Kelebihan dan KEKURANGAN merdeka belajar bagi guru

Budilaksono.com....Kepada bapak ibu guru diseluruh Indonesia, Setiap pengantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selalu di iringi perubahan/revisi Kurikulum atau perubahan Kebijakan pendidikan. Begitu juga menteri Nadiem Makarim pada Kabinet Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin periode 2019-2024.

Kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi prioritas utama untuk mencetak para ahli dibidangnya sesuai arahan Persiden, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.

Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. “Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran kedepan yang fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” kata Nadiem Makarim

Empat Arah kebijakan menurut Menteri Nadiem Anwar Makarim yang membuat merdeka belajar adalah :

  1. Penyelenggaraan USBN tahun 2020 diselenggarakan hanya oleh sekolah. Pelaksanaannya juga fleksibel dengan beberapa cara yakni dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya). Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
  2. Penyelenggaraan UN tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya. Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (Askomi suka), yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. Askomi suka dilaksanakan pada siswa kelas 4, 8, 11, sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
  3. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup.
  4. Penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi. 

Kelebihan dan KEKURANGAN merdeka belajar bagi guru

Mendikbud berharap pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan “Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru,” pesan Mendikbud. 

Kelemahan yang timbul (bebebapa sumber) dari empat arah kebijakann pendidikan oleh Menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim  adalah :

  1. Dengan UN 2021 yang dirubah menjadi Asesment Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (Askomi suka) yang diberikan pada siswa ditengah  jenjang tingkat (kelas 4,8 dan 11), siswa tidak dapat dilihat pengetahuan yang mendukung kemampuan skillnya karena Askomi suka hanya pada karater dan kepribadiannya saja. Intinya di Askomi suka hanya pada kemampuan Sikap dan sedikit pengetahuannya secara umum. Ini cocok untuk sekolah umum tapi tidak cocok untuk SMK karena tidak dapat dilihat kemampuan skillnya. Disini juga akan menyebabkan siswa malas untuk belajar maupun melaksanakan tindakkan yang ditugaskan oleh guru mata pelajaran. Kemudian dikelas  5,6,9 dan 12. pada tahun 2022 pembelajaran apa yang akan dijalankan.
  2. RPP hanya terdiri dari tiga komponen dan hanya satu lembar. RPP adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (arah pembelajaran) di kelas yang kita gunakan. Tetapi bila RPP hanya satu lembar tidak bisa dilihat arahnya karena tidak diketahui Indikator, media, peralatan dan bahan yang digunakan dan  sumber belajar. Kelemahan lain adalah tidak lengkapnya peralatan dan bahan praktik serta media pembelajaran di sekolah yang mendukung. Sehingga untuk tercapai pembelajaran tidak tercapai sesuai target jam yang ditentukan pemeritah dalam 1 tahun.
  3. Bila empat arah kebijakan ini dijalankan tetapi pendidikan harus wajib tuntas pembelajaran siswa (KKM) artinya empat arah kebijakan ini sama saja sistem pendidikan yang sudah berjalan sekarang ini sehingga  anak akan manja dan malas belajar karena adanya “Remedial”. Dengan demikian untuk memdapatkan sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul sesuai keahlianya tidak tercapai.
  4. Siswa Kelas 4, 8 dan 11 pada tahun 2019/2020 menjadi Korban akibat penerapan Askomi suka (Asesment Kompetensi Minimum dan Survei Karakter). Siswa ini pada saat penerapan Askomi suka pengganti UN pada tahun pelajaran 2020/2021 atau tahun 2021 sudah naik kelas 5, 9 dan 12. Semoga kemendikbud mempunyai langkah terbaik untuk siswa kelas ini. 

Demikianlah tentang kelembahan yang akan timbul dalam penerapan 4 arah kebijakan pendidikan. Oleh sebab itu pemerintah melalui mendikbud harus meminimalisir kelemahan yang timbul dari penerapan kebijakan yang baru. Sehingga kebijakan pendidikan yang di terapkan akan menghasilkan SDM yang unggul dan berakhlak sesuai arahan dari Persiden Jokowi. Semoga info bermanfaat.

Kelebihan dan KEKURANGAN merdeka belajar bagi guru

Calon peserta didik melintas di depan mural Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara di Posko Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA Negeri 70 Jakarta, Rabu, 8 Juli 2020. Hari ini merupakan hari terakhir PPDB di DKI Jakarta. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W

Pendidikan yang MemerdekakanMenurut Ki Hadjar Dewantara, hakikat pendidikan adalah memasukkan kebudayaan ke dalam diri anak dan memasukkan anak ke dalam kebudayaan supaya anak menjadi makhluk yang insani. Dalam Kurikulum Merdeka Belajar, kebudayaan dapat dikembangkan sekolah melalui kegiatan ektrakurikuler maupun kokurikuler yang diikuti siswa. Kegiatan tersebut dipilih siswa dengan merdeka, sesuai dengan keinginan mereka. Konsep merdeka yang diusung dalam Kurikulum Merdeka Belajar ini sesuai dengan Azas Tamansiswa 1922, yaitu hidup merdeka.

Proses pendidikan, menurut Ki Hadjar, diibaratkan sebagai proses bertani. Pengandaian ini selaras dengan kondisi Indonesia yang mayoritas penduduknya saat itu sebagai petani. Kita dapat mengambil kesimpulan, pendidikan harus berjalan sesuai dengan kondisi masyarakatnya, sesuai dengan perkembangan zaman dan disesuaikan untuk menyipkan siswa dalam kehidupannya di masa yang akan datang. Pendidik, kata Ki Hadjar, seperti petani karena akan merawat bibit dengan cara menyiangi huma di sekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar tanamannya subur, dan buahnya melimpah. Namun, petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik.

Untuk mencapai pendidikan yang memerdekakan, maka pendidikan hendaknya dapat menjadikan manusia merdeka pula. Sebagaimana Ki Hadjar menyampaikan bahwa mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Guru jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus juga mendidik si murid mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, pemerintah menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Program Merdeka Belajar, salah satunya menggulirkan Kurikulum Merdeka. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang menitikberatkan kepada keaktifan murid dalam mengembangkan minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan mereka. Kurikulum ini membuka kesempatan inovasi dan kreasi pembelajaran bagi guru, yang berorientasi untuk pengembangan karakter serta budaya Indonesia.


Harapan Kurikulum Merdeka

Sejak program Kurikulum Merdeka ini digulirkan oleh pemerintah, begitu besar harapan terhadap keberhasilan pada kurikulum ini. Sebagai Kurikulum Merdeka, baik siswa, guru, dan satuan pendidikannya, tidak ada paksaan atau keharusan semua satuan pendidikan langsung menerapkan program Kurikulum Merdeka. Apalagi dampak pandemi Covid-19 sejak 2 Maret 2020 masih sangat dirasakan dan membuat masyarakat Indonesia mengalami perubahan tata kelola kehidupan. Tentulah pemerintah menjadikan kesehatan sebagai fokus utama, tentu berdampak juga pada kebijakan pendidikan.

Dalam kondisi pandemi, pemerintah sadar perlu adanya perubahan pada sistem pendidikan dengan melibatkan teknologi dan kurikulum yang fleksibel terhadap perubahan zaman. Agar tidak terjadi perubahan secara mendadak, pemerintah melaksanakan pilot project untuk mengimplementasikan kurikulum alternatif di sekolah-sekolah yang dipilih. Pemerintah lebih dulu memberi pelatihan kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidikan. Kurikulum yang dipraktikkan oleh Sekolah Penggerak ini bernama Kurikulum Merdeka, yang pada dasarnya sudah dicetuskan oleh Ki Hadjar 100 tahun silam.

