Hubungan pengulangan dengan kesamaan ekstrem pada semua unsur-unsur seni rupa yang digunakan disebut

You're Reading a Free Preview
Page 3 is not shown in this preview.

Sanyoto (2009, 161-264) juga mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip seni dan desain, antara lain :

a. Irama

Irama/ritme adalah gerak perulangan atau gerak mengalir/aliran yang ajeg, runtut, teratur, terus-menerus. Pengertian ajeg dalam irama artinya bisa keajegan pengulangan dengan kesamaan-kesamaan, bisa keajegan pengulangan dengan kekontrasan-kekontrasan/ pertentangan yang kesemuanya dilakukan secara runtut, teratur, terus menerus seperti sebuah aliran tanpa henti.

Prinsip irama sesungguhnya merupakan hukum-hukum “hubungan pengulangan” unsur rupa seperti bentuk raut, ukuran, arah, tekstur, warna,

value, kedudukan, gerak, jarak dan lain-lain. Ada tiga kemungkinan “hubungan pengulangan” unsur-unsur seni rupa yang dapat membentuk/melahirkan jenis-jenis irama tertentu yaitu : 1). repetisi, yakni hubungan pengulangan dengan kesamaan ekstrem pada semua unsur-unsur atau elemen seni rupa yang digunakan, hasilnya monoton; 2). transisi, yakni hubungan pengulangan dengan perubahan-perubahan dekat atau peralihan-peralihan dekat atau variasi-variasi dekat pada satu atau beberapa unsur seni rupa yang digunakan, hasilnya harmonis; 3). oposisi, yakni hubungan pengulangan dengan ekstrem perbedaan pada satu atau beberapa unsur/elemen seni rupa yang digunakan, hasilnya kontras.

b. Kesatuan

Kesatuan (unity) merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa. Unity bisa juga disebut keutuhan. Kesatuan adalah kemanunggalan menjadi satu unit utuh. Karya seni/desain harus tampak menyatu menjadi satu dengan keutuhan. Seluruh bagian atau dari semua unsur/elemen yang disusun harus saling mendukung, tidak ada bagian-bagian yang mengganggu, terasa keluar dari susunan atau dapat dipisahkan.

c. Dominasi

Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang harus ada pada karya seni/desain, agar diperoleh karya seni/desain yang artistik/memiliki nilai seni. Dominasi digunakan sebagai daya tarik. Karena unggul, istimewa, unik, ganjil. Maka akan menjadi menarik dan pusat perhatian menjadi klimaks, jadi dominasi bertugas sebagai pusat perhatian dan daya tarik. Terdapat empat cara untuk memperoleh dominasi, antara lain : 1). dengan kontras discord (kontras berselisih); 2). dengan kontras ekstrim; 3). dengan kelainan/anomali, keunikan, keganjilan, atau pengasingan; 4). dengan keunggulan/keistimewaan/kekuatan.

d. Keseimbangan

Keseimbangan atau balans dari kata balance (Inggris) merupakan salah satu prinsip dasar seni rupa. Karya seni/desain harus memiliki keseimbangan agar enak dilihat, tenang, tidak berat sebelah, tidak

menggelisahkan, tidak nggelimpang. Ada beberapa jenis keseimbangan antara lain : 1). keseimbangan simetris (symmetrical balance) yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan sama persis, baik dalam bentuk rautnya, besaran ukurannya, arahnya, warnanya, maupun teksturnya; 2). keseimbangan memancar (radial balance), sesungguhnya sama dengan keseimbangan simetri, tetapi kesamaan polanya bukan hanya di antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan saja, melainkan juga antara ruang sebelah atas dan ruang sebelah bawah; 3). keseimbangan sederajat (obvious balance) yaitu keseimbangan komposisi antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan tanpa mempedulikan bentuk yang ada di masing-masing ruang. Jadi meskipun memiliki bentuk raut yang berbeda tetapi besarannya sederajat; 4). keseimbangan tersembunyi (axial balance), sering disebut juga keseimbangan asimetris (asymmetrical balance) yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan meskipun keduanya tidak memiliki besaran sama maupun bentuk raut yang sama.

e. Proporsi/perbandingan

Proporsi dapat diartikan perbandingan atau keseimbangan yakni dalam satu objek antara bagian satu dengan bagian lainnya sebanding. Proporsi atau perbandingan merupakan salah satu prinsip dasar seni rupa untuk memperoleh keserasian.

