Jelaskan peran Walisongo dalam penyebaran Islam di Indonesia

TRIBUNNEWS.COM - Tokoh Walisongo pasti dikaitkan dengan kegiatan penyebaran agama Islam di Indonesia.

Di tanah Jawa, Walisongo sukses menyebarkan agama Islam melalui dakwah dan kebudayaan.

Persebaran agama Islam oleh Walisongo dimulai di daerah Demak.

Dikutip dari bobo.grid.id, masjid Demak dipercaya sebagai tempat berkumpulnya para Walisongo yang bertugas menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa.

Masjid Agung Demak didirikan oleh Raden Patah, raja pertama dari Kesultanan Demak.

Baca juga: Sejarah Keberadaan Orang Jawa di Kaledonia Baru Sejak 125 Tahun Silam, Datang Sebagai Kuli Kontrak

Baca juga: Apa Itu Lambang Negara? Ini Makna Jumlah Bulu di Burung Garuda Pancasila

Masjid yang sudah ada sejak 1474 ini memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru.

Bagian atapnya berbentuk limas yang ditopang oleh delapan tiang yang disebut saka majapahit.

Masjid Demak termasuk dalam daftar masjid tertua di Indonesia.

Dikutip dari buku Sejarah Islam di Nusantara (2015), agama Islam kemudian dianut oleh sebagian besar manyarakat Jawa, mulai dari perkotaan, pedesaan, dan  pegunungan.

Pada saat melakukan pendekatan dengan masyarakat para wali ini mendirikan masjid, baik sebagai tempat ibadah maupun sebagai tempat mengajarkan agama.

Mengajarkan agama di serambi masjid ini, merupakan lembaga pendidikan tertua di Jawa yang sifatnya lebih demokratis.

Pada masa awal perkembangan Islam, sistem seperti ini disebut "gurukula", yaitu seorang guru menyampaikan ajarannya kepada beberapa murid yang duduk di depannya, sifatnya tidak masal bahkan rahasia seperti yang dilakukan oleh Syekh Siti Jenar.

Selain prinsip-prinsip keimanan dalam Islam, ibadah, masalah moral juga diajarkan ilmu-ilmu kanuragan, kekebalan, dan bela diri.

Ketika melakukan penyebaran Islam, mereka menggunakan berbagai cara, yakni kebudayaan, kesenian dan pendidikan.

Penyebaran agama Islam di Nusantara juga terjadi karena pengaruh pedagang dari berbagai negara, seperti Arab, Mesir, Persia (Iran), dan Gujarat (India).

Selain berdagang, para pendatang juga melakukan perkawinan dengan wanita pribumi dan memiliki keturunan.

Hal ini jelas membuat agama Islam semakin berkembang dan menyebar di berbagai daerah di Nusantara, tak terkecuali di tanah Jawa.

Peran Walisongo

Masih dikutip dari buku Sejarah Islam di Nusantara (2015), keberadaan Walisongo membawa pengaruh baik di Jawa.

Misalnya seperti di beberapa daerah menjadi pusat-pusat perdagangan semakin mendekatkan berbagai kawasan Islam, termasuk bandar-bandar seperti Gowa (Makassar).

Karena dukungan sunan Giri, Gowa menjadi pengislam yang aktif baik terhadap para tetangga maupun pulau-pulau lain yang lebih jauh, seperti Banda, Lombok, dan Sumbawa.

Walisongo diartikan sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.

Wali bukanlah nama, melainkan sebutan julukan yang mengadung perlambang suatu dewan para wali.

Angka Sembilan sebelum Islam berkembang dianggap angka keramat.

Peran walisongo dan ulama sengaja untuk berdakwah, mengajar, dan mendirikan pesantren.

Melalui pendidikan proses penyebaran Islam lebih cepat dan berhasil.

Dari berbagai daerah berdatangan utusan untuk belajar di sekolah atau pesantren dan setelah selesai pendidikannya kembali ke daerah asal atau daerah lain untuk menyebarkan agama Islam.

Peran Ulama dan para wali sangat penting dalam proses penyebaran Islam terutama di lingkungan pedalaman yang masih menganut kepercayaan lama sehingga dapat memeluk agama Islam.

Walisongo menggunakan kebudayaan dan kesenian untuk berdakwah, seperti wayang, lagi macapat.

Bahkan sampai sekarang masih tetap eksis dipakai masyarakat.

9 Daftar Nama Walisongo sebagai berikut:

- Sunan Gresik

Sunan Gresik menyebarkan Islam di Gresik, Jawa Timur.

Ia berdakwah dengan cara pergaulan di masyarakat.

Sunan Gresik mengajarkan cara bercocok tanam ke masyarakat untuk mengambil hathati.

Selain itu, Sunan Gresik juga mendirikan pondok pesantrena dan masjid sebagai tempat untuk mengajarkan agama Islam.

- Sunan Ampel

Sunan Ampel atau dikenal sebagai Raden Rahmat.

Dia menyebarkan Islam melalui pendidikan pesantren di wilayah Surabaya.

Sunan Ampel dikenal sebagai perencana berdirinya Kerajaan Islam Demak.

- Sunan Giri

Sunan Giri atau yang dikanl sebagai Raden Paku tidak hanya menyebarkan Islam di tanah Jawa tapi juga sampai ke Maluku.

Sunan Giri menyebarkan Islam melalui dunia seni dan sangat berpengaruh terhadap pemerintahan di Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa.

- Sunan Bonang

Sunan Bonan atau yang lebih dikenal sebagai Raden Makdum Ibrahim menyebarkan Islam melalui kesenian.

Dia menciptakan tembang tombo ati yang terkenal hingga saat ini.

Gamelan Jawa yang merupakan salah satu budaya Hindu diubah dengan nuansa Islam, dengan memasukan rabab dan bonang sebagai pelengkap dari gamelan Jawa.

- Sunan Drajat

Sunan Drajat disebut juga sebagai Raden Qasim menggunakan kegiatan sosial sebagai media untuk berdakwah.

Dia pertama kali membentuk kelompok penyantunan anak-anak yatim dan orang-orang sakit.

Ia sangat aktif di bidang politik, terutama di wilayah Kerajaan Demak.

- Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga atau biasa dipanggil Raden Mas Syahid dalam dakwahnya dengan memanfaatkan media wayang.

Dia memasukan cerita-cerita tentang ajaran-ajaran Islam.

Namun tidak hanya melalui wayang, tapi juga lewat seni ukir atau seni suara.

Beberapa lagu yang berhasil diciptakan seperti Lir Ilir atau Gundul Pacul.

Baca juga: Apa Itu Hari Air Sedunia? Berikut Sejarah, Tema hingga Upaya Konservasi Sumber Daya Air

Baca juga: Apa Itu Nyepi? Simak Sejarah Beserta Rangkaian Upacara Hari Raya Nyepi

Dikutip dari bobo.grid.id, lagu Lir-Ilir menjadi salah satu bukti keberhasilan Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.

Lagu Lir-Ilir merupakan lagu yang mengandung nilai Pendidikan agama.

Nasihat dalam lagu Lir-Ilir ini adalah bahwa sebagai umat manusia diharapkan bisa bangun dari kesedihan, menguatkan keyakinan, dan berjuang mendapatkan kebahagiaan.

Ada juga yang menyebut bagian awal lagu ini berarti tidak lagi malas, dan mendekatkan diri pada Tuhan.

Kemudian pada akhir lagu terdapat pesan untuk melakukan hal di atas sebaik-baiknya, selagi masih diberi kesempatan dan kesehatan.

- Sunan Muria

Sementara Sunan Muria atau Raden Umar Said juga ikut membantu berdirinya Kerajaan Islam Demak.

