Langkah langkah negara Indonesia dalam menghadapi pasar bebas dalam bidang perindustrian adalah


Page 2

dikembangkan kerjasama ekonomi sub re

gional (KESR). d. Sejalan dengan langkah reformasi ekonomi,

upaya-upaya untuk mempercepat pemulihan ekonomi ditempuh melalui konsultasi yang erat dengan lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.

badan usaha lainnya. Kebijaksanaan tersebut juga dilaksanakan di daerah tertinggal untuk meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan kelompok masyarakat yang berada di bawah kemiskinan melalui pengembangan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sebagai tindak lanjut dari PP No.44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, terus diupayakan langkah-langkah nyata untuk mewujudkan kemitraan KUKM dengan Usaha Besar, termasuk BUMN. Untuk itu Pemerintah telah mengeluarkan skim kredit baru yaitu kredit modal kerja usaha kecil dan menengah (KMK-UKM) dengan sumber utama keuangannya berasal dari dana BUMN. Skim kredit ini ditujukan untuk mengembangkan kegiatan usahü yang bersifat padat karya, berorientasi pada komoditas unggulan ekspor, dan usaha distribusi bahan pokok dan bahan baku industri.

Sektor Hubungan Ekonomi Internasional

Sektor Keuangan dan Moneter

Disadari bahwa waktu satu tahun relatif sangat pendek untuk menanggulangi persoalan ekonomi yang multidimensi dan sangat berat. Meskipun demikian telah dapat dicapai beberapa keberhasilan yang cukup menonjol, yang kiranya dapat memberi harapan bagi pulihnya kembali perekonomian Indonesia di masa datang. Hasilhasil tersebut antara lain :

Laju inflasi tahun 1998/1999 sebesar 45,44% memang masih lebih tinggi dari tahun 1997/ 1998 (36,80%), namun sebenarnya sudah lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan inflasi dalam APBN 1998/1999 (66%). Bahkan laju inflasi selama 8 bulan pertama tahun 1999 sebesar 0,71% jauh lebih rendah dari periode yang sama, baik pada tahun 1998 (69,12%) maupun tahun 1997 (4,97%). Hal yang sama juga terjadi pada 5 bulan pertama tahun anggaran 1999/2000 (April - Agustus 1999) sebesar minus 3,24% dibandingkan periode yang sama tahun 1998/1999 (33,15%) dan tahun 1997 (2,42%). Rendahnya inflasi selama 8 bulan pertama 1999 tersebut selain karena angka-angka inflasi yang rendah setiap bulannya, juga terdapat kecenderungan perkembangan inflasi yang terus menurun bahkan mengalami deflasi sejak Maret 1999 hingga Agustus 1999. Dilihat dari penyebabnya, rendahnya inflasi (0,71%) tersebut terutama disebabkan oleh terjadinya deflasi pada harga kelompok bahan makanan sebesar 11,76%,

makanan jadi 0,47% dan sandang 3,47%. Sedangkan harga kelompok perumahan, kesehatan, pendidikan dan transport terjadi inflasi masing-masing sebesar 1,81%, 2,40%, 2,73% dan 0,31%.

Kecenderungan terus menurunnya laju inflasi tersebut kiranya dapat dijadikan salah satu tolok ukur kemajuan dalam pengendalian stabilitas ekonomi, yang pada gilirannya berdampak positif terhadap upaya menurunkan suku bunga agar tercipta iklim yang kondusif bagi bangkitnya kembali sektor riil.

Rendahnya realisasi penerimaan terutama terjadi pada penerimaan pembangunan yang hanya mencapai Rp62.320,1 miliar (54,4%), meskipun pada penerimaan dalam negeri yang didukung oleh penerimaan non-migas mampu mencapai Rp 152.809,5 miliar (102,3%). Sedangkan rendahnya realisasi pengeluaran terjadi pada pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, masingmasing sebesar Rp 147.717,2 miliar (86,3%) dan Rp 67.869,1 miliar (73,2%) Realisasi penerimaan dalam negeri yang lebih besar dari yang direncanakan terutama disebabkan oleh peningkatan yang cukup besar atas realisasi penerimaan pajak penghasilan berkenaan dengan naiknya suku bunga deposito yang cukup tinggi dan realisasi pajak ekspor berkaitan dengan kenaikan tarif pajak ekspor yang ditujukan untuk menciptakan stabilitas harga minyak goreng dalam negeri.