f. Kesederhanaan

Definisi sederharna adalah tidak lebih dan tidak kurang, jika ditambah terasa menjadi ruwet dan jika dikurangi terasa ada yang hilang. Jadi kesederharnaan itu adalah masalah rasa, apakah suatu susunan perlu dikurangi atau bahkan mungkin perlu ditambah objeknya.

g. Kejelasan

Kejelasan (clarity) artinya mudah dipahami, mudah dimengerti, tidak memiliki dua atau banyak arti. Prinsip kejelasan sesungguhnya lebih tepat untuk tujuan tata desain karena desain adalah seni terap yang ditujukan untuk kepentingan orang lain. Untuk tujuan seni murni yang dapat meliputi

seni lukis, seni patung, seni grafis, barangkali kejelasan tidak selalu menjadi prinsip kejelasan atau bahkan tidak diperlukan karena seni murni cenderung untuk memenuhi tuntutan pribadi si pencipta.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip dasar seni merupakan cara untuk menata karya seni agar memperoleh desain yang artistik dan bernilai seni tinggi.

6. Menggambar

a. Pengertian Menggambar

Secara umum menggambar merupakan kegiatan melakukan coret-coretan hingga membentuk wujud gambar. Menggambar adalah proses membuat gambar dengan cara menggoreskan benda benda tajam (seperti pensil atau pena) pada bidang datar (misalnya permukaaan papan tulis, kertas, atau dinding). Menurut Affandi, menggambar dan melukis merupakan perwujudan bayangan angan-angan ataupun suatu pernyataan perasaan/ekspresi dan pikiran yang diinginkan (Sumanto, 2010: 13). Perwujudan tersebut dapat berupa tiruan objek ataupun fantasi yang lengkap dengan garis, bidang, warna, dan tekstur dengan sederhana.

Hajar Pamadhi memberikan pernyataan bahwa menggambar dan melukis secara substansial hal tersebut adalah sama, yaitu usaha untuk menyatakan pikiran, gagasan, angan-angan, khayalan, serta kenyataan anak keseharian. Namun menggambar lebih cenderung banyak garis, sedang melukis lebih cenderung banyak menggunakan warna (Saiful, 2008: 14).

Alat gambar sangatlah banyak dan beragam dalam penampilan dan cara penggunaannya. Mengenai alat gambar ini, Mufit (2009: 47-51) menyatakan bahwa ada 8 alat gambar seperti di bawah ini :

1) Pensil

Pensil terdiri dari tiga jenis yaitu HB (sedang), H (keras), B (lunak) 1 sampai dengan 6. Ada pensil yang digunakan untuk membuat sketsa dan ada juga pensil yang digunakan untuk mewarnai. Pensil lunak seperti 9B sangat berguna untuk membuat

sketsa gambar sebelum diwarnai. Pensil warna juga ada yang berfungsi ganda seperti cat air.

2) Konte

Bentuknya seperti pensil, tapi lebih lunak dan tanpa kayu pembungkus. Bentuknya besar, sebesar pensil, tanpa pembungkus. Biasanya konte dipakai untuk menggambar potret atau pemandangan.

3) Pastel

Besarnya seperti konte tapi tanpa pembungkus. Pastel mempunyai warna yang cukup banyak jika kerayon mengandung campuran minyak, pastel tidak mengandung minyak.

4) Cat air

Tebal tipis warna dari cat air tergantung dari campuran airnya. Bila dicampurkan dengan banyak air, warnanya akan tipis. Cat air memerlukan kertas gambar yang bisa menyerap air. Warna yang sudah dibuat dan digambarkan pada kertas tidak bisa ditumpangi warna lain karena cat tersebut transparan.

5) Cat plakat

Cat plakat penggunaannya seperti cat air. Campuran pengencernya air tapi pencampurannya perlu agak sedikit kental agar bisa dicat dan diratakan seperti cat tembok. Alat yang digunakan adalah kuas berbentuk oval yang meruncing seperti air yang jatuh menetes atau kuas gepeng.

6) Spidol

Spidol mempunyai macam yang banyak, penggunaannya bisa langsung pada kertas gambar. Warna yang disajikan cukup memadai. Tidak masalah kalau kita menumpang warna yang ada untuk mendapatkan warna yang dikehendaki, karena sifatnya seperti air, hanya daya resapnya saja yang berbeda. Jenis ini ada dalam bermacam-macam merek.