Dia menyebarkan Islam di sekitar Jawa Tengah dengan sarana yang sama seperti Sunan Kalijaga, yakni lewat kesenian dan kebudayaan.

- Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah merupakan satu-satunya wali yang menjadi kepala pemerintah.

Dia mendirikan Kasultanan Cirebon dan Banten.

Posisinya saat itu dimanfaatkan untuk menyebarkan dan mengembangkan Islam.

Cara berdakwah yang dipakai cenderung seperti Timur Tengah yang lugas dan mendekati masyarakat dengan membangun infrastruktur.

- Sunan Kudus

Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq menyebar agama Islam dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha.

Hal tersebut terlihat pada arsitektur Masjis Kudus yang memiliki keunikan.

Sunan Kudus berasal dari Palestina dan menyebarkan agama Islam di pesisir Jawa Tengah.

Dia juga pernah menjadi Senapati atau panglima perang Kerajaan Islam Demak.

(Tribunnews.com/Oktavia WW) (Bobo.grid.id/Avisena/Felixia)

Berita lain terkait Sejarah Sunan Walisongo dalam Persebaran Agama Islam

Wali Songo atau Sembilan Wali merupakan tokoh yang memiliki peranan cukup penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Bahkan, saat ini Indonesia menjadi negara dengan jumlah mayoritas pemeluk agama Islam terbesar di dunia.

Secara harfiah, Wali berarti “wakil” atau “utusan” dan sanga atau songo berarti “Sembilan”. Dalam penyebaran agama Islam, para Wali Songo ini berdakwah dengan menggunakan cara yang halus melalui pendekatan kebudayaan, kesenian, maupun pendidikan. Oleh masyarakat, para wali songo ini diberi gelar Sunan yang artinya “yang dihormati”. Adapun kesembilan wali tersebut, antara lain :

Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Maulana Malik Ibrahim dipercaya sebagai keturunan dari Nabi Muhammad. Wali yang disebut Sunan Gresik ini dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Pulau Jawa. Selain berdakwah, Sunan Gresik mengajarkan cara baru dalam bercocok tanam.

Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Saat Majapahit sedang berada diambang keruntuhan karena perang saudara hingga ada masalah politik dan krisis ekonomi maka Sunan Gresik berusaha menenangkan dan menggugah semangat masyarakat.

Bersama dengan pasukan dan tentara dari Laksamana Cheng Ho, Sunan Gresik mencetak sawah baru dan membangun irigasi untuk pertanian rakyat. Tindakannya ini berhasil membawa perbaikan pada masyarakat pesisir Gresik. Melalui pendekatan yang halus maka secara perlahan agama Islam dapat disebarkan dengan baik.

Sunan Ampel

Raden Rahmat atau dikenal dengan Sunan Ampel adalah wali songo yang dianggap sesepuh oleh para wali lainnya. Ia adalah wali yang berasal dari Jeumpa, Aceh. Selama berdakwah, Sunan Ampel terkenal dalam kemampuannya berdiplomasi. Ia mampu mengajarkan agara Islam ditengah masyarakat yang masih terikat kasta.

Sunan Ampel dikenal dengan ajarannya “Molimo” yaitu tidak mau melakukan lima perkara yang dilarang, antara lain “emoh main” (tidak mau berjudi), “emoh ngumbi” (tidak mau minum yang memabukkan), “emoh madat” (tidak mau mengisap candu atau ganja), “emoh maling” (tidak mau mencuri atau kolusi), dan “emoh madon” (tidak mau berzina).

Sunan Bonang (Raden Makhdum Ibrahim)

Raden Makhdum Ibrahim atau dikenal Sunan Bonang adalah putra dari Sunan Ampel. Berkat didikan ayahnya, ia memperdalam ajaran Islam dan berguru pada Maulana Ishaq (ayah Sunan Giri) di Malaka. Setelah itu, ia kembali ke Tuban untuk mulai berdakwah. Sunan Bonang berdakwah melalui saluran pendidikan dan kesenian, yaitu dengan mendirikan pondok pesantren dan memperbarui gamelan Jawa dengan memasukan rebab dan bonang.

Sunan Drajat (Raden Qasim Syarifuddin)

Raden Qasim Syarifuddin adalah putra Sunan Ampel dan adik dari Sunan Bonang. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kalangan rakyat kecil. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam.

(Baca juga: Saluran Penyebaran Islam di Indonesia)

Dakwahnya diselingi dengan tembang suluk yang berisi petuah-petuah indah dan mendalam. Minat yang tinggi dari masyarakat terhadap dakwahnya mendorong Sunan Drajat untuk mendirikan pesantren yang dijalankan secara mandiri sebagai wilayah otonom dan bebas pajak.

Sunan Kudus (Jafar Shaddiq)

Ja’far Shaddiq adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji dan Cucu Sunan Ampel. Sunan Kudus memulai dakwahnya di pesisir utara Jawa Tengah dan ia terkenal memiliki wawasan ilmu agama serta pengetahuan yang luas, sehingga dijuluki wali al-ilmu atau “orang berpengetahuan”.

Kecerdasannya itu membuat masyarakat memintanya menjadi pimpinan di daerah yang kemudian dinamakan “Kudus”. Ia bahkan berperan besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak sebagai panglima perang, penasihat Sultan Demak, dan hakim peradilan kerajaan.

Sunan Giri (Muhammad Ainul Yaqin)

Wali yang termasyur dengan sebutan Sunan Giri ini bernama asli Raden Paku. Sejak remaja ia belajar agama Islam di pondok pesantren Ampel dan berguru kepada Sunan Ampel. Ia mendirikan pesantren di Giri Kedaton yang berperan sebagai pusat dakwah di wilayah Jawa dan Indonesia Timur bahkan sampai ke Kepulauan Maluku.  Sunan Giri terkenal dengan dakwahnya yang membawa keceriaan, yang mana di tengah dakwahnya, ia menyelipkan tembang yang riang seperti cublak cublak suweng, lir ilir, dan jamuran.

Sunan Kalijaga (Raden Mas Said)

Masa muda dari Sunan Kalijaga dihabiskan sebagai “perampok budiman”, yang mengambil harta orang kaya untuk dibagikan ke rakyat miskin. Petualangannya itu berakhir saat bertemu Sunan Bonang, sehingga bertobat dan tergerak untuk menimba ilmu agama Islam.

Sunan Kalijaga menjadikan Demak sebagai pusat dakwahnya. Dimana, ia berdakwah menggunakan pendekatan budaya dan kesenian yaitu wayang kulit serta tembang suluk. Ciri khas dari dakwahnya adalah toleransinya terhadap budaya dan tradisi setempat yang secara bertahap ia tanamkan kesadaran akan nilai-nilai Islam pada budaya masyarakat.

Sunan Muria (Raden Umar Said)

Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Seperti ayahnya, Sunan Muria menggunakan budaya dan kesenian dalam dakwahnya, dimana tembang sinom, kinanti, dan tradisi kenduri merupakan hasil kreativitasnya.

Ia berupaya menanamkan kesadaran akan keluhuran nilai-nilai Islam secara bertahap. Pendekatannya disesuaikan dengan kondisi para pendengarnya yang kebanyakan berasal dari kalangan pedagang, nelayan, dan rakyat biasa. Adapun wilayah dakwahnya meliputi Pati, Juwana, Tayu, dan Kudus.

Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya wali yang berdakwah untuk Jawa Barat. Ia mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahan. Dalam perkembangannya, pusat ini kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Dibantu putranya, Maulana Hasanuddin juga berhasil menyebarkan agama Islam di Banten dan Sunda Kelapa serta merintis berdirinya Kesultanan Banten.