Masyarakat menciptakan bermacam norma yang mempunyai tujuan untuk….

Articles 578 Documents

Pemanfataan Wilayah Geostationer Orbit dan Satelit (Kajian Terhadap Kedaulatan Negara Indonesia) Atika Sari, Diah Apriani
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Geostationer Orbit (GSO) memiliki kekhususan yang unik bila dibandingkan dengan bagian bumi lainnya yaitu satelit atau benda langit lain yang ditempatkan di GSO akan tampak stasioner bila dilihat dari bumi. Karakteristik wilayah Indonesia yang sesuai dengan ciri-ciri yang dimiliki GSO menjadikan wilayah ini sebagai sumber daya terbatas (limited natural resources). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan Geostationer orbit dan statelit dalam kaitannya dengan pengamanan kedaulatan Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara katulistiwa yang diligkari GSO terpanjang didunia mempunyai kepentingan yang vital atas wilayah ini karena menyangkut kedaulatan yang dimiliki dari adanya pemanfaatan bersama. Pemanfaatan satelit di wilayah GSO harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Space Treaty sebagai induk Hukum Angkasa, antara lain menghormati kedaulatan negara lain, dengan tujuan damai dan untuk kemakmuran umat manusia. Namun tidak menutup kemungkinan pemanfaatan satelit diwilayah GSO ini bisa jadi digunakan bukan untuk tujuan damai yang bisa melanggar kedaulatan negara yang dimungkinkan terjadi di atas wilayah katulistiwa termasuk pelanggaran terhadap kedaulatan negara Indonesia. Pemanfaatan satelit yang bisa mengakibatkan pelanggaran kedaulatan negara khususnya negara Indonesia antara lain digunakan untuk kegiatan mata-mata, penginderaan jarak jauh  tanpa ijin dari negara yang wilayahnya diindera dan siaran langsung melalui satelit berupa hasutan, propaganda yang dapat menggoyahkan stabilitas negara terutama Indonesia. Geostationary orbit (GSO) has a unique specification when compared with other earth’s part, satellite or other celestial bodies are placed in the GSO will appear stationary when viewed from Earth. Characteristics of Indonesia in accordance with the characteristics that have made the GSO region as limited resources (limited natural resources). This study aims to analyze the use of geostationary orbit and statelit in connection with securing the sovereignty of Indonesia. The data used is secondary data. The analytical method used is descriptive qualitative. These results indicate that the equatorial Indonesia as a country which has the world’s longest GSO is cylicled by the vital interests of the territory because it involves sovereignty possessed of a joint use. Use of satellites in the GSO shall be in accordance with the principles set out in Space. Space Law Treaty insist to respect the sovereignty of other countries, with the goal of peace and prosperity for mankind. The use of GSO satellites in the region can not be used for peaceful purposes could violate the sovereignty of that might happen in the equatorial region, including violation of the sovereignty of Indonesia. Utilization of satellites that could result in violation of the sovereignty of nations, especially Indonesia, among others, are used for spying, remote sensing without the consent of the state whose territory sensed and broadcast live via satellite in the form of incitement, propaganda which can destabilize countries, especially Indonesia.

Internalisasi Nilai-Nilai Hukum Islam dalam Peraturan Daerah “Syariah” di Indonesia Syafingi, Habib Muhsin
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Otonomi Daerah memberikan fleksibilitas bagi daerah dalam merencanakan pembangunan, khususnya dalam pembuatan Peraturan Daerah guna mencapai tujuan pembangunan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Peraturan daerah terkait dengan pelaksanaan Syariah Islam dengan mengambil contoh zakat. Jenis penelitian ini adalah yuridis-normative dengan menggunakan data atau bahan hukum primer dan sekunder. Pendekatan analisis yang digunakan adalah isi (kontent), konsep dan kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa internalisasi nilai-nilai Islam dalam perda syariah di Indonesia, terbagi menjadi dua bagian yakni: kontent dari ajaran Islam sendiri (syari’ah) dan juga nilai-nilai kearifan lokal yang dianut dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, munculnya perda-perda syariah tersebut juga dimaksudkan untuk melaksanakan ketentuan hukum Islam. Autonomy provides flexibility for regions to plan development, especially in making local regulation in order to achieve national development goals. This study aims to analyze the local regulations associated with the implementation of Sharia law by taking the example of charity. This type of research is the juridical-normative data or by using primary and secondary legal materials. The approachs used are content analysis (contains), concepts and cases. These results indicate that the internalization of Islamic values in Islamic regulations in Indonesia, divided into two sections namely: content of the teachings of Islam (sharia) and also the values of local knowledge held in people’s lives. In addition, the emergence of sharia law in the local regulations is also intended to implement the provisions of Islamic law.

Kebijakan Kriminalisasi Delik Penodaan Agama Mirzana, Hijrah Adhyanti
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Hak asasi adalah Hak yang melekat secara kodrati pada setiap mahluk yang dilahirkan dengan sosok biologis manusia. Salah satu hak asasi sipil dan politik  adalah  hak untuk memeluk dan melaksanakan ibadah dari agamanya tersebut. Di Indonesia, kebebasan untuk beragama dan berkeyakinan diatur dalam Pasal 28 E angka 1 dan 2 Undang-undang Dasar 1945. Penelitia ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan kriminalisasi delik penodaan agama dalam  KUHP  dan UU No. 1/PNPS/1965?. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa delik penodaan agama diatur dalam Pasal 156a KUHP dan Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965. Pasal 156a KUHP pada pokoknya mengatur tentang tindak pidana penodaan agama yang  dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan ketentuan Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 mengatur mengenai penafsiran agama/kegiatan keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. Selain KUHP Indonesia. Pasal 156a KUHP Indonesia yaitu melindungi perasaan masing-masing warga negara /penduduk yang memeluk suatu agama atau keyakinan tertentu. Perbedaannya terletak pada perumusannya. Konsep KUHP telah menyempurnakan rumusan Pasal 156a KUHP dengan merumuskan tindak pidana-tindak pidana yang tergolong dalam tindak pidana penodaaan agama dan kehidupan beragama. Namun mengingat Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 yang mengatur mengenai penafsiran agama/kegiatan keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu, dipertahankan oleh putusan Mahkamah konstitusi, sebaiknya ketentuan pasal ini juga diintegralkan dalam tindak pidana penodaaan agama dan kehidupan beragama yang dirumuskan di dalam Konsep KUHP. Human rights is rights inherent by nature in every being is born with a biological human figure. One of the civil and political rights is the right to profess and practice their religion from the religion. In Indonesia, freedom of religion under Article 28 E numbers 1 and 2 of Act of 1945. This research is intended to analyze the policy of criminalization of blasphemy offense in the Criminal Code and Law No. 1/PNPS/1965? 2) . The result of this study reveals that the offense of blasphemy under Article 156a of the Penal Code and Article 1 of Law no. 1/PNPS/1965. Article 156a of the Criminal Code in principle regulate crime of blasphemy in order so that people do not adhere to any religion, who jointed Belief in God Almighty, while the provisions of Article 1 of Law no. 1/PNPS/1965 governs the interpretation of religion / religious activities that deviate from the main points of religious doctrine. In addition to Indonesia’s Criminal Code. Article 156a of the Criminal Code Indonesia which protect each other’s feelings citizens / residents who embrace a particular religion or belief. The difference lies in the formulation. The concept of the Criminal Code has been perfecting the formulation of Article 156a of the Criminal Code to formulate crime-crime offenses classified in penodaaan religion and religious life. But considering Article 1 of Law no. 1/PNPS/1965 which governs the interpretation of religion / religious activities that deviate from the main points of religious doctrine, the Court’s decision is maintained by the constitution, this section should also integrable in criminal penodaaan religion and religious life were formulated in the concept of the Criminal Code.