7) Rotring

Rotring ini semacam bolpoint dengan cairan beraneka warna. Masing-masing warna berada dalam satu tabung. Tiap tabung kalau habis bisa diisi kembali sesuai dengan warnanya semula. Ukuran rotring bermacam-macam mulai dari kecil, sedang sampai tebal sesuai dengan tujuan dan kegunaan gambar.

8) Cat minyak

Cara memakainya seperti cat plakat, hanya berbeda pada bahan pencairnya, yaitu dengan minyak cat (line oil). Cat minyak dipakai di atas kanvas atau duk, yaitu alas gambar terbuat dari kain yang diberi dasar cat agar tidak dapat ditembus oleh cat minyak.

Menggambar bisa pula menggunakan peralatan digital seperti stylus, mouse, atau alat lain yang menghasilkan efek sama seperti peralatan manual. Media permukaan yang sering digunakan adalah kertas, meskipun tidak menutup kemungkinan digunakan media lain seperti kain, permukaan kayu, dinding, dan lain-lain. Teknik yang sering digunakan adalah menggaris, hatching (mengarsir), scribbling (mencorat-coret), stippling (menggambar dengan titik-titik), dan blending (membaurkan).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa menggambar adalah membuat gambar dengan cara menggoreskan benda-benda tajam pada bidang datar. Menggambar merupakan perwujudan bayangan angan-angan ataupun suatu pernyataan perasaan/ekspresi dan pikiran yang diinginkan. Perwujudan tersebut dapat berupa tiruan objek ataupun fantasi yang lengkap dengan garis, bidang, warna, dan tekstur yang sederhana.

b. Menggambar Ekspresi.

Menggambar bisa diartikan membuat simbol yang di dalamnya terdapat pikiran dan perasaan sesorang. Gambar diciptakan untuk menggambarkan ekspresi orang yang menciptakannnya. Eko, dkk (2014:

43) menyatakan bahwa menggambar ekspresi adalah menggambar sesuai dengan imajinasi, persepsi, dan penafsiran penggambar terhadap objeknya. Menggambar ekpresi ini juga memiliki asas yang sama dengan asas seni rupa pada umumnya, yaitu kesatuan, keseimbangan, kesederharnaan, dominasi dan proporsi.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa menggambar ekspresi adalah menggambar sesuai dengan imajinasi dan persepsi seseorang. Menggambar ekspresi juga perlu memperhatikan asas-asas seni rupa untuk membuat gambar menjadi lebih artistik.

c. Menggambar pada Anak.

Mengenai menggambar pada anak, As’adi (2009: 23) berpendapat bahwa :

Gambar yang dihasilkan oleh anak pada hakikatnya bukanlah hal yang tanpa arti, akan tetapi ia merupakan media untuk menumpahkan segala ekspresinya. Lewat gambar, anak bisa menuangkan segala gagasan dan pedapat-pendapat yang terpendam. Dengan demikian, tidaklah keliru jika dikatakan bahwa gambar dapat meningkatkan kreativitas anak.

Gambar juga merupakan sebuah media yang dapat merangsang otak. Dengan menggambar, anak akan berpikir dan melakukan analisa terhadap segala pengalaman yang mungkin pernah dilihat atau diamatinya. Dengan demikian bukan hanya ide-ide saja yang mereka dapatkan dari kegiatan menggambar tersebut, melainkan juga fantasi dan imajinasi yang akan terjadi dengan aktivitas menggambar. Apapun gambar yang dihasilkan merupakan sebuah kreativitas yang kaya akan muatan. Kalau seorang anak mempunyai kreativitas yang tinggi, maka anak tersebut akan mempunyai keterampilan yang baik pula.

Sigit (2016: 14) menyebutkan tahap perkembangan menggambar pada anak berdasarkan pendapat para ahli. Menurut penelitian Cyril Burt hasil gambar karya anak-anak usia 2-5 tahun merupakan masa corengan yang meliputi goresan yang tak teratur (2thn), goresan teratur (3thn), goresan berdasarkan intuisi anak (4thn), goresan yang terlokalisir (5thn),

masa simbolisme deskriptif (6 thn), masa realisme deskriptif (7-8 thn), masa visual realisme (9-10 thn), masa perwujudan (11- 14 thn), dan masa revival (15-17 thn).

Italo L, de Francesco menggolongkan perkembangan gambar anak sebagai berikut : tahap manipulatif (2-6 thn), masa pra simbolik (simbolik) (7-10 thn), masa awal realisme (11-13 thn), realisme proyektif (14-15 thn), dan realisme analistis (16-17thn). Sedangkan Victor Lowenfeld menggolongkan perkembangan gambar anak sebagai berikut : awal masa ekspresi diri ( 2-4 thn), prabagan (5-7 thn), bagan (8-9 thn), realisme (10-12 thn), naturalisme semu (13-14 thn), dan masa penentuan (15-17 thn).

Menurut pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan dari ketiga pakar tersebut bahwa adanya perbedaan cara pandang tentang perkembangan menggambar anak. Cyril Burt lebih mengutamakan segi perkembangan psikomotor (ketrampilan) anak memakai tangannya., sedangkan Italo L, de Francesco lebih mengutamakan perkembangan afeksi (sikap dan perasaan) anak, Victor Lowenfeld lebih mengutamakan gabungan dari perkembangan aspek kognitif (pengetahuan), afeksi dan psikomotorik anak. Sedangkan batas usia pola menggambar anak bersifat relatif, sebab setiap individu anak memiliki irama dan tempo perkembangan tidak sama.

Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang perkembangan gambar anak menurut pendapat Cyril Burt; Italo L, de Francesco dan Victor Lowenfeld.

1) Pendapat Cyril Burt

a) Usia 2 tahun merupakan masa goresan tak terarah dalam menggores dengan goresan lurus, membusur dengan arah sembarang seperti horisontal, vertikal atau diagonal. b) Usia 3 tahun merupakan masa goresan terarah dalam

c) Usia 4 tahun merupakan masa goresan intuitif yakni goresan dengan bentuk tertentu yang diperoleh secara kebetulan.

d) Usia 5 tahun merupakan masa goresan lokalisasi ialah goresan melingkar, vertikal, horisontal dan diagonal dibuat mengelompok pada salah satu bidang gambar, seperti bidang samping kiri, kanan, atas atau bawah

e) Usia 6 tahun merupakan masa simbolisme deskriptif, seorang anak menamai gambarnya, meskipun tidak mirip dengan bentuk aslinya.

f) Usia 7-8 tahun merupakan masa realisme deskriptif. Pada usia ini anak merasakan adanya kenyataan nyata dari apa yang dilihat, tetapi belum mampu mengungkapkan dengan cara yang benar.

g) Usia 9-10 tahun masa visual realisme, dimana anak mampu menggambar bentuk dan warna obyek cenderung mirip aslinya, meskipun bila diamati dengan cermat masih banyak ditemukan bagian-bagian gambar yang tidak mirip dengan obyek aslinya.

h) Usia 11 – 14 tahun merupakan masa perwujudan dengan ciri-ciri umum gambar yang dibuat jauh lebih mirip dengan obyek aslinya., meskipun dengan proporsi yang tidak tepat dengan obyek aslinya.

i) Usia 15 -17 tahun adalah masa revival, yakni masa anak mencoba menggambar untuk menghidupkan kembali obyek yang pernah dilihatnya. Ciri umum ialah pengungkapan dimensi ruang dan kedalaman menjadi usaha serius, misalnya dengan memperhatikan terang gelapnya obyek jika ditimpa cahaya dari arah sudut tertentu.

2) Italo L, de Francesco membagi perkembangan menggambar anak-anak sebagai berikut :

a) Tahap manipulatif (usia 2 - 6 tahun). Merupakan tahap menggunakan alat gambar agar menjadi mahir. Hasil gambar berupa corengan dan simbol deskriptif berdasarkan perkembangan menggambar dari Cyrill Burt.

b) Masa pra simbolik dan simbolik (usia 7 - 10 tahun). Hasil gambar pada usia ini mirip dengan gambar anak masa realisme deskriptif (7 - 8 tahun), dan visual realisme (9 - 10 tahun) dari Cyril Burt.

c) Masa awal realisme (usia 11 - 13 tahun). Hasil gambar mirip pola perwujudan menurut pendapat Cyril Burt d) Masa realisme proyektif (usia 14 - 15 tahun). Hasil gambar

merupakan campuran masa perwujudan dan revival dari Cyril Burt.

e) Masa realisme analistis (usia 16 - 17 tahun). Hasil gambar mirip tahap menggambar masa revival dari Cyril Burt. 3) Victor Lowenfeld membagi perkembangan menggambar

anak-anak sebagai berikut:

a) Masa ekspresi diri (usia 2 - 4 tahun). Pada masa ini hasil menggambar mirip bentuk corengan dari tahap menggambar menurut Cyril Burt.

b) Masa pra bagan (usia 5 - 7 tahun). Hasil gambar merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pada masa lokalisasi, simbolisme deskriptif, dan masa realisme deskriptif dari Cyril Burt.

c) Masa bagan (usia 8 - 9 tahun). Hasil gambar merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pada masa realisme deskriptif dan visual realisme dari Cyril Burt.

d) Masa realisme (usia 10 - 12 tahun). Hasil gambar merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pada masa realisme dan perwujudan dari Cyril Burt. e) Masa naturalisme semu (usia 13 - 14 tahun). Hasil gambar

merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pada masa perwujudan dari Cyril Burt.

f) Masa penentuan (usia 15 - 17 tahun). Hasil gambar merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pada masa revival dari Cyril Burt.

