Kaum penyembah api di masa rasulullah berasal dari kerajaan

Asteshgah, situs resmi peninggalan agama Majusi. Foto: Wikipedia en

Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab dan Persia banyak menganut agama monotoisme seperti Nasrani dan Yahudi. Ajaran agama ini memiliki satu prinsip keagamaan, yakni meyakini bahwa Tuhan itu satu atau tunggal.

Selain itu, ada juga agama monotoisme lain yang bernama Majusi. Agama Majusi berusia sangat tua, sehingga jumlah pengikutnya pun cukup banyak. Bahkan hingga kini, Majusi masih eksis sebagai aliran kepercayaan yang dikenal dengan nama Zoroastrianisme.

Agama Majusi menganut kepercayaan mengagungkan api sebagai perwakilan dari sifat Ahura Mazda atau dewa kebaikan. Sedangkan lawannya, yaitu Ahriman, berperan sebagai dewa keburukan.

Dari mana asal usul agama Majusi? Serta bagaimana sejarah perkembangannya? Simak jawabannya melalui artikel berikut ini.

Asal Usul Agama Majusi dan Sejarah Perkembangannya

Agama Majusi biasa disebut dengan istilah agama besar. Orang-orang Majusi menganut ajaran dualisme sampai mereka menetapkan dua asal usul, yaitu saling berbagi antara kebaikan dan kejelekan.

Ilustrasi penganut agama majusi. Foto: pixabay

Mengutip Al-Milal wa An-Nihal karya Asy-Syahrastani, mereka menamakan salah satunya sebagai cahaya dan lainnya sebagai kegelapan atau dalam bahasa Persia dinamakan Yazdan dan Ahraman. Dalam Alquran, kata Majusi disebutkan dalam surat Al-Hajj ayat 17 yang berbunyi:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالصَّابِـِٕيْنَ وَالنَّصٰرٰى وَالْمَجُوْسَ وَالَّذِيْنَ اَشْرَكُوْٓا ۖاِنَّ اللّٰهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ

"Sesungguhnya orang-orang beriman, orang Yahudi, orang Sabiin, orang Nasrani, orang Majusi dan orang musyrik, Allah pasti memberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. Sungguh, Allah menjadi saksi atas segala sesuatu."

Kemudian dalam hadis, agama Majusi juga pernah disinggung Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Dan kedua orangtuanya lah yang menjadikannya sebagai Nasrani, Yahudi, atau Majusi.” (HR. Bukhori)

Ilustrasi agama majusi. Foto: pixabay

Menurut sejarahnya, agama Majusi ini didirikan oleh Zoroaster yang berasal dari Persia, Iran. Mengutip buku Situs-Situs dalam Alquran dari Hebron Hingga Borobudur oleh Syahrudin El-fikri, Zoroaster adalah seorang yang sangat alim. Dialah pencetus ajaran Zoroastrianisme yang dianut oleh bangsa Persia.

Dalam kehidupan bangsa Persia, Zoroaster dianggap sebagai seorang tokoh penting dalam sejarah. Bahkan, ada pula yang menyebut dirinya seorang nabi.

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan sejarawan mengenai kehidupannya. Ia diperkirakan hidup antara tahun 1700 SM, tetapi adapula yang menyebutkan abad ke-6 SM.

Beberapa pendapat menyebutkan, daerah tempat Zoroaster hidup dikaitkan dengan Kekaisaran Persia yang dipimpin oleh Cyrus yang Agung pada pertengahan abad ke-16 SM. Sehingga dua abad kemudian, agama ini diterima oleh raja-raja Persia dan memperoleh pengikut yang cukup banyak.

Sesudah kekaisaran Persia ditaklukkan oleh Aleksander yang Agung (Alexander The Great) pada akhir abad ke-4 SM, agama Zoroaster mengalami kemunduran. Akan tetapi, pada masa Dinasti Sassanid (226 SM), agama Zoroaster diterima sebagai agama resmi negeri Persia.

Karena ketidakmampuannya mengikuti perkembangan politik dan budaya yang ada, agama Majusi mengalami kemunduran. Banyak pengikutnya yang berpindah ke agama lain seperti Islam. Keadaan ini diperparah dengan kabar wafatnya Zoroaster sebagai tokoh pertama agama Majusi.

Saat ini agama Majusi banyak menyebar di Amerika dan Eropa. Mereka meyakini Tuhan yang satu, Ahura Mazda. Selain itu, mereka juga mempercayai konsep surga, neraka, dan juru selamat layaknya agama samawi lainnya.

VIVA – Allahumma shalli ala Muhammad. Tanggal 12 Rabiul Awal diperingati umat Muslim sebagai hari kelahiran Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Rasulullah lahir di tengah keluarga Bani Hasyim di Mekkah, pada 12 Rabiul Awal, permulaan tahun dari peristiwa serangan tentara Gajah ke Mekah, dan 40 tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan.

Soal kapan persisnya kelahiran Nabi memang ada beberapa perbedaan tentang penentuan tanggalan masehi. Ada pendapat yang menyebutkan bahwa Rasulullah lahir pada 9 Rabiul Awal atau bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April tahun 571 Masehi. 

Baca: Muhammadiyah: Maulid Nabi Tak Hadirkan Orang Banyak Hindari COVID-19

Pendapat ini berdasarkan penelitian ulama besar Muhammad Sulaiman Al Manshurfuri dan peneliti astronomi Mahmud Basya. Jika diteliti kelahiran Nabi berdasarkan riwayat disebutkan hari Senin, maka merujuk penanggalan di tahun kelahiran Nabi, bahwa hari Senin jatuh pada tanggal 9 Rabiul Awal, bukan 12 Rabiul Awal.  

Meskipun ada perbedaan soal tanggal persis kelahiran Nabi, namun setidaknya para sejarawan Islam bersepakat bahwa kelahiran Nabi di awal permulaan tahun Gajah. Kemudian, lahir di bulan Robi'ul Awal dan lahir pada hari Senin, sebagaimana sabda Rasulullah ketika ditanya 'Mengapa Rasulullah berpuasa di hari Senin? Beliau menjawab 'Itulah hari Aku dilahirkan'.

Terlepas dari perbedaan pendapat itu, kelahiran Nabi di bulan Rabiul Awal merupakan sebuah peristiwa agung yang menyiratkan tanda-tanda kerasulan. Disamping tentunya menjadi kabar gembira bagi keluarga Bani Hasyim atas kelahiran bayi dari pasangan Abdullah dan Aminah.

Setelah melahirkan, ibunda Nabi mengirimkan utusan ke tempat kakeknya, Abdul Muthalib, yang merupakan petinggi Quraisy, untuk menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran cucunya. Abdul Muthalib pun menyambutnya dengan suka cita dan mengajak sang cucu masuk ke dalam Ka'bah serta berdoa di dalamnya.

Di tempat suci itu, Abdul Muthalib memilihkan nama untuk cucunya itu dengan nama 'Muhammad'-- nama yang saat itu belum dikenal bangsa Arab. 

Sementara ayah Nabi, Abdullah bin Abdul Muthalib, lebih dulu wafat sebelum Nabi lahir. Walaupun ada yang berpendapat ayah Nabi meninggal dua bulan setelah Nabi lahir, tapi mayoritas ahli sejarah menyebutkan Abdullan meninggal dunia sebelum Nabi lahir. 

Abdullah meninggal dunia pada usia 25 tahun. Sebelum meninggal, Abdullah diutus Abdul Muthalib ke Madinah untuk mengurus kurma. Saat ditinggal ke Madinah, Aminah sedang hamil tua. Hingga Allah menakdirkan Abdullah meninggal dunia di Madinah dan dimakamkan di Darun Nabighah Al Ja'di.

Berikut beberapa peristiwa yang menyertai kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan Al Baihaqi dikutip dalam kitab Mukhtasar Siratur Rasul (Syaikh Abdullah An-Najdi):

1. Cahaya dari Kemaluan Ibunda Nabi

Ibnu Sa'ad meriwayatkan bahwa ibunda Rasulullah berkata: "Setelah bayiku keluar, aku melihat cahaya yang keluar dari kemaluanku, menyinari istana-istana di Syam". Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Al-Irbadh bin Sariyah, yang redaksinya serupa dengan riwayat Ibnu Sa'ad.

2. Runtuhnya Istana Kisra Anusyirwan

Diriwayatkan juga ada beberapa bukti pendukung kerasulan, bertepatan dengan saat kelahiran Rasulullah, yakni runtuhnya 14 balkon Istana Kisra (Raja Persia) yang merupakan pusat kezaliman dan kekafiran dunia tiba-tiba retak dan runtuh.

3. Padamnya Api Kaum Majusi 

Menjelang detik-detik kelahiran Nabi, benteng-benteng kezaliman mengalami keguncangan. Misalnya, api suci yang dipuja-puja oleh orang Majusi atau Zoroaster di kuil pemujaan di Persia tiba-tiba padam. Api Majusi itu dikisahkan selalu menyala hingga hampir seribu tahun.

4. Berhala di Ka'bah Berjatuhan dan Gereja di Romawi Runtuh

Kelahiran Nabi Muhammad SAW ditandai dengan peristiwa guncangan dahsyat yang menghancurkan berhala-berhala yang berada di sekitar Ka'bah. Berhala-berhala sesembahan kaum musyrik Quraisy itu jatuh dan hancur ke tanah. 

Bersamaan itu pula beberapa gereja dan biara di Romawi tiba-tiba runtuh, ambles ke tanah.