Kurikulum Merdeka Belajar memberikan porsi yang besar dalam proses pembelajaran. Nilai yang diberikan kepada siswa lebih banyak memperhatikan proses siswa dalam menjalankan pembelajaran melalui asesmen diagnostik dan formatif. Konsep ini selaras dengan pemikiran Ki Hadjar mengenai pendidikan yang bermakna menuntun segala kekuatan kodrat pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan serta menggapai kebahagiaan setinggi-tingginya. Ini bermakna pendidikan dijalankan sesuai keinginan dan potensi yang dimiliki siswa. Karena terjalin kecocokan, maka mereka merasa senang dalam belajar sehingga menghasilkan kebahagiaan.

Satuan pendidikan, guru dan siswa yang diberikan kebebasan dalam Kurikulum Merdeka Belajar akan menghasilkan inovasi dan kreasi dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan. Sehingga pendidikan menjadi solusi yang bisa menyelesaikan masalah pada siswa maupun masyarakat di lingkungan satuan pendidikan.

Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada satuan pendidikan, guru, dan peserta didik dalam mengembangkan pembelajaran. Peserta didik memiliki kodrat (bakat) alami, guru sebagai pendidik harus merawatnya sesuai dengan kodrat yang dimiliki peserta didik. Mendidik anak sama dengan mendidik masyarakat.

Dalam Kurikulum Merdeka dengan memberikan pembelajaran Project Based Learning memberikan ruang kepada guru dan peserta didik untuk melihat masalah dalam keseharian dan mencoba menemukan solusi dari masalah tersebut. Sekolah harus memberikan inovasi baru dalam segi fasilitas pembelajaran, kegiatan, ektrakurikuler, kegiatan pembelajaran bekerja sama dengan lingkungan/perusahaan, Guru harus berinovasi dalam pembelajaran, untuk menumbuhkan inovasi dari peserta didik. Dengan lingkungan seperti ini maka pembelajaran menjadi sesuatu yang dirindukan oleh siswa.

Inovasi dan kreativitas dalam pembelajaran merupakan penerapan dari pemikiran Ki Hadjar, yaitu Tri-N (Niteni, Nirokke, Nambahi). Niteni menunjuk pada kemampuan untuk secara cermat mengenali dan menangkap makna (sifat, ciri, prosedur, kebenaran), berarti proses pencarian dan penemuan makna suatu objek yang diamati melalui sarana inderawi sesuai dengan proses kognitif yang disebut cipta oleh Ki Hadjar. Cipta adalah daya berpikir, yang bertugas mencari kebenaran sesuatu dengan jalan mengamati dan membanding-bandingkan sesuatu obyek, sehingga dapat mengetahui perbedaan dan persamaannya.

Nirokke dan nambahi dapat diterjemahkan sebagai meniru dan mengembangkan/menambah. Ki Hadjar memasukkan dalam ranah “kemauan atau karsa” yang selalu timbul di samping atau seolah-olah sebagai hasil buah pikiran dan perasaan. Perbedaan di antara keduanya terletak pada kadar dan proses kreaktifnya. Nirokke atau meniru, menurut Ki Hadjar, merupakan kodrat pada masa kanak-kanak. Nambahi atau menambahkan/mengembangkan adalah proses lanjut dari nirokke. Dalam proses ini ada proses kreatif dan inovatif untuk memberi warna baru pada model yang ditiru. Proses nambahi inilah yang diharapkan terjadi dalam diri peserta didik. Dalam hal ini, Ki Hadjar menyatakan bahwa kita tidak meniru belaka, tetapi mengolah. Mengolah dengan memperbaiki, menambah, mengurangi, mengubah, dan mengolah sesuatu obyek yang ditiru.

Kurikulum Merdeka mengeksplorasi kemampuan siswa dengan memperbanyak project yang pada gilirannya menjadikan siswa lebih mandiri. Khusus untuk sekolah-sekolah SMK lebih meningkatkan keterampilan mereka karena memperbanyak kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri serta menghadirkan guru tamu dari pada profesional.

Dengan memperhatikan kondisi masing-masing daerah dan kesiapan sekolah, pemerintah melaksanakan secara bertahap dan memberikan kebebasan (kemerdekaan) untuk kapan dapat memulainya. Sebagai pilot project, sudah beberapa sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka, dengan harapan dapat menggerakkan sekolah-sekolah lain di sekitarnya. Pengimbasan sangat diharapkan untuk keberhasilan Kurikulum Merdeka ini, baik untuk sekolah negeri maupun sekolah swasta.


Tantangan Kurikulum Merdeka

Namun demikian Kurikulum Merdeka yang memerdekakan semuanya, baik guru, siswa, sekolah swasta maupun negeri, berorientasi pada pengembangan karakter dan budaya Indonesia. Pelaksanaannya tentu tidak mudah, terutama menumbuhkan kesadaran kepada masing-masing sekolah dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Inilah tantangannya.

Keberhasilan pilot project supaya memberikan imbas, sangat memerlukan kesadaran dan kebersamaan rasa kekeluargaan dengan menghilangkan ego sektoral. Sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project di satu sisi merasa bangga karena telah dipercaya oleh pemerintah. Namun demikian, di sisi lain diperlukan rasa tanggung jawab untuk menularkan keberhasilannya kepada sekoah-sekolah lain.

Oleh karena itu, kata kuncinya dalam kesuksesan Kurikulum Merdeka ini adalah diperlukan kesadaran semua pihak, stakeholder, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten/kota serta yayasan penyelenggara sekolah swasta. Terutama lagi adalah para kepala sekolah dan para guru-guru yang mengimplementasikannya di lapangan.

Tidak mudah juga untuk melakukan perubahan sebuah sistem. Selama ini sudah terlalu lama berbagai kebijakan dilaksanakan secara terkomando dari atas ke bawah. Semua melaksanakan secara serempak tanpa pengecualian. Sehingga dengan memberikan “kemerdekaan” seperti sekarang ini perlu diikuti dengan penumbuhan dan peningkatan kesadaran semua pihak dalam melaksanakannya.

Setiap perubahan kebijakan akan memberikan dampak, baik skala kecil maupun besar khususnya kepada para guru di lapangan. Sebagai contoh kecil, yaitu terkait dengan sertifikasi guru (untuk beberapa guru mata pelajaran tertentu). Ada beberapa mata pelajaran yang berkurang dan dihilangkan, sehingga pemenuhan jam mengajar sebagai syarat utama mempertahankan/mendapatkan sertifikasi menjadi terganggu. Tentulah hal ini menjadi faktor pengganggu yang negatif dalam keberhasilan program Kurikulum Merdeka, karena kenyamanan guru sebagai pelaksana terusik dengan kehadiran program ini.

Faktor senioritas para guru juga bila tidak dikelola dengan baik, bisa memicu faktor negatif di lapangan. Di satu sisi para guru yang yunior memiliki semangat, motivasi, kreativitas dan inovasi yang sangat tinggi dan lebih banyak menguasai teknologi sebagai tuntutan Kurikulum Merdeka. Sementara di sisi lain para guru senior cenderung berkurang dalam penguasaan teknologi, sehingga mempengaruhi keberhasilan program Kurikulum Merdeka ini. Terdapat gap antara guru senior dan guru yunior.

Khusus untuk sekolah swasta, persoalan yang paling klasik adalah ketidakstabilan jumlah siswa yang dikelolanya. Sehingga program Kurikulum Merdeka menjadi terganggu dan terkendala manakala jumlah siswanya tidak stabil. Bahkan di banyak daerah terjadi penurunan sangat besar, salah satunya dampak pandemi yang berkepanjangan. Fokus dari sekolah-sekolah swasta pada umumnya dimulai dari PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), bagaimana memperoleh murid baru, dan minimal mempertahankan jumlah siswa. Sehingga berbagai kehadiran kebijakan baru dari pemerintah, termasuk Kurikulum Merdeka senantiasa dikaitkan dengan masalah utama yaitu dampak kepada jumlah siswa yang dikelolanya. Barulah setelah itu, diikuti dengan usaha-usaha lain.

Kebijakan yang Komprehensif