Widia (2014) mengungkapkan bahwa suatu pengkajian terhadap gambar anak, menunjukkan hasil bahwa gambar anak dapat diklasifikasi dalam 4 kategori yakni:

1) Gambar spontan, yakni gambar yang dibuat atas inisiatif anak sendiri sebagai suatu kegiatan bermain.

2) Gambar bebas atau sukarela, yakni gambar yang dibuat atas permintaan guru atau orang tua atau teman namun tema dan objek gambar dipilih sendiri oleh anak.

3) Gambar terarah, yakni gambar yang tema/topiknya sudah diarahkan.

4) Menyalin gambar atau melengkapi gambar, yakni gambar yang telah disiapkan contohnya dalam format Lembar Kerja Siswa. Menurut pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa menggambar pada anak, berkembang seiring bertambahnya usia dan kemampuan berpikir. Anak bisa menggambar dengan baik dan dengan makna setelah melewati tahap coret-mencoret dan tahap bagan. Setelah itu anak-anak akan bisa menggambar sesuai dengan apa yang mereka pikirkan dan inginkan. Setiap jenjang usia memiliki porsi tersendiri jadi dalam melakukan bimbingan pada anak-anak saat menggambar, guru ataupun orang tua tidak boleh terlalu memaksakan kehendaknya agar anak menghasilkan gambar yang bagus sesuai dengan keinginan. Semua yang diajarkan harus tetap berdasarkan perkembangan anak tersebut.

Ketika melaksanakan sebuah penelitian perlu memperhatikan penelitian-penelitian lain yang terkait atau relevan, yang sudah dilaksanakan sebelumnya untuk menunjang hasil penelelitian.

Atein Respati Ningrum dengan judul penelitian, “Meningkatkan Kemampuan Kreativitas Menggambar Melalui Metode Bercerita Pada Anak Kelompok A Di TK Widya Putra Dwp Uns Jaten Karanganyar Tahun Ajaran 2013/ 2014”. Penelitian tersebut memaparkan tentang upaya guru untuk menyampaikan materi melalui metode bercerita dalam pembelajaran menggambar bebas di TK untuk meningkatkan kretivitas anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui metode bercerita dapat meningkatkan kemampuan kreativitas menggambar anak kelompok A. Persamaan penilitian yang dilakukan oleh Atein Respati Ningrum dan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sama-sama meneliti pembelajaran menggambar pada anak TK. Sedangkan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian ini menggunakan metode penelitian PTK sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengunakan metode penelitian kualitatif.

Prima Ulya Sakinata dengan judul penelitian, “Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa dalam Kegiatan Menggambar Bebas di Kelompok B1 Tk Islam Al-Masyhuri, Sabrangkulon, Mojosongo, Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.” Penelitian tersebut memaparkan tentang upaya guru untuk meningkatkan kreativitas peserta didik dalam kegiatan menggambar bebas pada anak kelompok B1 TK Islam Al-Masyhuri Sabrangkulon melalui penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL). Hasil penelitian adalah terjadi peningkatan berdasarkan indikator ketercapaian dengan menerapkan model Contextual Teaching and Learning (CTL) pada pembelajaran menggambar. Persamaan penilitian yang dilakukan oleh Prima Ulya Sakinata dan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sama-sama meneliti pembelajaran menggambar pada anak TK. Sedangkan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis adalah penelitian ini menggunakan metode penelitian PTK sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengunakan metode penelitian kualitatif. Selain itu penelitian ini lebih berfokus pada penerapan metode CTL.

Berkaitan dengan hal di atas, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komponen pembelajaran yang digunakan selama proses pembelajaran menggambar sangat perpengaruh pada pengembangan perilaku dan kreativitas anak usia dini, kaitannya dengan mengambar di TK, pembelajaran harus dikemas menarik agar kegiatan belajar mengajar terasa lebih menyenangkan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA