Mengapa khalifah al jafar al mansur memindahkan ibu kota daulah abbasiyah

bbc.co.uk

Kota Baghdad pada masa Abbasiyah berbentuk bundar.

Rep: Syahruddin el-Fikri Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Sejarah Kota Baghdad memang mengagumkan. Kota ini dihuni oleh umat manusia sejak 4000 SM. Dahulu, kota tersebut menjadi bagian dari Babylonia kuno. Dan, sejak tahun 600 hingga 500 SM, secara bergantian dikuasai oleh Persia, Yunani, dan Romawi. Kata "baghdad" itu sendiri berarti "taman keadilan". Konon, ada taman tempat istirahat Kisra Anusyirwan. Kini, taman itu sudah lenyap, tapi namanya masih abadi. Pentingnya Kota Baghdad menarik perhatian khalifah kedua, Umar bin Khatthab RA. Maka, diutuslah seorang sahabat bernama Sa'ad bin Abi Waqqas untuk menaklukkan kota itu. Singkat cerita, penduduk setempat menerima agama Islam dengan sangat baik hingga agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini dipeluk oleh mayoritas masyarakat Baghdad. Dinasti Abbasiyah-lah yang kemudian membangun Kota Baghdad menjadi salah satu kota metropolitan di era keemasan Islam. Pembangunannya diprakarsai oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur (754-755 M), yang memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Damaskus ke Baghdad. Khalifah kedua dari Dinasti Abbasiyah itu, pada 762 M, menyulap kota kecil Baghdad menjadi sebuah kota baru yang megah. Pemilihan Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah didasarkan pada berbagai pertimbangan, seperti politik, keamanan, sosial, serta geografis. Damaskus, Kufah, dan Basrah yang lebih dulu berkembang tak dijadikan pilihan lantaran di kota-kota itu masih banyak berkeliaran lawan politik Dinasti Abbasiyah, yakni Dinasti Umayyah yang baru dikalahkan. Sebelum membangun Kota Baghdad, Al-Mansur mengutus banyak ahli untuk tinggal beberapa lama di kota itu. Mereka diperintahkan untuk meneliti keadaan tanah, cuaca, dan kondisi geografisnya. Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa Baghdad yang terletak di tepian Sungai Tigris sangat strategis dijadikan pusat pemerintahan Islam.

  • peradaban islam
  • dinasti abbadsiyah

www.citizenx.org

Patung Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur yang dihancurkan di Baghdad.

Red: cr01

REPUBLIKA.CO.ID, Abu Ja'far Al-Manshur menjabat khalifah kedua Bani Abbasiyah menggantikan saudaranya Abul Abbas As-Saffah. Abu Ja'far Al-Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang juga saudara kandung Ibrahim Al-Imam dan Abul Abbas As-Saffah. Ketiganya merupakan pendiri Bani Abbasiyah.

Ketikah Khalifah Abul Abbas As-Saffah meninggal, Abu Ja'far sedang menunaikan ibadah haji bersama Panglima Besar Abu Muslim Al-Khurasani. Yang pertama kali dilakukan Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur setelah dilantik menjadi khalifah pada 136 H/754 M adalah mengatur politik dan siasat pemerintahan Bani Abbasiyah. Jalur-jalur pemerintahan ditata rapi dan cermat, sehingga pada masa pemerintahannya terjalin kerjasama erat antara pemerintah pusat dan daerah. Begitu juga antara qadhi (hakim) kepala polisi rahasia, kepala jawatan pajak, dan kepala-kepala dinas lainnya.

Selama masa kepemimpinannya, kehidupan masyarakat berjalan tenteram, aman dan makmur. Stabilitas politik dalam negeri cenderung aman dan terkendali, tidak ada gejolak politik dan pemberontakan-pemberontakan.Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur sangat mewaspadai tiga kelompok yang menurutnya dapat menjadi batu sandungan Bani Abbasiyah dan dirinya. Kelompok pertama dipimpin Abdullah bin Ali, adik kandung Muhammad bin Ali, paman Abu Ja'far sendiri. Ia menjabat panglima perang Bani Abbasiyah. Kegagahan dan keberaniannya dikenal luas. Pengikut Abdullah bin Ali sangat banyak serta sangat berambisi menjadi khalifah.Kelompok kedua dipimpin Abu Muslim Al-Khurasani, orang yang berjasa besar dalam membantu pendirian Dinasti Abbasiyah. Karena keberanian dan jasa-jasanya, ia sangat disegani serta dihormati di kalangan Bani Abbasiyah. Masyarakat luas banyak yang menjadi pengikutnya. Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur khawatir pengaruh Abu Muslim terlalu besar terhadap pemerintahan Bani Abbasiyah.Kelompok ketiga adalah kalangan Syiah yang dipimpin pendukung berat keturunan Ali bin Abi Thalib. Masyarakat luas banyak yang simpati karena dalam melakukan gerakan mereka membawa nama-nama keluarga Nabi Muhammad Saw.Setelah berhasil mengantisipasi kelompok-kelompok yang dapat menjadi batu sandungan pemerintahannya, Al-Manshur kembali dapat mencurahkan perhatiannya pada pengembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Ia adalah orang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, sehingga memberikan dorongan dan kesempatan yang luas bagi cendekiawan untuk mengembangkan riset ilmu pengetahuan. Penerjemahan buku-buku Romawi ke dalam bahasa Arab, yang menjadi bahasa internasional saat itu dilakukan secara khusus dan profesional. Ilmu falak (astronomi) dan filsafat mulai digali dan dikembangkan.Pada awal pemerintahannya, Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur benar-benar meletakkan dasar-dasar ekonomi dan keuangan negara dengan baik dan terkendali. Oleh sebab itu, tidak pernah terjadi defisit anggaran besar-besaran. Kas negara selalu penuh, uang yang masuk lebih banyak daripada uang keluar. Ketika Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur meninggal dunia, harta yang ada dalam kas negara sebanyak 810.000.000 dirham.Ada kisah menarik tentang Abu Ja'far Al-Manshur dan Abu Hanifah. Ketika selesai membangun Baghdad, Abu Ja'far mengundang para ulama terkemuka. Imam Abu Hanifah termasuk di antara mereka.

Saat itulah Abu Hanifah ditawari sebagai Hakim Tinggi (Qadhi Qudha). Namun Abu Hanifah menolak keras. Ketika diancam agar bersedia memegang jabatan itu, Abu Hanifah mengucapkan kalimat yang dicatat sejarah, "Seandainya anda mengancam untuk membenamkanku ke dalam sungai Eufrat atau memegang jabatan itu, sungguh aku akan memilih untuk dibenamkan."

Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur amat murka. Apalagi ketika ia mendapatkan laporan bahwa sang imam menaruh simpati pada gerakan Muhammad bin Abdullah di Tanah Hijaz. Abu Hanifah ditangkap dan dipenjara hingga meninggal.Selain meletakkan pondasi ekonomi, Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur juga menertibkan pemerintah untuk memperkuat kekuasaan Bani Abbasiyah. Penertiban ini dilakukan dalam bidang administrasi dan mengadakan kerjasama antar pejabat pemerintahan dengan sistem kerja lintas sektoral.Khalifah Al-Manshur juga mengadakan penyebaran dakwah Islam ke Byzantium, Afrika Utara dan mengadakan kerjasama dengan Raja Pepin dari Prancis. Saat itu, kekuasaan Bani Umayyah II di Andalusia dipimpin oleh Abdurrahman Ad-Dakhil.Menjelang pengujung 158 H, Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Namun dalam perjalanan ia sakit lalu meninggal dunia. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan memerintah selama 22 tahun. Jenazahnya dibawa dan dikebumikan di Baghdad.

sumber : Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Khalifah Abu Ja'far al-Manshur memiliki nama lengkap Abu Ja'farAbd. Allah ibn Muhammad al-Manshur. Dia merupakan khalifah kedua Bani Abbasiyah yang memimpin tahun 709-813 M. Al-Manshur adalah adik dari khalifah pertama yang telah membangun Bani Abbasiyah, yakni khalifah Abu al-Abbas al-Saffah. 

