Jelaskan makna negara kesatuan dengan sistem desentralisasi otonomi daerah

Paradigma baru desentralisasi membuka tantangan besar bagi seluruh bangsa Indonesia, namun apabila pemahaman terhadap wawasan kebangsaan keliru, akan menimbulkan tuntutan-tuntutan yang bersifat memperlemah kesatuan dan persatuan bangsa, seperti tuntutan atas pengalihan sumber-sumber pendapatan negara, bahkan tuntutan bentuk pemisahan diri Daerah dari negara di luar sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jelaskan makna negara kesatuan dengan sistem desentralisasi otonomi daerah

Jelaskan makna negara kesatuan dengan sistem desentralisasi otonomi daerah
Lihat Foto

Fachri Fachrudin

Kiri ke Kanan: Mantan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan, Anggota DPD RI Ahmad Muqowam, Host diskusi Ichan Loulembah, Pengamat Otonomi Daerah & Desentralisasi Suwidi Tomo dalam dalam sebuah diskusi bertajuk Pemekaran Lagi?? di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (8/10/2016).

KOMPAS.com - Desentralisasi diterapkan dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Apa itu desentralisasi?

Pengertian desentralisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), desentralisasi adalah sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah.

Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), desentralisasi adalah penyelanggaraan urusan pemerintah pusat kepada daerah melalui wakil perangkat pusat yang ada di daearah.

Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari Bahasa Belanda, yaitu "de" yang berarti "lepas", dan "centerum" yang berarti pusat.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok pemerintahan di Daerah, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasanya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.

Dalam sistem desentralisasi, pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pembangunan.

Baca juga: Mesir Ingin Belajar Sistem Desentralisasi dari Indonesia 

Meski memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah, pemerintah pusat tetap memantau. Sistem desentralisasi lebih mengedepankan koordinasi daripada komando.

Bentuk penerapan mengenai sistem ini adalah otonomi daerah.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jadi kewenangan dan tanggung jawab jadi milik daerah itu sendiri. Baik dari kebijakan, perencanaan, dan pendanaan.

Sistem desentralisasi memiliki kelebihan dalam menjalankan pemerintahan.

Berikut kelebihan desentralisasi:

  • Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena keputusan dapat segera dilaksanakan.
  • Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
  • Dalam menghadapi permasalahan yang mendesak, pemerintah daerah tidak perlu menunggu instruksi dari pusat.
  • Struktur organisasi merupakan pendelegasian wewenang dan memperingan manajemen pemerintah pusat.
  • Peningkatan efisiensi dalam segala hal, khususnya penyelenggara pemerintahan baik pusat maupun daerah.
  • Hubungan yang harmonis dan gairah kerja antara pemerintah pusat dan daerah dapat ditingkatkan.

Baca juga: Sistem Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia

Kelemahan desentralisasi

Sistem desentralisasi tidak hanya memiliki kelebihan, tapi juga kelemahan.

Berikut kelemahan desentralisasi:

  • Memerlukan biaya besar.
  • Desentralisasi dapat memunculkan sifat kedaerahan.
  • Memerlukan banyak waktu untuk melakukan perundingan atau musyawarah.
  • Keseimbangan dan keserasian tujuan dapat mudah terganggu.
  • Besarnya organ pemerintahan, sehingga membuat struktur pemerintahan jadi kompleks dan dikhawatirkan koordinasi tidak lancar.

Dalam buku Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, demokratisasi, dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah  (2007) karya Syamsuddin Haris, desentralisasi merupakan konsekuensi dari demokratisasi.

Tujuannya adalah membangun good governance mulai dari akar rumput politik.

Baca juga: Sistem Pemerintahan Iran 

Desentralisasi adalah azas penyelanggaraan pemerintahan yang dipertantangkan dengan sentralisasi.

Desentralisasi menghasilkan pemerintahan lokal (local goverment). Adanya pembagian kewenangan serta tersediannya ruang gerak yang memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah.

Kelompok yang memaknai desentralisasi sebagai revolusi dan konsentrasi menyatakan bahwa bentuk konkret dari dianutnya azas ini adalah adanya daerah otonom.

Ciri utama dari daerah otonom adalah adanya lembaga perwakilan daerah dan ekskutif yang berfungsi sebagai lembaga politik lokal. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Perluasan wewenang pemerintahan daerah semenjak reformasi 1998 mempunyai suatu kompleksitas dan keunikan tersendiri. Sejak diberlakukannya desentralisasi dan pelimpahan wewenang yang lebih luas, terkesan adanya tarik menarik antara konsep negara kesatuan dan otonomi daerah yang seluas-luasnya.

Konsep negara kesatuan kembali disepakati dalam proses Amandemen 1999-2002 sebagai bentuk negara yang tidak dapat diganggu gugat, seperti yang telah ditetapkan dalam UUD 45 pasal 37 ayat 5. Dalam konteks demokrasi Indonesia, kedaulatan ada pada rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia yang tidak terbagi-bagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan. Namun di sisi lain, otonomi daerah yang semakin efektif dan luas akan dengan sendirinya memunculkan daerah sebagai identitas dengan independensi tersendiri.

Berbeda dengan sistem negara federal dimana kedaulatan berada pada masing-masing daerah/negara bagian, dalam konteks NKRI, kedaulatan berada di tangan pemerintah pusat yang merupakan personifikasi dari keseluruhan rakyat dari negara kesatuan tersebut. Pemerintah daerah diberikan wewenang oleh pemerintah pusat. Jadi walaupun dipilih langsung, kepala daerah mendapat wewenang dan kedaulatan dari atas (pemerintah pusat sebagai wakil rakyat Indonesia) dan bukan dari bawah (rakyat daerah tersebut saja).

Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur masalah Otonomi Daerah merupakan peraturan pelaksanaan yang menjalankan mandat konstitusi, khususnya pasal 18 UUD 45. UU tentang Pemerintahan Daerah merupakan bagian dari proses desentralisasi yang ditujukan untuk mencapai pemerataan pembangunan dan pemberdayaan daerah secara lebih luas.

Wacana untuk merevisi UU No. 32/2004 ini telah bergulir sejak 2007. Salah satu isu yang masih perlu diolah adalah memperjelas hubungan pusat dan daerah dalam konteks negara kesatuan yang juga memelihara dan mengembangkan sumber daya, keunikan, dan identitas masing-masing daerah.

Memperjelas Hubungan dan Hierarki dalam UU No. 32/2004

Karena beberapa pertimbangan politis pada masa reformasi, Otonomi Daerah diarahkan langsung kepada daerah tingkat II, atau yang saat ini disebut pemerintahan tingkat kabupaten dan kota. Selain memperkecil jarak antara pemerintah daerah dengan masyarakat, pelimpahan kekuasaan pada tingkat kabupaten/kota diharapkan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya keinginan untuk memisahkan diri untuk daerah-daerah pada tingkat provinsi.

Dilimpahkannya otonomi langsung ke tingkat kabupaten/kota dan dihapuskannya pemahaman pemerintahan tingkat I (provinsi) dan tingkat II (kabupaten/kota), mengakibatkan suatu ketidakjelasan dalam peran, hubungan, dan hierarki antara masing-masing tingkat pemerintahan.

Gubernur sebagai kepala daerah pemerintahan tingkat provinsi disebut bertanggung jawab kepada presiden dan merupakan wakil pemerintah pada pasal 37 UU no. 32 tahun 2004. Sementara itu, tidak diuraikan secara eksplisit kepada siapa kepala daerah bupati/walikota bertanggung jawab. Secara implisit, tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota lebih dititik-beratkan kepada DPRD.

Jadi seakan-akan ada mata rantai yang terputus dalam alur kewenangan dan tanggung jawab dari provinsi ke kabupaten/kota. Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan antara hak, kewajiban, dan wewenang antara pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Pembedaan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi di pasal 13 dan daerah kabupaten di pasal 14 terkesan saling bersinggungan dan bahkan sama saja. Sehingga akibatnya, tidak jelas jurisdiksi, wewenang, dan hierarki pelaksanaan otonomi tersebut.

Selanjutnya, pengaturan-pengaturan dalam pasal selanjutnya mengenai masalah bidang keuangan (pasal 15), pelayanan umum (pasal 16), dan sumber daya alam (pasal 17) menyebutkan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tanpa ada kejelasan mengenai pemerintahan daerah di tingkat yang mana. Beberapa hal tersebut merupakan potensi sumber kerancuan.

Sebaliknya, beberapa pembagian wewenang yang telah diatur dengan jelas dalam implementasinya seringkali tidak dilaksanakan. Dalam pasal 10 mengenai pembagian urusan pemerintahan misalnya, telah diuraikan pembedaan antara urusan/wewenang pemerintah pusat dan daerah. Urusan pemerintah pusat di ayat 3 disebutkan meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan agama.

Tetapi pada kenyataannya, banyak pemerintah daerah kabupaten/kota yang mengeluarkan peraturan-peraturan daerah yang bernuansa agama. Maraknya perda-perda syariah dan perda bernuansa agama lainnya terlihat jelas merupakan pelangkahan wewenang yang sebetulnya milik pemerintah pusat.

Negara Kesatuan dan Otonomi

Dalam menjaga kesatuan nasional dan pada saat bersamaan mengembangkan dan memberdayakan daerah melalui otonomi yang lebih luas, perlu diperjelas hierarki dan hubungan interaksi antara unit-unit pemerintahan yang ada. Pemerintah daerah dengan segala wewenangnya perlu dibedakan secara lebih jelas antara pemerintah daerah tingkat provinsi dan pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota. Hubungan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota juga perlu diuraikan secara lebih eksplisit.

Dengan makin diperjelasnya hubungan antar pemerintahan daerah serta perangkatnya di berbagai tingkat, daerah seharusnya dapat mengembangkan dirinya secara lebih terarah sesuai dengan identitas dan kekhasannya masing-masing.