Realisasi penerimaan rutin yang lebih kecil dari yang direncanakan terutama disebabkan oleh membaiknya kurs rupiah terhadap US$ yahg pada gilirannya berakibat pada menurunnya realisasi pembayaran hutang luar negeri, belanja barang luar negeri dan subsidi.

Suku bunga SBI dan deposito berjangka secara bertahap sudah bergerak semakin rerdah tanpa diikuti gejolak spekulatif nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Suku bunga SBI 28 hari telah jauh menurun dari 70,73% pada bulan Agustus 1998 menjadi 12.97% pada akhir Agustus 1999. Suku bunga deposito berjangka 1 bulan juga menurun dari 61,76% pada bulan September 1998 menjadi 15,00% pada akhir Agustus 1999. Penurunan suku bunga secara drastis dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing berhasil mendorong naiknya indeks harga saham (IHSG) di Bursa Efek Jakarta hingga mencapai 565,196 pada akhir Agustus 1999, Meskipun angka tersebut belum mampu menyamai kondisi sebelum krisis terjadi, tetapi sudah berada jauh di atas titik terendah yang pernah terjadi pada bulan September 1998 yaitu 276,15. Pencapaian realisasi APBN 1998/1999 menunjukkan gambaran yang lebih rendah dari yang dianggarkan. Pada sisi penerimaan mencapai Rp215.129,6 miliar (81,5%) dan sisi pengeluaran mencapai Rp215.586,3 miliar (81,7%). Meskipun demikian ada perkembangan positif bahwa defisit dalam realisasi APBN 1998/1999 sebesar 2,9% dari PDB jauh lebih rendah dari angka defisit 8.5%

Dengan adanya peningkatan realisasi penerimaan dalam negeri dan penurunan realisasi pengeluaran rutin, maka realisasi penerimaan dalam negeri tahun 1998/ 1999 cukup untuk membiayai pengeluaran rutin, bahkan tercipta tabungan pemerintah sebesar Rp 5.092,3 miliar.

Rendahnya realisasi pengeluaran pembangunan dipengaruhi oleh faktor internal antara lain adanya revisi anggaran yang dilakukan pada bulan Juli 1998 sehingga terjadi penundaan pelaksanaan berbagai proyek, dan karena faktor eksternal diantaranya berupa keterlambatan pencairan bantuan luar negeri dan fluktuasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing terutama US$.

triwulan I tahun 1998 menjadi minus 10,57% pada triwulan II, positif 4,12% pada triwulan III, dan minus 3,93% pada triwulan IV, kemudian menjadi positif 1,31% pada triwulan I tahun 1999 dan positif 0,47% pada triwulan II tahun 1999.

Khusus terhadap pelaksanaan APBN 1999/ 2000, selama triwulan (s.d. Juni 1999) telah mencapai Rp53.012,6 milyar atau 24,1% dari APBN, yang berarti lebih baik dibandingkan realisasi triwulan I APBN 1998/1999 yang hanya mencapai 12,4% atau sebesar 32.755,4

milyar d. Kredit ekspor yang diterima oleh Pemerintah

pada bulan Mei 1999 mecapai USD15,1 milyar, sedangkan posisi pada triwulan II 1998 sebesar USD13,3 milyar. Kenaikan ini terjadi karena penarikan atas komitmen tahun-tahun sebelumnya. Selama kurun waktu Kabinet Reformasi Pembangunan telah disetujui kredit ekspor dan pinjaman komersial luar negeri sebesar USD 1,107.6 juta terdiri dari USD 798.1 juta kredit ekspor untuk 5 proyek dan USD 309.5 juta pinjaman komersial luar negeri untuk 2 proyek. Persetujuan kredit ekspor USD 798,1 juta tersebut termasuk perpanjangan alokasi untuk 3 proyek sebesar USD 545,1 juta. Meskipun harga komoditi ekspor terpenting baik migas maupun non-migas di pasaran internasional mengalami penurunan, namun

realisasi surplus dalam transaksi berjalan dan

meningkatnya cadangan devisa pada tahun 1998/1999 yang masing-masing diperkirakan sebesar US$4,4 miliar dan US$9,2 miliar

jauh lebih baik dari yang diperkirakan dalam

APBN 1998/1999 (US$1,4 miliar dan

US$5,3 miliar), f. Meskipun kontraksi dalam PDB baik pada

tahun 1998 (13,68%) maupun tahun 1998/ 1999 (-15,27%) adalah lebih tinggi dari yang diperkirakan, namun jika diamati perkembangan dalam triwulanannya menunjukkan bahwa proses kontraksi sudah melampaui titik terendah. Tegasnya kontraksi dalam PDB atas dasar harga konstan tahun 1993 berkembang dari minus 8,03% pada

Pelaksanaan koordinasi kebijakan di bidang industri dan jasa selama kurun waktu 19981999 telah menghasilkan beberapa kebijaksanaan, antara lain: a. Diterbitkannya Keputusan Presiden RI

No.7 tahun 1999 tanggal 4 Januari 1999 tentang Kriteria Penilaian Pemberian Fasilitas Perpajakan di Bidang Usaha

Industri Tertentu. b. Telah terbitnya kebijaksanaan Pem

baharuan Pengelolaan Irigasi melalui Inpres Nomor 3/1999 tanggal 26 April

1999. c. Telah disusun konsep kebijaksanaan

restrukturisasi sektor ketenagalistrikan dan konsep rancangan undang-undang ketenagalistrikan sebagai perbaikan dari Undang-Undang Nomor 15 tahun 1985 tentang ketenagalistrikan yang hingga saat

ini masih dalam pembahasan lebih lanjut. d. Di sektor transportasi, hasil-hasil yang

telah dicapai antara lain adalah realisasi penambahan armada pesawat Garuda dan realisasi kredit program untuk pembelian suku cadang angkutan umum perkotaan. Sedang hasil tak langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat adalah terciptanya keseimbangan antara permintaan dan pelayanan jasa transportasi pada tingkat tarif yang terjangkau, serta tersedianya alternatif pilihan moda transportasi khususnya untuk penumpang, yaitu kereta api untuk daerah Pulau Sumatera dan Pulau Jawa serta angkutan laut untuk angkutan antar

pulau. Di samping itu untuk mempertahankan kelangsungan pelayanan jasa trasportasi antara lain, mempertahankan aset prasarana dan sarana transportasi yang dimiliki oleh pemerintah melalui penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, serta menunda investasi baru yang menyerap dana cukup besar. Sedang untuk kegiatan usaha transportasi yang dilakukan oleh swasta, pemerintah lebih

banyak berperan sebagai fasilitator. e. Telah diterbitkannya Ke-putusan Presiden

RI No. 184 tahun 1998 tanggal 20 Oktober 1998 tentang Tim Koordinasi dan Sub Tim Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional yang juga mengatur kerjasama

sub-regional AIDA. f. Di bidang perwilayahan industri dan jasa

antara lain telah dilakukannya kerjasama 14 Pemerintah Daerah di Kawasan Timur Indonesia dengan negara-negara bagian di Australia, serta telah ditetapkannya 7 bandara, pelabuhan, dan perlintasan darat sebagai pintu gerbang internasional yang diizinkan menerima wisatawan asing dengan fasilitas bebas visa kunjungan

singkat.
g. Di bidang investasi, telah dikeluarkan:

Keppres No.96 Tahun 1998 tentang Daftar Negatif Investasi; Keppres No.99 Tahun 1998 tentang Jenis Usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan kemitraan. Keppres No.113 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keppres No.33 Tahun 1981 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal Keppres No.114 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keppres No.25 Tahun 1991 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Susunan Organisasi BKPM.

.

Keppres No.115 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keppres No.97 Tahun 1993 Tentang Tatacara Penanaman

Modal. * Keppres No.116 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Keppres No.26 Tahun 1980 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Penanaman Modal

Daerah. * Inpres No. 22 Tahun 1998 tentang

Penghapusan Kewajiban Memiliki
Rekomendasi Instansi Teknis Dalam Permohonan Persetujuan Penanaman

Modal. * Inpres No.23 Tahun 1998 tentang

Penghapusan Ketentuan Kewajiban Memiliki Surat Persetujuan Prinsip

Dalam Pelaksanaan Realisasi Pe-

nanaman Modal di Daerah.

Keputusan Meninves/Kepala BKPM


No. 21/SK/1998 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan dan Fasilitas Serta Perizinan Pelaksanaan Penanaman Modal

Dalam Negeri kepada Gubernur/

Kepala Daerah Tingkat I.

Keputusan Meninves/Kepala BKPM


No. 30/ SK/1998 tentang Pedoman dan Tatacara Penanaman Modal yang

didirikan dalam rangka PMDN dan

PMA.

Keputusan Meninves/Kepala BKPM

tentang Pelimpahan Kewenangan

Pemberian Persetujuan dan Pengen-


dalian Penanaman Modal di Dalam Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).

Keputusan Meninves/Kepala BKPM

No.12/ SK/1999 tentang Penyertaan

Modal Dalam Perusahaan Induk

(Holding)

Keputusan Meninves/Kepala BKPM

dan Menteri Koperasi, Pengusaha

Kecil dan Menengah No.22/SK/1998
dan 071 SKB/M/VII/1998 tentang Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui

Kemitraan Dalam Rangka Penanaman

Modal. Keputusan Meninves/Kepala BKPM dengan Menteri Luar Negeri

No.KB.076/OT/V/1999/01 dan

No.10/SK/1999 tanggal 18 Mei 1999 sebagai pengganti dan penyempurnaan

SKB No. 17/SK/1992 dan SKB No.

KP/SK. 126/ 1992/01 untuk mem- berikan peran kepada Kantor Per- wakilan di luar negeri tidak hanya di

bidang promosi namun juga mencakup

penyuluhan dan penerimaan aplikasi

investasi. h. Di samping itu saat ini telah disusun

Agenda Reformasi Investasi dalam suatu perumusan Rencana Aksi Pengembangan Investasi Nasional guna menjadikan Indonesia sebagai tempat yang nyaman dan

menguntungkan bagi para investor. Sumber Daya Alam Dengan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa sumber daya alam sangat terbatas dan tidak dapat diperbaharui, dan dengan mengedepankan pentingnya pengembangan sektor-sektor ekonomi lain yang menjamin kelangsungan wilayah, maka hasil yang dapat dicapai adalah sebagai berikut: a. Telah dilakukan pengkajian SDA agar

pengelolaan SDA dapat menciptakan keseimbangan pembangunan yang berkelanjutan, serta menciptakan keseimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah sehingga tercipta pembagian hasil yang proporsional. Usulan yang ditawarkan untuk itu adalah memberikan royalti kepada daerah dengan pembagian

prosentasi yang proporsional. b. Telah diberikan peningkatan plafon

Kredit Usaha Tani guna mendorong

terwujudnya “Gerakan Mandiri Palagung” sehingga diharapkan pada tahun 2000-2001 Indonesia sudah dapat berswasembada beras, kedelai dan

jagung c. Telah dilakukan reformasi sistem HPH

oleh Departemen Kehutanan melalui perubahan kebijakan antara lain mengubah PP No. 21 1970 menjadi PP No. 6 1999, yang pada prinsipnya HPH satu grup yang pemegang saham mayoritasnya di tangan satu orang hanya boleh mempunyai HPH sebanyakbanyaknya 100 ribu hektar per propinsi dan 400 ribu hektar seluruh Indonesia. Di samping itu, Menhutbun telah mengeluarkan SK No.732/ Kpts-II/1998 tentang kompensasi saham untuk koperasi sebesar

20% atau lebih di perusahaan HPH. d. Telah disiapkan Rancangan Keputusan

Presiden tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas. Mengingat pelumas merupakan komoditi yang konsumennya sangat luas dan strategis, dan saat ini Pertamina memperoleh hak monopoli impor, maka tata niaga seperti ini akan dihapuskan. Sedangkan bea masuk impor diusulkan tetap 5% sebagaimana fee yang diterima Pertamina. Dengan tarif ini dimaksudkan untuk melindungi produsen

dalam negeri.


Dalam hal aspal Buton telah ada beberapa calon investor yang berminat mengolah dengan teknologi yang handal, sehingga dapat menghasilkan Aspal Alam yang bermutu dan harga yang kompetitif. Aspal ini kecuali untuk membuat jalan, juga dapat untuk membuat coating, anti karat, adhesive, dan lain-lain. Agar kekayaan alam ini dapat dikelola secara ekonomis maka telah disusun suatu Rekomendasi Peningkatan Pemanfaatan Aspal Buton, suatu arahan bagi calon investor yang akan menanam investasi mengelola Aspal Alam Buton.