Pada masa pemerintahannya, dia telah berhasil mengalahkan pemberontakan kaum Syi'ah. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Setelah mengalahkan pemberontakan dari kelompok Syi'ah.

Baca juga : Menggelorakan Kembali Peran Khalifah di Bumi Indonesia

Al-Mansur membawa pasukannya untuk meredam tiga ancaman utama, yaitu : dari penduduk Syria, bekas pusat kekuasaan Umayyah, yang masih belum mau menjadi bawahan pusat kekuasaan baru di Baghdad, dari Abu Muslim yang tidak mau membagi kekuasaannya dengan pemerintah pusat, dan dari kelompok Syi'ah serta orang-orang yang kecewa dengan pemerintahan baru. 

Ketiga ancaman tersebut satu persatu dapat dilumpuhkan dan dipadamkan sehingga kekuasaan Abbasiyah semakin kkokoh dan luas. Masa al-Mansur ini dapat dikatakan sebagai tahun-tahun perjuangan dan konsolidasi kekuasaan Abbasiyah. Visi politik dan pendekatan pragmatis khalifah al-Mansur sangat berperan dalam menjaga stabilitas pemerintahan. Tulang punggung kekuatan Abbasiyah adalah keluarga besar Bani Abbas.

Baca juga : Mengambil Butir-butir Keteladanan Khalifah Umar Bin Khattab dari Film Series Omar

Pada masa pemerintahannya, al-Mansur memindahkan ibu kota negara yang mulanya adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah ke kota Baghdad, dekat bekas ibu kkota Persia, Ctesiphon pada tahun 762 M. Pemindahan ini bertujuan untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara Abbasiyah yang baru berdiri. 

Dengan demiikian pusat pemerintahan Bani Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru itu, al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. 

Di bisang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengankat wazir (perdana menteri) sebagai kokordinator dari kementerian tang ada. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata.. Dia juga meningkatkan peranan jawatan pos yang sudah ada sejak masa Bani Umayyah dengan tambahantugas. J

Baca juga : Khalifah Spiritual, Khalifah Islam Damai Saat Ini

ika dahulu jawatan pos hanya bertugas untuk mengirim surat, maka pada masa al-Mansur jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan dengan lancar. Para direktur jawatan pos juga bertugas untuk melaporkan tingkah laku gubernur daerah-daerah itu kepada khalifah al-Mansur.


Mengapa khalifah al jafar al mansur memindahkan ibu kota daulah abbasiyah

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 2

Khalifah Abu Ja'far al-Manshur memiliki nama lengkap Abu Ja'farAbd. Allah ibn Muhammad al-Manshur. Dia merupakan khalifah kedua Bani Abbasiyah yang memimpin tahun 709-813 M. Al-Manshur adalah adik dari khalifah pertama yang telah membangun Bani Abbasiyah, yakni khalifah Abu al-Abbas al-Saffah. 

Pada masa pemerintahannya, dia telah berhasil mengalahkan pemberontakan kaum Syi'ah. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Setelah mengalahkan pemberontakan dari kelompok Syi'ah.

Baca juga : Menggelorakan Kembali Peran Khalifah di Bumi Indonesia

Al-Mansur membawa pasukannya untuk meredam tiga ancaman utama, yaitu : dari penduduk Syria, bekas pusat kekuasaan Umayyah, yang masih belum mau menjadi bawahan pusat kekuasaan baru di Baghdad, dari Abu Muslim yang tidak mau membagi kekuasaannya dengan pemerintah pusat, dan dari kelompok Syi'ah serta orang-orang yang kecewa dengan pemerintahan baru. 

Ketiga ancaman tersebut satu persatu dapat dilumpuhkan dan dipadamkan sehingga kekuasaan Abbasiyah semakin kkokoh dan luas. Masa al-Mansur ini dapat dikatakan sebagai tahun-tahun perjuangan dan konsolidasi kekuasaan Abbasiyah. Visi politik dan pendekatan pragmatis khalifah al-Mansur sangat berperan dalam menjaga stabilitas pemerintahan. Tulang punggung kekuatan Abbasiyah adalah keluarga besar Bani Abbas.