Perlindungan Korban Kekerasan Kejahatan Perdagangan Manusia dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Sulistiyo, Agung
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk dan penyebab perdagangan manusia (perempuan) dan kebijakan yang dapat meminimalisir kekerasan kejahatan perdagangan manusia (perempuan) serta upaya-upaya penanggulangannya. Metode penelitian ini adalah yuridis-sosiologis dengan pendekatan  kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan  terdapat bentuk-bentuk  kekerasan yaitu kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan mental, melalui ciri-ciri dipukul, disiram air alkohol, diancam dan lain-lain. Dan  penyebabnya ditipu, dijanjikan pekerjaan, pendidikan rendah. Kebijakan Undang-undang No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang  perlu penanganan yang optimal untuk membuktikan bentuk kekerasan yang dialami korban, 3 pola penanganan pembuktian yaitu : pemeriksaan yang berasal dari penanganan tim forensik, pemeriksaan yang berasal dari penanganan  tim kepolisian, pemeriksaan yang berasal dari penaganan tim psikolog. Kesimpulkan yang diperoleh adalah bentuk kekerasan dalam perdagangan manusia (perempuan) meliputi :kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan mental. Penyebabnya, faktor internal dan faktor eksternal. Implementasi Undang-undang No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagang Orang, pembuktian bentuk kekerasan melalui beberapa pola penanganan : pemeriksaan forensik, pemeriksaan kepolisian, pemeriksaan psikologi. The purpose of this research is to know the forms and causes of human trafficking (women) and policies that can minimize the violent crime of human trafficking (women) and penanggulangannya efforts. The method of this research is the juridical sociological approach-qualitative. Data collection methods used i.e. study librarianship and interviews. The research results obtained pointed out there were other forms of violence, sexual violence, physical abuse, mental abuse, through distinctive struck, watered alcohol water, threatened and others. And the cause is tricked, promised jobs, education is low. The policy of law No. 21 of 2007 About the eradication of criminal acts of Trafficking need to prove the optimal handling of forms of violence experienced by victims, 3 pattern of proof, namely: handling the checks came from forensic team, handling the checks came from the team of police handling, proofing that comes from penaganan the team psychologist. Kesimpulkan obtained is a form of violence in human trafficking (women) include: sexual violence, physical violence, mental violence. The cause, internal factors and external factors. The implementation of law No. 21 of 2007 About the eradication of criminal acts of Perdagang people, through some form of proof of violent handling patterns: forensic examination, inspection, examination of police psychology.

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Nakal (Juvenile Delinquency) Dalam Proses Acara Pidana Indonesia Maskur, Muhammad Azil
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Menurut catatan UNICEF, pada tahun 2000 ada 11.344 anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana, sedangkan pada bulan Januari-Mei 2002 ditemukan 4.325 tahanan anak di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia dan lebih menyedihkan lagi, sebagian besar (84,2%). Melihat kuantitas anakyang melakukan tindak pidanatersebut, maka sudah seharusnya proses acara pidananya mempertimbangkan aspek kepentingan terbaik untuk anak seperti perlindungan akan hak-haknya. Oeh karena itu penulis mencoba menelitinya dalamlingkup Kota Semarang.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas proses jalannya perkara pidana terhadap anak nakal (Juvenile Delinquency) sesuai hukum acara pidana di wilayah hukum Kota Semarang, (mengetahui perlindungan hukum terhadap anak nakal (Juvenile Delinquency) dalam hukum acara pidana di wilayah hukum Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan proses acara pidana terhadap anak nakal yang terjadi di wilayah hukum Kota Semarang telah sesuai dan merujuk pada KUHAP Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Proses ini berawal dari adanya laporan kemudian perkara di bawa ke Polwiltabes Semarang dan ditangani oleh penyelidik, penyidik pada RPK Polwiltabes Semarang. Setelah proses penyidikan, perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Semarang, kemudian perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Semarang untuk di sidangkan oleh hakim anak. Dalam setiap tahapan aparat penegak hukum selalu meminta pendapat pembimbing kemasyarakatan pada BAPAS Semarang untuk mengetahui keadaan anak yang sebenarnya. Perlindungan hukum terhadap anak nakal (Juvenile Delinquency) dalam proses acara pidana di wilayah hukum Kota Semarang telah dilakukan semaksimal mungkin sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997.  Children are human small and relatively clean, but many of them are dealing with the law. According to the UNICEF, in 2000 there were 11 344 children suspected of being criminals, while in January-May 2002 found 4325 child prisoners in detention and correctional facilities throughout Indonesia and even worse, the majority (84.2%). Viewing child who commit pidanatersebut quantity, then it should consider the aspects of criminal proceedings for the child’s best interests such as the protection of their rights. NII therefore tried to examine authors dalamlingkup Semarang. This study aims to have a clear process of criminal litigation against juvenile delinquents (juvenile delinquency) according to the law of criminal procedure in Semarang city jurisdiction, to determine the legal protection of juvenile delinquents (juvenile delinquency) in criminal law in the jurisdiction of the city of Semarang. The result showed that the implementation of the criminal proceedings against juveniles who occurred in the jurisdiction of the city of Semarang was appropriate and Jo refers to the Criminal Procedure Code. Act No. 3 of 1997 on Juvenile Justice. This process begins with a report later case brought to Polwiltabes Semarang and handled by the investigator, the investigator on the RPK Polwiltabes Semarang. After the investigation, the case being brought to the State Attorney Semarang, then transferred the case to the District Court in Semarang for children sidangkan by the judge. In every phase of law enforcement officers always ask the opinion of the adviser community BAPAS Semarang to know the real situation of children. Legal protection of juvenile delinquents (juvenile delinquency) in criminal proceedings in the jurisdiction of the city of Semarang has done as much as possible according to Law No. 3 of 1997.

