama Barat berganti nama menjadi nama Indonesia, misalnya El Dolores 153 Ibid, 2009. 154 Ibid, 2009.

El Dolores Combo menjadi Dasa Ria, The Blue Band menjadi Riama, The Rhytem menjadi Puspa Nada, The Irama Cubana menjadi Teruna Ria, The Alulas menjadi Aneka Nada. Bahkan musisi Gerly Sitompul mengubah namanya menjadi Mawar Sitompul dan Jack Lemmers diubah menjadi Jack Lesmana 155. Hukuman penjara dikenakan bagi group band atau penyanyi yang tetap memainkan lagu-lagu Barat. Bharata Band di Surabaya pada tahun 1963 dikenakan hukuman penjara karena menyanyikan lagu-lagu The Beatles. Abadi Soesman ditahan di Komando Distrik Militer Malang, Jawa Timur, karena menyanyikan lagu-lagu The Beatles. Koes Bersaudara tahun 1965 dipenjara selama delapan bulan di Glodok karena sering membawakan lagu-lagu The Everly Brothers, The Bee Gees dan The Beatles. Lim Cam Pay sering diinterogasi pihak kejaksaan di Jakarta karena sering membawakan lagu-lagu Barat Musik Hawaiian yang dipimpim Hoegeng turut juga mendapat sorotan dari pemerintah, group mereka tersebut tidak diizinkan lagi untuk menyanyikan lagu-lagu Hawaiian. Tetapi kebijakan kebudayaan Nasional yang anti Barat itu juga diterapkan secara tidak konsisten oleh Soekarno. Musik jazz yang berasal dari Amerika tidak dilarang bahkan disiarkan setiap malam oleh RRI. Tidak dilarangnya musik jazz telah mengakibatkan perdebatan di masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan ada satu pihak yang menganggapnya sebagai pelopor musik rock n roll dan pada pihak lain menganggapnya sebagai budaya atau musik asli 156. (Ibid, 2009). orang kulit hitam yang tertindas di Amerika. Terlepas dari perdebatan 155 Ibid, 2009. 156 Ibid, 2009.

pementasan jazz dengan lagu-lagunya berbahasa Inggris tidak dilarang 157. Pada sisi lain kebijakan Soekarno dalam kebudayaan juga berdampak positif bagi pengembangan lagu-lagu daerah. Musisi dan group band lebih banyak membuat, menyanyikan dan memainkan lagu-lagu pop daerah. Teruna Ria mempopulerkan Bengawan Solo ciptaan Gesang dengan rekaman yang berirama pop keroncong. Elly Kasim dengan lagu Bareh Solok, Lumang Tapai dan Hitam Manih. Pop Ambon diwakili oleh Bob Tutupoli dengan lagunya Sarinande, Kris Biantoro muncul dengan lagunya Don Dong Opo Solok yang berirama pop Jawa. Lagu-lagu Minangkabau oleh band Gumarang dengan tampilan Mexico (paduannya sangat modern dengan personil antara lain Anas Yusuf dan Yuni Amir) di Jakarta oleh Band Kumbang Cari (Nuskan Sarif, Oslan Husein), di Makassar dengan lagu Pakarena dan lain-lain. Seluruh lagu-lagu daerah tersebut cukup tenar di seluruh Indonesia. Selain itu vocal group Impola 158 juga menyanyikan lagu-lagu rakyat dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Di Medan menurut Joseph 159 tahun 1960-an group band sangat marakmaraknya. Group-group band tersebut sangat konsisten dengan lagu-lagu daerah, sehingga pertumbuhan lagu-lagu daerah sangat luar biasa. Parlin Pardede dan Gongga Sitompul juga sangat aktif di Medan pada masa itu, aransemen musik mereka meniru gaya The Platers, satu orang bernyanyi kemudian didampingi oleh backing vocal sebanyak kira-kira lima orang. 157 Misalnya pementasan All About Music di Wisma Nusantara pada 2 Juni 1960. 158 Lagu-lagu yang dinyanyikan antara lain Potong Bebek Angsa, Aneuk Saboh, Ajo Mama, Apuse, Mengkalankan, Soleram, Sajang Dilale, Terkenang Tanah Airku, Kaparinjo (Album kaset Lagu-lagu Rakyat Gordon Tobing Suara Impola, tanpa tahun). 159 Wawancara dengan Joseph Tatarang, Medan 19 Agustus 2011.

BAB IV PERKEMBANGAN MUSIK POPULER BATAK DI KOTA MEDAN ERA 1960-1980 4.1 Sejarah Kota Medan Medan kini merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai ibukota Sumatera Utara, kota ini sedang memacu diri menjadi metropolitan dan megapolitan. Menurut riwayatnya, kata Medan berasal dari bahasa Melayu, yang diterjemahkan menjadi tempat berkumpul. Karena sejak dahulu kala dikenal tempat berkumpulnya masyarakat dari Hamparak Perak, Sukapiring dan masyarakat lainnya dari berbagai suku dan etnis antara lain untuk mengadakan barter (tukar menukar barang) sekaligus tempat mengadakan transaksi niaga menggunakan emas, perak (sebelum diedarkannya mata uang Belanda). Selain itu, sering pula dijadikan tempat saling tukar informasi tentang berbagai hal yang sifatnya aktual kala itu 160. Kota Medan didirikan oleh guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590. Guru Patimpus dilahirkan di desa Aji Jahe, kecamatan Barus Jahe, Tanah Karo sekitar tahun 1550. Sebutan guru dalam bahasa Karo pada zaman dulu hanya ditujukan kepada seseorang yang punya kesaktian dalam ilmuilmu kebatinan atau perdukunan. Ketangguhan ilmunya bukan kepalang tanggung, jangankan tulang kita cuma patah, remukpun masih dapat ia kembalikan pada keadaan semula, begitu juga dengan penyakit kena guna-guna, 160 Farizal Nasution, Jejak Medan Tempo Doeloe, Medan. Jakarta, 2012: 1.

dengan mudah ia dapat mengobatinya. Di tanah Deli (Medan sekarang), Guru Patimpus sangat dikenal masyarakat sekitarnya. Setiap orang yang datang kepondoknya di sekitar sungai Deli untuk berobat banyak yang sembuh. Dalam waktu singkat pondok-pondok yang lainpun mulai bermunculan di sekitar pondok sang Guru. Lama-kelamaan masyarakat menyebut nama/tempat itu adalah madaan yang artinya baik yang lama-kelamaan berubah menjadi sebutan Medan 161. Informasi lain juga mengatakan, pada tahun 1590 Medan sudah ada, yang diresmikan oleh guru Patimpus dari kampung Medan Putri menjadi sebuah cikal bakal kota 162, dan berdasarkan surat keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Medan No 4/DPRD/1975, menetapkan tanggal 1 Juli 1590 adalah sebagai hari jadi kota Medan 163. Menurut riwayat Datuk Hamparan Perak, yang diungkap oleh Tengku Lukman Sinar, SH pada tahun 1971, mengakui bahwa kota Medan didirikan oleh guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak dan Sukapiring 164. Kata Medan menurut Sangti 165 bukan berasal dari kata Maiden (bahasa India) yaitu lapangan peperangan, tetapi besar kemungkinannya berasal dari kata Mejan (bahasa Batak Toba) yaitu suatu pohon kayu berbuah yang selalu dibuat menjadi kayu gana-ganaan (patung-patung ukiran manusia dan lain-lain) yang dibuat oleh 161 Majalah Budaya Batak dan Pariwisata, Medan 1986: 18-20. 162 Farizal Nasution, Jejak Medan Tempo Doeloe, Medan. Jakarta, 2012: 1. 163 Majalah Budaya Batak dan Pariwisata, Medan 1986: 18-20. 164 Ibid, 1986. 165 Batara Sangti (Ompu Buntilan Simanjuntak), Sejarah Batak. Medan 1977: 211-212 224.

Guru Patimpus menjadi nana kuta Medan (beralih dari kata Mejan) dimana oleh pihak Portugis/Belanda dan Inggris ditanggapi kemudian sebagai Mai den (bahasa Inggris) yang berarti perempuan, perawan, anak dara, yang belum bersuami. Dalam kamus bahasa Indonesia oleh Poerwadarminta kata mejan (mejan): - mesan, nisan, Mesan (mesan); batu (kayu) pada kuburan (sebagai tanda; - nisan). Tetapi pasti asal kata Medan adalah satu atau dua yang diuraikan di atas. Sebab di kota Medan dahulu banyak terdapat kuburan yang memakai nisan. Pada masa Guru Patimpus perkebunan dan perdagangan lada mulai memuncak, para pedagang dari tanah seberang dan Aceh berdatangan ke sana, di mana pihak Aceh berusaha keras hendak memonopoli dan mengambil bea cukai sebanyak mungkin dari pedagang lada tersebut, untuk itulah ditempatkan panglimanya menempati muara-muara sungai di Deli. Dalam pada itu untuk menjaga kedaulatannya, Guru Patimpus lalu mendirikan kutanya bernama Mejan di pertupangan sungai Deli dengan sungai Babura yang dikelilingi oleh benteng yang kuat 166. Namun seorang tokoh sejarahwan menyatakan bahwa kota Medan secara resmi didirikan pada tahun 1909, yaitu di era pemerintahan Sultan Makmun Al Rasyid yang berkuasa kala itu di Kesultanan Deli. Ini berdasarkan fakta, tahun itu terbentuknya Gemeente Medan sesuai besluit pembentukkannya yang dikeluarkan di Bogor pada tanggal 6 Maret 1909 ditanda tangani oleh Gubernur Jendral JB Van Heutz. Gemeente Medan dibentuk berdasarkan Decentralisatie Wet, yaitu yaitu undang-undang Pemerintah Daerah pada masa itu yang dimaksudkan untuk 166 Batara Sangti (Ompu Buntilan Simanjuntak), Sejarah Batak. Medan 1977: 224.

memberi kesempatan kepada daerah-daerah guna menyelenggarakan suatu pemerintah yang otonom. Maka saat terbentuk Gemeente Medan tertanggal 1 April 1909 yang pernah ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Medan yang sejak tahun 1959 sampai 1975 pernah diperingati setiap tahun Pada tahun 1891, Makmun Perkasa Alam memindahkan ibukota Kesultanan Deli dari Labuhan ke Medan; ia menempati sebuah istana baru yang posisinya unik. Istana ini berdiri di pinggir sungai dan jalan raya, serta dekat dengan rel kereta api. Istana itu adalah Maimon, yang sisi belakangnya berdiri menghadap ke sungai Deli, sementara sisi depannya menghadap jalan raya. Rumah sakit Deli Mij, Medan Stadhuis, De Javasche Bank, Hotel De Boer (Hotel Dharma Deli sekarang), Kantor Pos Besar, Stasiun Kereta Api, Esplanade, Kawasan Kesawan, Gedung Harrison and Croosfield, Istana Mimon, Kerapatan Sultan, Kampung Baru seluruhnya berdiri di lintasan jalan ini. Yang menjadi pusat kawasan kota Medan adalah Esplanade. Sebuah lapangan rumput berbentuk persegi yang dikelilingi oleh jalan raya, konon kabarnya titik nol kilometer kota Medan terdapat di sini, yang diwujudkan dalam bentuk air mancur dan patung seorang Holland yaitu Jacobus Nienhuys. Patung itu mulai berada di depan Kantor Pos Besar sejak tahun 1915. Nienhuys adalah seorang Holland yang pertama kali membuka kebun tembakau dan mendirikan kantor kebunnya di kampung Medan Putri yang dikelilingi hutan belukar, adalah juga tokoh yang menjadikan kampung Medan Putri sebagai cikal bakal berkembangnya menjadi sebuah kota kolonial yang makmur 168. 167 Farizal Nasution, Jejak Medan Tempo Doeloe, Medan. Jakarta, 2012: 1-2. 168 Alexander Avan, Parijs Van Soematra. Medan, 2012: 89-91. 167.

Tentu saja gambaran peta kota tempo doeloe tidaklah sama dengan fenomena kota terkini. Suasana kota dahulu hanya dapat terlihat seperti pada kotakota terpencil di daerah pedalaman sekarang. Hal ini karena berbagai sarana perkotaan yang tersedia dan dibutuhkan masih relatif sederhana, antara lain sarana jalan raya, transportasi, listrik, air minum dan lain-lain, kala itu memang mulai direncanakan pembangunannya berbagai infra struktur tersebut. Termasuk perumahan, masih terdapat tempat-tempat yang kurang layak dan tidak relevan dihuni pribumi. Sangat berbeda jauh dengan orang Eropa yang bertempat tinggal di bangunan-bangunan rumah tipe Melayu yang antik, besar, bagus serta lapang dengan halaman pekarangan yang luas dan nyaman 169. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa keberadaan kota Medan, yang sekarang menjadi pusat wilayah pemerintahan daerah tingkat I provinsi Sumatera Utara merupakan suatu kota yang unik. Bahwa dulu kota Medan, sejak menjadi pusat kehidupan masyarakat berawal dari sebuah kampung kecil saja, antara lain pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan/Kesultanan yang konvensional dan tradisional, yang juga pernah menjadi pusat keresidenan di era pendudukan Belanda yang pada masa kemerdekaan berstatus sebagai daerah kabupaten, pusat pemerintahan Gubernur, yang kemudian berubah menjadi pemerintahan provinsi pemerintah daerah tingkat I Sumatera Utara. Selain itu, kota Medan juga pernah menjadi pusat wilayah pembangunan utama dan vital di wilayah-wilayah yang berada berdekatan, ini mungkin karena kota Medan terletak di wilayah-wilayah yang sangat srategis dan merupakan pintu gerbang dengan dunia luar 170. 169 Alexander Avan, Parijs Van Soematra. Medan, 2012: 89-91. 170 Farizal Nasution, Jejak Medan Tempo Doeloe, Medan. Jakarta, 2012: 2.

Keunikan lainnya, kalau dari aspek kependudukan, kota Medan merupakan pusat sosio-kultural semenjak masa pemerintahan Belanda. Seperti diketahui, bahwa kekuatan ekonomi ditopang dengan bertambah pesatnya pembukaan berbagai jenis perkebunan yang pada masa itu dikenal dengan wilayah Sumatera Timur dengan meningkatnya produksi tembakau (tembakau Deli) yang bernilai jual tinggi karena mutunya cukup primer, menjadikan kota Medan sebagai pusat kekuatan ekonomi baru. Hal ini menjadi daya tarik yang luar biasa dari berbagai suku dan etnis sehingga kondisi heterogenitas masyarakat yang terbangun sering mempengaruhi masalah sosial politik lokal 171. Pada era bersamaan, di Medan hidup seorang saudara Cina Tjong A Fie yang terkenal berjiwa sosial, murah hati dan sangat berpengaruh. Saudara Cina ini banyak memberi sumbangan untuk membangun fisik kota Medan. Diantaranya, adalah pembangunan menara Balai Kota dalam yang diberi jam dan lonceng buatan pabrik Van Berger di Belanda yang dipasang tahun 1913. Nama Tjong A Fie tidak dapat dipisahkan dari sejarah kota Medan secara khusus dan Sumatera Timur secara umum. Beliau punya peranan yang besar sekali diakhir abad 19. Kemudian gedung Balai Kota direnovasi secara modern tahun 1923 oleh kantor arsitek Hulawit dan Fermont dari Weltevreden bekerja sama dengan Ed Cuypers dari Amsterdam. Kini gedung Balai Kota tidak difungsikan lagi sejak walikota Medan menghuni bangunan baru tidak jauh dari yang lama. Sementara gedung Balai Kota yang lama hanya bagian depannya saja yang masih utuh karena bagian belakangnya dihancurkan dan didirikan hotel Grand Aston City Hall 172. 171 Farizal Nasution, Jejak Medan Tempo Doeloe, Medan. Jakarta, 2012: 3 172 Ibid, 2012: 16

Kondisi geografis kota Medan terletak antara 2.29 0 LU - 2.30 0 LU dan 2.47 0 BT - 2.30 0 BT, saat ini 3.30 0 LU - 3.43 0 LU dan 98.35 0 BT- 98.44 0 BT, ketinggian 2,3 37,5 meter di atas permukaan laut. Justru berada jauh dari Selat Malaka, menyebabkan suhu kota Medan pada pagi hari berkisar 23.70 0 C - 25.10 0 C; siang hari berkisar 29.20 0 C 25.10 0 C dan pada malam hari berkisar 26 0 C 30.8 0 C, sementara kelembaban udara berkisar antara 68% sampai 93%. Data-data di atas mungkin tidak terpantau lagi sekarang, karena adanya pemanasan global yang merambah seluruh dunia Manakala masih menjadi ibukota Keresidenan Sumatera Timur, wilayah kota Medan mencakup empat unit kampung asli Deli, yaitu; Kampung Petisah Hulu, Kampung Petisah Hilir, Kampung Kesawan, Kampung Sungai (Sei) Rengas. Ke empat unit kampung tersebut dikelilingi oleh kampung-kampung lainnya seperti; Kampung Kota Matsum, Kampung Glugur, Kampung Sungai Mati, Kampung Sei Agul dan bamyak kampung lainnya yang muncul kemudian seiring dengan pengembangan areal kota 174 173.. Saat ini kota Medan dibagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Sejalan dengan perkembangannya, kota Medan berbatasan dengan daerah-daerah yang masih tergolong sebagai teritorial Sumatera Utara. Adapun batas-batas tersebut adalah sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang, sebelah Barat dengan kabupaten Deli Serdang, sebelah utara berbatasan dengan Selat Sumatera Serdang (Selat Malaka), sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Luas kota Medan sebelum terjadi perluasan wilayah sekitar 1150 Ha, tetapi pada tahun 1943 sampai 173 Farizal Nasution, Jejak Medan Tempo Doeloe, Medan. Jakarta, 2012. 174 Ibid, 2012

1971 luas kota Medan mencapai 5130 Ha. Kemudian tahun 1973-1974 luas kota Medan bertambah lagi menjadi 26.510 Ha. Jumlah penduduk kota medan tahun 1930 adalah 76.584 jiwa yang terdiri dari suku Jawa, Melayu, Minangkabau, Mandailing, Sunda, Batak Toba, Angkola, Karo, Simalungun, Pakpak, Cina, Eropa, Asia lainnya dan lain-lain. Pada tahun 1961 berjumlah 479.098 jiwa, tahun 1971 berjumlah 635.562 jiwa. Tahun 2012 berjumlah 2.122.804 jiwa. 4.2 Keadaan Orang Batak di Kota Medan Setelah Kemerdekaan Kota Medan berkembang terus dengan segala fungsinya, sebagai pusat pemerintahan, pusat pendidikan dan pusat perdagangan. Hubungan komunikasi orang-orang Batak di kota Medan relatif lancar dengan kampung halaman memungkinkan mereka memelihara kontak dengan kampungnya. Tidak ada ketentuan pulang kampung, orang-orang yang telah berkeluarga biasanya bila ada acara suka ataupun duka, sedangkan pemuda-pemudi yang telah bekerja atau masih dalam pendidikan, biasanya pulang kampung terjadi pada akhir tahun 175. Orang-orang Batak menuju Medan bukanlah untuk mencari pekerjaan yang sifatnya sementara, tetapi ingin membangun suatu kehidupan keluarga yang maju dan oleh karena itu mereka ingin bermukim secara menetap.seorang antropolog Amerika 176 mengadakan penelitian tahun 1958 tentang orang Batak Toba dia mengatakan; 175 O.H.S. Purba dan Elvis Purba, Migrasi Batak Toba di Luar Tapanuli Utara : Suatu Deskripsi. Medan, Monora, 1998: 108-109. 176 E.M. Bruner, gurubesar antropologi University of Illinois, Amerika, pada tauhun 1958 meneliti kebudayaan orang Batak Toba di daerah pedesaan maupun di kota Medan.

The vast mayority of Toba Batak who come to Medan are not there for purpose temporary labor migration but have come to settle permanently, to raise a family, and to establish a life for themselves in the city 177. Selanjutnya dikatakan orang-orang Batak di Medan sangat patuh kepada adat mereka, menurut kesimpulan disebabkan karena di Medan terjadi persaingan antar suku-bangsa (antara orang Batak Toba dengan Batak Karo, Minangkabau, Melayu, Cina dan lain-lain), untuk meraih kesempatan-kesempatan ekonomi, politik dan pendidikan yang terbatas. Orang-orang Batak Toba perlu memperkuat ras solidaritas dan identitas kekerabatan maupun suku-bangsa. Untuk hal-hal itu mereka mengintensifkan pelaksanaan upacara-upacara kekerabatan dan adat dan menjaga sikap patuh-adat 178. Dalam jangka waktu 20 tahun kemudian orang-orang Batak Toba telah mengembangkan perkumpulan-perkumpulan etnik yang bertujuan mengintensifkan adat-istiadat Batak Toba. Perkumpulan-perkumpulan itu mepunyai wujud seperti perkumpulan modern, yang jelas tidak terdapat di daerah pedesaan. Walaupun demikian perkumpulan-perkumpulan itu didasarkan pada adat istiadat dan nilai-nilai budaya Batak Toba yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan hidup dalam masyarakat masa kini Menurut Marbun 180, Pada intinya orang-orang Batak di Medan mulai bernyanyi membentuk kelompok dimulai pada tahun 1950-an. Inilah satu fase 177 E.M. Bruner dalam Purba 1998: 109. 178 Ibid, 1998 179 Ibid, 1998 180 Wawancara dengan Sampe M Marbun, Medan Februari 2014. Sampe M Marbun saat ini sebagai Ketua Forum Keluarga Besar Pejuang Republik Indonesia 1945 Seluruh Indonesia. 179.

dimana orang-orang Batak membuat sebuah penampilan, muncullah tokoh-tokoh musisi Batak seperti Nahum Situmorang, Ismail Hutajulu, Gordon Tobing dan lain-lain, merekalah yang mewarnai kota Medan dengan beberapa corak musik populer maupun musik tardisional. Yang sangat menarik adalah penampilan mereka selain penyanyi mereka juga penulis lagu-lagunya sendiri. Mereka mengkarang lagunya sendiri dan menyanyikannya, atau dengan kata lain mampu menciptakan dan mampu menyanyikannya, hal ini sangat luar biasa pada masa itu. Kebanyakan identitas warga di Medan pada masa itu, mereka hanya mampu menyanyikan lagu orang lain, tapi belum mampu menciptakan, sekelompok lagi mampu menciptakan tetapi tidak mampu menyanyikan. Menurut Marbun pada tahun 1960-an keadaan kota Medan masih berkulturalistik berbau Belanda, karena pada waktu itu mereka baru saja meninggalkan kekuatan mereka di kota Medan dan Sumatera Timur. Dan sebagai sentral ibukota tentu di sini masih menonjolkan sikap-sikap ke belanda-belandaan. Di sinilah para orang-orang Batak itu mengalami suatu proses perubahan mentaliti karena ditantang harus berhadapan dengan kultur itu. Namun mereka cepat beradaptasi terhadap situasi itu sehingga dengan mudah pula mereka lolos dan mereka dapat mengisi kemerdekaan bukan hanya pada bidang seni tetapi juga dalam lapangan pendidikan dan lapangan pekerjaan 181. Sambu pada masa 1960-an adalah satu wilayah perkampungan Cina, yang pada akhirnya karena sesuatu sikap dari pada orang-orang Cina dalam sejarah Kemerdekaan menghambat kepada perjuangan maka secara spontan direbut lebih 181 Wawancara dengan Sampe M Marbun, Medan Februari 2014

awal. Kemudian dibangun kantor Cacad Veteran, kemudian berkembang lagi dan dibangunlah gedung Nasional, diseberangnya ada balai-balai Kebidanan dan situasi rumah penduduk disekitar itu kebanyakan masih bertangga-tangga. Hal ini menggambarkan belum banyak perubahan, karena baru mengenal kemerdekaan pada masa itu, sedang menata, mempersiapkan diri dalam pendidikan dan tokohtokoh para pejuang-pejuang berupaya mengadakan pendekatan-pendekatan kepada kemajuan kota Medan agar lebih cepat dapat dirasakan oleh keluarga mereka agar tidak ketinggalan dalam perkembangan, karena pada masa perang Kemerdekaan mereka berjuang di hutan 182. Sambu sebenarnya sudah bergelanggang mulai tahun 1950an, di sana ada namanya gedung bekas markas pasukan Cina Po Han Tui yang direbut oleh Tentara Pelajar sehingga dari sinilah banyak para pemuda-pemuda itu digiring, dihibur, diberi semangat oleh Nahum Situmorang dengan lagu-lagunya Pada masa 1960an di kota Medan masih berdiri sekolah-sekolah Amerika dan Belanda seperti Mehtodist English School di jalan Haka, Nederland School di jalan Imam Bonjol. Masyarakat sangat tertarik pada sekolah-sekolah itu karena keinginan untuk dapat lebih maju khususnya dalam pendidikan, hanya pada masa itu kemampuan pemerintah masih sangat minim Tempat tinggal orang Batak pada masa 1960an yang sudah intelek/berpendidikan berada di tengah-tengah kota misalnya di jalan Jenderal Sudirman, Samanhudi. Mereka mampu berkomunikasi dengan keluarga-keluarga 182 Wawancara dengan Sampe M Marbun, Medan Februari 2014 183 Ibid, 2014 184 Ibid, 2014 184. 183.

Belanda, keluarga asing dan keluarga setempat. Ada juga yang di pinggir kota seperti di Sidorame, Sisingamangaraja ujung, belakang Teladan dan mereka bekerja sama secara simultan 185. Tempat-tempat pertunjukan musik maupun berdansa orang-orang Belanda pada masa itu bervariasi seperti di Hotel De Boer (Hotel Dharma Deli), Grand Hotel, Tip Top (masih ada sampai sekarang), orang-orang Belanda suka bernyanyi dan berdansa di sana. Karena kebanyakan orang-orang Batak belum bisa masuk ke ranah itu maka GOR Medan adalah salah satu tempat menumpahkan semangat dalam bernyanyi 187 Pada sisi lain, menurut Marbun Nahum Situmorang pada masa 1960an di Medan adalah seorang sosok yang luar biasa, dia sebagai orang Batak selalu menghibur orang Batak dengan beberapa corak warna lagu-lagu Batak yang notabene menyentuh kepada hakiki kehidupan orang Batak. Kenapa? Karena teksteks Nahum ditatanya sedemikinan rupa sehingga bersentuhan kepada jati diri dari pada orang Batak itu tentang kampungnya, dirinya, tugasnya dan lain-lain semuanya terpapar pada teks-tekanya. Apabila dia menyanyikan lagunya semua tersentak, harus menunggu dengan sabar mendengar teks-teksnya. Padahal dari segi kemampuan bernyanyi menurut Marbun dia bukan seorang penyanyi, tetapi semua orang merasa puas, semua mengikuti dan lama-kelamaan lagu-lagunya menjadi terkenal. Nahum juga seorang tokoh pejuang, dia banyak membantu para pejuang dengan memberikan hiburan, semangat kepada mereka, sehingga para 186. 185 Wawancara dengan Sampe M Marbun, Medan Februari 2014. 186 Ibid, 2014 187 Ibid, 2014

pejuang menjadi nekad untuk maju bertempur, dia sanggup menggugah perasaan para pejuang-pejuang itu, dia tidak dapat memisahkan diri dari mereka dan orangorang yang ikut bernyanyi dengannya rata-rata pejuang semuanya. Menurut Marbun 188, jiwa seni jauh hari sudah meredam di hati Nahum Situmorang, dia mempunyai historis yang sangat sensitif terhadap masalah percintaan. Nahum pernah jatuh cinta dengan seorang putri Batak tetapi tidak kesampaian. Yang akhirnya dituangkannya di dalam lagu-lagunya sampai pada kematiannya. Proses belajar tentang musik, Nahum juga belajar dari para gerejawan-gerejawan, dia suka memasuki gelanggang koor-koor, sehingga dia terinspirasi, terpengaruh oleh repertoa-repertoar koor-koor itu terhadap lagu-lagu yang diciptakannya. Lagu-lagu tersebut dipromosikannya melalui pakter tuak, dari pakter tuak yang satu ke pakter tuak yang lain berpindah-pindah, karena ratarata orang Batak berkumpul di pakter tuak pada masa itu, berkumpul di pakter tuak sudah merupakan suatu kebesaran pada masa itu. Pada sisi lain yang menarik pada orang Batak pada masa itu adalah, tahun 1970-an sebagian kaum muda melanjutkan pendidikannya di Medan, termasuk ke IKIP. IKIP Negeri Medan sempat dinamai sebagai Institut Tapanuli Utara karena lebih 80% staf dan mahasiswanya adalah orang Batak. Bahkan di kalangan mahasiswa Batak Toba sendiri terkenal dengan sebutan sikkola namboru 189. 188 Ibid, 2014 189 Sikkola Namboru (sekolah namboru), namboru adalah panggilan untuk saudara perempuan ayah. Istilah namboru dalam konteks di atas adalah sekolahnya para namboru, karena sangat banyaknya orang-orang Batak, perempuan Batak atau namboru-namboru yang kuliah di IKIP Medan masa itu, sehingga istilah namboru dipelesetkan ke arah sana penggunaannya.