Baca juga : Mengambil Butir-butir Keteladanan Khalifah Umar Bin Khattab dari Film Series Omar

Pada masa pemerintahannya, al-Mansur memindahkan ibu kota negara yang mulanya adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah ke kota Baghdad, dekat bekas ibu kkota Persia, Ctesiphon pada tahun 762 M. Pemindahan ini bertujuan untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara Abbasiyah yang baru berdiri. 

Dengan demiikian pusat pemerintahan Bani Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru itu, al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. 

Di bisang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengankat wazir (perdana menteri) sebagai kokordinator dari kementerian tang ada. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata.. Dia juga meningkatkan peranan jawatan pos yang sudah ada sejak masa Bani Umayyah dengan tambahantugas. J

Baca juga : Khalifah Spiritual, Khalifah Islam Damai Saat Ini

ika dahulu jawatan pos hanya bertugas untuk mengirim surat, maka pada masa al-Mansur jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan dengan lancar. Para direktur jawatan pos juga bertugas untuk melaporkan tingkah laku gubernur daerah-daerah itu kepada khalifah al-Mansur.


Mengapa khalifah al jafar al mansur memindahkan ibu kota daulah abbasiyah

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 3

Khalifah Abu Ja'far al-Manshur memiliki nama lengkap Abu Ja'farAbd. Allah ibn Muhammad al-Manshur. Dia merupakan khalifah kedua Bani Abbasiyah yang memimpin tahun 709-813 M. Al-Manshur adalah adik dari khalifah pertama yang telah membangun Bani Abbasiyah, yakni khalifah Abu al-Abbas al-Saffah. 

Pada masa pemerintahannya, dia telah berhasil mengalahkan pemberontakan kaum Syi'ah. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Setelah mengalahkan pemberontakan dari kelompok Syi'ah.

Baca juga : Menggelorakan Kembali Peran Khalifah di Bumi Indonesia

Al-Mansur membawa pasukannya untuk meredam tiga ancaman utama, yaitu : dari penduduk Syria, bekas pusat kekuasaan Umayyah, yang masih belum mau menjadi bawahan pusat kekuasaan baru di Baghdad, dari Abu Muslim yang tidak mau membagi kekuasaannya dengan pemerintah pusat, dan dari kelompok Syi'ah serta orang-orang yang kecewa dengan pemerintahan baru. 

Ketiga ancaman tersebut satu persatu dapat dilumpuhkan dan dipadamkan sehingga kekuasaan Abbasiyah semakin kkokoh dan luas. Masa al-Mansur ini dapat dikatakan sebagai tahun-tahun perjuangan dan konsolidasi kekuasaan Abbasiyah. Visi politik dan pendekatan pragmatis khalifah al-Mansur sangat berperan dalam menjaga stabilitas pemerintahan. Tulang punggung kekuatan Abbasiyah adalah keluarga besar Bani Abbas.

Baca juga : Mengambil Butir-butir Keteladanan Khalifah Umar Bin Khattab dari Film Series Omar

Pada masa pemerintahannya, al-Mansur memindahkan ibu kota negara yang mulanya adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah ke kota Baghdad, dekat bekas ibu kkota Persia, Ctesiphon pada tahun 762 M. Pemindahan ini bertujuan untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara Abbasiyah yang baru berdiri. 

Dengan demiikian pusat pemerintahan Bani Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru itu, al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. 

Di bisang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengankat wazir (perdana menteri) sebagai kokordinator dari kementerian tang ada. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata.. Dia juga meningkatkan peranan jawatan pos yang sudah ada sejak masa Bani Umayyah dengan tambahantugas. J

Baca juga : Khalifah Spiritual, Khalifah Islam Damai Saat Ini

ika dahulu jawatan pos hanya bertugas untuk mengirim surat, maka pada masa al-Mansur jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan dengan lancar. Para direktur jawatan pos juga bertugas untuk melaporkan tingkah laku gubernur daerah-daerah itu kepada khalifah al-Mansur.


Mengapa khalifah al jafar al mansur memindahkan ibu kota daulah abbasiyah

Lihat Sosbud Selengkapnya