Budaya Hukum Cyberporn di Kota Semarang -, Novita
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Perkembangan teknologi yang sedemikian pesat membawa dampak yang positif dan negatif. Salah satu contoh perkembangan internet. Salah satunya perkembangan Cyberspace yang menawarkan manusia untuk “hidup” dalam dunia alternatif dengan berbagai sisi realitas baru yang penuh harapan, kesenangan, kemudahan dan pengembaraan seperti teleshoping, teleconference, teledildonic, virtual café, virtual architecture, virtual museum, cyberporn, cyberparty dan cyberorgasm. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis budaya hukum cyberporn di Kota Semarang dan bagaimana penegakan kebijakan kriminal terhadap cyberporn yang tertuang dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik di Kota Semarang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah socio-legal atau  yuridis sosiologis (non doctrinal). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dari sisi pengguna (user) juga terdapat data yang menggambarkan bahwa, di Kota Semarang, hampir semua pengguna dan pengakses internet pernah membuka situs porno, bahkan ada yang pernah  melakukan transaksi cyberprostitution. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa user, membuka situs porno adalah hal yang biasa dilakukan sejak pertama kali mengenal dan menggunakan fasilitas internet. Tidak hanya melalui warnet, tetapi juga seringkali dilakukan di tempat-tempat yang memiliki sarana hotspot. Bahkan, di antara mereka melakukan download dan menyimpannya di dalam file laptop/computer atau di flashdisk. Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan yang meliputi adanya keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik sosial dan keterpaduan antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal. Rapid technological developments in such a positive impact and negative. One example of the development of the Internet. One is the development of Cyberspace that offers people to ”live” in the world of alternative with the new reality of hope, joy, ease and wanderings as teleshoping, teleconference, teledildonic, virtual café, virtual architecture, virtual museum, cyberporn, cyberparty and cyberorgasm. This research is intended to analyze the legal culture cyberporn in Semarang and how the criminal enforcement against cyberporn as stipulated in the Law. 11 Year 2008 on Electronic Transaction Information in the city of Semarang. The approach used in this study is a socio-legal or juridical sociological (non-doctrinal). The results showed that of the user (users) also contained data that illustrates that, in the city of Semarang, almost all users accessed the internet and never open a porn site, and some have never done cyberprostitution transaction. Based on the results of interviews with some of the user, open a porn site is a common practice since the first time to recognize and use the internet facility. Not only through the cafe, but also often done in places that have the means hotspot. Even among those to download and save it in a file laptop / computer or in flash. Crime prevention efforts need to be taken with a policy approach that includes the integration of (integralitas) between the criminal and the political social and political integration of our efforts to combat crime by penal and non-penal.

