Hubungan diplomatik kerajaan Aceh dengan kesultanan lain

Hubungan diplomatik kerajaan Aceh dengan kesultanan lain

Naik takhta – Sultan Alauddin dilaporkan adalah keturunan para raja tua yang mengatur kesultanan Aceh pada abad kelima belas. Ayahnya adalah Al-malik Firman Syah, putra Muzaffar Syah (meninggal tahun 1497 ). Pertemuan silsilah ini sepertinya telah terhalang sepenuhnya tertutup oleh garis keturunan dari Sultan Ali Mughayat Syah,

  • Di masa mudanya dia hanya seorang rakyat biasa yang berprofesi sebagai seorang nelayan, tetapi ia mampu mencapai posisi elit di kesultanan berkat keberanian dan keahliannya dibidang militer sehingga dia terpilih menjadi seorang komandan militer.
  • Dia diduga membunuh Sultan Alauddin Mansur Syah pada tahun 1585 – 1586,

Menurut dugaan tersebut dia membunuh sultan sebagai tindakan guna melindungi cucu muda sultan Raja Asyem. Kemudian dia juga diduga bertanggung jawab atas pembunuhan Sultan Buyung tahun 1589, Setelah menduduki takhta dia juga dianggap telah membunuh Raja Asyem yang dianggapnya kelak akan menjadi saingan utama bagi kedudukannya sebagai sultan.

  1. Namun semua dugaan itu tidak pernah bisa dibuktikan secara jelas.
  2. Dengan alasan pembunuhan itulah dia memicu permusuhan dengan Kesultanan Johor di Semenanjung Malaya, karena ayah Raja Asyem merupakan Sultan di sana.
  3. Terlepas dari dugaan situasi kisruh ketika naiknya dia menjadi sultan.
  4. Dalam babad sejarah Hikayat Aceh Sultan Alauddin dipuji sebagai sultan yang baik dan saleh, masa pemerintahannya menjadi masa yang sejahtera bagi rakyat kesultanan.

Menurut seorang pedagang Prancis yang berkunjung ke Aceh pada tahun 1601 – 1603 ia mencatat bahwa ibu kota kesultanan adalah bandar yang sangat kosmopolit pada masanya, di mana orang-orang dari berbagai kebangsaan berdiam di sana selama beberapa bulan guna berdagang.

Kenapa Aceh menjalin kerja sama dengan Kerajaan Turki Ottoman?

Kesultanan Aceh memiliki hubungan diplomatik dengan Turki Usmani terutama sejak abad ke-16. Aceh beberapa kali mengirim utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan militer. Mereka mengangkut komoditas dagang terutama lada untuk dipersembahkan kepada sultan.

Apa Hubungan Turki dan Aceh?

Tentara Turki Usmani dalam sebuah pertempuran pada 1526. (Wikimedia Commons). Kesultanan Aceh memiliki hubungan diplomatik dengan Turki Usmani terutama sejak abad ke-16. Aceh beberapa kali mengirim utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan militer. Mereka mengangkut komoditas dagang terutama lada untuk dipersembahkan kepada sultan Turki.

  1. Bahkan, ada bukti kalau Aceh pernah mengajukan diri menjadi vasal atau negeri di bawah perlindungan Turki yang ketika itu merupakan imperium terkuat di dunia.
  2. Bahwa ada kontak diplomatik dengan Turki Usmaini, termasuk Jawa, mungkin saja.
  3. Alau Melayu ada buktinya banyak, saya punya, khususnya Aceh,” kata Oman Fathurahman, Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah, dalam dialog sejarah “Khilafah di Nusantara, Benarkah Ada Jejaknya?” live di kanal Youtube Historia.id, Selasa, 25 Agustus 2020.

Sultan Selim II merespons permintaan bantuan dari Aceh. Turki mengirimkan instruktur, prajurit, dan senjata ke Aceh untuk melawan Portugis. Baca juga: Pasukan Turki dalam Serangan Aceh ke Kerajaan Batak dan Aru Pasukan Turki pertama yang tercatat diupayakan pada 1537 dan 1538.

Namun, mereka kemungkinan tentara bayaran karena menerima imbalan sebanyak empat kapal lada. Pasukan Turki juga terlihat dalam serangan Aceh ke Malaka pada 1547. Bantuan resmi pertama dari Turki yang diusahakan oleh utusan Aceh datang pada 1564 kemudian tahun 1568 untuk melawan Portugis. “Turki negara super power waktu itu apalagi ada ikatan emosional, jadi Aceh minta bantuan ke sana,” kata Oman.

“Ada respons dan bantuan atas nama solidaritas keagamaan melawan Portugis.” Pada abad ke-19, berdasarkan hubungan yang pernah terjalin, Aceh menginginkan kembali sebagai vasal. “Ditagih lagi, Aceh meminta ditegaskan sebagai bagian dari Turki,” kata Oman.

  • Namun, menurut Ismail Hakki Kadi, peneliti arsip Turki Usmani, meskipun pernah ada hubungan baik antara dua negara, itu tak cukup meyakinkan untuk mengabulkan permintaan Aceh.
  • Maka, permintaan Aceh ditolak setelah melalui rapat Dewan Menteri ( Majlis-i Vukela ).
  • Dengan demikian, sampai masa Sultan Daud Syah pada akhir abad ke-19, Turki tidak pernah menyetujui permintaan Aceh untuk menjadi salah satu wilayah atau vasalnya.

Alasannya, berdasarkan arsip Turki, jarak Turki dan Aceh yang jauh. Selain itu, Turki menilai tak ada keuntungan langsung yang bisa diraih jika mengabulkan permintaan Aceh. “Terlalu jauh kalau secara politik harus mengurusi, tapi kalau atas nama solidaritas, kepada Aceh (bantuan, red.) dikirim juga.

  1. Ini sampai didiskusikan dengan gubernur Yaman,” kata Oman.
  2. Seandainya pun Turki mengabulkan permintaan Aceh menjadi vasal, dikhawatirkan banyak kerajaan lain yang menginginkan hal serupa.
  3. Artinya, Turki memang tak berkeinginan untuk menjadikan wilayah Nusantara sebagai bagian dari sistem pemerintahannya.

“Kalau sebagai saudara seagama, iya, Turki membantu. Ini bisa dibaca dalam surat-surat yang dikaji oleh Ismail Hakki Kadi,” kata Oman.

Mengapa Sultan Alauddin dijuluki Al Qahhar?

Jawaban: Karna sultan alaudin berhasil menundukan banyak kerajaan dengan kecerdasanya dalam memimpin suatu kerajaan untuk merebut dan menundukan suatu wilayah. Semoga membantu

Sultan Alauddin itu siapa?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Alauddin Ri’ayat Syah Sayyid al-Mukammal
Alauddin Ri’ayat Syah, dikelilingi pengawal wanitanya, 1604.
Sulṭān of Acèh Darussalam
Berkuasa 28 Juni 1589–1605
Pendahulu Sultan Buyung
Penerus Ali Ri’ayat Syah III
Lahir Banda Aceh, Aceh Sultanate ( Indonesia )
Wafat 1605 Banda Aceh, Aceh Sultanate ( Indonesia )
Wangsa Darul Kamal
Ayah Almalik Firman Syah bin Muzaffar Syah
Anak Maharaja Diraja Ali Ri’ayat Syah III Sultan Husain Sultan Abangta Merah Upah Raja Puteri Puteri Raja Inderabangsa

You might be interested:  Jadwal Shalat Jumat Banda Aceh?

Sultan Alauddin Riayat Syah (nama lengkap: Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil ; meninggal tahun 1605 ) adalah sultan Kesultanan Aceh yang ke-10, yang berkuasa antara tahun 1596 / 1589 – 1604, Era pemerintahannya menjadi salah satu era penting dalam sejarah di wilayah Asia Tenggara karena pada masa itu untuk pertama kalinya wilayah perairan Selat Malaka kedatangan tiga kekuatan asing dari Eropa : Belanda, Inggris dan Prancis,

Apakah Sultan Alaudin menjalin kerjasama dengan Malaka?

Abstract – ‘Alauddin Ri’ayat Syah adalah sultan Aceh yang memiliki pengaruh signifikan, yaitu mampu membawa Aceh pada puncak kejayaannya. Kejayaan Aceh tidak dapat dilepaskan dari politik luar negeri. usaha yang dilakukan olehnya mampu memajukan Aceh dalam menjalin hubungan internasional.

  1. Sejarah mengenai hubungan internasional Kesultanan Aceh belum banyak ditemukan, sehingga penelitian ini diharapkan dapat menambah karya sejarah mengenai Kesultanan Aceh Darussalam.
  2. Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk mengkaji tentang Kesultanan Aceh Darussalam pada 1537-1571 M, dengan mengambil pokok masalah: bagaimana proses politik luar negeri Sultan ‘Alauddin sehingga dapat mengantarkan Aceh pada masa awal kejayaannya.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, data-data yang diperlukan melalui sumber tertulis. Untuk menelaah lebih dalam mengenai proses politik luar negeri Sultan ‘Alauddin maka diperlukan pendekatan dan teori. Pendekatan yang digunakan adalah ilmu politik, yaitu peneliti berusaha menganalisis proses politik luar negeri yang dilakukan oleh ‘Alauddin Ri’ayat Syah dengan menjalin hubungan diplomatik dengan negara Timur Tengah yang meliputi politik, ekonomi, dan militer dalam memajukan Kesultanan Aceh Darussalam pada masanya.

  • Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori politik yang dikemukakan oleh Miriam Budiarjo.
  • Teori politik digunakan untuk menganalisis upaya-upaya yang dilakukan Sultan ‘Alauddin Ri’ayat Syah dalam melakukan hubungan dengan berbagai negara luar dalam menguatkan politik Kesultanan Aceh Darussalam pada paruh abad ke-16.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode sejarah, yang meliputi heuristik (pengumpulan data), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (penafsiran), dan historiografi. Hasil dari penelitian ini adalah Sultan ‘Alauddin melakukan politik luar negeri guna mempertahankan keamanan dan mengembangkan Kesultanan Aceh Darussalam.

  1. Ia menjalin hubungan politik-militer untuk menumpas bangsa Barat di Malaka bersama pasukan dari Turki Utsmani, menjalin hubungan perdagangan rempah-rempah dengan Arab, India, Cina, serta beberapa kerajaan di Nusantara.
  2. Hal tersebut berdampak kepada status Kesultanan Aceh Darussalam sebagai salah satu kerajaan Islam di Nusantara yang memiliki relasi dengan negara regional maupun internasional.

Serta dengan adanya politik luar negeri, para pasukan militer Kesultanan Aceh Darussalam menjadi ahli dalam membuat senjata perang.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Dr. Muhammad Wildan, M.A
Uncontrolled Keywords: politik luar negeri, sultan Aceh, Kesultanan Aceh Darussalam.
Subjects: Sejarah Peradaban / Kebudayaan Islam
Divisions: Fakultas Adab dan Ilmu Budaya > Sejarah Kebudayaan Islam (S1)
Depositing User: Drs. Mochammad Tantowi, M.Si.
Date Deposited: 27 Nov 2019 13:03
Last Modified: 27 Nov 2019 13:03
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36681

You might be interested:  Kode Pos Gampong Mulia Banda Aceh?

Share this knowledge with your friends :

Siapakah nama asli dari Sultan Alauddin?

Abstract – Artikel ini bertujuan mengungkap dan menjelaskan sejarah perjuangan Sultan Alauddin selaku Raja Gowa ke-14 di Kerajaan Gowa. Metode yang digunakan adalah metode sejarah yang meliputi empat tahapan kerja secara sistematis, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Raja Tallo sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa-Tallo yang pertama kali menerima agama Islam adalah I Malingkaang Daeng Nyonri Karaeng Katangka dan dinamai Sultan Abdullah Awwalul Islam setelah memeluk agama Islam. Sementara itu, Raja Gowa yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Alauddin yang bernama I Mangngarangi Daeng Manrabbia.

Mereka menyebarkan agama Islam kepada kerajaan-kerajaan sekutunya. Dalam menyebarkan agama Islam, banyak kerajaan lokal menolaknya, terutama yang berada di wilayah Bugis, karena diduga bahwa hal tersebut dilakukan untuk memperluas wilayah kekuasaan semata dengan berlindung pada penyebaran agama Islam.

Pada tahun berapakah kerajaan daya ke dalam kekuasaan Aceh Darussalam?

Merdeka.com – Pernahkah kamu mendengar nama kesultanan Aceh Darussalam? Kesultanan Aceh Darussalam berada di Nanggroe Aceh Darussalam, di Pulau Sumatra. Kerajaan ini berhasil menggulingkan sistem pemerintahan kesultanan Samudera Pasai dalam yang merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara.

Sekarang, kita akan membahas lebih lanjut tentang kerajaan Islam yang satu ini. Pada tahun 1520, Aceh sukses menaklukkan Kerajaan Daya dan menjadikan wilayah itu menjadi milikknya. Tahun 1524, Kerajaan Pedir dan Samudera Pasai juga berhasil ditaklukkan. Selanjutnya, tahun 1529, kesultanan Aceh melakukan persiapan untuk menyerang orang portugis yang ada di Malaka, tapi rencana itu nggak jadi karena pemimpinnya, Sultan Ali Mughayat Syah meninggal di tahun 1530.

HUBUNGAN DIPLOMATIK KERAJAAN ACEH DENGAN KHALIFAH TURKI OTHOMAN

Sultan ini dimakamkan di Kandang 12, Banda Aceh. Sultan Ali Mughayat Syah digantikan oleh beberapa orang, salah satu yang paling terkenal adalah Sultan Alauddin Ri’ayat Syah al-Qahhar. Sultan Alauddin memerintah selama 33 tahun dari tahun 1538 hingga 1571. Usaha-usaha yang dilakukan oleh Sultan Alauddin adalah mengembangkan kekuatan angkatan perang, perdagangan, dan melakukan hubungan internasional dengan banyak kerajaan Islam di Timur Tengah seperti Turki, Ethiopia, dan Mesir.

Pada tahun 1563, Kerajaan Aceh mengirimkan utusannya ke Konstatinopel untuk meminta bantuan dalam usaha melawan Portugis. Dua tahun kemudian, ada bantuan yang datang dari Turki berupa teknisi-teknisi. Dengan gabungan kekuatan Aceh, Aceh banyak menaklukkan kerajaan lain seperti Batak, Aru dan Barus. Nah, sekarang kamu sudah tahu lebih banyak tentang kerajaan Aceh Darussalam? Bekas-bekas peninggalannya masih bisa kita temui di daerah Aceh, salah satunya adalah makam Sultan Iskandar Muda,

Kamu tertarik dan mau belajar lebih lanjut kan tentang Kerajaan Aceh Darussalam yang sangat hebat ini?

Apa artinya ya Kohar?

Al – Qahhar, Allah Yang Maha Menundukkan.

Hubungan diplomatik kerajaan Aceh dengan kesultanan lain