4.3 Konteks Sosial Budaya Tahun 1960-1970 4.3.1 Gor (gedung olah raga) GOR (Gedung Olah Raga) jalan Bali Medan adalah salah satu tempat yang paling sering digunakan untuk pertunjukan musik pada masa itu. Penyanyipenyanyi Jakarta juga sering tampil di GOR Medan antara lain Erny Johan, Vivi Sumanti dan Trio SAE (Bing Slamet, Atmonadi, Eddy Sud) dan lain-lain. Juga tidak ketinggalan band-band anak Medan seperti Rhythm King, Marauders, Bhayangkara, Hittoppers,lagu-lagu Batak oleh Nahum Band s, Padoloktolong Melodi, Combo Dolok Martimbang, Trio Parsito dan lain-lain. GOR Medan juga yang dikenal sebagai batu ujian, apabila lolos dari GOR berarti akan diterima di mana-mana. Selain GOR, Selecta Club Society di jalan listrik Medan sering digunakan tetapi tempat ini lebih bergengsi dan tidak rusuh. Menurut Tambunan 190, antara sekitar tahun 1962-1963 pernah dilaksanakan Parade/Festival lagu-lagu populer Batak di GOR Medan oleh Parsadaan Parmitu (Parsadaan Parminum Tuak) atau persatuan peminum tuak) yang dipimpin oleh Napitupulu. Parade tersebut keseluruhannya hanya menggunakan instrumen musik akustik dalam iringan musiknya (gitar, string bass, sulim dan lain-lain). Group-group yang terlibat termasuk Pardoloktolong Melodi, Nahum Band dan vokal group-vokal group Batak yang ada di Medan pada masa itu yang sudah tumbuh dan berkembang. Menurut parsadaan tersebut banyak lagu-lagu populer Batak pada masa itu tersebar melalui pakter tuak. 190 Wawancara dengan Eddy Victor Tambunan, Medan 26 Agustus 2013.

Dari pihak pemerintah Sumatera Utara juga sangat sering menyelenggara festival lagu-lagu populer Batak di GOR Medan pada masa itu, bahkan hampir setiap tahun. Dari berbagai daerah tingkat II di Sumatera Utara ikut berperan aktif dalam kegiatan tersebut. Beberapa lagu wajib yang sering dibawakan pada masa itu antaralain; Sing-sing So, Tao Na Tio. Vokal group Solu Bolon, Parisma, Palambok Pusu-Pusu masa itu juga sering menyelenggarakan acara pertunjukan lagu-lagu populer Batak di GOR Medan 191. 4.3.2 Radio Umumnya daerah di Sumatera Utara yang sudah dapat dijangkau oleh RRI Medan, masyarakat tetap menunggu dan menantikan jam siaran live lagu-lagu Batak, karena jam siaran yang tetap sudah ditentukan RRI Medan pukul 12.00 wib setiap hari minggu 192. Menurut Yoseph 193 kejadian lain yang sangat menarik adalah ketika lagu Pulau Samosir disiarkan di radio di kios-kios rokok di kota Medan, seluruh yang mendengar lagu tersebut diseputaran lokasi itu bersama-sama menyanyikannya...pulau samosir do haroroanku samosir do, ido asal hu sai tong ingotonku saleleng ngolungku hupuji ho...semua menghafal lagu tersebut. Artinya adalah musik yang diputar tersebut exciting (hidup, mengairahkan), semua orang senang pada saat itu, tidak ada yang tidak mengerti lagu Batak pada saat itu walaupun bukan orang Batak. Lagu Batak pernah menjadi idola masa itu. 191 Wawancara dengan Boosman Tampubolon, Medan 16 Desember 2013 192 Wawancara dengan Eddy Victor Tambunan Medan 26 Agustus 2013. 193 Wawancara dengan Yoseph Tatarang, Medan 19 Agustus 2013.

Tetapi yang terpenting adalah, semua orang senang lagu daerah pada masa itu, bukan hanya lagu Batak saja. Penyanyi-penyanyi Batak di Medan era 1960-an juga ikut terlibat di dalam Festival Bintang Radio tingkat Sumatera Utara maupun tingkat Nasional. Salah satunya adalah Fernando Hutabarat (personil vokal group Solu Bolon), sering mewakili Sumatera Utara ke tingkat Nasional. 4.3.3 Pakter tuak Selain radio, GOR Medan, Selecta Club Society, di Medan pakter tuak juga merupakan tempat sarana menghibur diri sendiri dengan gelak tawa yang mengendorkan ketegangan otot, ketegangan pikiran, tempat berkomunikasi dan tentunya bernyanyi bagi orang-orang Batak. Tuak disadap dari pohon enau atau pohon kelapa. Mula-mula cabang bunganya diberi beberapa ramuan hingga mengeluarkan tuak. Tuak ini rasanya manis, sehingga sering diproses lagi menjadi gula aren. Akan tetapi tuak adalah minuman khas bagi beberapa kelompok etnis di Indonesia, termasuk suku bangsa Batak (di Ambon namanya sagu air). Tuak yang disadap tersebut kemudian diramu lagi, biasanya tuak tersebut direndam dengan raru (sejenis kulit kayu yang pahit rasanya, banyak terdapat di wilayah Tapanuli Tengah). Setelah ditunggu beberapa saat tuak yang manis itu telah berubah rasanya menjadi pahit kelat yang disebut juga dengan istilah pang (rasa tuaknya sudah cenderung pahit) 194. 194 Tulisan Walter Sirait dan O Sitohang dalam B.A. Simanjuntak, Pemikiran Tentang Batak, Medan. Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Bubaya Batak Univ HKBP Nommensen, 1986: 351-354.

Tuak juga diminum oleh ibu-ibu yang baru melahirkan (biasanya yang manis) untuk penambah tenaga, juga memperlancar dan memperbanyak air susu ibu (ASI) yang sangat baik untuk bayi yang baru lahir. Pada mulanya tuak dijual kalau tidak di bawah pohonnya sendiri, akan dijual di rumah paragat (penyadap tuak). Namun lama-kelamaan timbullah pakter tuak (kedai tuak) di tempat inilah biasanya orang minum tuak 195. Menurut Yoseph 196 Masalah tingkat ketidak sadaran (mabuk) mungkin ada karena tuak mengandung unsur alkohol alami di dalamnya, tetapi secara umum energi minuman tuak tersebut terfokus kepada peningkatan expresi bernyanyi dari mereka yang hadir di sana., pakter tuak pada saat itu adalah sebuah sarana untuk bernyanyi, dimana begitu banyak orang-orang Batak yang mempunyai talenta bernyanyi. Mereka berkumpul karena mempunyai kesamaan rasa. Model bernyanyi secara ramai-ramai umumnya sangat disukai orang Batak pada era itu (mungkin pengaruh bernyanyi koor/paduan suara di gereja yang terbawa-bawa sehingga menjadi sebuah kebiasasaan), bukan perseorangan. Akhirnya timbullah semacam ikatan kekerabatan dalam pergaulan sesama mereka di kedai tuak secara tidak sadar. Nahum Situmorang dalam menciptakan lagu terinspirasi juga dengan kebiasaan-kebiasaan orang Batak minum tuak. Secara tidak langsung ataupun langsung pakter tuak adalah tempat penyebaran lagu-lagu Nahum Situmorang, disamping itu pakter tuak merupakan tempat munculnya inspirasi Nahum dalam 195 Ibid, 1986. 196 Wawancara dengan Yoseph Tatarang, Medan 19 Agustus 2013.

menciptakan lagu-lagunya. Penyebaran langsung berarti, Nahum sendiri yang menyanyikan lagu-lagunya di sana didampingi oleh teman-temannya. Penyebaran tidak langsung, orang-orang Batak maupun bukan orang Batak yang hadir saat Nahum bernyanyi menangkap lagunya. Setelah lagu itu dapat ditangkap, lagulagu tersebut dinyanyikan kembali pada kesempatan-kesempatan lain di pakter tuak yang sama maupun di pakter tuak yang lain. Dinyanyikannya lagu-lagu tersebut oleh orang lain tentunya akan menimbulkan pertanyaan bagi orang lain yang mendengarnya, siapa penciptanya? tentunya akan dijawab secara jujur penciptanya adalah Nahum Situmorang. Walaupun Naum tidak minum tuak (meminum orange crusse), hampir setiap hari pakter tuak yang ada di Medan digilirnya, hari ini di sini, besok di sana dan lusa disana. Lagu-lagu Nahum yang tercipta di pakter tuak sebenarnya cukup banyak, antara lain yang terkenal adalah Lisoi, Parsorian Ni Parmitu dan Mitu Do. Menurut Hutagalung 197 sekitar tahun 1960-an Nahum Situmorang sering berkunjung ke kedai tuak sekitar kawasan jalan Rakyat Kampung Durian Medan. Menurut Yoseph, Ismail Hutajulu tidak seperti Nahum, dia hanya duduk di satu kedai tuak tertentu. Tetapi apabila ada undangan ke suatu tempat Pardoloktolong Melodi bersedia memenuhi panggilan tersebut. Misalnya, Ismail Hutajulu dan rombongannya datang dari Medan diundang ke Tanjung Balai untuk bernyanyi di sana. Beliau membawa gitar listrik, pada waktu itu gitar listrik sudah mulai dipasarkan di kota Medan. Kehadiran mereka sangat dinantikan oleh 197 Dakka Hutagalung (pencipta lagu-lagu Tapanuli, personil Trio Golden Heart, salah satu trio yang terkenal era 1970-an) sekitar tahun 1960-an sering bertemu Nahum Situmorang di kedai tuak sekitar kawasan Jalan Rakyat Kampung Durian Medan, menyaksikan beliau bernyanyi di sana (wawancara dengan Dakka Hutagalung, Tangerang tanggal 25 Mei 2013).

penyanyi-penyanyi yang ada di Tanjung Balai, mereka semua berkumpul di pakter tuak menyaksikan Ismail Hutajulu dan kawan-kawannya menghibur. Demikian juga dengan Sihite 198 pada saat bernyanyi di kedai tuak jalan Rakyat Kampung Durian Medan sekitar tahun 1960-an, satu kampung itu terbongkar (keluar) semua penduduknya, berdiri di pinggir jalan menyaksikan penampilan Sihite dan kawan-kawannya bernyanyi dengan meluapkan ekspresi 199. Pendapat Yoseph Tatarang tentang kedai tuak adalah: Kedai tuak adalah tempat yang secara tidak sadar, menjadikan tempat orang berekspresi. Oleh karena itu Nahum Situmorang walaupun dia tidak minum tuak, dia datang ke kedai tuak, karena di situ dia dapat melepaskan kerinduan nya, menyalurkan bakatnya. Karena kalau di tempat-tempat lain mungkin Nahum belum tentu bisa.mungkin juga Nahum kalau tidak ke kedai tuak tidak akan bertumbuh pesat, komunitas di kedai tuak itulah yang membuat inspirasi kepada dia.itu makanya dia rajin ke kedai tuak. Selanjutnya Yoseph mengatakan, sisi lain yang terjadi di kedai tuak adalah terjadi spontanitas dalam bernyanyi. Tidak dipilih-pilih siapa yang akan menyanyikan suara satunya (suara satu dalam hal ini lagu pokoknya, biasanya dinyanyikan oleh suara tenor), atau siapa yang akan menyanyikan suara tiganya (paralel sejajar di atas suara satu, dinyanyikan juga oleh suara tenor), atau siapa yang akan menyanyikan suara duanya (suara dua istilah untuk suara bas yang menyanyikan parallel sejajar di bawah suara satu), semua terjadi secara spontanitas, langsung bernyanyi. Menurut beliau hal ini luar biasa pada masa itu, sepertinya pendengaran mereka terlatih untuk menyanyikan harmoni tiga suara. 198 A.P. Sihite adalah anggota Kepolisian kemudian menjadi personil Parisma 71. 199 Wawancara dengan Yoseph Tatarang, Medan 19 Agustus 2013.

Menurut Sirait, pada masa 1960-an di Medan pakter tuak dapat berfungsi sebagai inspirasi. Almarhum Nahum Situmorang, walaupun tidak minum tuak, datang ke pakter tuak mencari inspirasi dalam menciptakan lagu-lagunya. Banyak lagu yang diciptakannya di pakter tuak. Seorang pelatih dari teman Sirait sering mengubah komposis tari disini. Demikian juga beberapa pencipta Batak yang lain, mereka sering menciptakannya di kedai tuak 200. Menurut Tampubolon, penyanyi-penyanyi Batak di Medan tahun 1960-an sering berkumpul di pakter tuak jalan Rakyat Kampung Durian, dapat dikatakan seperti markas berkumpulnya para penyanyi Batak, tidak ada penyanyi Batak yang tidak berkumpul di sini. Selain dari kalangan penyanyi, di sana berkumpul juga orang-orang Batak dari berbagai penjuru kota Medan dengan latar belakang pekerjaan seperti militer, kepolisian, swasta, instansi pemerintah, tukang beca bahkan pejabat orang Batak berkumpul di sini untuk minum tuak dan tentunya menyaksikan para penyanyi-penyai Batak itu tampil di sana Suasana pakter tuak jalan Rakyat itu sangat hidup pada masa itu, saat-saat mereka bernyanyi dengan iringan gitar akustik (biasanya 2 gitar) orang yang lintas dari jalan Rakyat pasti menoleh ke arah pakter tuak itu, ada yang langsung berlalu, banyak yang singgah sambil berdiri di pinggir jalan menonton penyanyipenyanyi Batak itu sedang bernyanyi. Apalagi pada saat hari libur tertentu, banyak penyanyi Batak yang datang ke sana untuk menyumbangkan suaranya. Mulai vokal group Solu Bolon, Padolok Tolong Melodi, Parisma, Palambok Pusu-Pusu, 200 Tulisan Walter Sirait dan O Sitohang dalam B.A. Simanjuntak, Pemikiran Tentang Batak, Medan. Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Bubaya Batak Univ HKBP Nommensen, 1986: 351-354. 201 Wawancara dengan Boosman Tmpubolon, Medan 16 Desmber 2013 201.

perseorangan dan lain-lain semua berkumpul bernyanyi bersama-sama tanpa ada persaingan. Gema dan perpaduan harmoni tiga suara sejajar itu sangat menarik perhatian orang-orang yang lewat dari depan pakter tuak itu, banyak sekali yang berhenti menonton di pinggir jalan sehingga menjadi sebuah kerumunan orang ramai. Lagu yang sering dikumandangkann adalah Lisoi, lagu ini semacam lagu wajib, setiap bernyanyi pasti lagu tersebut dibawakan, selain itu ada lagu Singsing So, Dekke Jahir, Baringin Sabatolang yang juga menjadi nomor-nomor favorit mereka, selain itu lagu-lagu Nahum yang lain sangat sering berkumandang di pakter tuak itu 202. Lagu-lagu ciptaan Nahum Situmorang juga banyak lahir di pakter tuak jalan Rakyat Medan, selain itu ia juga sering memberikan pengarahan-pengarahan mengenai vokal kepada group-group penyanyi, ia juga piawai dalam hal mengawinkan suara-suara penyanyi-penyanyi Batak yang berkumpul disitu, misalnya suara si A cocok dipadu dengan suara si C dan si D, atau sebaliknya. Pakter tuak jalan Rakyat Medan juga sebagai tempat partungkoan 203, yaitu tempat bertukan pikiran, mengeluarkan keluh kesah, tempat berkumpul dan bermusyawarah. Apabila dari anggota partukkoan itu ada yang ditimpa musibah atau kemalangan anggota atau sanak keluarga dari anggota, para anggota partungkoan yang lain mengumpulkan sumbangan biasanya berupa uang, dan turut juga memberikan kata-kata penghiburan kepada keluarga sebagai satu rasa, satu penderitaan. 202 Ibid, 2013. 203 Partungkoan adalah di depan kampung di bawah pohon yang tinggi tempat orang suka duduk-duduk; tempat bermusyawarah, J. Warneck. Kamus Bahasa Batak Toba-Indonesia. Medan, Terjemahan P. Jooosten OFM Cap, Bina Media, 2001.

4.3.4 Tempat-tempat lain Salah satu group musik di kota Medan yang sering mengadakan pertunjukan ke luar daerah adalah Nahum s Band dan Pardolok Tolong Melodi. Tempat-tempat yang pernah Nahum s Band kunjungi antara lain kota Siantar, Sibolga, Sidempuan, Tanjung Balai, Kisaran, Rantau Prapat, Sidikalang, Pekanbaru, di perusahan-perusahan Amerika seperti Good Year, Jakarta dan Bandung 204. Dengan Pardolok Tolong Melodi pimpinan Ismail Hutajulu, pada kertas tulisan lagu-lagu, beliau mencantumkan tanggal dan tempat di mana sebuah lagu diciptakannya. Atas dasar ini, kemungkinan besar Ismail dan personilnya sering mengadakan kunjungan ke luar kota, khusunya di wilayah Sumatera Utara. 4.3.5 Mata pencaharian Banyak musisi dan penyanyi di Indonesia tahun 1960-an masih memandang musik sebagai hobi, memberikan hiburan kepada masyarakat. Beberapa penyanyi tahun 1960-an mengatakan bahwa tujuan menyanyi adalah untuk memberikan hiburan kepada masyarakat atau hobi saja. Mereka tidak menyatakan menyanyi sebagai pekerjaan. Titik Puspa ketika menyanyi di RRI tahun 1960-an masih malu apabila diberi honor 205. Bagaimana dengan pencipta, penyanyi, pemusik lagu populer Batak tahun1960-an di Medan? Apabila kita amati diawali dari Sidik Sitompul, Nahum Situmorang, Ismail Hutajulu, Esau Simanungkalit, Walter Sirait, A.P Sihite, 204 Wawancara dengan Eddy Tambunan, Medan 26 Agustus 2013. 205 Muhammad Mulyadi, Industri Musik Indonesia, Suatu Sejarah. Jakarta, 2009: 58-72.

Ungkap Situmeang, Fernando Hutabarat, Sahat Simanjuntak, Humisar Siadari, O. Sitohang, Frans H. Manurung dan masih banyak lagi yang aktif pada tahun 1960-an di Medan, kesemuanya nama-nama di atas umumnya belum memiliki satu tujuan bahwa musik adalah sebagai sebuah profesi. Bill Saragih yang mulai meniti kariernya di Medan, dengan kepiawaiannya memainkan berbagai alat musik dengan aliran jazz sebagai jati dirinya, kemudian berangkat ke Jakarta juga belum dapat hidup dengan musik jazz 206. Selain itu pada era 1960-an di Medan ada seorang pemusik yaitu Eddy Victor Tambunan. Sebelum bekerja di TVRI Medan tahun 1970, beliau bekerja di Ajudan Jenderal (Ajen) menangani bagian musik di Komando Teritorium I Bukit Barisan. Musik Angkatan Darat tersebut bermarkas di Balai Prajurit (terletak sebelah kiri Kantor Pos Besar Medan sekarang). Pada saat itu Balai Prajurit tersebut sering digunankan tempat berkumpul dan latihan para penyanyi-penyanyi Batak, termasuk Nahum Situmorang, belum mengakui juga bahwa musik sebagai mata pencaharian 207. Penulis berpendapat bahwa tahun1960an, umumnya musik belum merupakan jaminan sebagai sebuah profesi, belum sebagai sebuah mata pencaharian yang tetap. Musik hanya sebagai saluran bakat, ekspresi jiwa, menghibur orang tanpa menuntut banyak, cukup hanya diberikan penghormatan dan penghargaan dengan tepuk tangan dan sudah merasa sangat puas. Ya, demikianlah situasinya pada tahun 1960-an di Medan. 206 Wawancara penulis dengan Yoseph Tatarang, Medan 19 Agustus 2013. 207 Ibid, 2013.

4.3.6 Teks-teks Satu lagu yang diciptakan bisa dibuat lebih orisinil. Kadang-kadang ketajaman ekspresi lebih penting dari pada daripada mengisi berbagai kriteria kualitatif dalam hal garapan. Struktur musik itu dapat saja pada umumnya bersifat lagu biasa dengan harmoni tonal, melodi yang mudah dicerna, ritme yang sederhana denga ketukan teratur. Tetapi dimana letak ekspresi atau keorisinilan dari sebuah lagu? Sebagai ilustrasi, vokalis blues kebanyakan bertolak dari suatu cara gaya rap, dimama teks diutamakan, sedangkan musik hanya menjadi alat untuk sajian teks 208. Betapa pentingnya unsur teks dalam sebuah lagu sehingga lagu tersebut memiliki keorisinalan dan ketajaman sebuah ekspersi. Teks-teks dalam musik populer Batak periode 1960-1970 dapat kita lihat di bawah ini. Musik hanya menjadi suatu alat untuk sajian teks seperti yang dikatakan di atas tidak sepenuhnya diyakini oleh penulis, sebab melodi juga sebagai unsur ekspresi jiwa, meskipun melodinya sederhana dan gampang dicerna, teks juga tidak dapat berdiri sendiri di dalam sebuah lagu tanpa melodi. Yang penting adalah bagaimana keterpaduan antara melodi dan teks yang saling mendukung dan mengikat. Dalam sub anak sub bab ini penulis tidak membahas keterkaitan teks dengan melodi, tetapi memfokuskan bagaimana teks-teks yang digunakan dalam musik populer Batak tahun 1960-1970 menggambarkan situasi masyarakatnya, kebiasaan-kebiasaannya, hal-hal yang spesifik mengenai satu daerah, pesan atau nasihat dan juga tentang cinta. 208 Dieter Mack. Sejarah Musik 4, Yogyakarta, Pusat Musik Liturgi, 2004: 506-513.

Teks-teks yang digunakan pada era ini menangkap kesaksian pandangan dari penciptanya. Contoh lagu Nahum Situmorang dengan teks yang berhasil ditangkap pandangannya dari situasi tertentu adalah lagu Marombus Ombus Do. Siborong-borong adalah sebuah kota kecil yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Tapanuli Utara. Ombus-ombus adalah sejenis kue yang terbuat dari bahan dasar pulut yang berisi kelapa yang sudah diparut dan dicampur dengan gula pasir atau juga hanya berisi gula merah saja. Kemudian dibungkus dengan daun pisang sedemikian rupa kemudian dikukus. Ombusombus yang sudah masak kemudian dimasukkan ke dalam bungkusan besar agar tetap panas, karena udara di Siborong-borong cukup dingin. Pedagang menjajakanya dengan naik sepeda yang dilengkapi dengan kotak (box) untuk menempatkan ombus-ombus tersebut dan siap dijual mengeliling kota Siborongborong. Selain itu, ombus-ombus juga dijual di kedai-kedai tertentu di sepanjang jalan lintas utama Siborong-borong. Kerberhasilan Nahum menangkap situasi ini ialah; ombus-ombus adalah kue (lappet) khas dari kota Siborong-borong sekitarmya. Ombus-ombus dibuat oleh boru Sihombing (boru Hombing), kota Siborong-borong salah satu kampung marga Sihombing. Ombus-ombus yang wangi atau harum itu dikaitkan dengan harumnya (lebih kepada keramah tamahan) perempuan boru Sihombing yang cantik rupanya. Kemudian ia menghimbau kepada laki-laki perjaka kalau mau martandang (mencari pacar) datanglah ke Siborong-borong. Di bawah ini teks dari lagu tersebut;

Marombus-Ombus Do A. Marombus-ombus do Lampet ni Humbang tonggi tabo Nang ngali ari i di si Anggo aloni ombus-ombus do A1 Ai boru Hombing do Napaturehon mansai malo Ngangur do datunghushus Rupana pe da nauli do B. O doli-doli ho na poso na jogi Dompak Humbang i Lao ma damang da tusi Siborongborong i A2 Molo naung hoji ho Tu boru Hombing tibu ma ro Lao ma damang da lao ma damang Tu luat ni parombus-ombus do C. O ale boru Hombing Paima si doli ro Di Siborongborong i Tusi nama si doli ro Terjemahannya sebagai berikut; A. Membeli ombus-ombus Kue dari Humbang manis dan enak Walaupun dingin di situ Kalau lawannya adalah ombus-ombus B. O laki-laki yang tampan Arah ke Humbang Pergilah engkau ke sana Ke Siborong-borong A1 Ai boru Hombing Yang membuatnya sungguh pandai Harum dan sangat wangi Wajahnyapun cantik

A2 Kalau engkau sudah suka Cepatlah datang ke boru Hombing Pergilah engkau, pergilah engkau Ke negeri pembuat ombus-ombus B. Hai boru Hombing Tunggulah si dia datang Di Siborong-borong itu Ke situlah dia datang Sidik Sitompul juga berhasil menangkap kesaksian pandangannya terhadap para perantau yang tidak ada khabar berita di mana keberadaannya. Contoh lagunya Aek Sarulla (sungai Sarulla) adalah nama sebuah sungai yang berada di Pahae sebuah desa (sekitar lebih kurang 40 km dari kota Tarutung arah ke Sipirok). Pahae adalah tempat kelahiran Sidik Sitompul pada tanggal 10 Desember 1904. Teks dari Aek Sarulla lebih mengarah kepada sebuah puisi, ia mengibaratkan air sungai tersebut sebagai seorang perantau yang sangat panjang perjalanannya. Mengharapkan khabar tentang perjalanan seorang perantau untuk membawa berita dari kejahuan, apakah si perantau berhasil atau tidak. Di bawah ini teks dari lagu tersebut; Aek Sarulla A. Aek Sarulla tu dia ho lao Tung ganjang ma antong dalanmi Sai paboa ma jolo tu Au Di idam di tongan dalani

B. Boan baritam sian na dao Patuduhon di na ulimi Sai ro ho husippon tu Au Aek Sarulla tu dia ho lao Terjemahannya dalam bahasa Indonesia; A. Sungai Sarulla ke mana engkau pergi Begitu panjang perjalananmu Beritahukanlah dulu kepadaku Yang engkau lihat di tengah jalan B. Bawa berita dari kejauhan Perlihatkan keindahanmu Datanglah bisikkan padaku Air Sarulla kemana engkau pergi Dalam contoh lagu ciptaan Ismail Hutajulu teks lagu Boasa Ma Gabe Sai Hohom (Boasa Hohom), Ismail berhasil menangkap kesaksian pandangannya terhadap haholonganna (kekasihnya) yang selalu berdiam diri karena sakit hati oleh perbuatannya yang sering marah. Tetapi kemudian sang laki-laki sadar bahwa kadang-kadang dia lagi arsak (sedih) selalu memarahi kekasihnya. Ia bermohon kepada kekasihnya untuk selalu memperingati, menasehatinya agar selalu tetap bersikap sabar dalam menghadapi setiap persoalan (manganju: berlaku sabar, berlapang dada, masianjuanjuan: saling toleran dan memaafkan, sabar satu sama lain). Sekilas teks lagu ini sepertinya berlebihan, laki-laki selalu meminta kekasihnya untuk manganju nya, tetapi apabila lebih didalami teksnya,

pesan nasihat terkandung didalamnya. Ismail menuliskan pesan nasehat melalui lagunya kepada orang-orang Batak pada saat itu agar dalam menghadapi segala persoalan kita harus selalu masianjuanjuan. Lebih jauh lagi, Ismail melihat di dalam kehidupan orang Batak pada saat itu sering terjadi konflik atau gemar berkonflik antar rumah tangga, sesama marga dan lain-lain. Di bawah ini teks dari lagu tersebut; Boasa Ma Gabe Sai Hohom A. Boasa ma gabe sai hohom O ale haholongan Soadong hu boto nian Na sala hubaen mangarsak roham A1. Atik adong na sala hubaen Na mambahen hansit roham Anju au ale hasian Molo tung adong hansit ni roham B. Ai sipata molo marsak rohangki Sude na do, muruk tu ho Alai holan satongkin doi Ipe alani arsak hu doi A2. Sai anju ma au ale hasian Unang be hansit roham Anju au ale hasian Molo tung adong hasit ni roham

Terjemahannya dalam bahasa Indonesia; A. Kenapalah jadi terus-menerus diam O hai kekasihku Aku tidak tahu yang sebenarnya Yang salah kuperbuat menyedihkanmu A1 Mungkin ada yang salah ku perbuat Yang membuat sakit hatimu Sabarkanlah aku hai kekasihku Kalaupun ada sakit hatimu B. Sebab kadang-kadang kalau hatiku bersedih Semuanya, marah kepadamu Tetapi itu hanya sebentar Itupun karena kesedihanku A2. Selalu sabarkanlah aku Jangan lagi sakit hatimu Sabarkanlah aku hai kekasihku Kalaupun ada sakit dihatimu Peranan ungkapan tradisional (umpama, umpasa) juga terdapat dalam teks-teks lagu-lagu populer pada saat itu. Nahum Situmorang dalam lagu-lagunya cukup banyak mengunakan ungkapan-ungkapan tradisional tersebut. Di bawah ini penulis memberikan satu contoh dari ciptaan Nahum yang memakai ungkapan tradisional.

Tiniptip Sanggar A. Da tiniptip sanggar ito Laho bahen huru-huruan da Jolo sinukkun marga Asa binoto ito da partuturan da A1. Manukkun marga ma au ito Da boru aha do da inang da Ito parsalendang na rara Da boru aha da boru aha do da inang da B. Molo na mariboto do Dak sala marsipakkulingan da Molo na marpariban Da lehon au lehon au marnapuran da C. Sinukkun ma marga Sinukkun ma marga Ito boru aha do dainang da A3 Da pege sakkarimpang ito Tu hunit sahadang-hadangan da Molo na marpariban do Dak pola salah ito da mangalua da Terjemahan dalam bahasa Indonesia; A. Lebih dulu dipotong pimping Membuat sangkar burung Lebih dulu ditanya marga Supaya diketahui pertalian famili

A1 Aku bertanya marga apa ito Boru apa engkau inang Ito yang berselendang warna merah Boru apa, boru apa engkau inang B. Kalaulah kita kakak beradik Tidak salah kita saling menegur Kalau kita marpariban Berikanlah aku sirih C. Ditanyalah marga Ditanyalah marga Ito boru apanya inang A3 Ya serangkaian jahe ito Ke sekantongan kunyit Kalau kita berpariban Tidak salah kalau kita kawin lari Ungkapan tradisional diatas maksudnya adalah dalam perkenalan muda mudi diwajibkan dulu bertutur berdasarkan tarombo marga. Kalau sudah jelas dan terang, baru dapat bergaul sesuai dengan kekeluargaan Dalihan Na Tolu. Kalau satu pihak tidak dapat menjelaskan marga dan peraturannya keatas dan kesamping, ia termasuk golongan yang harus dicurigai dan diawasi serta di cap sebagai jolma lilu (orang keliru). Apabila telah jelas partuturan baru dipersilahkan makan sirih, sesudah makan sirih baru diajak makan bersama. Sesudah makan bersama, baru saling percaya mempercayai. Bagi orang Batak apabila sudah makan bersama sudah

merupakan satu keluarga. Kalau ada satu perselisihan, orang Batak biasanya belum mau makan bersama. Falsafah hidup Dalihan Na Tolu pada khususnya di lingkungan masyarakat Batak, di mana kita kenal sistem marga yaitu identitas orang-orang yang mempunyai garis keturunan yang sama menurut garis bapak (patrilineal). Hubungan yang terjalin antara setiap anggota masyarakat didasarkan atas persaudaraan yang dalam. Apabila dua orang atau lebih anggota masyarakat Batak berjumpa untuk pertama kali dan ingin berkenalan maka yang di tanyakan bukanlah nama orang bersangkutan, melainkan marganya. Lagu dengan teks-teks mengenai persatuan marga juga tidak luput dari perhatian para pencipta, khususnya Nahum Situmorang banyak menciptakan lagulagu populer Batak tentang persatuan marga antara lain; Si Raja Hutagalung, Si Raja Nai Pospos, Tuan Somanimbil, Sonak Malela, Lontung Si Sia Marina, Nai Rasa On. Lagu dengan teks untuk orang-orang yang terpandang atau orang yang dihormati sebagai pahlawan ataupun yang berjasa dalam kehidupan orang Batak, secara khusus juga Nahum menciptakannya lagunya antara lain; Si Singamangaraja, T D Pardede.

4.4 Konteks Keartistikan Pencipta/Penyanyi Tahun 1960-1970 4.4.1 Daya cipta Kemampuan mencipta dari seseorang tidak terlepas dari lingkungannya. Kini ahli-ahli embrio sepakat bahwa telinga merupakan organ pertama yang berkembang pada embrio, telingan mulai berfungsi hanya setelah delapan belas minggu, dan bahwa telingan mendengar secara aktif sejak dua puluh empat minggu, dan seterusnya. Dr. Thomas Verny menceritakan kisah Boris Brott, dirigen di Hamilton Philharmonic Orchestra di Ontario. Selama bertahun-tahun, Brott menghadapi teka-teki bagaimana ia dapat memainkan musik tertentu cukup dengan mendengar saja, sementara ia harus bekerja keras untuk menguasai sebagian besar lagu-lagu. Kemudian ia mengetahui dari ibunya bahwa ibunya telah memainkan lagu-lagu tersebut ketika ia hamil 209. Dari gambaran diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa faktor lingkungan adalah salah satu penyebab terbentuknya mental kepribadian seseorang, secara khusus dalam hal ini kemampuan menciptakan tidak terlepas dari lingkungan dimana dia tumbuh dan dibesarkan. Sidik Sitompul, Nahum Situmorang, Ismail Hutajulu dan beberapa yang lainya tumbuh dan berkembang pada saat musik Barat sudah mempengaruhi orang-orang Batak awalnya di lingkungan gereja dan sekolah. Seperti yang sudah diutarakan penulis diatas nyanyian jemaat diajarkan di gereja awalnya oleh para missionaris yang bekerja di tanah Batak, secara langsung mempengaruhi 209 Don Campbell, Efek Mozart. Terjemahan T. Hermaya, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.

pendengaran orang-orang Batak pada saat itu. Para jemaat diajarkan paduan suara gabungan (SATB), ibu-ibu diajarkan paduan suara (koor ina), bapak-bapak diajarkan juga paduan suara (koor ama) dan anak anak di sekolah minggu (sikkola minggu) juga diajarkan nyanyian-nyanyian sekolah minggu. Demikian juga musik tiup (brass band) dan organ pompa (poti marende) semua itu menjadi sebuah dasar yang kuat bagi orang-orang Batak dalam kemampuannya bernyanyi maupun mencipta. Pernyataan di atas oleh penulis tidak semata-mata menyatakan bahwa musik Baratlah yang menjadi landasan utama kenapa orang-orang Batak itu rata-rata dapat bernyanyi dan sebagiannya dapat mencipta. Sebelum masuknya pengaruh Barat ke tanah Batak orang-orang Batak sudah sangat akrab dengan nyanyian-nyanyian rakyatnya sendiri dan musik tradisionalnya. Tetapi dengan masuknya pengaruh musik Barat tersebut, kemampuan orang-orang Batak dalam musik semakin diasah atau dipertajam disertai lagi dengan pendidikan yang sedang marak-maraknya pada saat itu. Menurut Tambunan 210 beberapa kejadian sejarah tentang bagaimana mereka mencipta, misalnya Nahum Situmorang bisa menciptakan lagu dengan ide yang timbul pada saat itu sendiri. Sebagai contoh sewaktu menciptakan lagu Modom Ma Damang Da Ucok, di dalam satu kedai tuak ada seorang ibu yang menggendong seorang anaknya. Nahum melihat bagaimana seorang ibu dengan penuh kasih sayang menidurkan anaknya, saat itu juga muncul inspirasi untuk menciptakan sebuah lagu menidurkan anak. 210 Wawancara dengan Eddy Victor Tambunan, Medan 26 Agustus 2013

Dalam lagu-lagu Nahum Situmorang, kadang-kadang ia meminjam tangan orang lain untuk menuliskan lagu-lagunya ke dalam not angka. Banyak lagu-lagu Nahum dituliskan oleh Tambunan di dalam not angka. Kalau ide mencipta tibatiba muncul, ia akan memanggil Tambunan melalui orang lain dengan mengatakan:.jou jo si Eddy! (.panggil dulu si Eddy!). Sementara Eddy Tambunan menuliskan notasinya, kebiasaan Nahum tetap selalu membuat ketukan dengan korek api cap Sumut. Kemudian Nahum sering bertanya kepada Eddy.akord nai tudia dibahen ho!! (..akord gitarnya kemana kau buat!!). Apabila tidak cocok Nahum pun berkata,...ah dang tabo tu si...! akan menyuruhnya lagi mencari akord gitar yang cocok, apabila sudah pas atau cocok dia akan mengatakan.aaa ima, tusi do na cocok akord na!! bahen ma!!. Itulah keterbatasan Nahum dalam mencipta. Akan tetapi bukan berarti Nahum tidak mengenal notasi atau tidak mengerti notasi, menurut Tambunan disitulah letak keunikan dan keistimewaan dari NahumSitumorang dalam menciptakan sebuah lagu, selalu melibatkan orang lain dalam proses penciptaan. Salah satu lagu Nahum Situmorang yang melodinya dituliskan oleh Eddy Tambunan ke dalam notasi angka adalah Anakkonki Do Hasangapon Di Ahu. Meskipun Nahum tidak berumah tangga sampai akhir hidupnya, dia mampu menyelami kehidupan orang-orang Batak yang bersusah payah menyekolahkan anak-anaknya. Karena setelah masuknya pendidikan ke tanah Batak masyarakat Batak menganggap bahwa pendidikan adalah salah satu faktor untuk memajukan (hamajuon) orang Batak dari ketertinggalannya.

Menurut Tambunan cara-cara mencipta dari Ismail Hutajulu, tiba-tiba sudah muncul sebuah lagu lengkap dengan notasinya. Kemampuan Ismail sangat cepat menuliskan not di dalam lagu-lagunya, ia juga seorang pemain gitar yang handal dalam melodi sehingga dengan bantuan instrumen gitar proses penulisannya ke dalam notasi angka lebih cepat. Keterbatasan tak akan membuat suatu proses penciptaan mengalami keterbatasan dalam kualitas. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, seseorang dapat memiliki ekspresi musikal dalam dirinya. Karena pada dasarnya seperti juga bentuk komunikasi interaktif antar individu lainnya, musik juga didasari atas satu tujuan yaitu individu yang satu dapat memahami individu yang lain. Pencipta dapat membuat pendengar lagunya memahami apa maksud yang ingin disampaikan dia. Jangan salah, kadang-kadang, justru kesederhanaan tematik maupun penguasaan teknis dapat memberikan ruang yang maksimal bagi penyampaian interpretasi dan ekspresi. Seperti dapat kita temukan dalam lagulagu rakyat yang cenderung berhasil menyampaikan daulat kerakyatan serta komunikatif dalam penyampaian misi tematik 211. Tentu saja, ada kaidah-kaidah keteraturan yang sebetulnya tumbuh dengan sendirinya saat penciptaan. Apa yang membuat teratur? Banyak faktor: ada budaya, ada lingkup sosial, pola hidup, lingkungan dan banyak hal lagi yang secara sadar membuat manusia membuat aturan-aturan terhadap dirinya sendiri. Hal-hal seperti inilah yang nantinya akan membentuk apa yang disebut karakter. Bentuk identitas yang akan menjadi ciri khas tersendiri. Itulah sebabnya dalam 211 Fariz RM, Rekayasa Fiksi, Bagaimana Cara Fariz Menulis Lagu. Jakarta, Republika, 2009: 8-9.

hal-hal melahirkan kreatifitas, gagasan, manusia selalu akan dituntut untuk jujur, jika ingin menghasilkan karya kreasi yang punya jati diri. Sebab kalau tidak jujur, yang akan lahir tentunya bukan identitas dirinya, melainkan kebohongankebohongan yang mustahil melahirkan karakter yang seutuhnya, walau mungkin, secara popularitas, karya tersebut dikenal orang. Lagunya terkenal, terjual laku, tapi kok seperti lagunya si anu ya? 212. Dalam tahap-tahap mencipta perlu proses yang memang memerlukan waktu. Meniru atau terpengaruh karya lagu/musik orang lain, adalah hal yang sangat wajar dan manusiawi. Semua juga awalnya pasti dari meniru. Kita jadi tau cara makan menggunakan sendok dan garpu misalnya, karena kita melihat orang lain melakukannya. Anak kecil meniru yang lebih dewasa, suatu proses pembelajaran yang memang demikian adanya. Meniru tak mengapa, asalkan itu memang dilakukan dalam masa proses mencari jati diri. Dengan belajar kepada orang lain yang lebih berpengalaman, kita mendapat kesempatan untuk mengambil yang kita rasa perlu dan meninggalkan yang kita rasa tidak kita setujui. Kemudian referensi semakin banyak, oleh aneka referensi tersebut menjadi satu identitas yang tidak dimiliki orang lain Pengaruh siaran radio juga faktor lain yang erat kaitannya dengan daya cipta. Melalui radio, musik-musik populer disiarkan, era 1950-an adalah salah satu sumber musik populer dengan berbagai kecenderungan. Sebagai contoh gaya Frank Sinatra di Amerika, serta suatu kecenderungan musik remaja yang 212 Ibid, 2009. 213 Ibid, 2009. 213.

diwujudkan dalam bentuk aliran rock n roll dan gaya-gaya yang lain yang mempengaruhi kinerja para pencipta lagu-lagu populer Batak saat itu 214. Menurut Hutagalung, para pemusik dan pencipta lagu-lagu populer Batak dari Tarutung itu lebih baik. Karena dari sana banyak seniman, rata-rata memiliki jiwa seni tinggi, antara lain Romulus Tobing, Sidik Sitompul, Nahum Situmorang, Paul Hutabarat, Nortir Simanungkalit, Marihot Hutabarat. Nahum sendiri pun kesenimanannya terbentuk di sana, yang menyebabkan hal itu kemungkinan menurut beliau pola wilayah itu yang membuat, lebih damai. Sehingga seniman dari sana lebih indah karyanya 215. 4.4.2 Olah vokal. Bakat bernyanyi di kalangan orang-orang Batak cukup tinggi, jarang orang Batak era tersebut yang tidak bisa bernyanyi, tenggorokan, rongga mulut, rongga dada orang-orang Batak sepertinya diciptakan untuk bernyanyi. Khususnya dalam hal kekuatan suara (power) kemampuan orang Batak sangat luar biasa. Hanya apabila dibandingkan dengan orang Indonesia Timur (suku Ambon), mungkin kehalusan perasaan ada pada orang Indonesia Timur, keras lembut dalam hal bernyanyi lebih terasa pada mereka, sehingga jiwa dan roh dari pada nyanyian tersebut lebih nampak pada orang Indonesia Timur 216. Kebanyakan orang Batak pada masa itu bernyanyi menurut kealamiannya sendiri, sedangkan mereka pada dasarnya mempunyai materi vokal yang baik. 214 Dieter Mack. Sejarah Musik 4, Yogyakarta, Pusat Musik Liturgi, 2004: 506-513. 215 Wawancara dengan Dakka Hutagalung, Tangerang 26 Mei 2013 216 Wawancara dengan Joseph Tatarang, Medan 19 Agustus 2013.

Tidak dibarengi dengan ilmu pengetahuan musik. Pada masa itu masih banyak orang-orang Batak terjun ke dunia musik belum mahir tentang notasi, hanya mengandalkan bakat, mengandalkan bakat saja tidak cukup. Menurut Van Ness 217 untuk menjadi penyanyi maupun pemusik profesional tidak cukup hanya mengandalkan bakat, harus dibarengi dengan pengetahuan teori musik yang baik dan kerja keras dalam latihan. Ada beberapa orang penyanyi yang dibawa oleh Tambunan ke Jakarta, sampai di Jakarta tidak bisa berkembang karena tidak mau belajar mengenai teori musik, khususnya pengetahuan tentang notasi dan latihan vokal. Jangan hanya bisa menyanyikan lagu yang hanya kita pelajari dari mendengarkan, apabila diperhadapkan dengan notasi menjadi mati kutu. Orang-orang Batak masih harus lebih banyak berlatih untuk mengatur keras lembut suaranya atau dinamika suaranya. Penulis berpendapat bahwa pengaturan keras lembut suara (dinamika) itu terletak pada olah vokal yang dilatih terus-menerus dan latihan dasar pernafasan 218. Dari pengamatan penulis karakter seriosa menjadi pengaruh yang kuat juga terhadap cara bernyanyi orang-orang Batak saat itu, dimana sekali lagi 217 Edward C Van Ness adalah salah satu dosen pendiri jurusan musik di Universitas HKBP Nommensen Medan pada tahun 1987-2004. 218 Seorang vokalis harus mengusahakan suatu system pernafasan yang paling menguntungkan dalam berolah vokal. Kita dapat bernafas dengan tiga cara yaitu sistem pernafasan tulang selangka/bahu, sistem pernafasan dada, sistem pernafasan perut dan sistem pernafasan rongga badan (diafragma). Sistem pernafasan yang disarankan adalah sistem pernafasan diafragma. Sistem pernafasan ini saat menarik nafas memfungsikan keseluruhan rongga badan yang berhubungan dengan pernafasan. Saat menarik nafas menimbulkan gejala baik perut dan terutama sisi tubuh badan mengembang. Hal ini disebabkan karena rongga paru-paru dan rongga perut bekerja atau terisi oleh udara secara maksimal. Sistem pernafasan ini merupakan sistem pernafasan yang terbaik. Diafragma (sekat rongga badan) yang membatasi rongga dada dan rongga perut berfungsi sebagai pengatur pernafasan, untuk masuknya udara melalui kerongkongan mencapai pita suara dan keluar melalui mulut.

pengaruh radio dalam menyiarkan karya-karya seriosa Indonesia dari komponis yang hidup pada masa itu antara lain khususnya lagu-lagu seriosa dari Cornel Simanjuntak 219. Komponis-komponis yang lain yang hidup sezaman dengan Cornel adalah Ismail Marzuki, Mochtar Embut, Syafii Embut, E.A Warsono, Iskandar, Binsar Sitompul. Lagu-lagu seriosa dari tokoh-tokoh di atas juga memiliki tema-tema dalam teks-teksnya tentang perjuangan, keindahan alam, patriotisme, pahlawan, percintaan. Dalam musik populer suara seriosa boleh saja, asalkan mampu mengolah vokalnya dengan lebih menarik, misalnya menghilangkan kekakuan karakter seriosa ke berbagai karakter yang sifatnya lebih bebas misalnya mengurangi dominasi vibrasi, dibumbui dengan improvisasi tergantung kepada kemampuan penyanyinya. Kebebasan mengubah melodinya tetapi tidak lari dari melodi pokoknya, pemakaian hiasan pada satu frase tertentu dalam melodinya dapat didahului oleh vokal terhadap iringannya atau sebaliknya dengan tetap menjaga ketukan kuat dari irama, tempo yang digunakan. Setelah mendengar beberapa kali rekaman vokal group Solu Bolon cukup terasa kekuatan (power)vokal yang luar biasa, tetapi masih sangat lemah dalam hal mengatur dinamika. Power sangat diperlukan dalam bernyanyi, tetapi bernyanyi yang baik tidak cukup hanya dengan power, tetapi harus didukung 219 Cornel sudah cukup terkenal dikalangan dunia musik dan usaha bernyanyi di kalangan orang penting pada tahun 1940-an awal di Jakarta. Pergaulannya amat luas di lingkungan pembesar-pembesar Jepang, umurnya 23 tahun saat itu masih sangat muda sudah tampil memimpin orkes berbaju lengkap ala Mozart. Banyak lagu-lagu seriosanya (dalam bahasa Indonesia) pada saat itu sering disiarkan di radio antara lain, Asia Sudah Bangun, Menanam Jarak, Menanam Kapas, Mari Menabung, Bikin Kapal, sedangkan untuk nyanyian paduan suara antara lain Wijaya Kusuma, Bungaku dan beberapa lagu Batak antara alin O Ale Alogo, lagu mars Maju Tak Gentar dan lagu-lagu perjuangan yang lainya (Majalah Bona Ni Pinasa, 1997: 58).

dengan dinamika yang baik, artikulasi yang baik dan interpretasi yang baik pula. Perlu ditegaskan bahwa fenomena yang terjadi pada olah vokal Solu Bolon (masalah dinamika itu) tidak menjadi otomatis terjadi juga pada kelompok lain. Penulis mendengarkan contoh rekaman piringan hitam Solu Bolon dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kelompok ini mampu mencuri hati masyarakatnya, khususnya masyarakat Batak di kota Medan. Mereka sangat dikenal khususnya di Medan terlebih kepada konteks hiburan yang langsung terjun ke lapangan, tempat-tempat tertentu tanpa ada campur tangan produser yang erat kaitannya dengan ekonomi. Prinsip kelompok vokal group Solu Bolon tidak didasarkan atas sebuah kebutuhan finansial, mereka masih terfokus kepada penyaluran bakat bernyanyi, menghibur diri sendiri maupun orang lain, tidak ada tawar menawar apabila diminta tampil mereka akan mempersiapkannya, tanpa mengharapkan imbalan, cukup hanya dengan tepuk tangan ataupun sambutan yang meriah. Kalaupun ada diberikan uang itu tergantung dari yang memberikannya banyak atau sedikit tidak menjadi masalah 220. 4.4.3 Latihan Untuk sebagian group, misalnya Solu Bolon proses latihan terjadi tidak formal, tidak ada jadwal yang ditentukan secara resmi. Kapan mereka berkumpul saat itu juga mereka latihan. Pada dasarnya mereka bukan suatu kumpulan penyanyi yang sifatnya komersil, lagi pula hampir setiap hari mereka bertemu, 220 Wawancara dengan Yoseph Tatarang, Medan 19 Agustus 2013.

suatu ikatan kekerabatan yang cukup kuat pada masa itu. Pardoloktolong Melodi pada masa tersebut sering mengadakan latihan di rumah Ismail Hutajulu sekitar Kampung Durian Medan, berdekatan dengan rumah Walter Sirait. 4.4.4 Kemampuan menggunakan instrumentasi Instrumen musik umumnya dipelajari secara otodidak. Kalaupun ada secara resmi belajar instrumen musik, mereka juga mendapatkannya dari gereja seperti belajar instrumen tiup, organ pompa, instrumen gitar sudah lama ada di tanah Batak. Kalaupun ada yang belajar instrumen secara khusus kemungkinan mereka dapatkan langsung pastor, atau orang-orang Belanda/Jerman yang tinggal Medan, Pematang Siantar, Parapat, Balige, Tarutung, Jakarta dan tempat lain. Belajar instrumen musik juga didapatkan sebagian orang dari kepandaian seseorang menyangkut cara-cara bergaul di lapangan. Sebagai contoh, Eddy Tambunan pindah ke Medan sejak tahun 1952 untuk melanjutkan pendidikannya. Awalnya beliau bergaul dengan beberapa orang Ambon dan mulai mempelajari musik Hawaiian. Pada satu kesempatan beliau berjumpa dengan Lenny Saragih seorang penyanyi, kemudian Eddy diperkenalkan oleh Lenny kepada abangnya Amir Saragih (Bill Saragih). Eddy Tambunan pandai berbahasa Simalungun karena sebelumnya tinggal Simalungun. Amir kemudian mengajak Eddy samasama bermain musik, instrumen musik yang dikuasai oleh Eddy saat itu adalah gitar. Berjalannya waktu, Eddy kemudian meminta Amir untuk mengajarkannya bermain klarinet kemudian disusul belajar saxophone tenor dari Amir. Saat inilah awalnya Eddy semakin bergiat di dalam musik. Kemudian terbentuklah Cinzano

Band di Medan bersama Yoseph Tatarang, Paul((orang Chinese pemain terumpet) 221. Kesempatan bermain dengan orang luar pun semakin terbuka akibat pergaulan-pergaulan tersebut. Beberapa saat Amir Saragih berangkat ke Amerika mengikuti abangnya yang bekerja di atase militer di sana. Sekembalinya Amir dari Amerika ke Medan, Duke Ellington diundang Achmad Tahir datang ke Medan atas satu undangan. Sesudah pertemuan ramah tamah di Medan Club, Duke Ellington diundang ke rumah dinas panglima Tahir. Turut juga pemain musik hadir di sana Amir Saragih, Paul, Eddy Tambunan, Djasaim Saragih dan Raja Buni Pool peniup Saxophone dari Thailand 222. Saat sebuah atraksi terjadi, Duke memainkan vibraphone dengan dua stik Amir pun membalasnya dengan permainannya Duke sahut-sahutan. Kemudian Duke bertanya kepada Amir Saragih; siapa yang mengajar kau main musik.. Amir menjawab, kau yang mengajar aku main musik..duke kemudian menjawab, tidak ada orang Asia murid saya...negro semua muridku. Kemudian Amir menjawab, semua PH mu ada sama saya, lalu Amir menjabarkan PH Duke yang dimilikinya 223. Motivasi-motivasi yang diberikan kepada generasi muda dapat terlihat pada era pada era 1960-an. Eddy Tambunan memberikan motivasi kepada Victor Hutabarat. Eddy Tambunan membawa Victor Hutabarat ke Jakarta, saat dibawa ke Jakarta belum menjadi penyanyi tetapi pemain drum. Kebetulan waktu itu Eddy Tambunan disarankan oleh Ir Rio Tambunan membentuk band di Jakarta 221 Wawancara dengan Eddy Tambunan, Medan 26 Agustus 2013. 222 Ibid, 2013 223 Ibid, 2013. 224 Ibid, 2013. 224.

Satu lagi anak Medan yang cukup baik permainan gitak akustiknya adalah Firman Marpaung pada waktu itu tinggal di seputar Kampung Durian. Pengetahuan gitarnya otodidak, karena kepiawaiannya memainkan gitar dia diajak bergabung dengan vokal group Solu Bolon di Medan bersama Nahum Situmorang dan Walter Sirait, waktu itu usianya masih sangat muda. Pada masa itu cukup sulit mencari pemain gitar yang bagus. Akhirnya Firman Marpaung pindah ke Jakarta untuk mengadu nasib, ia bergabung dengan Tarombo Combo salah satu vokal group terkenal yang banyak berkecimpung di dunia hiburan. Selain handal memainkan gitar, Firman juga sangat berbakat menciptakan lagu, banyak lagulagunya dinyanyikan dan direkam ke dalam pita kaset oleh penyanyi yang tenar di Jakarta pada era 1970-an, salah satunya adalah penyanyi tenor Eddy Silitonga. 4.4.5 Tentang gerak panggung Gerak dibutuhkan di dalam satu pertunjukan musik atau lagu di atas panggung, meskipun gerakan itu sangat sederhana. Dari beberapa pertunjukan Nahum Situmorang di atas panggung mereka tidak vakum, tetap menunjukkan satu gerakan meskipun gerakan itu terbatas tidak seperti pada perkembangan Salah satu gerakan yang digunakan adalah gerakan tarian tortor. Gerakan ini disesuaikan pada lagu yang dinyanyikan, misalnya lagu Anakkkohi Do Hasangapon Di Au yang dapat disesuaikan dengan gerakan-gerakan tarian tortor.

4.4.6 Masalah siapa penciptanya Dalam pengamatan penulis dalam beberapa lagu, misalnya lagu Na Sonang Do Hita Na Dua penciptanya antara Nahum Situmorang dan Sidik Sitompul yang sering disebut-sebut oleh masyarakat sampai dengan saat ini. Penulis sendiri dalam hal ini bersikap hati-hati, dengan maksud tidak juga mengambil keputusan siapa penciptannya untuk menjaga hal-hal yang lebih menimbulkan polemik lagi di kemudian hari. Menurut Dakka Hutagalung dan Josef Tatarang banyak sekali klaim-klaim seperti ini oleh para hali waris. Lagu Aek Sibundong sebetulnya Dakka Hutagalung mengetahui persis siapa penciptanya, Seorang bermarga Hutauruk yang bekerja sebagai supir panjang bus Medan Jaya. Waktu diciptakan supir tesebut datang kepada Dakka Hutagalung di Glugur Medan sekitar tahun 1960-an untuk memperdengarkan lagu ciptaannya itu. Menurut Dakka lagu itu memang bagus, walaupun waktu itu biramanya tidak benar, tetapi banyak juga yang menyanyikannya dalam versi itu. Hal-hal seperti ini banyak terjadi pada era itu, lagu yang diciptakan oleh seseorang kemudian diakui oleh orang lain bahwa itu hasil karyanya. Demikian juga antara lagu Marhappy-Happy Tung So Boi karya cipta Nahum Situmorang dengan lagu Par Djakarta karya cipta Ismail Hutajulu, kedua lagu ini menurut penulis menggunakan melodi yang sama, kalaupun ada perbedaan hanya sedikit pada awal frase-frase melodinya, yang berbeda adalah judul dan teksnya 225. 225 Dapat dilihat dalam buku Nahum Song s: Kumpulan Lagu Tapanuli Modern oleh Yayasan Pewaris Nahum, 2002 no 38 tanpan halaman. Bandingkan dengan buku Lagu-Lagu Batak jilid I, OLEH KCLB (Karya Cipta Lagu-Lagu Batak), 2006, halaman 38. Ironisnya, Lagu Nahum yang ada pada Nahum Song s itu juga ada dalam buku ini.

4.5 Konteks Sosial Budaya Tahun 1970-1980 4.5.1 Kaset Pada akhir tahun1960-an industri kaset dimulai di dunia dan merambah sampai ke Indonesia dan sangat cepat berkembang sebagai media utama musik populer. Teknologi kaset, terbukti sama revolusionernya dengan radio. Pemutar kaset sederhana jauh lebih murah dari pada sistem phonograph (gramapon, pikap), dan biaya produksi kaset jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya film atau video. Pertumbuhan industri kaset sangat subur yang tak terkira banyaknya, yang menduplikasi kaset, mencetak label dan memasarkan produk dengan biaya yang sangat rendah 226. Di Medan pada tahun 1970-an industri kaset dapat merespon aneka ragam citarasa daerah, etnis dan kelas dengan cara yang bukan merupakan cara khas industri rekaman. Sementara di dunia Barat, kaset hanya merupaka alternatif yang lebih mudah untuk rekaman, tetapi di dunia sedang berkembang kaset menjangkau banyak audiens pedesaan atau kelas bawah yang sebelumnya tidak mendapat akses ke musik rekaman. Perusahaan-perusahaan rekaman dan kaset yang lebih kecil menjamur, yang memproduksi musik lokal di bawah kontrol lokal atas audiens lokal. Beberapa kejadian di Medan yang menarik adalah kaset-kaset untuk sebagian komunitas diproduksi untuk kalangan sendiri, para penyanyipenyanyi hotel biasanya merekam lagu-lagu mereka di rumah-rumah tertentu dengan peralatan seadanya bukan di studio rekaman, tentunya biayanya sangat relatif murah, terjangkau oleh mereka. Beberapa penyanyi-penyanyi hotel yang 226 Peter Manuel, Popular Musics of The Non-Western World, New York. Oxford University Press, 1988: 5-6.

menjalankannya antara lain vokal group Danau Toba Hotel di Medan, vokal group Atsari Hotel di Parapat, vokal group Parapat Hotel. Setelah mereka merekam lagu-lagunya ke dalam pita kaset, hasil rekaman (masternya) tersebut di bawa ke studio rekaman Robinson jalan Sutomo Medan untuk diproduksi/diperbanyak, sebelumnya penyanyi-penyanyi tersebut telah mengadakan kerjasama terhadap pihak studio rekaman itu. Setelah diproduksi kira-kira 100 sampai 200 kaset, kemudian para penyanyi hotel tersebut membeli ke toko Riang jalan Sutomo Medan 227 seharga @ Rp 500 228. Kaset-kaset tersebut kemudian dipasarkan kepada turis yang datang menginap di hotel sebagai souvenir, mereka menjual dengan harga 4-5 $ dolar Amerika. Biasanya para turis tertarik untuk membelinya, karena sebelumya mereka telah menyaksikan penampilan penyanyi-penyanyi Batak itu menghibur di hotel tersebut. Dengan cepat kaset-kaset tersebut laku, bahkan dari satu orang turis ada yang membeli sampai dengan 3 kaset sekaligus sehingga dalam 1 hari penjualan kaset dapat mencapai sekitar 50 kaset. Apabila stok kaset telah habis mereka kemudian memesan lagi ke Toko Riang Medan untuk diperbanyak Tetapi dari para penyanyi-penyanyi Batak tersebut ada juga yang langsung rekaman ke studio Robinson tanpa dibayar, dan hasilnya pun tentu lebih bagus. Kejadian menarik lainnya, apabila stok atau persediaan kaset salah satu vokal group kebetulan lagi kosong atau habis, untuk mengatasinya mereka memasarkan kaset-kaset dari hotel lain kepada turis-turis itu, kemudian turis itu 227 Posisi toko Riang dan studio Robinson di jalan Sutomo Medan waktu itu letaknya depandepanan tidak berapa jauh dari simpang bioskop Medan atau sebelum stasiun Sambu Medan. 228 Wawancara dengan B Tampubolon, Medan 16 Desember 2013. 229 Ibid, 2013. 229.

bertanya kepada si penyanyi yang manakah si penyanyi tersebut dalam foto yang tertera dalam sampul kaset, kemudian si penyanyi asal menunjuk saja kepada salah satu foto yang ada pada kaset tersebut. Secara kebetulan foto-foto mereka memakai seragam yang hampir sama, misalnya rata-rata mereka berfoto memakai sor tali (ulos kepala) sehingga bentuk wajah tidak begitu jelas kelihatan, ulos dililitkan di pinggang sedemikian rupa yang diikat lagi dengan ulos, dan ulos Batak di sandang di bahu. Kadang-kadang mereka juga memakai rompi ulos atau model jas yang terbuat dari bahan ulos 230. Rekaman kaset di Medan yang cukup menarik adalah kaset Bonar Gultom 231 bersama 12 vokal group. Ke dua belas belas group tersebut antara lain; vokal group Solu Bolon, Parisma 71, Singing Sargeant, Fernando z Group, Palambk Pusu-Pusu, Las Riados, Saroha, Dolok Pinapan, Gomsita, Tao Toba, Pamurnas, Pakkona. Ke dua belas vocal ini adalah sebagai bukti tahun 1970-an di Medan gaya bernyanyi berkelompok/vokal group masih sangat mendominasi. Pada dasarnya personil-personil vokal group di atas berpindah-pindah atau berputar-putar dari satu vokal group ke vokal group yang lain yang ada pada masa itu. Lagu yang direkam mereka adalah kebanyakan lagu-lagu populer Batak era Tapanuli modern dan lagu-lagu dari daerah lain di Indonesia. 230 Ibid, 2013. 231 Drs. Bonar Gultom adalah seorang yang banyak mencipta lagu-lagu rohani untuk paduan suara dalam bahasa Batak. Selain itu, beliau juga seorang penyanyi berjenis suara seriosa, terkenal dengan operettenya Arga Do Bona Ni Pinasa yang pernah dipentaskan di GOR Medan sekitar tahun 1970-an. Koleksi penulis Lagu-lagu Batak yang mereka nyanyikan adalah: Lissoi, Yoing Na Hudok Dago Inang Sarge, Sinanggar Tullo, Tumba Goreng, Mariam Tomong dan lain-lain. Lagulagu dari daerah lain Bungong Jeumpa (Aceh), Tading Ma Ham (Simalungun), Sekedar Bertanya (Deli), Terang Bulan (Karo), I Lee Onang (Mandailing), Ba Bendi-Bendi (Minang), Jali-Jali (Jakarta), Mande-Mande (Ambon), Bolebole (Timor) (Drs. Bonar Gultom bersama 12 vokal group membawakan lagu-lagu daerah Indonesia, Produksi Mini Record, tanpa tahun).

Beberapa lagu yang mereka nyanyikan cukup menarik, misalnya lagu Lissoi oleh vokal group Solu Bolon, dinyanyikan dengan gaya paduan suara lakilaki ditambah dengan solo tenor dengan variasi-variasi melodi yang harmonis (contra terhadap melodi pokok) pada bagian-bagian tertentu yang naik maupun turun di atas paduan suaranya. Gaya variasi melodi tersebut mirip dengan gaya melodi-melodi opera-opera Italia pada akhir abad ke 19. Kemudian, dengan gaya bernyanyi yang lepas, sangat cocok untuk jenis lagu minum-minum, hampir keseluruhan lagu dinyanyikan forte sampai fortissimo (f ff ). Lagu Lissoi ini hanya diiringi dengan gitar akustik, dengan tempo 3/4 dalam keseluruhan lagu. Apabila kita bandingkan dengan Lissoi yang dinyanyikan oleh paduan suara Tetap Segar yang telah dibahas sebelumnya sangat berkontras khusunya dalam hal dinamika, pemakaian instrumentasi dan nuansa yang dihasilkan. Dinamika yang digunakan Paduan Suara Tetap Segar lebih bervariasi dari pianissimo sampai ke fortissimo (pp, p, f, ff), dengan metrum yang bervariasi pula. Aransemen paduan suaranya (SATB) cukup menarik dengan karakter vokal yang lebih lembut dan mengalir. Instrumentasi lebih banyak digunankan sesuai dengan kebutuhan sebuah orkes keroncong masa itu. Lissoi versi Paduan Suara Tetap Segar nuansanya lebih diarahkan kepada perluasan sebuah aransemen dengan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dicapai, sedangkan Solu Bolon mempertahankan karakter asli dari lagu tersebut untuk acara minum-minum. Selain lagu Lissoi, lagu lain yang menarik dalam kaset tersebut adalah lagu Yoing Na Hudok, perpaduan improvisasi vokal dengan lagu Sing-Sing So. Diawalai tempo yang agak cepat oleh instrument gitar dan hasapi, beberapa saat

kemudian vocal group Solu Bolon menyanyikan pola melodi yang tetap dengan teks Yoing Na Hodok pada akord tingkat I. Di atas pola melodi Yoing Na Hudok yang konstan tersebut muncul improvisasi solo vokal dengan ucapan yang cepat dan tempo yang cepat dengan teksnya antara lain; O atsising ma da atsising, da naing ma da himbalo da himbalo Padenggan ma parhundulmu da nunga ro ahu manophot ho O doli raja nami da pature ma da padenggan ma parhundulmu, tu dia ma dapottonongku asa huboto manopot ho. Kemudian temponya melambat, muncul pola melodi A Sing-Sing So tiga suara yang di ulang-ulang disertai dengan solo vokal dan seterusnya. Lagu ini hidup dan variatif dari segi tempo dan improvisasi solo vokalnya oleh Sahat Simanjuntak. Kaset-kaset rekaman produksi Jakarta juga sangat berpengaruh, salah satunya adalah kaset-kaset trio Golden Heart sangat terkenal di Medan bahkan sampai ke pelosok tanah Batak. Menurut Hutagalung, sebagai sebuah gambaran ada percakapan yang pernah terjadi pada saat itu, demikian percakapan tersebut; pinjam jo satongkin tape mi!! asa hu putar jo kasethon...(pinjam dulu bentar tape mu!! biar kuputar kasetku). Karena seringnya dipinjam tape recorder tersebut, lama-kelamaan si tetangga juga menjadi tidak senang tape nya terus-menerus dipinjam oleh tetangganya. Kemudian.bah, ai ahu pe porlu bah, pahatop!! (bah..akupun perlu bah, cepatlah!!.).kemudian dijawab oleh yang meminjam.nga habis batere na! (sudah habis baterainya!) dan dijawab si pemilik tuhor bah ganti!! (.beli bah ganti!!) 232. 232 Wawancara dengan Dakka Hutagalung, Tangerang 27 Mei 2013.

Karena kaset trio Golden Heart banyak orang Batak di kampung membeli tape recorder untuk di bawa ke sawah, ladang, marmahan (mengembalakan ternak), akhirnya penjualan tape recorder menjadi booming (ledakan penjualan) saat itu. Sangat banyak lagu trio Golden Heart yang populer diciptakan antara lain; Sinondang Ni Bulan (1972), Huingot Dope (1974), Boasa (1974) 233. Lagu Boasa menceritakan tentang seseorang pria yang menikah dengan boru sileban 234. Sewaktu mengadakan wawancara dengan Hutagalung, penulis merekam lagu ini saat beliau menyanyikannya dengan iringan gitar akustik yang dimainkannya sendiri ke dalam alat perekam sony digital. Berdasarkan pengamatan penulis, secara khusus lagu ini sangat populer di kota Medan tahun 1970-an, cukup sering dinyanyikan orang-orang Batak di pakter tuak secara berkelompok dengan iringan gitar akustik. Lagu lain yang populer dari trio Golden Heart pada era itu adalah Anakkon Hu (1974) yang kemudian lebih dipopulerkan lagi oleh Eddy Silitonga pada tahun 1977, Lupahon Ma (1974) yang kemudian lebih dipopulerkan lagi oleh trio Lasidos, Didia Ho (1971). Rekaman kaset Eddy Silitonga untuk lagu Inang karya cipta Charles Hutagalung juga mengambil hati pendengarnya. Lagu ini mengisahkan tentang seorang anak mengenai orang tua perempuannya yang selalu menangis tentang sitaonon (penderitaan) anaknya. Anak tersebut menghibur orang tuanya agar tidak selalu menangis dan berkata tangiangkon au inang da, pasonang ma roham (doakan aku selalu ibu, senangkanlah hatimu). 233 Wawancara dengan Dakka Hutagalung, Tangerang 27 Mei 2013. 234 leban artinya asing, huta ni na leban=kampung orang lain, boru sileban=perempuan asing di luar suku-bangsa Batak.

Di Medan lagu lagu Inang sangat sering dinyanyikan di pesta-pesta, acaraacara resepsi perkantoran terlebih acara kemalangan di kalangan orang-orang Batak. Salah satu ekses dari lagu tersebut terhadap pribadi seseorang di Medan adalah kepada Olo Panggabean 235. Saat-saat sebuah acara pesta atau kemalangan, apabila ada yang menyanyikan lagu Inang spontan Olo memberikan jalang-jalang (sawer) kepada yang menyanyikannya. Penulis menyelidiki kenapa demikian spontannya beliau memberikan saweran tersebut dengan bertanya kepada orangorang yang mengetahui tentang pribadinya. Ternyata ibunya sangat sayang kepadanya demikian juga sebaliknya. Saat Olo masih susah, ibunya selalu mendoakan agar anaknya mendapat sukses di kemudian hari. Sedemikian besarnya ekses yang ditimbulkan oleh rekaman suara Eddy Silitonga itu, sehingga banyak orang-orang Batak bahkan juga yang bukan orang Batak senang dan terkesan oleh suaranya. Perempuan pada era 1970-an juga mengambil peranan dalam rekaman kaset lagu-lagu Batak, antara lain ialah Mona Sitompul. Rekaman kasetnya banyak mengangkat karya cipta lagu era Tapanuli modern antara lain Dago Inang Sarge, Tarambe Tangan Simangido, Leleng, karya cipta Nahum Situmorang, Ramba Dia, Boasa Ia Dung Botari, O Pio, Borhat Ma Da Inang karya cipta Sidik Sitompul, Baringin Saba Tolang karya cipta Ismail Hutajulu. Rekaman lagu-lagu di atas yang fenomenal adalah Borhat Ma Da Inang. Lagu perpisahan antara 236 235 Olo Panggabean adalah salah satu tokoh pemuda di Medan Sumatera Utara tahun 1970- an. 236 Koleksi penulis Album kaset Mulak Tu Jakarta, Mona Sitompul bersama Dlloyd s, trio The King s, Purnama Record, 1977. Album kaset Putus Singkola Mona Sitompul bersama Eddy Silitonga,Purnama Record. Album Kaset Malala Rohangki bersama Eddy Silitonga, Eddy s Group dan Fauzi, Purnama Record s.

dengan putrinya (mempelai) saat pernikahan berlangsung. Lagu ini diciptakan Sidik Sitompul saat pernikahan putrinya dengan menantu laki-laki Buha Tambunan. Akhirnya di Medan lagu ini sangat sering dinyanyikan di pestapesta adat pernikahan orang-orang Batak pada saat memberangkatkan pengantin perempuan yang akan dibawa oleh pengantin laki-laki. 4.5.2 Radio Rekaman lagu Mangkuling Giring-Giring (lonceng gereja berbunyi) ciptaan Sahala. M yang dinyanyikan oleh Eddy Silitonga sangat terkenal pada tahun 1970-an di Medan. Penulis sering mendengar lagu tersebut diputar di siaran radio antara pukul 15.00-16.00 wib. Teks lagu ini menceritakan tentang seseorang yang ditinggalkan orang tua perempuan (meninggal) pada saat malam tahun baru. Meskipun teksnya sedih dan melodinya mengarah ke karakter andung-andung tetapi berdasarkan seringnya lagu tersebut diputar di siaran radio orang-orang Batak senang meskipun merasa sedih saat mendengarkannya. Secara khusus lagi bagi perantau-perantau orang-orang Batak masa itu yang teringat akan orang tuanya di kampung, atau orang tuanya yang sudah meninggal sebagai sebuah kenangan-kenangan masa lalu (nostalgia). Mungkin juga bagi yang mengalami kejadian serupa, atau baru saja mengalami peristiwa seperti itu, apabila dia suka mendengarnya pasti akan meneteskan air mata, sangat sentimentil. Rekaman lagu-lagu lain yang dinyanyikan oleh Eddy Silitonga dan sering di putar di radio dan cukup berkesan pada masa itu di Medan adalah; Tarhirim Do Au Ito karya cipta Johannes Purba, Parsiulakon karya cipta Jonggi Manullang,

Mulak Tu Jakarta karya cipta Sahala M, Bona Ni Pinasa (n.n), Sursar (n.n), Antar Di dokkon karya cipta Addimar Panjaitan. Diana Nasution dan Rita Nasution yang disebut juga dengan Nasution Sisters juga merekam ke dalam kaset lagu-lagu era Tapanuli modern, antara lain Anju Au (n.n), Beha Pandundung Bulung karya cipta Nahum Situmorang. Lagu mereka yang sering diputar di radio Medan tahun1970-an adalah Emeni Simbolon (padinya Simbolon). Lagu ini memakai perumpamaan antara lain; sude mar soban bulung inang na lambok ma lilung artinya semua yang mencari ranting kayu bakar untuk memasak adalah tutur kata yang manis (ramah, lembut), kemudian dilanjutkan muba au mar soban tolong inang, na lambok ma lilung aku memakai kayu bakar gelagah adalah juga tutur kata yang manis. Kemudian tarsingot sidangolon inang na lambok ma lilung artinya teringat akan penderitaan adalah juga tutur kata yang manis, tu au ma sukkun da inang o among e, artinya kepadakulah bertanya o inang amonge. Akhirnya dikatakan in da datar tangishon, tumagonan ma tinottor hon o amonge artinya semua tentang penderitaan itu tidak tertangisi lagi, lebih baiklah kita menari (manottor). Intinya adalah keseluruhan kehidupan manusia pasti ada penderitaan, tetapi penderitaan itu harus diatasi, jangan terus bersusah, mari kita bergembiraan, mari kita menari (manottor). Di Medan rekaman kaset lagu-lagu Christine Natalia Panjaitan cukup terkenal antara lain; Amang Doli, Modom Ma Damang Ucok, Tumba Goreng, Ketabo-Ketabo, Na Sonang Do Hita Na Dua ciptaan Nahum Situmorang, Sigulempong, O Pio karya cipta Sidik Sitompul. Lagu Christine Panjaitan yang sering diputar di radio di Medan adalah lagu Modom Ma Damang Ucok (tidurlah

anakku) karakter suara yang lembut tersebut menurut penulis dapat menina bobokkan seorang bayi orang Batak yang sedang digendong oleh ibunya, sambil si ibu mengikuti alunan suara dari Christine. Karena kelembutan suaranya, sepertinya bukan seorang Batak yang sedang bernyanyi. Artikulasi dari Christine sangat jelas, sehingga penyampaian teks-teks lagu dapat dengan mudah ditangkap oleh pendengar. Di sinilah ketertarikan produser rekaman terhadap suaranya. Yang paling fenomenal akhir 1970-an di Medan adalah lagu Di Dia Rongkappi (di mana jodohku) ciptaan Dakka Hutagalung yang dinyanyikan oleh Rita Butar-butar. Di Medan lagu ini sangat sering di putar di radio, teksnya mengisahkan tentang seseorang yang sudah lama menantikan rongkap (jodoh). Seorang ibu menginginkan agar anaknya cepat mendapatkan jodoh, anaknya telah bersusah payah mencari jodohnya, tetapi tak kunjung datang juga. Melodinya sangat ekspresif, dengan intensitas melodi yang meningkat khususnya pada bagian refrain lagu disertai dengan urdot ni tortor 237 molo tung sapata ma na soolo, mambahen bogasi gabe tarpodom, sapata nise on ompung, oh mulajadi na bolon, paboa ma tu ahu, di dia rongkappi Menurut Hutagalung;..jiwa musik batak yang bagus?, apa jiwanya? jiwanya sudah jelas adalah urdot, itu esensi Batak, atau nafas Bataknya harus ada dengan demikian orang yang mendengarkannya langsung kontak dengan gerak tortor itu 238. 237 Urdot, mangurdot adalah gerak irama tari (tortor), mengalun sewaktu menari, misalnya anak-anak yang menari (manortor), J. Warneck, Kamus Batak Toba Indonesia terjemahan P Joosten, Medan. Bina Media, 2001: hal 378. 238 Wawancara dengan Dakka Hutagalung, Tangerang 27 Mei 2013.

4.5.3 Perkembangan bentuk kelompok/vocal group di Medan tahun 1970-an. Perkembangan terakhir bentuk kelompok/vokal group di Medan dapat diamati dari beberapa vokal group yang masih eksis pada awal tahun 1970-an antara lain Solu Bolon, Parisma 71, Singing Sargeant, Palambok Pusu-Pusu. Solu Bolon mulai vakum kira-kira tahun 1974, Parisma 71 eksis sampai tahun 1980-an. Palambok Pusu-Pusu masih aktif sampai dengan tahun 1980-an, tetapi juga dengan personil yang silih berganti. Singing Sargeant terbentuk tahun 1972 bubar 1975, mereka adalah binaan dari KODAU I di Medan. Personil mereka terdiri dari Jack Marpaung, Ujung Pardede, Aller Sitompul, Daulat Hutagaol dan Selamat Tarihoran. Mereka sempat diberikan pakaian dinas angkatan udara dengan pangkat Sersan. Akhirnya karena pergantian pimpinan di KODAU I maka kebijksanaan-kebijaksanaanpun berubah, mereka membubarkan diri tahun 1975. Beberapa dari mereka pindah ke Jakarta dibawa oleh Binsar Sitompul seperti Jack Marpaung, Daulat Hutagaol, Bernando Rajagukguk, Selamat Tarihoran. Di Jakarta mereka membentuk group sendirisendiri 239. Di Medan pada tahun 1970-an juga ada Embas group yang terkenal dengan personil Robinson Hutabarat, Sitanggang, Girsang dan Sitompul. Mereka pernah berkunjung ke Taiwan dalam rangka promosi sirup Pyramide Unta dan promosi pariwisata Sumatera Utara, mereka terlibat kontrak dengan Bali Plaza Medan, Hotel Polonia Medan, mereka pandai menyanyikan lagu-lagu Mandarin. 239 Jack Marpaung akhirnya di Jakarta membentuk trio Lasidos yang sangat terkenal, Ujung Pardede di Jakarta membentuk vokal group Tarombo yang juga sangat terkenal di Jakarta dengan personil Dompak Pangaribuan, Ujung Pardede, Jan Sinambela dan Sitompul, Wawancara dengan Boosman Tampubolon, Medan 16 Desember 2013.

Tahun 1975 di Medan muncul vokal group Las Riados 240, vokal group ini adalah salah satu generasi penerus dari ke dua belas vocal group yang disebutkan di atas. Mereka sering tampil di pesta-pesta, acara perkantoran, dan sempat menjalankan kontrak di Hotel Danau Toba Medan. Formasi Las Riados masih berbentuk kelompok, sama seperti pendahulu-pedahulu mereka di Medan pada tahun 1960-an. Instrumen gitar masih tetap sebagai andalan utama sebagai iringan lagu-lagu mereka. Materi lagu mereka sebagian besar lagu-lagu populer Batak antara lain yang menjadi favorit mereka adalah Sing-sing So, Lisoi, Baringin Sabatolang, Rossita, Alusi Ahu. Lagu-lagu Latin juga menjadi andalan mereka seperti La Paloma, Amor, Besame Mucho, Adios Mariquita Linda. Lagu-lagu Barat antara lain Green-green Grass of Home, Delila, Country Road. Lagu-lagu rakyat Indonesia Apuse, Bolelebo, Jali-jali, Tudung Periuk, O Ina Ni Keke, Kambang La Bungo. Untuk satu kali show honor yang mereka dapatkan sekitar Rp 300.000 untuk golongan menengah, untuk golongan menengah ke atas Rp 500.000 241. Pada saat menghibur acara-acara resepsi, kebiasaan mereka mendatangi meja-meja tamu, lagu-lagu permintaan dari tamu juga mereka layani, biasanya setelah mereka memenuhi lagu permintaan, tamu tersebut menyelipkan uang tip di amplop sebagai ucapan terima kasih. Bagi tamu yang simpati terhadap mereka, tamu tersebut menanyakan alamat atau ke siapa mereka dapat dihubungi. Satu kali sebulan Las Riados juga diundang perusahaan Mobil Oil di 240 Personil Las Riados adalah Bosman Tampubolon, Sahat Sianipar, Sophian, Sinaga dan Sihotang. Las Riados terbentuk sekitar tahun 1975.Wawancara dengan Boosman Tampubolon, Medan 16 Desember 2013. 241 Wawancara dengan Boosman Tampubolon, Medan 16 Desember 2013.

Lhoksemaweh untuk menghibur staf dan pegawai-pegawai orang-orang asing, honor yang mereka terima mencapai Rp 1.500.000 paling sedikit dilengkapi dengan pengangkutan antar jemput dan akomodasi. Tetapi apabila keberangkatan mendadak, mereka harus naik pesawat ke Lhoksemaweh yang disediakan pihak Mobil Oil. Pada tahun 1970-an di Medan bayaran tersebut di atas sangat tinggi, kenapa sedemikian tinggi bayaran mereka? Menurut Tampubolon karena masih sangat jarang vokal group yang siap pakai di Medan pada waktu itu, apalagi mereka betul-betul mengandalkan suara tanpa menggunakan pengeras suara 242. Di Lhoksemaweh Las Riados tampil bukan di gedung, tetapi di taman yang dilengkapi dengan kolam renang, mereka berkeliling seputaran taman, setiap meja wajib mereka datangi. Mereka juga bertanya ke meja-meja tamu dari mana asal tamu tersebut, kalau dari Perancis mereka membawa lagu Perancis Lavian A Rose, kalau dari Spanyol mereka membawa La Paloma atau Besame Mucho. Kejadian yang lucu, misalnya tamu dari Perancis tertawa pada saat Las Riados membawakan lagu Perancis karena ucapan atau pronunciation mereka yang salah. Setelah selesai bernyanyi yang menarik adalah para tamu dari Perancis tersebut mengajari mereka ucapan atau pronunciation yang benar dari lagu itu, sampai benar-benar pas ucapannya. Hal lain yang menarik adalah pada saat lagu Lisoi, personil Las Riados yang tidak memegang alat musik wajib memegang gelas yang berisi bir, demikian juga para tamu-tamu diarahkan oleh personil Las Riados untuk mengangkat gelas masing-masing dengan serentak pada saat menyanyikan lagu Lisoi. Dalam kejadian itu, ada tamu yang sangat merasa terhibur memberikan 242 Wawancara dengan Boosman Tampubolon, Medan 16 Desember 2013.

sapu tangannya kepada personil Las Riados sebagai rasa simpati melihat penampkilan mereka. Las Riados tetap menyediakan bunga untuk tamu orang asing, pada saat mereka menyanyikan lagu Bunga Nabottar sambil berkeliling mereka memberikan bunga tersebut kepada tamu. Tamu yang simpati kemudian menawar ulos yang dipakai oleh mereka, dan biasanya ulos tersebut laku terjual. Ada juga tamu asing yang simpati terhadap mereka kemudian mengirimkan kaset untuk dapat dipelajari seperti orang Belanda, Jerman, Perancis 243. Pada saat menyanyikan lagu Sinanggar Tullo, sambil bernyanyi Las Riados dengan spontan mengajari tamu-tamu asing itu manortor atau dancing together, menurut Tampubolon hal ini tidak bisa dilupakan karena merupakan bagian dari tradisi Batak yang harus diketahui oleh para tamu-tamu asing itu Di Hotel Danau Toba Medan Las Riados juga menghibur secara khusus kru pesawat Jerman penerbangan Medan-Frankurt setiap selasa dan kamis malam. Yang menarik adalah tortor tetap dibawakan khususnya pada lagu Sinanggar Tullo, dan ulos juga tetap diberikan (diuloskan) sebagai souvenir kepada semua krue pesawat 245. Perlakuan bagi tamu khusus juga diberikan, misalnya mereka disambut oleh Las Riados dengan nyanyian di tangga pesawat, di ruangan VIP Polonia Medan tamu itu juga dihibur. Setelah itu personil Las Riados harus duluan sampai ke Hotel Danau Toba Medan untuk menyambut kembali tamu khusus tersebut dengan lagu-lagu populer Batak sampai ke pintu kamar hotel. Tamu-tamu khusus 244. 243 Wawancara dengan Boosman Tampubolon, Medan 16 Desember 2013 244 Ibid, 2013. 245 Ibid, 2013.

tersebut antara lain pejabat negara, tamu penting dari luar negeri dan lain-lain. Kehidupan kesenimanan Las Riados juga tidak terlepas dari pakter tuak. Di Medan sehabis mereka show di satu tempat, mereka tidak lupa untuk singgah ke pakter tuak jalan Gajah Mada, atau di jalan Sei wampu untuk minum tuak dan bertemu dengan teman-teman mereka sapartukkoan. Kadang-kadang sebelum mereka show mereka sudah memesan tambul 246. Mereka juga mentraktir temanteman mereka yang lagi minum di pakter tersebut kadang-kadang uang untuk dibawa pulang pun tidak ada, demikian kuatnya rasa solidaritas berkawan mereka. Selain membayar minuman mereka menyumbangkan lagu-lagu di pakter tuak dan disambut gembira oleh yang hadir. Rasa kesetia kawanan juga tergambar dalam vocal group Las Riados, salah satu personil dari Las Riados yaitu marga Sinaga pada waktu itu kuliah Sekolah Tinggi Olah Raga. Mereka menyisihkan Rp 25.000 dari hasil show untuk biayah kuliah dari Sinaga. Setelah Las Riados muncul vokal group El Ritana 247, mereka juga sempat menjalankan kontrak di Hotel Tiara Medan. Di restoran Tip Top Medan mereka juga menghibur, kadang-kadang mereka main bersama dengan ensambel angklung dari pihak restoran. Pada saat yang sama juga hadir vokal group Tobanas 248 dan Basana 249. Vokal group Basana sering didatangi agen secara pribadi untuk kontrak bernyanyi ke Malaysia, Singapore dan Eropa. 246 Tambul adalah sejenis makanan yang dihidangkan untuk menemani minum tuak, biasanya terbuat dari daging babi yang dimasak dengan khas Batak. Tambul juga dapat berupa ikan mas yang diarsik atau sejenis ikan lain yang dipanggang dilengkapi dengan bumbu khas Batak pula. 247 Personil El Ritana adalah Victor Pardede, B Tampubolon, Joel Simorangkir, Marihot Nababan, Anto Tobing dan Tamba, terbentuk tahun 1978. 248 Personil Tobanas adalah Lomo Pardede, Tobing, Feris Sibuea, Sudirman Purba. 249 Personil Basana adalah James Sianturi, Selamat Sitompul, Anto Tobing, Marihot Nababan.

4.5.4 Teks-teks Teks-teks era 1970-an umumnya masih membicarakan tentang keindahan alam, keindahan sebuah kota kecil, persahabatan dan kesetia kawanan, pesan nasehat, perantauan, percintaan. Pemakaian ungkapan umpasa, umpama sudah berkurang, meskipun masih terlihat dalam pemakaiannya, lebih mengarah kepada teks-teks yang lebih bebas. Unsuk komunikatif di dalam teks juga masih terwujud, yang membangun dan mempengaruhi jiwa. Walaupun penggunaan bahasa yang sederhana tetapi makna yang terkandung di dalamnya tidak sederhana dalam arti ada pesan yang baik yang disampaikan kepada orang-orang Batak. Trio Friendship dengan lagu Lupa Do Ho, Lagu ini cukup populer tahun 1970-an di Medan khususnya di kalangan anak kost, apabila sedang berkumpul lagu ini sering dinyanyikan. Teksnya mengkisahkan tentang persahabatan sekelompok pemuda yang pernah terjalin di kampung. Salah seorang dari mereka pergi merantau untuk melanjutkan pendidikannya ke kota, tetapi setelah berhasil di perantauan seseorang tersebut lupa akan teman-temannya dikampung saat-saat mereka berkumpul bersama-sama marmasak sandiri, mangallang gulamo na tinutung (memasak sendiri, memakan ikan asin yang dibakar).umumnya garapan melodi mereka lebih dekat kepada pengembangan melodi-melodi dan motif-motif dengan karakter andung-andung dengan teks yang bersifat sedih. Di bawah ini teks dari lagu tersebut;

Lupa Do Ho A. Nunga sappe songoni bulus roham mangalupahon hamion Ia dukkon sahat ho tu pinarsittami Nanggo tung suratmu pe dilehonhon ho pasombu sihol nami on Tumagon ma na denggan ta pikkiri sae sikkola da B. Ale doli 2x, Ale doli 2x A1 Naung so diingot ho bei dongan na marmasak sandiri i Mangallang gulamo na tinutung-nutungi Dohot di lage-lage podomani naung marribak-ribaki Las i do dipakke hami sahat tu sadarion B. Ale doli 2x, Ale doli 2x A2 Nuaeng gabe sai tarpaima do di ho donganmu na marpadani Ima boruni parsanggul na di dolokki Nanggo tung suratta pe nian tahe las so hea dibalos ho Ia dung dapot ho sarjanami lupa do ho B. Ale doli 2x, Ale doli 2x A3 Alai anggo donganta si sahalakki na sia lumban jambu i I ma anakni parlapo parutangani Nunga be lae marujung ngoluni di bulan naung salpu i Las dohot motor na madabu di si Sera-sera i B. Ale doli 2x, Ale doli 2x Terjemahan dalam bahas Indonesia; A. Sudah sampai sedemikian hatimu melupakan kami Setelah tercapai cita-citamu

B A1 Hanya surat pun tidak dapat kau kirimkan menyembuhkan kerinduan kami Ho doli 2x, ho doli 2x Tidakkah kau ingat kawan yang memasak sendiri Memakan gulamo (ikan asin) yang dibakar-bakar itu Serta tikar tempat tidur yang sudah berkoyakan Yang sekarang masih tetap kami pakai sampai sekarang B. Ho doli 2x, ho doli 2x A2 Saat ini kekasihmu menunggumu tentang janji kalian berdua Dialah boru parsanggul yang di bukit itu Surat kami pun tidak pernah kau balas Setelah engkau mendapatkakan gelar sarjanamu B. Ho doli 2x, ho doli 2x A3 Namun demikian, teman kita yang satu itu, yang dari kampung jambu Ialah anak parlapo (pemilik kedai) tempat kita berhutang dulu Sudah meninggal pada bulan yang lalu Bersama dengan motor (bus) yang jatuh di si Sera-sera B. Ho doli 2x, ho doli 2x Pada era 1970-an sebagian besar kaum muda orang-orang Batak melanjutkan pendidikannya di kota besar seperti Medan dan Jakarta. Dakka Hutagalung pada era ini menciptakan lagu Anakhon Hu. Dalam teks lagu ini dia mengkisahkan tentang bagaimana orang tua Batak di kampung dengan susah payah menyekolahkan anak-anak mereka, memberangkatkannya merantau untuk

melanjutkan pendidikannya demi mencapai hamajouon (kemajuan) dan masa depan yang lebih baik. Di bawah ini teks dari lagu tersebut; A. Anakhon hu o ho ho hasian Burju burju ma ho sikkola So tung marisuang gogokki Anakhon Hu B. Dang na mora au amang Manang parhauma na bidang So tung laos marisuang Sasudena halojaonki AI Bereng da inangmi Naung bungkuk nak so matua Holan pasari-sari ho amang C. O..martaon ombun, didadang ari Di tinggang udan, do hami da amang Di baliani,holan asa boi pasikkolahon ho A2 Anakhon Hu o ho ho hasian Burju burju ma ho sikkola So tung marisuang gogoki Terjemahan dalam bahasa Indonesia; Anakku A. Anakku sayangku Sungguh-sungguhlah kau sekolah Agar tidak sia-sia jerih payahku

B. Bukan yang kaya aku amang Atau pemilik sawah yang luas Agar tidak terus sia-sia Semua kekelahanku A1 Lihat ibumu Sudah bungkuk belum tua Hanya selalu memikirkanmu amang C. O menahan embun, disinari matahari Diguyur hujan, kami ya amang Di sawah, hanya supaya dapat menyekolahkanmu A2 Anakku sayangku Sungguh-sungguhlah kau sekolah Agar tidak sia-sia jerih payahku Para orang tua bersedia mengorbankan apa saja yang ada padanya untuk menyekolahkan anak-anaknya, kendati orang tua harus menitikkan air mata memberangkatkan anak-anaknya melanjutkan pendidikannya ke luar daerah, hal ini memberi semangat kepada anak-anaknya. Karena menurut pandangan mereka seseorang dapat menambah sahala-nya (karisma, hikmat, kesaktian, wibawa, kebesaran otoritas) melalui pendidikan. Pengaruh kemajuan sudah mengena kepada berbagai aspek kehidupan masyarakat Batak.

4.6 Konteks Keartistikan Pencipta/Penyanyi Periode 1970-1980 4.6.1 daya cipta Pada tahun1970-an, pengaruh gereja terhadap daya cipta seseorang masih terasa. Misalnya pengakuan Dakka Hutagalung, data-data andung tradisional ia tidak punya di memorinya. Sehingga tidak banyak lagu-lagunya berbau andungandung. Pengalaman banyak dari gereja, termasuk bentuk-bentuk komposisi termemori di kepala, masuk ke kepala, pada saatnya memori-memori itu akan keluar, data-data itu akan keluar 250. Teknik komposisi canon, disebut juga oleh Hutagalung dengan marsilelean (kejar-kejaran). Hal ini dapat kita amati di dalam lagu Di Dia Rokkappi bagian B (refrainnya) versi asli trio Golden Heart. Selain teknik canon tersebut, urdot ni tortor juga terasa dalam lagu ini dan lagu Dang Turpukta Hamoraon, khususnya pada bagian B (refrain) dari ke dua lagu ini Di samping itu Dakka Hutagalung juga terpengaruh secara tidak langsung oleh Sidik Sitompul dari sisi estetika. Menurut beliau ciptaan-ciptaan Sidik Sitompul sifatnya melodius. Tetapi Dakka tidak pernah ketemu dengan Sidik Sitompul, justru dengan Nahum sering bertemu di Medan pada tahun 1960-an. Di samping sifat lagu-lagu Sidik yang melodius juga melodinya bersifat gerejani Dalam proses mencipta alat bantu yang digunakannya adalah pinsil dan kertas, setelah penyempurnaan dia baru membutuhkan alat bantu lain misalnya instrumen gitar. Menurut Dakka, melodi itu terangkai sendiri di benaknya, 250 Wawancara dengan Dakka Hutagalung, Tangerang 27 Mei 2013. 251 Ibid, 2013 252 Ibid, 2013 251. 252.

dan dia mengetahui kira-kira melodinya cocok atau tidak, melodinya nabrak atau tidak. Menurut beliau talenta yang dijadikan hobby akan jadi, tetapi hobby tanpa talenta tidak akan jadi. Talenta tanpa menjadikannya hobby juga tidak jadi. Akhirnya timbul suatu kontiunitas untuk produktifitas di dalam diri sendiri dan kecermatan akhirnya dibutuhkan. Kecermatan untuk tidak menabrak teks orang lain. Makna dan intisari dari lagu itu jangan sampai meniru, dan akhirnya ada satu karakter yang terbentuk sendiri dalam ciptaannya. Dalam konteks lagu populer Batak, beliau mengatakan: lagu-lagunya mudah diingat, mudah ditiru dan enteng sifatnya menghibur.jadi kalau orang merasa terhibur kan mau dong...syairnya dan melodinya mudah diingat..sehingga mudah dihafalkan cara menyanyikannya? jelas Golden Heart adalah pop,...jadi cara menyanyinya mudah ditiru, coba kalau kami menyanyi dengan gaya jazz..sulit orang meniru.yang ada hanya kagum doang. 4.6.2 olah vokal Kebanyakan penyanyi-penyanyi Batak di Medan mengandalkan bakat atau talenta. Tetapi mereka juga tetap melati vokal pada lagu-lagu tertentu, misalnya vokal group Las Riados latihan vokal dua kali dalam satu minggu. Mereka langsung melatih vokal terhadap lagu yang dipelajari. Mereka juga bereksperimen misalnya, masing-masing penyanyi tidak monoton melatih pada suara yang sama, tetapi berpindah ke suara yang lain pada lagu yang berbeda. Misalnya dalam membawakan sebuah lagu si A yang biasa tenor 1 di tukar ke tenor 2 atau si B dari tenor 2 ditukar ke bas 1. Hal ini disebabkan misalnya si A tidak harus selalu

di tenor 1, karena pada lagu yang lain bisa saja si A tidak cocok pada tenor 1, ia harus pindah ke tenor 2 agar terjadi harmonisasi yang baik dan kekuatan suara yang berimbang satu dengan yang lainya. Hal inilah yang menjadi bakat paling kuat dari kemampuan vokal mereka 253. Disamping itu kalau dari satu group keluar mengundurkan diri, mereka harus mencari pengganti yang minimal sama materi vokalnya dan harus bisa berpindah-pindah suara, diusahakan pengganti tersebut tidak terlalu banyak lagi diajari, serta penguasaan atau perbendaharaan lagu yang banyak. Setiap personil diwajibkan bisa bernyanyi meskipun dia memainkan instrument gitar. Tetapi melatih vokal secara khusus misalnya memanggil guru vokal tidak pernah dilakukan mereka karena pada dasarnya bakat bernyanyi mereka sangat besar. Hal yang sama juga berlaku pada vokal group yang lain di Medan pada masa itu. Improvisasi juga dijalankan misalnya pada saat refrain, diberikan kesempatan kepada salah satu personil untuk menyanyikannya secara bebas tetapi terbatas Olah vokal yang lain yang menarik adalah Trio Lasidos mereka memadukan suara dengan pembagian suara bas 1, tenor 2 dan tenor 1, dengan umumnya berjalan secara paralel seperti yang sudah dipraktekkan trio The King dan trio Golden Hert. Bas 1 disuarakan oleh Bunthora Situmorang, tenor 2 disuarakan oleh Hilman Padang dan tenor 1 disuarakan oleh Jack Marpaung, tetapi yang khas dari trio Lasidos adalah suara falsetto dari Jack Marpaung itu. Contoh lagunya yang dapat didengarkan adalah Tarunduk Au (ciptaan n.n) dengan nada dasar B mayor. Suara satu (melodi pokok) atau tenor dua disuarakan 253 Wawancara dengan Boosman Tampubolon, Medan 16 Desember 2013. 254 Ibid, 2013 254.

oleh Hilman Padang, tenor satu dengan memproduksi suara falsetto, berjalan sejajar di atas suara tenor 2 disuarakan oleh Jack Marpaung. Sedangkan bas satu yang berjalan sejajar juga di bawah tenor 2 disuarakan oleh Bunthora Situmorang. Setelah intro, bagian A lagu vokal awalnya masuk unisono, kemudian pecah menjadi tiga suara secara paralel. Dalam awal bagian B (refrain), suara pokok (tenor dua) oleh Hilmam Padang berjalan unisono, kemudian disambut kembali dengan tiga suara secara bersama-sama, unison lagi, kemudian tiga suara lagi. Yang khas dari trio ini adalah suara falsetto dari Jack Marpaung yang menyanyikan suara-suara tinggi di atas tenor dua itu, pada masa sebelumnya masih jarang, secara konsisten belum ada yang mempraktekkannya secara permanen. Demikian juga dengan keseragaman vibra mereka satu dengan yang lainnya cukup kompak. Vibra tersebut dilatih untuk suatu keseragaman dan sekaligus mencirikan karakter bernyanyi mereka. Akhirnya karakter seperti ini banyak ditiru oleh trio-trio Batak yang muncul setelah mereka. Dalam lagu-lagu yang lain, posisi Jack Marpaung kadang-kadang berada pada suara pokok (melodi utama), kemudian dia pindah pada kembali suara tenor 1(falsetto) itu. Demikian juga dengan Bunthora Situmorang, kadang-kadang berada pada posisi suara pokok, kemudian kembali lagi ke suara bas 1. Hal ini tergantung dari nada dasar lagunya dan tinggi rendah dari melodi-melodi lagunya, Misalnya dalam lagu Sai Tu Dia Ho Marpira (ciptaan Nahum Situmorang), dalam bagian B (refrainnya) Bhuntora Situmorang menyuarakan melodi pokoknya. Pada dasarnya suara mereka bertiga mempunyai power yang baik, meskipun suara

mereka memiliki karakter masing-masing, tetapi mereka berhasil memadukannya menjadi satu kesatuan karakter dengan vibra yang dilatih denga seragam. Khusus untuk Jack Marpaung, selain suara falsettonya dengan power yang baik, karakter vokal rock juga merupakan satu ciri khas dari suaranya. Ada suatu anggapan yang salah oleh para awam yang mengatakan karakter seperti ini disebut dengan pembagian suara 1, 3, 5, yang mereka maksud istilah 5 hal itu adalah suara falsetto Jack Marpaung. Dalam pengalaman-pengalaman penulis di lapangan, istilah 5 itu menjadi satu istilah yang menjadi baku di kalangan awam. Misalnya di suatu acara nyanyi-nyanyi di beberapa tempat di kota Medan, sewaktu akan memulai sebuah lagu terdengar percakapan ise do annon na manarik 5 nai? (siapa nanti yang menarik /menyanyikan 5 nya itu). Setelah diputuskan si anu yang menarik/suara 5 maka lagupun dimulai. Dalam situasi tertentu ada kesalahan dalam menyanyikan suara 5 tersebut, maka setelah lagu selesai dinyanyikan dengan spontan pasti ada komentar tentang kesalahan tersebut, demikian dikatakan ah dang pas nangkin 5 nai bah!! dang dibahen ho attong songon 5 ni si Jack Marpaung.!! (ha tidak pas tadi 5 nya itu!! gak kau buat pula seperti 5 nya si Jack Marpaung.!!). Tetapi apabila suara 5 itu bagus mereka akan berkomentar juga,.mantap bah 5 nai!! pas hira si Jack Marpaung ate!! Yang dimaksud penulis dari percakapan di atas adalah sedemikian fenomenal atau sangat terpengaruhnya orang-orang Batak dengan karakter bernyanyi trio Lasidos tersebut.

BAB V TRANSKRIPSI DAN ANALISA LAGU POPULER BATAK 5.1 Transkripsi Sebelum melakukan kerja analisis, langkah pertama yang dikerjakan ialah mengubah bunyi musik ke dalam lambang visual melalui sebuah proses kerja yang disebut transkripsi. Nettl mengatakan bahwa transkripsi adalah proses menotasikan bunyi, mengalihkan bunyi menjadi symbol visual, atau kegiatan memvisualisasikan bunyi musik ke dalam bentuk notasi dengan cara menuliskannya ke atas kertas. Phylis dalam Pasaribu (2000) mengatakan pentingnya suatu pentranskripsian terhadap musik untuk memvisualisasikan apa yang kita dengar, untuk memampukan kita mempelajari musik secara komparatif dan detail, serta membantu kita mengkomunikasikannya kepada pihak lain tentang apa yang kita pikirkan dari apa yang kita dengar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Seeger (1958), dalam melakukan transkripsi terdapat dua jenis notasi musik berdasarkan tujuan dan penggunaannya. Kedua notasi itu ialah notasi preskriptif dan notasi deskriptif. Transkripsi preskriptif ialah pencatatan bunyi musikal ke dalam lambang notasi dengan hanya menuliskan nada-nada pokoknya saja. Notasi seperti ini umumnya dipakai hanyalah sebagai petunjuk bagi para pemusik atau sebagai alat pembantu untuk si penyaji supaya ia dapat mengingat (apa yang telah dipelajari secara lisan). Sedangkan traskripsi deskriptif ialah menuliskan bunyi musikal ke dalam

lambang notasi (konvensional Barat) secara detail menurut apa yang dapat ditangkap oleh indera pendengaran si transkriptor dengan maksud untuk menyampaikan ciri-ciri dan detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca. Penulis menggunakan metode traskripsi deskriptif memakai simbol notasi konvensional Barat (notasi balok) serta membubuhkan simbol-simbol tambahan untuk memberikan kejelasan akan transkripsi dan analisis dari nyanyian yang ditranskripsikan. Sistem notasi konvensional Barat (notasi balok) tersebut digunankan dengan pertimbangan bahwa (1) pada budaya tradisi musik Batak tidak ditemukan system penulisan musik, (2) pada dasarnya lagu-lagu musik populer Batak yang akan dianalisa di bawah ini struktur musiknya sangat dipengaruhi oleh musik Barat, oleh karena itu sangatlah relevan sekali dalam menggunakan notasi balok, (3) notasi ini sudah dikenal secara umum terutama dikalangan akademisi, (4) sangat membantu dalam melihat srtuktur musik melalui tinggi-rendahnya nada pada setiap lintasan melodi, atau dalam membedakan durasi sebuah not dengan not lainnya, serta tanda-tanda musik lainya yang secara umum lebih mudah dipahami oleh pembaca, dan tentu saja hal ini akan lebih memudahkan dalam melakukan kerja analisis. Untuk kebutuhan dari tesis ini penulis telah menstrankripsikan sebanyak 5 lagu populer Batak antara lain O Tao Na Tio ciptaan NN yang dinyanyikan oleh vokal group Impola pimpinan Gordon Tobing, kemudian Boasa Ma Gabe Hohom ciptaan Ismail Hutajulu yang dinyanyikan oleh Joy Tobing. Lagu yang ke tiga adalah Sirang Marale-Ale ciptaan Gongga Sitompul yang dinyanyikan oleh trio

The King, lagu ke empat Kota Siantar Na Uli ciptaan Nahum Situmorang dengan judul asli Tung Matsai Borat yang dinyanyikan oleh trio Golden Heart. Lagu yang ke lima Mitu ciptaan Firman Marpaung yang dinyanyikan oleh Eddy Silitonga. Lagu yang ke enam Boasa ciptaan Dakka Hutagalung yang dinyanyikan oleh penciptanya, direkam penulis saat mewawancarai beliau. Adapun kegunaan yang lain dari transkripsi dan analisis ini adalah untuk mengetahui gaya yang dipakai masing-masing dari ke lima lagu yang dianalis. Sebagai contoh dalam lagu O Tao Na Tio, penulis ingin membuktikan bahwa gaya solo-chorus yang digunakan, karena Gordon Tobing di dalam menyanyikan lagulagu populer Batak pada zamannya sangat menyenangi gaya koor/solo-chorus. Demikian juga dalam lagu Sirang Marale-ale dan Kota Siantar Nauli penulis penulis ingin membuktikan bahwa aransemen 3 suara paralel tertutup sangat diminati pada zamannya trio The King s dan trio Golden Heart bahkan sampai dengan saat ini gaya trio itu masih diminati oleh trio-trio Batak. Contoh lain, lagu Mitu yang dinyanyikan solo oleh Eddy Silitonga, diiringi oleh group band dengan domonasi instrumen-intrumen elektrik. Ternyata bernyanyi solo semakin diminati pada masa 1970-an. Tempo lagunya cepat dengan irama funky. Penulis ingin membuktikan bahwa irama funky yang belum ada pada zamannya Nahum Situmorang ternyata cukup menarik apabila digabung dengan lagu Batak.

5.2 Analisis Lagu O Tao Na Tio Di bawah ini hasil transkripsi lagu O Tao Na Tio yang akan digunakan oleh penulis sebagai bahan analisa struktur musik.

Analisis adalah suatu pekerjaan lanjutan setelah selesai melakukan transkripsi komposisi musik. Melalui proses analisis tersebut akan diperoleh gambaran tentang gaya atau prinsip-prinsip dasar struktur musikal yang tersembunyi di balik komposisi musik itu. 5.2.1 Analisis tangga nada Sebagaimana dikemukakan oleh Nettl bahwa cara-cara untuk mendeskripsikan tangga nada adalah dengan menuliskan semua nada yang dipakai dalam membangun sebuah komposisi musik tanpa melihat fungsi masing-masing nada tersebut dalam lagu. Selanjutnya tangga nada tersebut digolongkan menurut beberapa klasifikasi, menurut jumlah nada yang dipakai. Tangga nada ditonic (dua nada), tangga nada tritonic (tiga nada), tangga nada tetratonic (empat nada), tangga nada pentatonic (lima nada), tangga nada hexatonic (enam nada) dan tangga nada heptatonic (tujuh nada). Dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja. Mengacu dari uraian di atas jumlah nada yang dipakai untuk membangun komposisi lagu O Tao Na Tio adalah tujuh (7) nada, dengan demikian tangga nada yang digunakan adalah dalam lagu ini heptatonic. 5.2.2 Analisis nada dasar Untuk melihat nada dasar lagu O Tao Na Tio, berikut akan diuraikan terlebih dahulu kuantitas pemakaian nada lagu yang ditranskripsikan. Ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 1 Kuantitas nada lagu O Tao Na Tio Nada- nada yang dipakai A B Cis D E Fis Gis Dis Jumlah 150 162 175 90 160 103 47 6 Mengacu pada ketujuh metode Nettl serta memperhatikan tabel kuantitas pemakaian nada serta hasil tanskripsi lagu O Tao Na Tio, maka nada dasarnya adalah sebagai berikut. 1. Nada yang paling sering dipakai ialah nada Cis, B, E, A 2. Nada yang harga ritmisnya paling besar, yaitu nada A, E 3. Nada akhir, tengah, atau awal komposisi, yaitu nada A, Cis, E 4. Nada yang paling rendah atau pas di tengah, yaitu nada Cis, A 5. Nada yang berada pada posisi oktaf, yaitu nada E 6. Nada dengan tekanan ritmis paling kuat, yaitu nada A, Cis, E 7. Nada A sebagai nada dasar, dengan alasan bahwa saat introduksi dimulai, rasa tonalitas nada dasar A sangat terasa. Demikian juga pada bagian A lagu (birama 13, 14 dan 15), nada A dinyanyikan oleh suara bas dan sopran pada ketukan kuat, meskipun solo bagian A berakhir pada nada E (birama 19) rasa tonalitas A mayor sangat terasa oleh tekanan kuat pada nada A nampak dalam suara bas dan sopran. Pada bagian A solonya dipertegas dengan berakhir pada nada A (birama 27). Bagian awal B (birama 29) terasa pindah ke akord ke E mayor dan kemudian kembali ke A (birama 32), dimana E mayor sebagai dominan dari A. Akhir bagian B

kembali terasa berada pada wilayah E mayor setelah dihantarkan melalui nada Dis (birama 34 ketukan terakhir dan birama 35), yang mana nada Dis adalah nada ke tujuh (7) dari tangga nada E mayor. Awal Bagian A (birama) 36-37) kembali terasa pada nada dasar A, bagian B juga sama seperti bagian B sebelumnya. Awal bagian A terakhir (birama 52-53), nada dasar A terasa di sana, dan solonya berakhir pada nada A (birama 58-60). Meskipun nada Cis, B, E paling sering dipakai dibandingkan nada A sebagai nada dasar, nada-nada tersebut sangat berhubungan erat dengan nada A. Nada Cis merupakan nada ters mayor dari nada A yang merupakan nada akord dari A mayor, demikian juga nada E adalah nada kwint dari nada A yang juga merupakan nada akord dari A mayor. Selanjutnya, hasil metode ke tujuh inilah yang dipakai oleh penulis sebagai patokan untuk melakukan analisis selanjutnya. Tabel 2 Nada dasar lagu O Tao Na Tio Metode 1 2 3 4 5 6 7 Nada dasar Cis,B, E,A A, E A, Cis, E Cis, A E, A A, Cis, E A

5.2.3 Analisis wilayah nada (rangel ambitus) Wilayah nada diperoleh dengan memperhatikan rentang jarak (range) antara nada terendah dengan nada tertinggi dalam satu komposisi lagu. Diukur dengan menggunakan satuan cent, laras atau interval. Berdasarkan teori Ellis dikatakan bahwa ½ laras sama dengan 100 cent. Berdasarkan perhitungan tersebut maka wilayah nada lagu O Tao Na Tio adalah sebagai berikut. Tabel 3 Wilayah nada lagu O Tao Na Tio Nada paling rendah dan paling tinggi cent Laras 5.2.4 Analisis bentuk lagu o tao na tio Bagian-bagian yang utama dari struktur musikal biasanya diacu oleh hurufhuruf (A, B, C dan seterusnya). Dua prinsip yang dipakai untuk membagi sebuah komposisi tunggal ke dalam bagian-bagian yang utama adalah kerangka dua bagian (binary) dan kerangka tiga bagian (ternary). Bentuk dua bagian, pertama terdiri dari dua bagian yang pada dasarnya memiliki materi yang sama, bagian ke dua entah merupakan suatu perulangan murni ataupun perulangan yang dimodifikasi dari bagian yang pertama. Bentuk demikian ditunjukkan dengan formula A-A atau A-A (tanda menunjukkan

modifikasi dari tema yang sama. Kedua, bentuk tersebut dapat terdiri dari materi tematis yang sama sekali berbeda, dan dalam hal ini strukturnya ditunjukkan dengan formula A-B. Bentuk tiga bagian yang terdiri dari tiga bagian utama, yang bagian tengahnya berupa sebuah tema yang berkontras: A B A atau A B A. Sebuah srtuktur tiga bagian dalam skala yang lebih luas yang sudah umum dikenal adalah gerakan minuet dari sebuah sonata, sebuah kuartet gesek atau sebuah simfoni. Minuet ditandai dengan uruf A; bagian tengah yang disebut trio ditandai dengan huruf B, dan gerakan kembali ke minuet sekali lagi ditandai dengan A. Apabila bagian pertama dari sebuah bentuk tiga bagian yang sederhana diulang (A A B A), srtuktur demikian dikenal sebagai bentuk nyanyian atau song form (karena banyak nyanyian rakyat/folk song memiliki struktur ini) atau juga dikenal dengan nama biner-berlingkar (rounded binary). Perulangan bagianbagian yang lebih jauh dalam struktur yang pada dasarnya terner akan menghasilkan skema-skema seperti A-A-B-A-B-A. Setelah menganalisa bentuk dari lagu O Tao Na Tio bentuknya adalah A-A -B-A -B -A Suatu kejelasan dalam bentuk lagu tersebut dapat diamati dalam partitur di bawah ini.

introduksi Sebelum masuk ke bagian A, lagu ini diawali oleh sebuah introduksi oleh iringan tunggal gitar akustik sepanjang 4 birama dan kemudian vokal paduan suara masuk pada birama ke 5 sampai ke birama ke 12. Introduksi dalam lagu O Tao Na Tio berfungsi sebagai prolog atau prawacana (kata pengantar) untuk memasuki bagian yang utama komposisi ini. Frase-frase melodi vokal paduan suara (birama 5-12) di atas akan berfungsi juga sebagai backing vocal untuk mengiringi solo vokalnya pada bagian-bagian utama setelah introduksi ini.

Bagian A Pada ketukan terakhir birama ke 12 solo vokal mengawali bagian A ini sampai dengan birama 20 ketukan pertama, frase-frase paduan suara muncul kembali sebagai backing vocalnya.

Bagian A Bagian A diawali dari birama 20 ketukan ke terakhir sampai dengan birama 28 ketukan pertama. Bagian ini dari segi melodinya tidak jauh berbeda dari bagian A. Perbedaan melodinya terletak pada birama 14 ketukan pertama dimana nada E yang ditahan sebelumnya berakhir pada ketukan pertama not 1/8 (ketukan jatuh), sedangkan pada birama 22 ketukan pertama nada E ditahan selama satu ketuk. Perbedaan yang lain pada melodinya yaitu pada birama 19 berakhir pada nada E bawah (nada akord tonika tingkat lima dari A) sedangkan pada birama 27 berakhir pada nada A (nada akord pertama tonika). Selain itu perbedaan yang lain terletak pada penggunaan teksnya yang akan dianalisa pada bagian selanjutnya.

Bagian B Bagian B diawali dari ketukan terakhir birama 24 sampai dengan birama 36. Bagian A

Bagian A di atas diawali dari birama 36 ketukan terakhir sampai dengan birama 44 ketukan pertama. Melodi A tidak jauh berbeda dari bagian A yang lainya, hanya ada hiasan melodi pada awal dari bagian ini dan nada E yang ditahan pada birama 37 berakhir pada birama 38 ketukan pertama not 1/8 (ketukan jatuh). Bagian B Bagian B diawali dari ketukan terakhir birama 44. Teks yang sama juga dengan bagian B, perbedaan melodi hampir tidak ada.

Bagian A

Bagian A diawali dari birama 52 ketukan terakhir dan berakhir pada birama 63 dan lagu ini ditutup dengan vokal paduan suara dengan frase-frase melodi yang digunakan sebelumnya. 5.2.5 Analisi pola-pola kadensa Sebagaimana kalimat bahasa yang diberi tanda baca berupa koma dan titik, frase-frase dalam melodi dipungtuasi (dijelaskan) oleh kadens-kadens. Sebuah kadens adalah satu kerangka atau formula yang terdiri dari elemen-elemen harmonis, ritmis dan melodis yang menghasilkan efek kelengkapan yang bersifat sementara (kadens tak sempurna) dan yang permanen (kadens sempurna). Sebuah kadens yang berakhir pada akord tonis adalah sebuaha kadens lengkap. Sebuah kadens berakhir pada akord yang lain (dominan, sub dominan) adalah sebuah kadens tak lengkap atau kadens setengah. Sebuah frase yang berakhir dengan sebuah kadens setengah disebut frase anteseden. Ia diikuti oleh sebuah frase, yang disebut frase konsekuaen, yang berakhir dengan sebuah kadens lengkap. Metode penetapan kadens ini, selain didasarkan pada perjalanan melodinya, juga sangat terkait pada aspek kesatuan teks (syair) lagu, artinya baik secara melodis maupun tekstual antara kalimat lagu (syair) dan kalimat musik (frase melodi) memiliki sifat yang sama, sebagai anteseden (titik koma, tanda tanya) atau konsekuen (tanda titik atau jawaban).

Tabel 4 Bentuk kadens anteseden lagu O Tao Na Tio Frase Anteseden terdapat pada birama 7 ketukan terakhir ke birama 8, pada birama 23-24, 55-56 terdapat pada birama 15 ketukan terakhir ke birama 16 model kadens seperti ini terdapat pada birama 9-10,atau yang bermiripan pada birama 17-18, 25-26, 39-40, 41-42, 57-58 kadens ini terdapat pada birama 35 ke birama 36 dan birama 51-52 Tabel 5 Bentuk kadens konsekwen lagu O Tao Na Tio Frase konsekuen kadens seperti ini terdapat pada birama 10-11, 18-19, 26-27, 42-43, 58-59 kadens ini terdapat pada birama 31, ketukan terakhir ke birama 32

5.2.6 Analisa formula melodi Terdapat beberapa istilah yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi garapan formula melodi sebuah komposisi musik. Repetitif dapat digunakan untuk menggambarkan bentuk lagu yang memakai formula melodi yang relatif pendek dan selalu diulang-ulang. Istilah lainya ialah iteratif yaitu lagu dengan formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan dalam keseluruhan lagu. Apabila dalam lagu terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi, bentuk ini disebut reverting. Jika salah satu dari bentuk tersebut diulang dengan formalitas yang sama tetapi dengan teks nyanyian yang cenderung baru disebut strofic, kalau bentuknya selalu berubah dengan menggunakan materi teks yang selalu baru, ini disebut progresif. Analisa formula melodi dari lagu O Tao NaTio difokuskan penulis pada solo vokalnya yang juga merupakan melodi pokok dari lagu ini. Dengan demikian mengacu pada teori Malm, dapat disimpulkan sebagai berikut. Melodi-melodi lagu O Tao Na Tio dibangun melalui 9 frase-frase melodi. Ke-9 frase-frase melodi tersebut dibagi menjadi 2 periode yaitu A dan B, periode A terdiri dari 5 frase melodi dan periode B terdiri dari 4 frase melodi. Kemudian, apabila kita memperhatikan kepada bentuk lagu yang sudah dianalisa terlebih dahulu diatas yaitu A-A -B-A -B -A bentuk lagu ini dibangun berdasarkan ke- 9 frase yang dibagi ke dalam 2 periode tersebut. Alasan penulis memasukkan ke-9 frase melodi tersebut ke dalam 2 periode adalah sesuai dengan yang dikatakan Miller tentang struktur periode, yaitu jika dua atau lebih frase digabung dalam sebuah wujud yang bersambung sehingga

bersama-sama membentuk sebuah unit seksional, struktur demikian disebut periode. Penulis menyebutkannya dengan istilah frase dengan pertimbangan setiap frase melodi sangat terkait dengan teks yang digunakan, dengan kata lain secara secara melodis maupun secara tekstual antara kalimat lagu (teks) dan kalimat musik (frase melodi) memiliki sifat yang sama sebagai sebuah pertanyaan dan jawaban. Adapun ke-9 frase melodi tersebut dapat diamati di bawah ini. Periode A Periode A terdiri dari 5 frase melodi, frase ke-1 diawali dari birama 12 ketukan terakhir sampai dengan birama 15 ketukan pertama. Frase ke-2 dari birama 15 ketukan ke dua samapai dengan birama 16 ketukan pertama, frase ke-3 dari birama 16 ketukan ke dua sampai birama 17 ketukan ke pertama, frase ke 4 dari birama 17 ketukan ke dua sampai birama 18 ketukan pertama dan frase ke 5 dari birama 18 ketukan ke dua sampai birama 20 ketukan pertama.

Frase ke-1 nada diawali nada E yang melompat ke oktafnya yang ditahan lebih dari 4 ketuk kemudian turun secara melangkah ke nada Cis dan kembali naik secara melangkah ke nada D dan turun melangkah ke nada E. Frase ke-2 dari nada Fis turun melangkah ke nada B dengan suspensi, kemudian naik melangkah ke nada E. Frase ke-3 dari nada B naik melangkah ke nada D dan melompat ke bawah ke nada B dan istirahat selama 1/8 ketuk yang kemudian dari nada Cis naik ke D dan kembali ke nada Cis. Frase ke-4 dari nada B naik melangkah ke nada D kemudian melangkah kembali ke bawah ke nada B dengan suspensi turun melangkah ke nada Gis dan melompat ke nada B. Frase ke-5 dari nada Fis melangkah ke atas ke nada Cis dengan suspensi kemudian melompat ke bawah ke nada A dan Fis dan akhir frase ke lima diresolusikan ke nada E. Periode B Periode B terdiri dari 4 frase melodi, frase ke-6 dari birama 28 ketukan terakhir sampai birama 30, frase ke-7 dari birama 30 ketukan terakhir sampai ke birama

32. Frase ke -8 dari birama 32 ketukan terakhir sampai birama ke-34 dan frase ke- 9 dari birama 34 ketukan terakhir sampai birama 36. Frase ke-6 diawali dari birama 28 ketukan terakhir dengan nada A melangkah naik ke nada Cis, turun melangkah ke nada B dengan suspensi. Kemudian turun melangkah ke nada A, naik ke nada B serta melompat ke nada E dengan suspensi. Frase ke-7, setelah suspensi lompat ke bawah ke nada Cis dan melangkah ke bawah ke nada B ditahan sepanjang 2 ketuk, naik melangkah ke nada Cis kemudian turun melangkah ke nada B dengan suspensi diikuti dengan lompatan dua kali ke bawah ke nada A dan Fis dan lompat lagi ke nada A. Frase ke -8 dari nada A melangkah ke nada B dan ditahan sepanjang 2 ketuk menuju ke nada Cis dan turun kembali ke nada B. Setelah istirahat 1/8 ketuk dari nada A melangkah naik ke nada Cis dan melompat naik ke nada E dengan suspensi. Frase ke-9, dari nada Cis melangkah ke bawah ke nada B kemudian melangkah naik ke nada D. Kemudian turun melangkah ke nada B dan kembali lagi melangkah naik ke nada D untuk mengakhiri frase ini. Ke 2 periode yang di dalamnya terdiri dari 9 frase melodi itu yang membangun bentuk lagu (A-A -B-A -B -A ) O Tao Na Tio. Apabila lebih diamati lagi, frase-frase pada periode A itu dibangun dari bentuk frase ke-1 yang sama dari segi motif, tiruan motif, pengulangan motif untuk frase 2,3,4 dan 5 (kecuali awal frase ke-1 nada E yang melompat ke oktafnya). Hal yang menarik pada periode A adalah setelah melompat dari nada E bawah ke oktafnya, frasefrase tersebut secara perlahan-lahan dibangun secara menurun ke bawah kembali

menuju ke nada E bawah. Dalam hal ini, diawali dari sebuah klimaks (frase ke-1, lompatan nada E ke oktafnya) menuju kepada anti klimaks (frase ke-5). Demikian juga pada periode B frase-frase melodi tersebut dibangun dari frase ke-6, juga sama dari segi motif, tiruan motif, maupun pengulangan motif untuk frase 7,8 dan 9. Tetapi terjadi kebalikan dari periode A, periode B diawali dari anti klimaks (frase 6) menuju kepada sebuah klimaks pada frase 9 (nada D). Hanya saja klimaks tersebut diakhiri pada nada D, ada sesuatu yang ditahan oleh Gordon Tobing dalam klimaks tersebut. Menurut penulis klimaks tersebut seharusnya berada pada nada Gis di atas D tersebut. Kemungkinan karena wilayah suara Gordon Tobing yang Bariton itu, tidak memungkinkan mencapai nada Gis sebagai sebuah klimaks pada periode B. Dengan demikian formula melodi yang digunakan dalam lagu O Tao Na Tio adalah bentuk reverting, karena frase-frase pertama (periode A) dari lagu ini diulang kembali setelah terjadinya penyimpangan-penyimpangan melodi (periode B) dalam lagu ini. 5.2.7 Identifikasi tema (thematic material) Yang dimaksud dengan identifikasi tema (thematic material) dalam hal ini ialah unsurr-unsur musik yang dijadikan dasar dari suatu komposisi. Dasar komposisi tersebut disebut motif yaitu the smallest melodic germ, made of afew tones and rhythms, kesatuan melodi terkecil yang terdiri dari beberapa nada atau ritme, atau unsur lagu yang terdiri dari sejumlah nada yang dipersatukan dengan

suatu gagasan atau ide. Motif biasanya selalu diulang-ulang dan dikembangkan dalam suatu komposisi. Analisa motif melodi lagu O Tao Na Tio motif a Motif a di atas adalah salah satu motif dasar permulaan dari lagu O Tao Na Tio dibangun dengan wilayah nada oktaf. Nada E oktaf ditahan selama 4 3/16 ketuk. motif a1 Motif a1 pada nada awal terdapat hiasan melodi sebelum terjadi lompatan ke nada oktafnya. motif a2 Motif a2 ini permulaan dari periode B (ketukan terakhir birama 28 ke birama 29). Untuk mengawali sebuah anti klimaks menuju klimaks terjadi penyempitan

wilayah nada dari nada A naik melangkah ke nada B (jarak interval sekonda mayor). Pada awal solonya (birama 12-13) menggunakan wilayah nada satu oktaf dengan nada E yang ditahan sepanjang 4 3/16 ketuk. Nada B juga didiminusikan nilai notnya menjadi not ½. motif b Motif b di atas adalah motif dasar, dibangun berdasarkan triol nada Fis-E- D yang turun melangkah ke nada Cis. Tetapi sebelumnya ada suspensi, nada tersebut yang berfungsi sebagai penyambung dari motif a. Motif b kemudian dikembangkan sedemikian rupa pada motif-motif selanjutnya dan hampir keseluruhannya mendasari lagu ini pada periode A, khususnya pada solo vokalnya (melodi pokok). motif b1 Motif b1 adalah balikan moti dari b, dimana tetap juga berdasarkan triol nada B- Cis-D yang naik melangkah menuju nada E. Pola berlawanan Nampak dari motif b1 dengan arah motif yang naik.

motif b2 Motif b2 merupakan penggabungan motif dasar pola turun melangkah dari nada triol Fis-E-D menuju nada Cis yang didiminusikan dengan not 1/8 dan nada B dengan suspensi, kemudian motif balikan yang melangkah naik dari nada B-Cis- D menuju nada E. motif b3 Motif b3 lebih bervariasi lagi tetapi tetap dibangun berdasarkan nada-nada triol. Awalnya dengan penggunaan tanda istirahat 1/8 yang juga berfungsi sebagai sinkopasi dan kemudian disusul oleh nada yang naik melangkan dari B-Cis menuju nada D. Dari nada D melompat turun ke nada B pertama yang dilegatokan. Kemudian dilanjutkan dengan tanda istirahat 1/8 dan disusul nada Cis-D dan kembali ke nada Cis. motif b4 Motif b4 penggabungan antara pola naik nada triol dan pola turun nada triol. Diawali melangkah naik dari nada B-Cis-D dan turun melangkah ke Cis-B

dengan suspensi. Kemudian dari B turun ke A-Gis dan melompat naik ke nada B. Motif-motif sebelumnya, setelah triol diresolusikan secara melangkah naik maupun turun. motif b5 Motif b5 juga penggabungan pola naik dan pola turun, diawali dari triol dengan nada yang naik melangkah dari Fis-Gis-A menuju ke nada B dan Cis yang didiminusikan masing-masing dengan nilai not 1/8. Dari nada Cis melompat ke A dan dari A melompat lagi ke Fis dan kemudian melangkah ke nada E. Variasi lompatan ke bawah sebelumnya hanya 1 kali terjadi yaitu pada motif b3. motif c Motif c di atas sebagai dasar dalam membangun melodi pada periode B. Motif tersebut bergerak dari nada Cis melangkah turun ke nada B dengan suspensi, dilanjutkan dari nada B melangkah turun ke nada A dan naik lagi melangkah ke nada B. Meskipun nada-nada triol digunakan dalam motif ini, karakter motifnya berbeda dari jenis motif b.

motif d Motif d di atas dibangun dengan nada Cis yang melompat naik ke nada E dengan suspensi. motif c1 Motif c1 dikembangkan dengan lompatan pada nada triolnya, yaitu dari nada A melompat turun ka nada Fis. motif e Motif e sebagai motif terakhir bergerak dari nada Cis melangkah ke bawah ke nada B yang mana nada B adalah nada kwint dari akord E mayor (motif e berada pada wilayah akord E mayor) Kemudian nada B dikembangkan dengan hiasan menuju nada D (nada septim dari akord E mayor).

5.2.8 Analisa hubungan teks dan musik Malm mengatakan bahwa dalam musik vokal, hal lain yang sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Umumnya dalam lagu O Tao Na Tio gaya/teknik bernyanyi yang digunakan adalah gaya syllabic. Gaya syllabic ialah setiap suku kata dari teks disusun pada satu nada masingmasing. Perjalanan melodinya disusun dengan kebanyakan melangkah naik maupun turun. Melodi melangkah naik maupun turun itu sejalan dengan ungkapan dari teksnya yang menceritakan tentang keindahan dan kekaguman terhadap Danau Toba, airnya yang jernih, riak-riak ombak kecil dengan solu yang sedang berjalan di atasnya. Melodi yang melangkah dalam lagu ini juga indah dari segi melodinya yang sangat cocok dengan teks-teks yang digunakan. Pada contoh cuplikan di bawah ini, dapat diperhatikan setelah lompatan oktaf (birama 12) melodinya disusun dengan melangkah (birama 14-15, 17). Lompatan melodi dapat juga diamati pada birama 12 di atas yaitu lompatan oktaf, jangkauan lompatan oktaf ini dapat juga mengambarkan luasnya danau

Toba dinyatakan dengan ditahannya nada E itu sepanjang empat ketuk lebih dengan menggunakan kata molo (kalau). Lompatan-lompatan yang lain terdapat pada birama 16 dan menuju akhir pada birama 17 dan 18. Lompatan-lompatan melodi itu merupakan suatu perimbangan terhadap melodi yang melangkah. Estetika melodi juga mempertimbangkan mengenai hal-hal itu. Gaya Neumatic juga digunakan dalam lagu ini, yaitu melisma-melisma pendek yang terdiri atas dua sampai empat nada pada setiap suku kata, dapat diamati pada birama 35 dan birama 36 cuplikan melodinya di bawah ini. Penggunaan gaya neumatic ini menurut penulis untuk sebuah hiasan dalam melodinya, perhatikan pada birama 35 ketukan ke tiga, nada Cis, B dan kembali ke Cis adalah tiga nada yang digunakan dalam suku kata do, demikian juga birama ke 36 ketukan ke 4 pada suku kata ai dengan nada E yang dihias dengan nada-nada diatasnya yaitu Fis dan nada dibawahnya yaitu Dis. Gaya bernyanyi paduan suara pada era 1960-1970 masih sangat akrab dengan orang-orang Batak, demikian juga dengan karakter bernyanyi seriosa. Umumnya orang-orang Batak pada era itu sangat senang, tergugah hatinya mendengarkan karakter suara seriosa, hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya bernyanyi di gereja, gaya paduan suara. Meskipun iringan gitar akustik sangat akrab dengan telinga orang-orang Batak, soundnya disengaja tidak menonjol, dengan maksud agar

solo vokal/paduan suara lebih jelas terdengar, Gordon Tobing dan kelompoknya mengutamakan vokal dibandingkan dengan sound iringannya. Meskipun pada era itu instrumen-instrumen musik Barat yang lain sudah digunakan oleh kelompok/group penyanyi-penyanyi Batak, Gordon Tobing selalu konsisten, tampil hanya dengan iringan instrumen gitar akustik.

5.3 Analisa lagu Sirang Marale-ale Di bawah ini transkripsi lagu Sirang Marlae-ale ciptaan Gongga Sitompul.

5.3.1 Analisa tangga nada Jumlah nada yang digunakan untuk membangun komposisi lagu Sirang Marale-ale adalah tujuh (7) nada, dengan demikian tangga nada yang digunakan dalam lagu ini adalah heptatonic. 5.3.2 Analisa nada dasar Untuk melihat nada dasar lagu Sirang Marale-ale, berikut akan diuraikan terlebih dahulu kuantitas pemakaian nada kagu yang ditranskripsikan. Tabel 13 Kuantitas nada lagu Sirang Marale-ale Nada- nada yang dipakai Bes C D Es F G As A Jumlah 115 79 96 60 72 58 1 23 1. Nada yang paling sering dipakai ialah nada Bes, D, C, F, Es 2. Nada yang harga ritmisnya paling besar, nada Bes, D 3. Nada akhir, tengah, atau awal komposisi, yaitu nada F,Bes, D. 4. Nada paling rendah atau pas di tengah, yaitu nada F, Bes, C 5. Nada yang berada pada posisi oktaf yaitu nada F, G, Bes 6. Nada dengan tekanan ritmis paling kuat yaitu nada Bes, D, F 7. Nada Bes sebagai nada dasar dengan alasan penegasan akord Bes pada frase 1 melodi vokal birama 5-7 yang terdapat pada bagian A, pada birama 12

terjadi modulasi ke akord As mayor (tingkat tujuh dari Bes mayor yang di molkan) dan diresolusikan ke akord F (tingkat lima dari Bes mayor). Penyelesaian akhir bagian A lagu terdapat pada frase melodi vokal birama 9 dengan kadens V-I yaitu dari akord F mayor ke Bes mayor. Bagian B lagu birama birama 37-45 umumnya dikembangkan berada pada wilayah akord F mayor, kecuali pada birama 41-43 terjadi modulasi ke wilayah C mayor (nada ke tujuh di molkan). Akhir dari bagian B lagu birama 45 sampai ketukan 3 tetap berada pada wilayah F mayor, selanjutnya bagian A birama 45 ketukan 4 naik sampai birama 52 pada prinsipnya sama dengan bagian A lagu dari segi perjalanan harmoninya. Tabel 14 Nada dasar lagu Sirang Marale-ale Metode 1 2 3 4 5 6 7 Nada Bes,D,C,F,Es Bes,D F, Bes, F, Bes, F, G, Bes, D, Bes dasar D C Bes F

5.3.3 Analisis wilayah nada (rangel ambitus) Wilayah nada lagu Sirang Marale-ale adalah sebagai berikut. Tabel 15 Wilaya nada lagu Sirang Marlae-ale Nada paling rendah dan paling tinggi cent Laras 5.3.4 Analisa bentuk lagu Sirang Marale-ale Bentuk lagu Sirang Marale-ale adalah: Intro-A-A -B-A -Interlude-B - A. Lagu ini dinyanyikan oleh penciptanya sendiri yaitu Gongga Sitompul dengan trionya The King. Bentuk di atas juga tidak begitu berbeda dari bentuk lagu Boasa Ma Sai Holan Na Hohom yang sudah dianalisa sebelumnya, perbedaanya terletak pada pengulangan bagian lagu yang dipakai. Introduksi Introduksi pada birama 1-5 ketukan 4 jatuh oleh iringan band yang terdiri dari instrumentasi 2 gitar elektrik sebagai ritem dan melodi, gitar bas elektrik, organ elektrik dan drum set. Melodi pembuka oleh gitar elektrik dengan karakter melodi blues dipadu dengan irama slow rock yang dapat diamati pada pola pukulan drum, ritem gitar elektrik dan pola bas elektrik. Organ elektrik mengadakan kontra

melodi kepada melodi yang dimainkan gitar elektrik dengan memainkan polapola arpeggio yang diprogram dengan suara piano elektrik. Bagian A Bagian A lagu diawali dari birama 5 ketukan 4 naik sampai dengan birama 20 diawali oleh solo vokal (tenor 2) oleh Gongga Sitompul. Bagian A ini dapat dibagi menjadi 8 frase melodi. Frase 1 birama 5 ketukan 4 naik sampai dengan birama 7 ketukan 3 jatuh. Frase 2 dari birama 7 ketukan 3 naik sampai birama 9, perhatikan pemakaian durasi not penuh pada birama 8 dan 9 merupakan kontras

terhadap frase 1 yang lebih ritmis. Frase 3 dari birama 10 sampai biram ketukan jatuh, frase 4 dari birama 11 ketukan 3 naik sampai dengan birama 13 ketukan 3. Frase 5 ini merupakan frase ulangan dari frase awal menuju kepada penyelesaiaan bagian A ini. Dimulai dari birama 13 ketukan 4 naik sampai birama 15 ketukan3, frase 6 dari birama 15 ketukan 4 sampai dengan birama 18 ketukan 3 jatuh. Sebenarnya frase 6 ini dapat dibagi lagi menjadi 2 frase, tetapi Gongga Sitompul menyanyikannya dengan satu pernafasan. Atas pertimbangan tersebut penulis menjadikannya satu frase. Frase 7 dari birama 18 ketukan 4 sampai birama 19 ketukan 3 jatuh dan frase 8 dari birama 19 ketukan 3 naik sampai birama 20 dengan kadens V-I. Bagian A

Bagian A lagu dari birama 21 ketukan 4 naik sampai dengan birama 23 ketukan 3, frase 2 dari 23 ketukan 4 sampai birama 25, frase 3 dari birama 26 sampai dengan bira frase 4 dari birama 27 ketukan 4 sampai dengan birama 29 ketukan 3. Frase 5 adalah frase ulangan dari frase awal bagian ini menuju kepada penyelesaian bagian A ini, dari birama 29 ketukan 4 sampai birama 31 ketukan 3, frase 6 dari birama 31 ketukan 4 sampai birama 34 ketukan 3. Demikian juga dengan frase 6 ini, sebenarnya dapat menjadi 2 frase yang lebih kecil, tetapi karena Gongga Sitompul dan trionya menyanyikannya dengan satu pernafasan antara birama 33 ketukan 3 langsung disambung ke ketukan 4 sampai birama 34. Frase 7 dari birama 34 ketukan 4 sampai dengan birama 35 ketukan 3. Frase 8 adalah frase penyelesaian dari bagian A, dimulai dari birama 35 ketukan 4 sampai birama 36 yang ditandai dengan kadens V-I sebagai penutup bagian ini. Apabila kita bandingkan bagian A lagu yang dinyanyikan solo dengan bagian A lagu yang dinyanyikan dengan trio, nampak jelas perbedaannya dari segi improvisasi vokal. Pada bagian A Gongga Sitompul lebih berimprovisasi dalam menyanyikannya, perhatikan garis-garis melodinya lebih banyak mengunakan nada-nada suspensi. Nada-nada suspensi itu dapat juga dikatakan sebagai nada-

nada legato yang ditahan pada nada-nada akord dan kemudian disambung dengan nada-nada lewat menuju kepada pertukaran akord. Kadang-kadang juga nada akord oleh Gongga Sitompul tidak pas jatuh pada ketukan kuat seperti dapat diamati pada cuplikan di bawah ini. Cuplikan melodi di atas diambil dari birama 19 ke birama 20. Birama 19 berada pada wilayah akord F mayor (tingkat V). Nada F naik melangkah ke nada G yang bukan nada akord F (nada lewat) menuju ke nada Bes yang juga bukan nada akord F tetapi dengan nilai not yang lebih kecil yaitu 1/16 menuju ke nada C yang merupakan nada akord dari F mayor (nada kwint). Pada birama 20 sebenarnya sudah berada pada wilayah akord tingkat I Bes mayor, tetapi nada sebelumnya yaitu nada C yang bukan nada akord Bes (nada tetangga) ditahan dengan nilai not 1/16 dan kemudian jatuh pada nada Bes sebagai nada pertama dari akord Bes mayor. Hal inilah salah satu yang dimaksud penulis sebagai improvisasi vokal yang dilakukan oleh Gongga Sitompul. Bagian A lagu oleh trionya, perhatikan garis melodinya sangat sedikit penggunaan suspensi atau improvisasi vokal karena untuk sebuah keseragaman dan kerapian dari sebuah perjalanan melodinya.

Cuplikan di atas diambil dari akhir bagian A birama 35 ketukan 4 ke biram 36 terjadi keseragaman dengan tidak menjalankan improvisasi pada vokal mereka. Bagian B 37 Bagian B lagu ini terdiri dari 3 frase, frase 1 dari birama 37 ketukan 4 naik sampai birama 41 ketukan 3 jatuh. Frase 1 ini cukup panjang, Gongga Sitompul menyanyikannya satu pernafasan dan satu kalimat lagu, atas petimbangan tersebut penulis memutuskan menjadi satu frase melodi. Frase 2 dari birama 41 ketukan 3 naik sampai birama 43 ketukan 3 jatuh, frase 3 dari birama 43 ketukan 3 naik sampai birama 45.

Bagian A 45 Bagian A ini terdiri dari frase-frase ulangan menuju kepada penyelesaian, terdiri dari frase 1 dari birama 45 ketukan 4 naik sampai birama 47 ketukan 3, frase 2 dari birama 47 ketukan 4 sampai birama 49 ketukan 3, frase 3 dari birama 49 ketukan 4 sampai birama 51 ketukan 3. Frase 4 frase yang agak pendek dari birama 51 ketukan 4 sampai birama 52 dengan kadens V-I. Bagian B 61

Setelah interlude dari birama 53 sampai birama 61 ketukan 4 jatuh, bagian B dimulai dari birama 61 ketukan 4 naik sampai birama 69. Bagian ini dari segi frasering melodi dan teksnya pada dasarnya sama dengan bagian B, perbedaannya terletak pada akhir dari bagian B pada nada F, sedangkan bagian B pada nada Es. Bagian A Bagian A pada dasarnya sama dengan bagian A dari segi frase melodinya dan teks. Bagian A ini terdiri dari frase-frase ulangan menuju kepada penyelesaian, terdiri dari frase 1 dari birama 69 ketukan 4 naik sampai birama 71 ketukan 3, frase 2 dari birama 71 ketukan 4 sampai birama 73 ketukan 3, frase 3 dari birama 73 ketukan 4 sampai birama 75 ketukan 3. Frase 4 frase yang agak pendek dari birama 75 ketukan 4 sampai birama 77 ketukaa 2.

Perbedaanya pada bagian A ada coda, yaitu sebuah bagian penutup untuk keseluruhan lagu ini. Coda yang digunakan berupa sebuah epilog yang ringkas, diambil dari potongan bagian lagu A. Coda tersebut terdapat pada birama 77 ketukan 4 sampai birama 81 yang disertai dengan kadens V-I. 5.3.5 Analisa pola-pola kadensa Tabel 16 Bentuk kadens anteseden lagu Sirang Marale-ale -72. Kadens I-IV ini terdapat pada birama 7 ketukan 4 ke birama 8. Nada Bes melangkah turun ke nada A nada dan jatuh pada nada G sebagai nada tersnada akord Es (tingkat IV dari Bes). Kadens ini atau yang bermiripan terdapat juga pada birama 15-16, 23-24, 31-32, 47-48, 71 Kadens IV-I dari akord Es mayor ke akord Bes mayor, dari nada Es turun kenada D (ters dari Bes) terdapat padabirama 9-10, 17-18, 25-26, 33-34. Kadens tingkat I akord Bes mayor ke tingkat VI akord G minor. Dapat diamati pada birama 10-11, 26-27. Kadens tingkat VII yang dimolkan yaitu akord As mayor ke tingkat V F mayor. Kadens ini terdapat pada birama 12-13, 28-29. Kadens I-V, suspensi nada C dari birama 18 adalah nada lewat dari akord Bes. Kemudian nada C ditahan pada birama 19 itu adalah nada ters dari akord F (tingkatv). Kadens ini dapat juga diamati pada birama 34-35, 50-51, 74-75, 78-79. Atau bermiripan pada birama 37-38, 61-62.

Kadens I-II, dari akord Bes ke C mayor. Terdapat pada birama 43-44, 67-68. Kadens II-V, yaitu akord C mayor ke F mayor dalam konteks Bes mayor.terdapat pada birama 44-45, 68-69 Tabel 17 Bentuk kadens konsekwen lagu Sirang Marale-ale Kadens V-I terdapat pada birama 19-20. Kadens V-I ini terdapat pada birama 35 ketukan 4 ke birama 36, 51-52, 75-76, 79-80. Model kadens seperti ini terdapat pada birama 39-40, 63-64. Model kadens V-I seperti ini terdapat pada birama 5 ke birama 6, 13-14, 21-22, 29-30, 45-46, 69-70. 5.3.6 Analisa formula melodi Sesuai dengan analisa bentuk lagu Sirang Marale-ale (anak sub bab 5.4.4) di atas, formula melodi yang digunakan adalah bentuk reverting. Frase-frase awal pada bagian A, A diulang kembali setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan frase-frase melodi pada bagian B, yaitu ke bagian A, menyimpang lagi ke bagian B. Akhirnya lagu ini diselesaikan dengan bagian A.

5.3.7 Identifikasi tema motif a Motif a di atas terdapat pada awal frase melodi lagu antara birama 5 ketukan 4 ke birama 6, adalah sebuah interval sekta mayor (4,5 laras) dari nada F lompat ke nada D (not 1/2). Alasan penulis menjadikan ini sebagai motif awal adalah nada D yang menggunakan not 1/2 itu yang menjadikannya sebuah motif, sama seperti lagu O Tao Na Tio motif a yang awal lompat dari nada E bawah ke nada oktafnya di atas dengan menggunajan not penuh sehingga menjadikan satu kesatuan rasa sebuah motif. Bandingkan juga dengan awal motif a dari lagu Boasa Ma Gabe Sai Hohom lompatan terjadi dari nada D not 1/16 ke nada G not not 1/8 dan diresolusikan ke Fis dengan suspensi kemudian melangkah naik ke A dan lompat ke bawah kemali ke nada Fis yang merupakan satu kesatuan rasa sebuah motif. motif b Motif b diatas dapat diamati pada birama 6 ketukan 2 sampai birama 7 ketukan 1. Sangat berkontras dengan motif a, tetapi motif b ini adalah sambungan motif dari a. Sesuai dengan estetika melodi lompatan melodi ke atas (motif a) harus diimbangi dengan penyelesaian ke bawah dengan melangkah. Apabila

kita mengabung motif a dan b kembali seperti yang dapat diamati pada birama 5 ketukan 4 naik sampai birama 7 ketukan 1, maka yang terjadi adalah sebuah frase melodi seperti yang sudah dibahas pada analisa bentuk lagu (anak sub bab 5.4.4) bagian A awal. motif a1 Motif a1 di atas dapat diamati pada birama 7 ketukan 4 naik sampai birama 9. Bandingkan dengan motif a yang melompat, sedangkan motif a1 ini kebalikannya yang melangkah ke bawah dari nada A ke nada G yang diaugmentasikan. Tetapi dari nada G yang nilai nadanya diaugmentasikan tersebut melompat ke nada Es dengan interval juga sekta besar (4,5 laras) yang juga nilai nadanya diaugmentasikan. Pada dasarnya motif ini adalah pengulangan motif a yang diaugmentasikan dan berada pada wilayah akord Es mayor sebagai tingkat IV dari akord Bes mayor. motif gabungan a dan b

Motif gabungan ini terdapat pada birama 10 bagian A lagu, gabungan antara nada ke dua motif a dan nada-nada pada motif b. Sebenarnya motif gabungan sudah terjadi pada birama 6. Motif gabungan ini kemudian dikembangkan pada birama 11sampai birama 12 dengan melodi yang melangkah naik maupun turun tetapi dengan grafik melodi yang agak datar. Motif gabungan a dan b juga dapat diamati pada bagian B lagu, cuplikannya dapat dilihat di bawah ini. Motif di atas ini dapat diamati pada birama 37 ketukan 4 sampai birama 38, dari nada Bes melangkah ke nada C, bukan melompat seperti pada motif a. Kemudian nada C didiminusikan menjadi dua not 1/8 dengan suspensi dan disambung dengan bentuk triol. Model motif ini atau yang bermiripan digunakan juga pada birama 39, 40, 41, 42, 43. Frase-frase melodi bagian B ini dinyanyikan solo oleh Gongga Sitompul, improvisasi jelas terdengar yang ditandai dengan banyak pemakaian suspensi atau legato. Pengembangan motif untuk penyanyi trio

Motif ini dikembangkan dengan penyederhanakan oleh penyanyi trio The King, cuplikan ini diambil dari birama 26 bagian A lagu. Perhatikan nada-nada triol yang dinyanyikan secara sejajar tanpa ada improvisasi vokal seperti yang dilakukan pada saat solo vokal. Bandingkan dengan motif gabungan a dan b yang dinyanyikan solo dengan saat dinyanyikan dengan trio. Perhatikan bahwa bentuk atau model motif yang dikembangkan dengan lebih sederhana dengan pemakaian triol ini dipakai pada saat trio. 5.3.8 Analisa hubungan teks dan musik Umumnya teknik bernyanyi syllabic dan neumatic yang digunakan dalam lagu Sirang Marale-ale. Selain itu hubungan teks dan musik ataupun frase-frase melodi vokalnya dapat dilihat pada analisa di bawah ini. Bagian A lagu Sirang Marale-ale Bagian A lagu, awal pernyataan dari teksnya di atas adalah marsirang ma hape na mardongan artinya berpisahlah rupanya yang bersahabat. Pernyataan ini awalnya ditegaskan dengan lompatan ke atas interval melodi sekta mayor pada suku kata marsi. Suku kata rang dan teks ma hape na mar dengan frase melodi yang agak datar dan turun melangkah ke nada G. Inti pernyataan adalah dongan

semakin dipertegas dengan lompatan ke atas interval sekta minor nada G ke nada Es tetapi dengan not penuh. Setelah lompatan melodi di atas, disusul teks tading hami on di luat on artinya tinggal kami di kampung ini dengan perimbangan frase melodi yang agak datar, tetapi akhir dari teks kata penunjuk on dengan durasi not C yang panjang mempertegas pernyatakan sebuah tempat. Untuk penutup bagian A lagu, frase-frase melodi awal diulang kembali dengan teks hansit mansai hansit padao-dao yang artinya sakit sungguh sakit jauh berpisah. Seperti pembahasan sebelumnya, pernyataan hansit ditegaskan dengan lompatan melodi, teks berikutnya dengan melodi yang cenderung datar dan menurun. Inti pernyataan adalah padaodao (jauh berpisah) dengan kata dao(berpisah) yang menggunakan interval sekta minor dengan not penuh pada nada G lompat naik ke nada Es. Kemudian langsung disambung dengan teks da

ditos-tosi ate-ate yang artinya dirobek-robek hati dengan frase melodi yang agak datar. Ditutup dengan teks da hasian yang artinya ya sahabatku (kesayanganku) dengan perimbangan frase melodi dari nada F melangkah naik ke nada G dan lompat ke interval ters minor (nada Bes) dan melangkah naik ke nada C dan berakhir pada nada Bes. Ters minor ini itu menggambarkan ters blue aliran dari musik blues. Demikian juga pada bagian A, A maupun A lagu, meskipun teks-teksnya ada perbedaan tetapi tetap menggunaka frase-frase melodi pokok yang sama, sehingga pendekatan analisanya tidak berbeda antara pernyataan teks, inti teks apabila dikaitkan dengan naik turunnya frase melodi yang dipakai. Perbedaannya terletak pada bagian A, A, A dinyanyikan dengan vokal trio sedangkan bagian A dengan vokal solo, sehingga pada vokal solonya lebih bebas menyanyikannya dengan improvisasi sedangkan pada vokal trionya lebih kepada keseragaman kesejajaran (parallel) harmoni trio. Bagian B lagu Sirang Marale-ale Bagian B lagu, pernyataan teks diatas adalah manetek ilu sian simalolongki yang artinya meneteskan air mata dengan frase melodi yang agak panjang dengan banyak interval yang melangkah naik maupun turun, perhatikan juga garis melodinya yang agak datar dan lebih sambung-menyambung. Tetapi puncak dari

frase melodi ini mencapai nada F atas dengan suspensi pada suku kata sima yang sebelumnya tidak pernah terjadi pada tenor 2 sebagai pembawa melodi pokok (meskipun nada F dan G atas dipakai pada suara tenor 2 vokal trio bagian A, A, A ). Nada F atas dengan suspensi itu menggambarkan puncak kesedihan dari seseorang yang ditinggalkan sahabatnya. Dari nada F melompat ke bawah ke nada D dengan suspensi dan melangkah ke nada C juga dengan suspensi naik lagi ke nada D dan melangkah ke bawah berakhir pada nada Bes pada suku kata lolongki, hal ini menggambarkan tetesan air mata dari simalolong (kata andung dari bahasa batak yang artinya mata). Teks berikutnya adalah molo huingot do sude artinya kalau kuingat semua digambarkan dengan frase melodi yang dinyanyikan oleh solo vokal, bergerak dari nada D dengan suspensi kemudian dari nada D perlahan turun sampai ke nada Bes dan lompat ke bawah ke nada G dengan suspensi. Frase sebelumnya berada pada wilayah nada atas yang kemudian diantisipasi pada frase ini yang turun ke bawah sebagai sebuah perimbangan terhadap kecenderungan melodi. Teks berikutnya adalah naung salpu i yang artinya ialah sudah berlalu, digambarkan dengan frase melodi nada G bawah dengan suspensi naik melangkah ke atas ke nada A, Bes dan C yang bertahan sepanjang 4 ketuk. Ditahannya nada

C itu menggambarkan kenangan masa lalu dan berakhir dengan lompatan naik ke nada F atas. Demikian juga pada bagian B lagu, teks dan melodi pokoknya tidak berbeda dari bagian B lagu. Perbedaan terletak pada improvisasi vokal solo pada awal frase melodi masing-masing bagian antara birama 38 bagian B dengan birama 62 bagian B, biram 41 bagian B dengan birama 65 bagian B. Perbedaan lain dalam pemakaian hiasan pada birama 68 bagian B, dengan nada C yang ditahan 4 ketuk pada birama 44. Karakter suara trio The King dapat digolongkan kepada jenis suara seriosa, kekuatan (power) suara mereka sangat baik. Meskipun jenis suara seriosa, khususnya suara Gongga Sitompul mampu berimprovisasi pada saat bernyanyi solo.

5.4 Analisa lagu Kota Siantar Nauli Di bawah ini transkripsi lagu dari Kota Siantar Nauli yang dinyanyikan oleh trio Golden Heart.

5.4.1 Analisa tangga nada Jumlah nada yang dipakai untuk membangun komposisi lagu Kota Siantar Nauli adalah tujuh (7) nada, dengan demikian tangga nada yang digunakan adalah dalam lagu ini heptatonic. 5.4.2 Analisis nada dasar Untuk melihat nada dasar lagu Kota Siantar Nauli, kuantitas pemakaian nada lagu yang ditranskripsikan. Ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut. Tabel 19 Kuantitas nada lagu Kota Siantar Nauli Nada- nada yang dipakai G A B C D E F Fis Jumlah 131 99 105 91 122 78 14 78 Mengacu pada ketujuh metode Nettl serta memperhatikan tabel kuantitas pemakaian nada serta hasil tanskripsi lagu Kota Siantar Na auli, maka nada dasarnya adalah sebagai berikut. 1. Nada yang paling sering dipakai ialah nada G, D, C 2. Nada yang harga ritmisnya paling besar, yaitu nada G, B, D 3. Nada akhir, tengah, atau awal komposisi, yaitu nada G, Fis, D 4. Nada yang paling rendah atau pas di tengah, yaitu nada G, E 5. Nada yang berada pada posisi oktaf, yaitu nada G, C 6. Nada dengan tekanan ritmis paling kuat, yaitu nada G, Fis, A

Nada G sebagai nada dasar, dengan alasan bahwa pada saat dimulainya melodi vocal akord G sebagai nada dasar, Tabel 20 Nada dasar lagu Sirang Marale-ale Metode 1 2 3 4 5 6 7 Nada dasar Bes, D, C, F, Es Bes, D F,Bes, D F, Bes, C F, G, Bes Bes, D, F Bes 5.4.3 Analisis wilayah nada (rangel ambitus) Wilayah nada diperoleh dengan memperhatikan rentang jarak (range) antara nada terendah dengan nada tertinggi dalam satu komposisi lagu. Diukur dengan menggunakan satuan cent, laras atau interval. Berdasarkan teori Ellis dikatakan bahwa ½ laras sama dengan 100 cent. Berdasarkan perhitungan tersebut maka wilayah nada lagu Kota Siantar Na Uli adalah sebagai berikut. Tabel 21 Wilayah nada lagu Kota Siantar Nauli Nada paling rendah dan paling tinggi cent Laras

5.4.4 Analisa bentuk lagu Kota Siantar Nauli Bentuk lagu Kota Siantar Nauli adalah: INTRO-A-B-A -B. Intro Keseluruhan lagu Kota Siantar Nauli diiringi 2 instrumen gitar akustik. Intro sepanjang 4 birama, satu gitar berfungsi sebagai ritem dengan memainkan akord G mayor-d mayor secara bergantian pada tiap birama dengan teknik rambas (rasquedo=spanyol), satu gitar lagi memainkan pola bas. Bagian A

Bagian lagu A, Kota Siantar Nauli dimulai dari birama 5 ketukan 2 sampai birama 20. Terdiri dari 9 frase melodi. Frase 1 dari birama 5 ketukan 2 sampai birama 6, frase 2 dari birama 7 ketukan 2 sampai birama 8, frase 3 dari birama 9 ketukan 2 sampai birama 10, frase 4 dari birama 11 ketukan 1 naik sampai birama 12. Frase 5 dari birama 13 ketukan 2 sampai birama 14, frase 6 dari birama 15 ketukan 2 sampai birama 16, frase 7 dari birama 17 ketukan 2 sampai birama 18 ketukan 1, frase 8 dari birama 18 ketukan 2 sampai birama 19 ketukan 1 dan frase 9 dari birama 19 ketukan 2 sampai birama 20. Frase-frase bagian A ini disusun dengan pembagian 3 suara menggunakan harmoni tertutup yang sejajar (paralel), karena kesejajaran harmoni tersebut maka improvisasi vokal tidak ditemukan pada bagian A ini. Panjangnya setiap frase sangat jelas, dibagi hampir seimbang (simetris) dibangun dengan frase-frase melodi maksimal sepanjang 2 birama yang umumnya menggunakan tanda istirahat 1/4 atau 1/2 antara setiap frase. Notasi yang digunakan umumnya not 1/8 dengan setiap akhir frase mengunakan not 1/2 diikuti penambahan titik atau tidak.

Tempo yang digunakan cepat sesuai dengan karakter melodi vokal yang disesuaikan terhadap teksnya yang menceritakan tentang keindahan kota Siantar. Bagian B 21 Bagian B dimulai dari birama 21 sampai dengan birama 36. Terdiri dari 4 frase melodi vokal. Frase 1 dari birama 21 sampai birama 24 dinyanyikan solo oleh tenor 2. Pada birama 24 sedikit variasi oleh tenor 1 dan bas pada teks kota Siantar nauli dengan not-not 1/8 yang berkontra sederhana dengan tenor dua dengan suku kata li dengan not penuh. Frase 2 dari birama 25 ketukan 2 sampai birama 28, frase ini kembali kepada 3 suara sejajar dengan variasi sedikit pada birama 26 ketukan 3 oleh tenor 1 dan bas menyanyikan kata au dengan not ¼ masing-masing pada nada G dan C, yang kontra sederhana dengan tenor dua

menyanyikan kata au dengan dua not 1/8 (legato) pada nada E dan D. Frase 3 adalah ulangan dari frase 1 dari birama 29 sampai birama 32 dan frase 4 juga ulangan dari frase 2 dari birama 33 ketukan 2 sampai birama 36. Ke 4 frase ini lebih panjang dari segi frase-frase dibandingkan bagian A, hal ini disebabkan pemakaian not penuh yang terdapat pada bagian A pada birama 22, 24, 28, 30 dan 36. Tetapi dalam penggunaan jumlah birama pada tiap bagian adalah sama dengan 16 birama (simetris). Struktur dua bagian (biner) terlihat dalam komposisi ini. Bentuk ini terdiri dari dua bagian A dan B yang pada dasarnya memiliki materi yang sama, bagian B merupakan modifikasi atau pengembangan dari bagian A. Secara komposisi memang harus dibedakan agar ada unsur kontras dari ke dua bagian yang sama tersebut agar lebih menarik. Kemudian untuk memperluas lagu ini, bagian A dan B itu diulang menjadi A dan B dengan teks-teks yang berbeda dari sebelumnya. Untuk memperjelas materi yang sama itu akan dianalisa lebih lanjut pada analisa identifikasi tema (motif) pada bagian berikutnya. Bagian A 37

Bagian A pada dasarnya sama dengan bagian A, dimulai dari birama 37 sampai birama 53 yang terdiri dari 9 frase melodi vokal. Frase 1 dari birama 37 ketukan 3 sampai birama 38, frase 2 dari birama 39 ketukan 2 sampai birama 40, frase 3 dari birama 41 sampai 42, frase 4 dari birama 43 ketukan 1 naik sampai birama 44. Frase 5 dari birama 45 ketukan 3 sampai birama 46, frase 6 dari birama 47 ketukan 2 sampai birama 48, frase 7 dari birama 49 ketukan 2 sampai birama 50 ketukan 1, frase 8 dari birama 50 ketukan 2 naik sampai birama 51 ketukan 1, frase 9 dari birama 51 ketukan 1 sampai birama 52.

Bagian B 53 Bagian B pada dasarnya sama dengan bagian B, dimulai dari birama 53 sampai birama 69 yang terdiri dari 4 frase melodi. Frase 1 mulai dari birama 53 sampai birama 56, frase 2dari birama 57 sampai birama 60, frase 3 dari birama 61 sampai birama 64 dan frase 4 dari birama 65 sampai birama 69.

5.4.5 Analisa pola-pola kadensa Tabel 22 Bentuk kadens anteseden lagu Kota Siantar Nauli Kadens I-V, dapat diamati pada birama 7-8,39-40 Dari nada G tingkat I) ke nada A dengan suspensi kembali ke nada G. Pada birama 8 dari nada G ke nada Fis sebagai nada ters darid mayor (tingkat V). Kadens yang bermiripan pada birama 18-19, 25-26, 33-34, 50-51, 57-58, 65-66. Kadens I-IV, dapat diamati pada birama 15-16.Nada B pada birama 15sebagai nada ters dari G mayor (tingkat I) dan nada A sebagai nada tetangga dari B. Pada birama 16 nada B lompat ke nada G sebagai nada kwint atau balikan ke dua C mayor. Model kadens ini juga terdapat pada birama 47-48, atau yang bermiripan pada birama 21-22, 29-30, 53-54, 61-62. Kadens IV-I, dapat diamati pada birama 17-18 Setelah suspensi pada nada B (nada septim akord C mayor) birama 17, melangkah ke bawah ke nada A sebagai pengantar ke nada B(nada ters dari akord G mayor) pada birama 18. Kadens yang bermiripan dapat diamati pada birama 23-24, 31-32, 49-50, 55-56, 63-64.

Tabel 23 Bentuk kadens konsekwen lagu Kota Siantar Nauli Kadens V-I ini terdapat pada birama 11-12. Pada birama 11dari nada Fis (nada ters dari tingkat V akord D mayor) naik ke nada A (nada kwint dari akord D mayor) kemudian turun kembali ke nada Fis.Dari Fis melangkah naik ke nada G (tingkat I). Model kadens V-I ini terdapat pada birama 19-20. Pada birama 19 persis sama dengan birama 11 diatas,berakhir pada nada D sebagai nada kwint dari akord G mayor. Bermiripan pada birama 51-52, 59-60. Model kadens ini terdapat pada birama 27-28, yang bermiripan pada birama 35-36 Model kadens V-I penutup lagu Kota Siantar Nauli. Suara vokal bas pada nada G, tenor 2 pada nada B, tenor 1 pada nada D.

5.4.6 Analisa formola meodi Sesuai dengan analisa bentuk lagu Kota Siantar Nauli (anak sub bab 5.5.4) di atas, formula melodi yang digunakan adalah bentuk reverting. Frase-frase awal melodi vokal pada bagian A diulang kembali dengan teks yang berbeda setelah bagian B dengan skema bentuk sebagai berikut: A-B-A -B. Lagu ini ditutup oleh bagian B dengan teks yang juga berbeda dari bagian B. Bagian B lagu pada dasarnya dikembangkan dari materi-materi yang ada pada bagian A. 5.4.7 Identifikasi tema motif a pda bagian A Motif a ini adalah salah satu motif asli yang membentuk frase-frase melodi vokal yang terdapat pada lagu Kota Siantar Nauli. Dibentuk dari pola ritem yang sederhana yang dimulai pada pukulan ke dua, not-not yang dipakai nada G sebagai nada dasar dan nada A sebagai nada tetangga. Terdapat pada birama 5 pada suara tenor 2 sebagai melodi pokok. motif b

Motif b ini juga sebagai motif asli, dibentuk dari pola ritem yang juga sederhana dengan nada A dan B. Motif ini adalah sambungan dari motif a yang langsung disambungkan pada birama 6, sehingga membentuk sebuah frase melodi vokal seperti di bawah ini. 5 5 Ke dua motif awal/dasar di atas yaitu motif a dan b membentuk satu frase melodi vokal awal yang dapat dilihat pada birama 5-6. Frase-frase melodi selanjutnya yang terdapat pada bagian A frase 2 sampai 9 disusun/dibentuk berdasarkan ke dua motif asli tersebut diatas. Sebagai contoh dapat dilihat di bawah ini frase 2 bagian A yang disusun/dibentuk dari ke dua motif a dan b. 7 tiruan motif a tiruan motif b Motif pada birama 7 adalah tiruan dari motif a, perhatikan pergerakan nada G yang naik melangkah ke nada A, pada motif a/asli nada G tidak melangkah tetapi tetap pada nada yang sama. Kemudian melangkah naik terus ke nada C dengan suspensi dan berakhir pada nada D. Pada motif a/asli nada G itu hanya melangkah naik ke nada A dan kembali lagi ke nada G. Pada birama 8 motif tiruan b balik arah melangkah ke bawah dengan perubahan ritem, sedangkan motif b/asli nada A

melangkah naik ke nada B.Sebagai contoh yang lain dapat dilihat di bawah ini pada frase 3 melodi vokal bagian A 9 tiruan motif a tiruan motif b Nada A pada birama 9 motif tiruan tidak melangkah tetapi disuspensikan dan kemudian naik melangkah ke nada B, bandingkan motif a/asli dengan motif tiruan a ini. Pada birama 10 nada C statis atau tidak bergerak, bandingkan motif b/asli yang bergerak melangkah ke atas. Demikianlah selanjutnya dapat diamati motif-motif tersebut diperlakukan pada frase-frase 4,5,6,7,8 dan 9 melodi vokal bagian A maupun pada bagian A. motif pada bagian B 21 tiruan motif a motif b (augmentasi) Pada bagian B lagu, tiruan motif a juga dapat diamati pada birama 21, perhatikan ketukan ke 3 menggunakan notasi yang diaugmentasikan menjadi not 1/4, perhatikan juga motif a/asli yang mengunakan 2 not 1/8. Demikian juga ketukan 4 birama 21 menggunakan notasi yang didiminusikan menjadi 2 not 1/8, sedangkan motif a/asli menggunakan not 1/4. Birama 22 kita dapat melihat motif b asli yang diaugmentasikan menjadi not penuh. Pada birama 25 cuplikan di

bawah ini, kita dapat melihat penggunaan 3 not 1/4 dan pada birama 26 bandingkan dengan birama 8 bentuk ritem yang digunakan bermiripan. 25 Pada birama 27 di bawah keseluruhan menggunakan notasi 1/8 dan tanda istirahat dihilangkan, pada birama 28 memakai not penuh seperti pada birama 22. 27 5.4.8 Analisa hubungan teks dan musik Teks dan frase melodi bagian A

Umumnya teknik bernyanyi syllabic dan neumatic yang digunakan dalam lagu Kota Siantar Nauli. Selain itu, 9 frase-frase melodi vokal bagian A di atas dikomposisi dengan sederhana, notasinya disusun hampir seluruhnya melangkah. Perhatikan frase 1 sampai 4, Frase 1 pada melodi tenor 2 (melodi pokok) dengan teks tung mansai borat artinya amat sangat berat awalnya agak datar, dari nada G melangkah ke atas ke nada B, frase 2 tung dok-dok do rohangku artinya alangkah beratnya hatiku frase melodinya lebih meningkat dari nada G melangkah naik sampai nada C kemudian turun melangkah ke nada A. Frase 3 denga teks laomanadikhon artinya pergi meninggalkan frase melodi dengan melangkah naik dari nada A sampai ke nada C dan bertahan disana. Frase 4 dengan teks kota Siantarnauli artinya kota Siantar yang indah dengan frase melodi dari nada A melangkah naik ke C kemudian turun ke nada G berakhir dengan kadens V-I sebagai penutupdari sebuah kalimat lagu. Frase 1 sampai 4 adalah satu kalimat lagu yang berakhirpada sebuah kadens sempurna. Kemudian perhatikan frase 5 juga pada meloditenor 2 (melodi pokok) sampai frase 9, frase 5 dengan teks di Simarito artinyasimarito salah satu tempat di Siantar, pergerakan frase melodinya lebih ditingkatkan lagi dari nada B bergerak melangkah naik ke nada D, melodi

dan teks menggambarkan sebuah awal frase anteseden, Frase 6 dengan teks nunga tading rohakku artinya sudah tinggal hatiku adalah sebuah frase anteseden pada akord tingkat IV (C mayor). Frase 7,8,9 dengan teks rohangki sai tusi, sai masihol do au, tu Siantar na uli yang artinya hatiku selau ke situ, selalu aku rindu, ke Siantar yang inda adalah puncak dari frase anteseden pada frase 7, sedangkan frase 8 awal penyelesaian dari frase anteseden dan berakhir pada frase 9 dengan frase konsekwen pada kadens V-I. Suara tenor 1 dan suara bas dalam bagian A ini selalu sejajar (paralel) dengan tenor 2 (melodi pokoknya), sesuai dengan pemakaian harmoni 3 suara tertutup yang sejajar (parallel). Teks dan frase melodi bagian B

Bagian B (refrain) adalah perkembangan dari bagian A, intensitas melodinya ditingkatkan pada frase 1 dengan penggunaan not-not atas pada solo tenor 2 sampai ke nada A atas dan pamakaian not penuh dengan seruan teks o kota Siantar nauli pada akord tingkat IV (C mayor) sebagai sebuah frase anteseden. Frase 2 dengan teks sai tong masihol au, malungun naeng mulak tusi artinya selalu aku rindu, merindukan pulang ke sana, sebuah kalimat akan berakhir dengan demikian frase melodinya menurun dan berakhir pada frase konsekwen sebagai anti klimaks terhadap frase melodi sebelumnya. Teks bagian A lagu berganti dengan: Diparjalangan tung lungun do rohakku, na manadikhon kota Siantar Nauli, dung di Jakarta gabe sonang ngolukhu ala boi dope au marende palas roha na susai. Artinya di perantauan sungguh sedih hatiku, meninggalkan kota Siantar, setelah di Jakarta hidupku jadi senang, karena aku masih dapat bernyanyi menghibur hati yang susah. Teks bagian A menggunakan frase-frase melodi yang sama dengan bagian A, sehingga analisa kaitan teks dengan melodinya sama dengan bagian A di atas.

Demikian juga dengan teks bagian B berganti dengan: O kota Jakarta na uli, akka na masa na ribur godang do berengon di si. Artinya o kota Jakarta yang indah, segalah yang terjadi yang meriah banyak dapat dilihat di sana. Analisa kaitan teks dan melodi sama seperti bagian B. Hal yang menarik dalam rekaman ini adalah produksi suara trio Golden Heart yang polos apa adanya dengan aksen pengucapan bahasa Batak yang kental. Frase-frase melodi yang sederhana dan mudah ditangkap dipadukan dengan teks yang akrab mengenai perantauan, khususnya orang-orang Batak yang pergi merantau keluar dari kota Siantar ke Jakarta pada masa itu menambah kedekatan lagu tersebut kepada pendengarnya sebagai sebuah nostalgia, kenangan saat berada di kota Siantar. Perpaduan trio yang kompak juga menjadi hal yang menarik pendengar pada masa itu (1970-an awal), mereka berhasil memadukan karakter masing-masing suara menjadi satu warna yang khas mereka sendiri. Menurut Dakka Hutagalung perpaduan tersebut dicapai oleh latihan yang sangat sungguh-sungguh dan keras. Iringan sederhana 2 gitar akustik juga cukup menarik, kesederhanaan permainan gitar dengan penggunaan akord-akord gitar yang sederhana sangat digemari oleh orang-orang Batak khususnya yang berada di huta (kampung) pada masa itu, karena akordnya gampang ditiru. Pola iringan gitar yang memainkan pola-pola bas juga cukup menarik, dapat kita dengan pola-pola iringan bas yang tidak terlalu teratur tetapi tetap memainkan dasar harmoni dari akord gitar. Selain itu, instrumen Gitar mudah dibawa kemana-mana karena cukup ringan untuk digenggam dan mudah didapatkan dengan harga yang relatif murah. Sejak

masuknya pengaruh Barat ke tanah Batak akhir abad ke 19, instrument gitar sudah mulai dikenal oleh masyarakat Batak dan sangat digemari. Akhir lagu pada birama 68 trio Golden Heart membuat improvisasi vokal slide atau sejenis hiasan terhadap melodi penutup pada setipa suara sebelum kadens sempurna. Hiasan tersebut memasukkan nada disonan sebelum nada konsonan (nada akord) pada setiap nada konsonannya pada suku kata si. Menurut penulis, unsur kontras itu dibuat untuk membedakannya dengan kadenskadens sempurna sebelumnya atau menandakan sebuah coda yang sebaiknya memang harus dibedakan sebagai sebuah akhir lagu.

5.5 Analisa Lagu Mitu Di bawah ini hasil transkripsi lagu Mitu ciptaan Firman Marpaung.

5.5.1 Analisa tangga nada Jumlah nada yang dipakai untuk membangun komposisi lagu Mitu adalah tujuh (7) nada, dengan demikian tangga nada yang digunakan dalam lagu ini adalah heptatonic. 5.5.2 Analisis nada dasar Untuk melihat nada dasar lagu Mitu, kuantitas pemakaian nada lagu yang ditranskripsikan. Ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut. Tabel 25 Kuantitas nada lagu Mitu Nada- nada yang dipakai D E Fis G A B Cis Jumlah 60 79 60 26 20 4 16 Mengacu pada ketujuh metode Nettl serta memperhatikan tabel kuantitas pemakaian nada serta hasil tanskripsi lagu Mitu, maka nada dasarnya adalah sebagai berikut. 1. Nada yang paling sering dipakai ialah nada E, D, Fis 2. Nada yang harga ritmisnya paling besar, yaitu nada B, D 3. Nada akhir, tengah, atau awal komposisi, yaitu nada Fis, D 4. Nada yang paling rendah atau pas di tengah, yaitu nada Fis, B 5. Nada yang berada pada posisi oktaf, yaitu nada Fis, G 6. Nada dengan tekanan ritmis paling kuat, yaitu nada E, Fis, G, D.

7. Nada D sebagai nada dasar, dengan alasan bahwa pada saat dimulainya intro lagu sepanjang 8 birama oleh iringan band langsung akord G mayor sebagai tingkat IV dari D mayor pada birama 1, disusul akord D mayor-a mayor (tingkat V)-D mayor-g mayor-d mayor-amayor dan berakhir pada akord D mayor. Ditegaskan oleh vokal masuk pada biram 9 pada akord D mayor. Tabel 26 Nada dasar lagu Mitu Metode 1 2 3 4 5 6 7 Nada dasar E, D, Fis B, D Fis, D Fis, B Fis, G E, Fis, G, D D 5.5.3 Analisa wilayah nada (rangel ambitus) Tabel 27 Wilayah nada lagu Mitu Nada paling rendah dan paling tinggi cent Laras

5.5.4 Analisa bentuk lagu Mitu Bentuk lagu Mitu adalah: Intro-A: -B-interlude-A :-B -interlude-b. Intro lagu sepanjang 8 birama oleh band yang dipimpin oleh Bartje Van Houten yang sekaligus sebagai penata musiknya. Instrument yang digunakan adalah gitar elektrik, bas elektrik, drum set, organ elektrik. Iringannya bandnya sudah modern, perhatikan suara organ menggunakan efek suara organ dengan sinkopasi dan suara bas elektrik memainkan pola-pola gaya funky, bagian tertentu bas elektrik memakai suara oktaf bas yang menurun. Tempo lagu cepat (allegro) dengan organ elektrik pembawa melodi pada intro. Bagian A

Bagian A lagu terdiri 4 frase melodi vokal, frase 1 dari birama 9 samapai birama 10 ketukan ke 2, frase 2 dari birama 10 ketukan 4 naik samapai birama 12 ketukan 3, frase 3 dari birama 12 ketukan 4 sampai birama 14 ketukan 3 dan frase 4 dari birama 14 ketukan 4 naik sampai birama 16 kolom 1. Kemudian bagiab A ini diulang ke atas (birama 9) dengan teks yang berbeda. Setelah birama 15 langsung menuju birama 17. Bagian B Bagian B lagu, terdiri dari 7 frase melodi vokal. Frase 1 mulai dari birama 17 ketukan 4 naik sampai birama 18 ketukan 4 jatuh, frase 2 dari birama 18 ketukan 4 naik sampai birama 19 ketukan 4 jatuh, frase 3 dari birama 19 ketukan 4 naik sampai birama 20 ketukan 4 jatuh, frase 4

dari birama 20 ketukan naik sampai birama 21 ketukan 4 jatuh. Frase 5 mulai dari birama 21 ketukan 4 naik sampai birama 22 ketukan 4 jatuh, frase 6 dari birama 22 ketukan 4 naik sampai birama 23 ketukan 4 naik dan frase 7 dari birama 23 ketukan 4 naik sampai birama 25. Bagian A Setelah interlude pertama pada birama 26-29, frase 1 melodi vokal bagian A dimulai dari birama 30 samapai birama 38. Teksnya juga berbeda dari Bagian A. Frase 1 dimulai dari birama 30 sampai birama 31 ketukan 2, frase 2 dari birama 31 ketukan 4 naik sampai birama 33 ketukan 3, frase 4 dari birama 33 ketukan 4 sampai birama 35 ketukan 3, frase 4 dari birama 35 ketukan 4 naik sampai birama 37. Selanjutnya bagian A diulang ke atas (birama 30) dengan teks yang berbeda, setelah birama 36 langsung menuju ke birama 38.

Bagian B Bagian B frase-frase melodi vokalnya dimulai dari birama 38-46. Frase-frase melodinya sama dengan bagian B, terdiri dari 7 frase melodi, frase 1 dari birama 38 ketukan 4 naik sampai 39 ketukan 4 jatuh, frase 2 dari birama 39 ketukan 4 naik sampai birama 40 ketukan jatuh, frase 3dari birama 40 ketukan 4 naik sampai birama 41 ketukan 4 jatuh. Frase 5 dari birama 41 ketukan 4 naik sampai birama 42 ketukan 4 jatuh, frase melodi 6 dari birama 42 ketukan naik sampai birama 43 ketukan 4 jatuh, frase 7 dari birama 43 ketukan 4 naik sampai birama 46. Frase 5-7 bagian B teksnya berbeda dari frase 5-7 bagian B.

Bagian B Setelah interlude ke dua pada birama 47 sampai birama 54 ketukan 4 jatuh, bagian B lagu dimulai dari birama 54 ketukan ketukan naik sampai birama 63. Terdiri dari 7 frase-frase melodi vokal yang sama dengan bagian B, B. Frase 1 dari birama birama 54 ketukan 4 naik sampai birama 55 ketukan 4 jatuh, frase 2 dari birama 55 ketukan 4 naik sampai birama 56 ketukan 4 jatuh, frase 3 dari birama 56 ketukan 4 naik sampai birama 57 ketukan 4 jatuh, frase 4 dari birama 57 ketukan 4 naik sampai birama 58 ketukan 4 jatuh. Frase 5 dari birama 58 ketukan 4 naik sampai birama 59 ketukan 4 jatuh, frase 6 dari birama 59 ketukan 4 naik sampai birama 60 ketukan 4 jatuh, frase 7 dari birama 60 ketukan 4 naik sampai birama 62. Bagian B diulang ke atas pada birama 54 ketukan 4 naik,

setelah birama 61 langsung menuju birama 63 sebagai akhir frase bagain B dan ditutup dengan coda sepanjang 4 birama oleh iringan band. 5.5.5 Analisa pola-pola kadensa Tabel 28 Bentuk kadens anteseden lagu Mitu Kadens I-IV terdapat pada birama 11 ke birama 12 Nada G melangkah ke atas ke nada A sebagai kwint dari akord D (tingkat I) menuju ke nada nada Bsebagai nada ters dari akord G (tingkat IV) padabirama 12. Kadens yang sama juga terdapat pada birama 32-33. Pola kadens I - IV yang lain terdapat pada birama 17-18. Dari nada Fis ters dari akord D mayor menuju nada G (tingkat IV). Kadens yang sama terdapat juga pada birama birama 21-22, 38-39, 42-43, 54-55, 58-59. Kadens IV-I terdapat pada birama 13-14. Dari birama 13 nada Fis sebagai nada septim dari G mayor (tingkat IV) suspensi sampai ke birama 14, sedangkan nada Fis pada birama 14 sebagai nada ters dari D mayor. Terdapat juga pada birama 34-35, 18-19, 22-23, 39-40, 43-44, 55-56, 59-60. Pola kadens I-V ini terdapat pada birama 14-15. Dari nada Fis sebagai ters dari D mayor melangkah ke atas ke nada G sebagai nada septim dari A mayor, kemudian lompat le nada E sebagai nada kwint dari A mayor. Terdapat juga pada birama 19-20, 23-24, 35-36, 40-41, 44-45, 60-61.

Tabel 29 Bentuk kadens kosekwen lagu Mitu Kadens V-I terdapat pada birama 15-16, 15-17, 36-37, 36-38, atau yang bermiripan pada birama 24-25, 45-46, 61-62, 61-63. 5.5.6 Analisa formula melodi Sesuai dengan analisa bentuk lagu Mitu (anak sub bab 5.6.4) di atas, formula melodi yang digunakan adalah bentuk reverting. Frase-frase melodi vokal pada bagian A diulang kembali setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan frase-frase melodi pada bagian B yaitu bagian A, menyimpang lagi ke bagian B. Akhirnya lagu ini diselesaikan dengan bagian B. 5.5.7 Analisa identifikasi tema motif a motif b Motif a dapat diamati pada birama 9 permulaan dari frase 1 melodi vokal bagian A, sedangkan motif b merupakan sambungan dari motif a langsung pada birama 9 ketukan 4 sampai birama 10 ketukan 2. Apabila ke dua motif di atas

digabungkan maka akan membentuk frase 1 melodi vokal bagian A seperti yang terlihat di bawah ini. frase 1 melodi vokal bagian A Selanjutnya motif-motif tersebut dikembangkan melalui potongan motif, yang dapat dilihat pada cuplikan di bawah ini. potongan motif a Potongan motif a di atas bentuknya diambil dari bentuk awal motif a, yang ritemnya dibalik, dengan interval prime perfect (1P, A-A) terdapat pada birama 10 ketukan 4 naik sampai birama 11 ketukan 1. Sedangkan di bawah ini juga potongan motif a perhatikan bentuk ritemnya dan bandingkan dengan bentuk ritem pada motif a, potongan motif a ini dapat diamati pada birama 11 ketukan 2 naik sampai ketukan 3. potongan motif a Vokal bagian A seperti di bawah ini yang dapat diamati pada birama 10 ketukan 4 naik sampai birama 12.

Potongan motif a potongan motif a potongan motif b Berikutnya di bawah ini adalah potongan motif b yang dapat diamati pada birama birama 11 ketukan 4 sampai birama 12. Potongan motif b Apabila potongan-potongan motif di atas digabung maka akan terbentuk frase 2 melodi pemakaian bentuk sekwens pada bagian B potongan motif a potongan motif b Sekwens biasanya dibentuk dari sebuah motif, potongan motif, balikan motif, motif yang diaugmentasikan atau didiminusikan. Sekwens yang terdapat pada bagian B lagu Mitu dibentuk dari potongan-potongan motif a dan b seperti di atas sehingga apabila digabungkan menjadi sebuah bentuk motif baru seperti dapat diamati di bawah ini.

Bahan motif inilah yang dipakai dalam mengembangkan frase-frase melodi yang terdapat pada bagian B lagu Mitu. Setelah terbentuknya sebuah motif yang berasal dari motif-motif sebelumnya, motif tersebut dirangkai atau dipadukan dengan progresi harmoni tertentu sehingga mengahasilkan frase-frase melodi atau rangkaian sekwes yang diinginkan oleh si penciptanya seperti yang dapat diamati di bawah ini. akord G... D. A D.G.....D.A.D 5.5.8 Analisa hubungan teks dan musik Musik gaya funky oleh iringan band dapat didengar dari pola-pola bas elektrik yang aktif berjalan sepanjang lagu, sehingga iringan musik menjadi lebih hidup. Gitar elektrik kebanyakan memainkan pola-pola ritem yang mempertegas gaya funky tersebut, perhatikan juga pada bagian frase-frase melodi vokal (bagian A:, A :) organ elektriknya memainkan pola-pola bas dengan memakai suara efek dari organ pada regristrasi bawah (suara bas). Pada bagian refrainnya (bagian B, B,) suara organ elektriknya mengadakan sinkopasi kembali seperti pada bagian

intro lagu. Interlude 1, iringan musik band memainkan materi melodi yang sama seperti intro lagu. Interlude 2, organ elektrik memainkan melodi improvisasi. Bagian coda, iringan band mengulangi lagi melodi intro dan ditutup dengan kadens V-I. Umumnya teknik bernyanyi syllabic dan neumatic yang digunakan dalam lagu Mitu. Teks dari lagu Mitu mengandung pesan dan nasehat kepada laki-laki orang-orang Batak yang sudah berkeluarga pada era itu agar tidak lalap (membuang waktu, mengobrol dan lalai) di kedai tuak, mabuk, membuat malu, menghabiskan uang pencarian sehingga tidak memperhatikan lagi kehidupan keluarga dan masa depan anak-anaknya. Teks yang serius itu dipadukan dengan iringan musik yang modern bergaya funky, tempo yang cepat, dapat dirasakan suasana yang gembira tetapi serius. Paling menarik menurut penulis dalam lagu ini adalah bagian refrain lagu (B, B, B ), frase melodi yang dikomposisi dari rangkaian sekwens yang menurun dengan not yang melangkah, sebagai contoh dapat diamati dalam cuplikan sekwens dan teks dari bagian B di bawah ini. 17