Model Pemberdayaan Kelompok Rentan KDRT Berbasis Need Asssesment dalam Perspektif Hukum -, Rodiyah
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Kelompok rentan KDRT Pesisir Kabupaten Tegal dihadapkan pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan praktis dan strategis sebagai kebutuhan dasar.  layak dalam pemberdayaan perempuan dan anak untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan gender. Need assssment ini berbasis pada pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis anak dan perempuan. Model pemberdayaan yang efektif dengan menggunakan kerjasama secara sinergis antar komponen masyarakat dan pemerintah, organisasi negara untuk memberdayakan mereka. Maka model pemberdayaan  yang efektif dan efisien adalah dengan menggunakan pengembangan pendidikan pemberdayaan perempuan berperspektif hukum dengan life skill yang berbasis pada need assesment pada masyarakat miskin, perempuan  nelayan, perempuan buruh petani, buruh melati, buruh melonco lombok. Kendala yang dihadapi dalam melakukan pemberdayaan kelompok rentan KDRT anak dan perempuan adalah kendala kemiskinan yang disebabkan oleh kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural, serta ketidak mandirian perempuan karena tidak berpendidikan serta masyarakat yang belum secara sinergis melakukan pemberdayan terhadap mereka. Vulnerable groups of domestic violence in the area of Tegal Regency coastal faced inability to meet the practical needs and strategic as basic needs. Feasible within the empowerment of women and children to create justice and gender equality. The need assessment is based on practical and strategic needs of children and women. This research aims to analyze the suitable model of vulnerable groups empowering which is based on their needs. The data used are primary and secondary. The analyze is using qualitative technic. The result of this research shows that effective empowerment model is using a synergistic cooperation between the components of society and government, state organizations to empower them. The model of empowerment that effectively and efficiently used is the educational development of the legal perspective of women’s empowerment with life skill needs assessment based on the poor, women fishers, women’s unions of farmers, laborers jasmine, lombok melonco workers. Constraints faced in empowering vulnerable groups of children of domestic violence and women’s poverty is caused by the constraints of structural poverty and cultural poverty, and lack of female mandirian because people are not educated and do not in synergy towards their empowerment.

Disparitas Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian Biasa Di Pengadilan Negeri Kota Semarang Wijayanto, Indung
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk disparitas pemidanaan dalam putusan hakim dalam perkara tindak pidana pencurian biasa dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yang menimbulkan disparitas pidana dalam tindak pidana pencurian biasa. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kriminologis. Data primer maupun data sekunder dikumpulkan melalui teknik wawancara, studi pustaka dan dokumentasi. Responden ditentukan dengan cara puporsive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat disparitas pidana dalam putusan Pengadilan Negeri Semarang mengenai tindak pidana yang diancam Pasal 362 KUHP, dimana disparitas itu berupa perbedaan lamanya pidana penjara yang dijatuhkan. dan hakim lebih menyukai penggunaan pidana penjara dibandingkan pidana denda. Adapun faktor penyebab disparitas dapat bersumber dari aturan-aturan hukum pidana, hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, besarnya kerugian yang ditimbulkan, dan faktor hakim.  This research aims to know the shape of disparity of criminal law in judge decision of criminal act concerning to usual stealing and the base of judge consideration in judging the crime that arise the crime disparity in crime act of usual stealing. This research is done by criminologic approach. Primary and secondary data were collected by interview, review related literature and documentation. The respondents of this research are determined in purposive method. The results of this research indicates that there is crime disparity in Semarang State Court decision about criminal act that is threatened by Article 362 KUHP, where disparity act as old deviation of prison which is decided. And the judge prefers prison using than fine, also causal factors of disparity derive from rules of crime law, things that put burden and aese the accused, the sum of loss caused, and judge factor.

