Kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dapat dinikmati umat Islam hingga saat ini adalah

Selama pemerintahannya, umat Islam merasakan ketenangan dan kedamaian.

blog.science.gc.ca

Takwa (ilustrasi).

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA --- Saat itu tengah malam di Kota Madinah. Kebanyakan warga kota sudah tidur. Khalifah Umar bin Khattab berjalan menyelusuri jalan-jalan di kota. Dia coba untuk tidak melewatkan satu pun dari pengamatannya.

Menjelang dini hari, pria ini lelah dan memutuskan untuk beristirahat. Tanpa sengaja, terdengarlah olehnya percakapan antara ibu dan anak perempuannya dari dalam rumah di dekat dia beristirahat.

"Nak, campurkanlah susu yang engkau perah tadi dengan air," kata sang ibu.

"Jangan, Bu. Amirul mukminin sudah membuat peraturan untuk tidak menjual susu yang dicampur air," jawab sang anak.

"Namun, banyak orang melakukannya, Nak, campurlah sedikit saja. Insya Allah Amirul Mukminin tidak mengetahuinya," kata sang ibu mencoba meyakinkan anaknya. "Ibu, Amirul Mukminin mungkin tidak mengetahuinya. Tapi, Rabb-nya dari Amirul Mukminin pasti melihatnya," tegas si anak menolak.

Mendengar percakapan ini, berurailah air mata Umar. Sehabis memimpin shalat Subuh berjamaah di masjid, ia memanggil putranya dan berkata, "Wahai Ashim putra Umar bin Khattab. Sesungguhnya tadi malam saya mendengar percakapan istimewa. Pergilah kamu ke rumah si anu dan selidikilah keluarganya."

Ashim pun melaksanakan perintah ayahandanya. Sekembalinya dari penyelidikan, dia menghadap ayahnya dan mendengar ayahnya berkata, "Pergi dan temuilah mereka. Lamarlah anak gadisnya itu untuk menjadi istrimu. Aku lihat insya Allah ia akan memberi berkah kepadamu dan anak keturunanmu. Mudah-mudahan pula ia dapat memberi keturunan yang akan menjadi pemimpin bangsa."

Maka, kemudian menikahlah Ashim dengan anak gadis tersebut. Dari pernikahan ini, Umar bin Khattab dikaruniai cucu perempuan bernama Laila, yang nantinya dikenal dengan Ummi Ashim. Suatu malam setelah itu, Umar bermimpi. Dalam mimpinya, dia melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka.

Umar melihat pemuda tersebut memimpin umat Islam seperti dia yang sedang memimpin umat Islam. Mimpi ini diceritakan hanya kepada keluarganya. Saat Umar meninggal, cerita ini tetap terpendam di antara keluarganya.

Pada saat Amirul Mukminin Umar bin Khattab terbunuh pada 644 M, Ummi Ashim turut menghadiri pemakamannya. Kemudian, Ummi Ashim menjalani 12 tahun kekhalifahan Usman bin Affan sampai terbunuh pada 656 M. Setelah itu, Ummi Ashim juga ikut menyaksikan lima tahun kekhalifahan Ali bin Abi Thalib hingga akhirnya Muawiyah berkuasa dan mendirikan Dinasti Umayyah.

Kelahiran Umar bin Abdul Aziz

Ketika beranjak dewasa, Ummi Ashim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz adalah gubernur Mesir pada era Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M), yang merupakan kakaknya. Dari perkawinan itu, lahirlah Umar bin Abdul Aziz. Beliau dilahirkan di Halawan, kampung yang terletak di Mesir, pada 61 H. Ia memiliki ciri fisik; badannya kurus, kedua matanya cekung, dan parasnya tampan.

Umar kecil hidup dalam lingkungan istana. Saat masih kecil, Umar pernah mengalami kecelakaan. Tanpa sengaja, seekor kuda jantan menendangnya sehingga keningnya robek yang menyebabkan tulang keningnya terlihat. Semua orang panik dan menangis, kecuali Abdul Aziz seketika tersentak dan tersenyum, seraya mengobati luka Umar kecil.

"Bergembiralah engkau, wahai Ummi Ashim. Mimpi Umar bin Khattab, insya Allah, terwujud. Dialah anak dari keturunan Umayyah yang akan memperbaiki bangsa ini."

Umar dikenal sebagai salah seorang ahli fikih dari golongan sahabat. Dia meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik, Sa'id bin Musayyab, Sahl bin Sa'ad, dan Abdullah bin Ja'far. Sementara, para ulama yang meriwayatkan hadis darinya adalah Raja' bin Hayawah, Ibnu al-Munkadir, dan az-Zuhri.

Dia belajar ilmu agama dari para ulama Quraisy, berakhlak seperti mereka, dan hal ini menjadikan dia sangat terkenal. Setelah kematian ayahnya, pamannya, Abdul Malik, mengambilnya untuk hidup bersama anak-anaknya. Selain itu, Abdul Malik juga menawarkan kepadanya untuk menikahi salah satu dari putrinya. Dia menikah dengan putrinya yang bernama Fathimah.

Semasa Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintah, beliau memegang jabatan gubernur Madinah. Ketika itu usianya lebih kurang 28 tahun. Pada zaman Sulaiman bin Abdul Malik memerintah, beliau dilantik menjadi menteri sekaligus penasihat utama khalifah. Pada masa itu, usianya baru menginjak 33 tahun.

Menjadi khalifah

Atas wasiat yang dikeluarkan oleh Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah. Beliau dilantik menjadi khalifah selepas kematian Sulaiman bin Abdul Malik pada 99 H. Usianya saat itu memasuki 37 tahun. Dia menjadi khalifah kedelapan Bani Umayyah.

Ketika sampai di rumah, dari pemakaman Sulaiman dan dibaiatnya sebagai khalifah, Umar terlihat sangat sedih. Salah seorang budaknya menanyakan gerangan penyebabnya. "Orang seperti saya harus merasa sedih. Saya ingin memberikan hak kepada semua rakyat tanpa dia menulis surat dan menuntut kepadaku," jelas Umar.

Setelah diangkat sebagai khalifah, dia berpidato di hadapan rakyatnya, "Wahai para manusia, sesungguhnya tidak ada lagi kitab suci setelah Alquran, tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Tugas saya adalah bukan mewajibkan, tetapi sebagai pelaksana. Seorang yang melarikan diri dari seorang imam yang zalim, dia tidak salah. Ketahuilah ketaatan kepada makhluk hidup itu tidak diperbolehkan, apabila sampai melanggar Sang Pencipta."

Begitu secara resmi menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para ahli fikih yang ada di Madinah. Dia meminta kepada mereka untuk menulis suatu kezaliman yang mereka lihat atau merampas hak orang lain. Mengenai hal ini, ia juga pernah menulis surat kepada salah seorang gubernurnya. "Jika kamu mampu berbuat zalim kepada seseorang, ingatlah akan kemampuan Allah SWT Yang Mahatinggi kepadamu."

Selama melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, waktunya begitu singkat. Umar bin Abdul Aziz hanya memerintah sekitar dua tahun lima bulan. Dia wafat pada Rajab tahun 101 H/719 M ketika berusia 39 tahun.

Kendati singkat, selama pemerintahannya, umat Islam merasakan ketenangan dan kedamaian. Sebab, sang khalifah telah memberi contoh dan teladan yang luar biasa bagi umat. Setelah wafatnya, kekhalifahan digantikan oleh iparnya, Yazid bin Abdul Malik.

Muhammad bin Ali bin al-Husin berkata tentang beliau, "Kamu telah mengetahui bahwa setiap kaum mempunyai seorang tokoh yang menonjol. Dan, tokoh yang menonjol dari kalangan Bani Umayyah ialah Umar bin Abdul Aziz. Beliau akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak seolah-olah beliau satu umat yang berasingan."

  • umar bin abdul aziz
  • khalifah umar

Kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dapat dinikmati umat Islam hingga saat ini adalah

sumber : Islam Digest Republika

Red:

Adil, jujur, sederhana dan bijaksana. Itulah ciri khas kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai ‘khalifah kelima’ yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang mengharumkan nama Islam.

Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Ia beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke baitulmal (kas negara), begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi.

Tanpa ragu, Umar membersihkan harta kekayaan para pejabat dan keluarga Bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk meraup kekayaan, melainkan amanah dan beban yang harus ditunaikan secara benar.

Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi kekuasaan, Umar justru menangis ketika tahta dianugerahkan kepadanya. Meski Umar bukan berasal dari trah Bani Umayyah, keadilan dan kearifannya selama menjabat gubernur telah membuat Khalifah Sulaiman terkesan. Maka di akhir hayatnya, Sulaiman dalam surat wasiatnya memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.

Setelah Khalifah Sulaiman tutup usia, Umar dilantik sebagai khalifah pada 717 M/99 H. Seluruh umat Islam di kota Damaskus pun berkumpul di masjid menantikan pengganti khalifah. Penasihat kerajaan Raja’ bin Haiwah pun segera berdiri dan membacakan surat wasiat Khalifah Sulaiman. ‘’Bangunlah wahai Umar bin Abdul- Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini,’’ ungkap Raja’.

Umar pun terkejut mendengar keputusan itu. Ia pun segera bangkit dan dengan rendah hati berkata, ‘’Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah terlebih dulu dan tak pernah aku memintanya. Sesungguhnya aku mencabut bai’at yang ada dilehermu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki.’’ Umat Islam yang berada di masjid menolak untuk mencabut ba’iatnya.

Semua bersepakat dan meminta Umar untuk menjadi khalifah. Umar pun akhirnya menerima ba’iat itu dengan berat hati. Ia menangis karena takut kepada Sang Khalik dengan ujian yang diterimanya. Beragam fasilitas dan keistimewaan yang biasa dinikmati khalifah ditolaknya. Umar memilih untuk tinggal di rumahnya.

Meski berat hati menerima jabatan khalifah, Umar menunaikan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Keluarganya mendukung dan selalu mengingatkan Umar untuk bekerja keras memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Sang anak, Abdul-Malik, tak segan-segan untuk menegur dan mengingatkan ayahnya agar bekerja keras memperhatikan negara dan rakyat yang dipimpinnya.

Selepas diangkat menjadi khalifah, Umar yang kelelahan mengurus pemakaman Khalifah Sulaiman berniat untuk tidur. ‘’Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?’’ ujar Abdul Malik. ‘’Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini,’’ jawab Umar. ‘’Lalu apa yang akan engkau lakukan ayahanda?’’ tanya sang anak. ‘’Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat,’ ucap Umar.

Lalu Abdul-Malik berkata, ‘’Wahai ayah, siapa yang menjamin engkau akan masih hidup sampai waktu zuhur? Padahal sekarang engkau adalah Amirul Mukminin yang bertanggung jawab untuk mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi.’’ Umar pun segera bangkit dari peraduan sembari berkata, ‘’Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku.’’

Umar pun bekerja keras membaktikan dirinya bagi rakyat dan umat. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah meraih puncak kejayaan. Sayang, dia hanya memimpin dalam waktu sekejap saja, yakni dua tahun. Meski bukan berasal dari keturunan Umayyah, darah kepemimpinan memang mengalir dalam tubuh Umar bin Abdul Aziz. Ia ternyata masih keturunan dari Khalifah Umar bin Khattab. Umar bin Abdul Aziz terlahir pada tahun 63 H/ 682 di Halwan sebuah perkampungan di Mesir. Namun ada pula yang menyebutkan, Umar lahir di Madinah.

Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul-Malik. Sedangkan ibunya bernama Ummu Asim binti Asim. Dari Ummu Asim-lah, darah Umar bin Khattab mengalir ditubuh Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Khtattab meminta anak laki-lakinya Asim untuk menikahi gadis miskin dan jujur. Dari hasil pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan bernama Laila atau Ummu Asim.

Ummu Asim lalu menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan dan lahirlah Umar bin Abdul-Aziz. Sosok pemimpin Umar bin Abdul Aziz yang adil dan bijaksana sudah sempat dilontarkan Umar bin Khattab. Sang khalifah kedua itu sempat bermimpi melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda itu kelak akan menjadi pemimpin umat Islam.

Mimpi itu akhirnya terbukti. Umar bin Abdul Aziz sewaktu kecil wajahnya memang sempat tertendang kuda, sehingga bagian keningnya mengalami luka. Umar kecil dibesarkan di Madinah. Ia dibimbing sang paman bernama Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Umar tinggal di Madinah hingga sang ayah wafat.

Umar lalu dipanggil Khalifah Abdul Malik ke Damaskus dan menikah dengan anaknya bernama Fatimah. Pada 706 H, Umar diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah Al- Walid. Saat memimpin Madinah, Umar sempat memugar dan memperluas bangunan Masjid Nabawi. Sejak masa kepemimpinannya, Masjid Nabawi memiliki menara dan kubah. Umar tutup usia pada tahun 101 H/720 M. Syahdan, dia meninggal karena diracun. Kejujuran, keadilan, kebijaksanaan serta kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin rakyat dan umat sudah sepantasnya ditiru oleh para pemimpin Muslim.

  Pembaruan DI Masa Khalifah Umar II

Masa kepemimpinannya tak berlangsung lama, namun kejayaan Dinasti Umayyah justru tercapai pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.

Di bidang fiskal, misalnya, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah mendongkrak simpati dari kalangan non-Muslim. Sejak kebijakan itu bergulir, orangorang non-Muslim pun berbondongbondong memeluk agama Islam.

Khalifah Umar II pun menggunakan kas negara untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi.

Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Jalan-jalan di kota Damascus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan. Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damscus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid diperbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar II pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondesi berlangsung lancar.

Begitu dekatnya Khalifah Umar II dihati rakyat membuat kondisi keamanan semakin kondusif. Kelompok Khawarij dan Syiah yang di era sebelumnya kerap memberontak berubah menjadi lunak. Umar II tak menghadapi perbedaan dengan senjata dan perang, melainkan mengajak kubu yang berbeda pendapat itu melalui diskusi.

Pendekatan persuasif itu berhasil. Golongan Khawarij dan Syiah ternyata taat pada penguasa dan tak menghentikan pemberontakan. Sebagai pemimpin rakyat dan umat, Umar II melarang masyarakatnya untuk mencaci atau menghujat Ali bin Abi Thalib dalam khutbah atau pidato. Kebijakan itu mengundang simpati kaum Syiah.

Hal itu begitu kontras bila dibandingkan dengan khalifah sebelumnya yang selalu menghujat imam kaum Syiah. Khalifah terdahulu menerapkan kebijakan itu untuk menjauhkan rakyatnya dari pengaruh Syiah. Khalifah Umar II telah berhasil mendamaikan perseteruan antara Syiah dan Sunni - sesuatu yang boleh dibilang hampir mustahil tercapai. Di wilayah-wilayah yang ditaklukkan, Khalifah Umar juga mengubah kebijakan.

Ia mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Strategi itu ternyata benarbenar jitu. Pendekatan persuasif itu mengundang simpati dari pemeluk agama lain. Secara sadar dan ikhlas mereka berbondong- bondong memilih Islam sebagai agama terbaik. Raja Sind amat terkagum- kagum dengan kebijakan itu. Ia pun mengucapkan dua kalimah syahadat dan diikuti rakyatnya. Masyarakat yang tetap menganut agama non-Islam tetap dilindungi namun dikenakan pajak yang tak memberatkan.

Cermin Kesahajaan Sang Khalifah

Saat Umar II terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri kerajaan sempat meminta agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian sang khalifah. Dengan rendah hati puteri Khalifah Abdul Malik berkata, ‘’Cuma itu saja pakaian yang dimiliki khalifah.’’ Hal itu begitu kontras dengan keadaan rakyatnya yang sejahtera dan kaya raya.

Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya khalifah ditanya, ‘’Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anakanakmu?’’ Khalifah balik bertanya, Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa.’’ Umar melanjutkan, ‘’Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurusnya.’’ Lalu khalifah segera memanggil buah hatinya, ‘’Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka.

Kedua,kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.’’Umar berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkat, ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.’’

Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar II mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal masih banyak uang. Khalifah Umar memerintahkan. ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya.’’

Abdul Hamid kembali menyurati Kalifah Umar. ‘’Saya sudah membayar utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.’’ Khalifah memerintah lagi. ‘’Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.’’ Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, ‘’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang.’’ Adakah pemimpin seperti itu saat ini?

Penulis : heri ruslan  

REPUBLIKA - Kamis, 24 April 2008

Kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dapat dinikmati umat Islam hingga saat ini adalah