Jenis bunga yang digunakan untuk upacara nginjek tanah adalah

Ilustrasi apa itu upacara nginjek tanak (Sumber: Pexels)

Di weekend nanti, Mama mendapatkan undangan dari tetangga buat menghadiri upacara nginjek tanah anak pertamanya. Mama jadi penasaran deh apa itu upacara nginjek tanah?

Sebagai orang Indonesia, sebenarnya kita beruntung ya, Ma. Pasalnya ada banyak sekali tradisi yang bisa dilaksanakan yang intinya adalah mengucap rasa syukur atas kehadiran si buah hati. Ketika saat hamil, mungkin ada beberapa dari kalian juga mengadakan acara 4 bulanan atau 7 bulanan.

Bukan hanya menggambarkan rasa syukur. Berbagai upacara tradisi ini juga sebagai bentuk harapan dari orang tua agar buah hatinya nanti bisa tumbuh menjadi anak yang memiliki akhlak yang baik serta berguna bagi sesama.

Banyak tradisi yang secara turun temurun sudah diselenggarakan sejak dulu hingga kini ya, Ma. Salah satunya adalah upacara nginjek tanah. Mungkin di sini ada Mama-Mama yang belum terlalu familiar dengan upacara nginjek tanah. Enggak usah khawatir, akan Mama berikan berbagai penjelasannya mengenai apa itu upacara nginjek tanah.

Cek info selengkapnya di sini ya yang telah Mama rangkum dari berbagai sumber ini!

Apa Itu Upacara Nginjek Tanah

Kalau yang Mama baca dari laman resmi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, upacara nginjek tanah ini merupakan sebuah acara yang berasal dari tradisi Betawi. Tradisi ini umumnya dilakukan saat bayi mulai berusia 7 atau 8 bulan saat dia sudah mampu belajar berjalan atau menginjakkan kakinya di tanah.

Pada prosesi ini, si kecil akan dibawa menaiki tujuh anak tangga yang terbuat dari tanaman tebu. Kemudian anak bakal dipancing buat memasuki sebuah kurungan yang telah dilengkapi dengan berbagai macam hadiah.

Ada berbagai jenis hadiah atau mainan yang bisa orang tua masukkan ke dalam kurungan tersebut. Lalu si kecil yang berada di dalam kurungan tersebut nantinya diminta buat memilih salah satu dari mainan atau hadiah yang telah disediakan.

Uniknya, orang tua zaman dulu percaya bahwa mainan yang dipilih oleh bayi menjadi simbol atau ilustrasi bagaimana masa depan maupun pekerjaan yang kelak bakal digeluti oleh si kecil saat dia sudah dewasa.

Sebagai contoh, ketika anak memilih mainan dokter-dokteran, diharapkan di masa depan dia akan menjadi seorang dokter. Begitu pula ketika dia mengambil mainan mobil-mobilan, bisa jadi di masa depan kelak dia akan menjadi seorang atlet atau pembalap.

Dalam upacara nginjek tanah ini, setiap benda yang ada pada rangkaian acara ini memiliki nilai-nilai tertentu yang menggambarkan harapan dan doa dari orang tua pada anaknya. Misalnya saja, penggunaan tebu dalam prosesi ini erat kaitannya dengan keteguhan hati. Sehingga diharapkan si kecil dapat mempunyai sifat yang tegas dan keteguhan hati dalam menjalani kehidupannya.

Lalu, ada juga tujuh wadah dengan gradasi dari warna gelap hingga terang. Adanya warna gradasi ini merupakan doa dan harapan dari orang tua, agar anak selalu mendapatkan masa depan yang cerah.

Usai upacara nginjek tanah ini selesai. Biasanya diadakan juga selamatan dengan berdoa bersama serta para tamu yang hadir akan disuguhkan berbagai hidangan, mulai dari nasi, lauk pauk, kue hingga buah-buahan.

Oh iya, dalam tradisi Jawa, upacara nginjek tanah dikenal juga dengan nama Tedak Siten. Meski namanya berbeda, akan tetapi pada pelaksanaan dan teknisnya kurang lebih sama.

Jadi, bisa disimpulkan kalau upacara nginjek tanah ini merupakan salah satu prosesi yang menggambarkan rasa syukur serta harapan dari orang tua untuk anaknya yang baru bisa berjalan. Supaya di masa depan bisa memiliki hati dan tujuan yang baik dan diberkahi dalam setiap kehidupannya.

Itulah penjelasan mengenai apa itu upacara nginjek tanah. Apakah kamu juga sempat menjalani prosesi seperti ini, Ma? Share pengalamanmu di kolom komentar, ya!

NGINJEK TANAH – Ketika berusia tujuh atau delapan bulan dan mulai belajar berdiri, saat itulah diadakan ritual Nginjek Tanah sebagai bentuk penghormatan terhadap siti (bumi) yang mempersembahkan banyak hal dalam kehidupan manusia. Selain itu, upacara ini juga sebagai bentuk harapan orang tua bagi si Kecil agar berhasil menjalani kehidupan yang penuh rintangan di bawah bimbingan orang tuanya.

Upacara ini disebut juga Turun Tanah, dan merupakan ciri khas seorang bayi mencapai usia delapan bulan. Menurut adat masyarakat Betawi pada umumnya, diadakan upacara khusus yang disebut “Nginjek Tanah”.

Proses ini biasanya dimulai dengan:

  • Mandi
  • Bedakin
  • Pakailah pakaian yang bagus
  • Kandang ayam utuh (kain atau kertas warna-warni yang menarik perhatian anak-anak)
  • Permainan anak-anak
  • Piring, buku, cangkir, sendok
  • buku
  • dan lain-lain
  • (Sebagian orang beranggapan bahwa apa yang diambil anak, ini menggambarkan bagaimana kehidupan anak nantinya? Namun, biasanya yang diambil anak umumnya berwarna, sehingga anak lebih tertarik), makna yang diberikan pada kain atau kertas ini adalah simbol kehidupan yang dilalui si kecil sejak lahir hingga dewasa, sedangkan warna adalah gambaran rintangan dan rintangan yang akan dihadapi si kecil dalam hidupnya. Perpaduan warna disusun dari gelap ke terang, artinya seberat apapun masalahnya, pasti ada titik terangnya.Tangannya si anak ditata menuju kurungan ayam dengan telanjang kaki. (sambil dihibur, agar si anak tidak takut ketika di masukkan ke kurungan ayam)
  1. Selanjutnya si anak dinaikkan ke tangga yang terbuat dari batang tebu yang dibungkus dengan kain-kain yang berwarna-warni, ini dimaksudkan agar si anak merasa senang, sambil dibimbing oleh orang tuanya, agar si anak menjadi manusia yang diharapkan.
  2. Didadah/diurut (oleh dukun anak), ini dimaksudkan agar si anak kembali sehat/segar setelah melakukan kegiatan dimaksud.
  3. Selametan/Tasyakuran, ini terkandung maksud sebagai rasa syukur untuk upaya orang tua agar naknya kelak tercapai cita-citanya.

NGINJEK TANAH – Pada kesempatan ini diadakan hajatan rutin dengan membuat sedekah berupa nasi dengan lauk pauk serta kue-kue, roti, pisang, dll. Namun, tidak semua orang Betawi selalu melaksanakan upacara tersebut jika anaknya telah mencapai usia yang telah ditentukan, karena hal itu tergantung pada kondisi sosial ekonomi yang terlibat..