Disparitas Putusan Hakim dalam Kasus Narkoba Abdurrachman, Hamidah; Praptono, Eddhie; Rizkianto, Kus
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Disparitas putusan pidana memiliki pengertian berupa penjatuhan pidana yang tidak sama kepada terpidana dalam kasus yang sama atau kasus yang hampir sama tingkat kejahatannya, baik itu dilakukan bersama-sama maupun tidak tanpa dasar yang dapat dibenarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika di Pengadilan Negeri Slawi; Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana khususnya yang melanggar Pasal 112 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa putusan hakim. Pendekatan analisis yang digunakan adalah pendekatan kasus dan konsep hukum pidana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam memutus perkara hakim menggunakan pertimbangan alat bukti sebagaimana disebutkan dalam KUHAP. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim tersebut mencakup tiga hal, yakni: factor hukumnya sendiri, factor pelaku dan hakim yang bersangkutan. Disparities have an understanding of the decision of the imposition of criminal offenses which are not equal to the guilty party in the same case or cases are almost the same level of crime, whether it be done jointly or not without foundation that can be justified. This study aims to determine and analyze the basic considerations of judges in the criminal verdict against drug criminals in the District Court Slawi; Knowing the factors that influence the judge’s ruling against the perpetrators of particular crimes in violation of Article 112 paragraph 1 of Law No. 35 of 2009 of narcotics. The data used are secondary data from the judge’s decision. Analytical approach used are the approach and the concept of criminal law cases. These results indicate that the judge decided the case using the consideration of evidence as mentioned in the Criminal Code. The factors that influence the judge’s decision covers three things, namely: the law of its own factor, perpetrators factor, and the judge concerned actors.

Hak Pengusahaan Perairan Pesisir dalam Perspektif Hukum Agraria dan Pulau-Pulau Kecil Basri, H.; A.Z., Yahya
Pandecta Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Indonesia adalah negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas, terdiri dari ribuan pulau dan dua pertiga dari keseluruhan luas wilayah Indonesia merupakan wilayah  perairan, dengan luas wilayah laut yang demikian besarnya dan garis pantai yang demikian panjangnya serta munculnya konflik-konflik dalam pemanfaatan ruang laut (baik horizontal maupun vertikal) tentu diperlukan pengangaturan-pengaturan dalam pemanfaatannya dan pengelolaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hak pengusahaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hak Pengusahaan Perairan Pesisir yang terdapat dalam Undang-undang PWP3K merupakan salah satu norma hukum yang mengatur pemanfaatan pesisir, namun ternyata HP3 menimbulkan pro dan kontra. Penelitian bertujuan untuk menelaah aturan dalam HP3. Dalam penelitian yuridis normatif ini, analisis yang digunakan ialah dengan cara mengumpulkan data untuk kemudian diolah dan dianalisa sesuai dengan sifat data yang terkumpul, untuk selanjutnya disajikan secara evaluatif analis. Terutama mengenai aturan-aturan HP3 dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengusahaan perairan pesisir dalam ketentuan UU No. 27 Tahun 2007 tetap mengacu kepada azas dalam konstitusi dan hukum agararia yang menegaskan bahwa bumi, air dan udara yang terkandung di dalamnya di kuasasi oleh negara dan digunakan untuk kepentingan rakyat. Hak penguasai negara disini bermakna pengelolaan dari aspek hukumnya untuk menjembatani antara kepentingan privat dan publik supaya berjalan secara harmonis. Indonesia adalah negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas, terdiri dari ribuan pulau dan dua pertiga dari keseluruhan luas wilayah Indonesia merupakan wilayah  perairan, dengan luas wilayah laut yang demikian besarnya dan garis pantai yang demikian panjangnya serta munculnya konflik-konflik dalam pemanfaatan ruang laut (baik horizontal maupun vertikal) tentu diperlukan pengangaturan-pengaturan dalam pemanfaatannya dan pengelolaannya, Hak Pengusahaan Perairan Pesisir yang terdapat dalam Undang-undang PWP3K merupakan salah satu norma hukum yang mengatur pemanfaatan pesisir, namun ternyata HP3 menimbulkan pro dan kontra. Penelitian bertujuan untuk menelaah aturan dalam HP3. Dalam penelitian yuridis normatif ini, analisis yang digunakan ialah dengan cara mengumpulkan data untuk kemudian diolah dan dianalisa sesuai dengan sifat data yang terkumpul, untuk selanjutnya disajikan secara evaluatif analis. Terutama mengenai aturan-aturan HP3 dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengusahaan perairan pesisir dalam ketentuan UU No. 27 Tahun 2007 tetap mengacu kepada azas dalam konstitusi dan hukum agararia yang menegaskan bahwa bumi, air dan udara yang terkandung di dalamnya di kuasasi oleh negara dan digunakan untuk kepentingan rakyat. Hak penguasai negara disini bermakna pengelolaan dari aspek hukumnya untuk menjembatani antara kepentingan privat dan publik supaya berjalan secara harmonis.


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA