Hal yang harus kita hindari agar tidak terjadi konflik antar golongan adalah

Konflik adalah interaksi yang muncul karena adanya perbedaan pendapat, pengetahuan, dan lain sebagainya. Masyarakat menganggap bahwa konflik adalah hal yang wajar dalam interaksi sosial, karena tidak ada seorang pun yang tidak pernah mengalami konflik. Hal ini dapat diatasi dengan kemauan dari individu itu sendiri.

Menurut ahli, konflik terjadi karena adanya interaksi komunikasi. Jika kita ingin mengetahui konflik apa yang sedang terjadi, maka kita harus memiliki kemampuan yang tepat dalam berkomunikasi. Tak selamanya konflik dipandang buruk. Hal yang tidak mengenakkan ini bisa menjadi pengalaman yang positif apabila ditangani dengan tepat. Orang yang berhasil menyelesaikan konflik biasanya akan memiliki hubungan yang lebih erat.

            Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya konflik yaitu:

  1. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk kepribadian yang berbeda. Orang yang berasal dari budaya berbeda sering mengalami kesulitan ketika harus berinteraksi dengan orang dari budaya lain.
  1. Perbedaan masing-masing individu. Dalam menjalani sebuah hubungan, tiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang terkadang bergesekan dengan orang lain. Pikiran yang tidak selaras bisa menimbulkan konflik.
  1. Perbedaan kepentingan antar kelompok atau individu. Tiap-tiap individu atau kelompok memiliki kepentingan tersendiri. Ketika orang melakukan hal untuk tujuan yang berbeda, mereka dapat berselisih paham.
  1. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Jika terjadi perubahan nilai yang mendadak dalam masyarakat, mereka yang masih memegang pandangan lama dapat bermasalah dengan kaum yang sudah lebih modern.

Ketika konflik sudah terjadi antar individu atau kelompok, maka harus dilakukan sejumlah cara untuk menyelesaikannya. Salah satu cara yang bisa diambil adalah membangun komunikasi yang baik. Berikut beberapa tahap yang dapat dilakukan:

  1. Kesadaran dari kedua belah pihak bahwa konflik harus diselesaikan. Bila hanya satu pihak saja yang ingin menyelesaikan konflik, biasanya komunikasi hanya menjadi searah dan tidak efektif. Komunikasikan masalah yang ada sehingga konflik dapat segera diselesaikan.
  2. Pastikan kedua belah pihak fokus pada masalah, bukan menyerang secara personal. Ketika membicarakan konflik, jangan mengangkat masalah pribadi yang tak ada hubungannya. Hal ini bisa memperlambat penyelesaian konflik karena lawan bicara kita dapat terpancing emosi.
  3. Semua pihak harus menerima solusi yang disepakati bersama. Ketika konflik sudah dibicarakan, jangan lari dari solusi yang sudah disetujui. Jika ada salah satu pihak saja yang tidak mengikuti kesepakatan itu, maka konflik baru akan muncul kembali.
  4. Berkomunikasi seperti semula tanpa adanya perubahan setelah konflik terjadi. Jangan menyimpan dendam pada orang lain ketika konflik sudah usai. Jadikan konflik sebagai cara untuk mengenal orang lain dengan lebih baik dan mempererat hubungan di kemudian hari.

Penulis: Raihan Amalia Yasmin (Binusian Communication 2021)

Editor: Lila Nathania, S.I.Kom., M.Litt.

            Salah satu faktor pendorong terjadinya tindak pidana korupsi adalah konflik kepentingan (conflict of interest). Konflik kepentingan seperti hubungan afiliasi antara seorang Penyelenggara Negara yang terlibat  dalam Pengadaan Barang dan Jasa dengan calon rekanan atau situasi ketika seorang Penyelenggaran Negara hendak mengambil keputusan terkait dengan sebuah lembaga di mana pejabat tersebut memiliki rangkap jabatan di lembaga tersebut adalah contoh-contoh situasi yang sering dihadapi. Situasi tersebut berpotensi berpengaruh pada kualitas keputusan yang diambil oleh Penyelenggara Negara yang bersangkutan dan dapat mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. Penanganan terhadap benturan kepentingan kemudian menjadi penting sebagai salah satu upaya pencegahan praktik korupsi. Namun, apa itu konflik kepentingan?

          Penyelenggara negara dalam hal ini adalah seseorang yang menjabat atau memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi negara dalam wilayah hukum negara dan mempergunakan anggaran yang seluruhnya atau sebagian berasal dari negara, misalnya pejabat negara, pejabat publik, penyelenggara pelayanan publik dan berbagai istilah lainnya yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Termasuk didalamnya semua pejabat yang menyelenggarakan fungsi-fungsi negara baik dalam cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, aparat penegak hukum, organ ekstra struktural (seperti KPK, KPU, Komisi Yudisial, dll).

Bentuk-bentuk Konflik Kepentingan


              Beberapa bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi dan dihadapi oleh Penyelenggara Negara antara lain adalah:

  • Situasi yang menyebabkan seseorang menerima gratifikasi atau pemberian/penerimaan hadiah atas suatu keputusan/jabatan;
  • Situasi yang menyebabkan penggunaan asset jabatan/instansi untuk kepentingan pribadi/ golongan;
  • Situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/instansi dipergunakan untuk kepentingan pribadi/golongan;
  • Perangkapan jabatan di beberapa lembaga/ instansi/perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya;
  • Situasi dimana seorang penyelenggara negara memberikan akses khusus kepada pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya;
  • Situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak mengikuti prosedur karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi;
  • Situasi dimana kewenangan penilaian suatu obyek kualifikasi dimana obyek tersebut merupakan hasil dari si penilai;
  • Situasi dimana adanya kesempatan penyalahgunaan jabatan
  • Post employment (berupa trading influence, rahasia jabatan);
  • Situasi dimana seorang penyelenggara negara menentukan sendiri besarnya gaji/remunerasi;
  • Moonlighting atau outside employment (bekerja lain diluar pekerjaan pokoknya);
  • Situasi untuk menerima tawaran pembelian saham pihak masyarakat,
  • Situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang menyalahgunakan wewenang.

Lalu, hal-hal apa saja yang dapat menimbulkan konflik kepentingan?

  1. Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cumacuma dan fasilitas lainnya;
  2. Kelemahan sistem , yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan penyelenggara negara yang disebabkan karena aturan, struktur dan budaya organisasi yang ada;
  3. Perangkapan jabatan, yaitu seorang Penyelenggara Negara menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel;
  4. Penyalahgunaan wewenang, yaitu membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan
  5. Kepentingan pribadi (Vested Interest), yaitu keinginan/kebutuhan seorang penyelenggara negara mengenai suatu hal yang bersifat pribadi.

Penanganan Konflik Kepentingan

      Penanganan konflik kepentingan pada dasarnya dilakukan melalui perbaikan: nilai, sistem, pribadi, dan budaya. Adapun prinsip-prinsip dasar yang terkait dengan keempat hal tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Mengutamakan Kepentingan Publik Penyelenggara Negara harus memperhatikan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku tanpa memikirkan keuntungan pribadi atau tanpa dipengaruhi preferensi pribadi
  1. Menciptakan Keterbukaan Penanganan dan Pengawasan Konflik Kepentingan
    Penyelenggara Negara harus bersifat terbuka atas perkerjaan yang dilakukannya dan mentaati nilai-nilai pelayanan publik seperti bebas kepentingan, tidak berpihak, dan memiliki integritas
  2. Mendorong Tanggung Jawab Pribadi dan Sikap Teladan Penyelenggara Negara harus menjaga integritas sehingga dapat menjadi teladan bagi Penyelenggara Negara lainnya dan bagi masyarakat
  1. Menciptakan dan Membina Budaya Organisasi yang Tidak Toleran terhadap Konflik Kepentingan Tersusun dan terlaksananya kebijakan dan praktek manajemen yang  mendorong pengawasan dan penanganan konflik kepentingan secara efektif.

Selanjutnya, tahapan penanganan konflik kepentingan adalah sebagai berikut:

  1. Penyusunan Kerangka Kebijakan

Terdapat beberapa aspek pokok yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kerangka kebijakan yaitu:

a. Pendefinisian konflik kepentingan yang berpotensi membahayakan integritas lembaga dan individu. 

b. Komitmen Pimpinan dalam penerapan kebijakan konflik kepentingan.

c. Pemahaman dan kesadaran yang baik tentang konflik kepentingan untuk mendukung kepatuhan dalam penanganan konflik kepentingan.

  1. Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan

Dilakukan identifikasi terhadap situasi yang termasuk dalam kategori konflik kepentingan

  1. Penyusunan Strategi Penanganan Konflik Kepentingan

Kebijakan konflik kepentingan perlu didukung oleh sebuah strategi yang efektif berupa:

  1. Penyusunan kode etik
  2. Pelatihan, arahan, serta konseling untuk mengatasi situasi-situasi konflik kepentingan
  3. Deklarasi konflik kepentingan
  4. Dukungan kelembagaan
  1. Penyiapan Tindakan untuk Menangani Konflik Kepentingan

Serangkaian tindakan yang dapat disiapkan sebagai langkah lanjutan dalam menangani konflik kepentingan yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh Penyelenggara Negara maupun organisasi atau lembaga dimana Penyelenggara Negara tersebut bekerja antara lain adalah:

  • Pengurangan (divestasi) kepentingan pribadi Penyelenggara Negara dalam jabatannya;
  • Penarikan diri (recusal) dari proses pengambilan keputusan dimana seorang Penyelenggara Negara memiliki kepentingan;
  • Membatasi akses Penyelenggara Negara atas informasi tertentu apabila yang bersangkutan memiliki kepentingan;
  • Mutasi Penyelenggara Negara ke jabatan lain yang tidak memiliki konflik kepentingan;
  • Mengalih tugaskan tugas dan tanggung-jawab Penyelenggara Negara yang bersangkutan;
  • Pengunduran diri Penyelenggara Negara dari jabatan yang menyebabkan konflik kepentingan;
  • Mengintensifkan pengawasan terhadap penyelenggara negara tersebut;
  • Pemberian sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya.

      Dalam hal terdapat konflik kepentingan, maka pejabat pemerintahan yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada atasannya dan dalam hal pejabat pemerintahan memiliki konflik kepentingan, maka keputusan dan/atau tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan oleh atasan pejabat atau pejabat lain. Jika terdapat laporan  dari masyarakat, maka atasan  pejabat wajib memeriksa, meneliti, dan menetapkan keputusan terhadap laporan atau keterangan warga masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan sesuai dengan UU no. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

        Sebagai wujud komitmen dalam hal penanganan benturan kepentingan Direktorat Jenderal Perbendaharaan juga telah menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-30/PB/2019 tentang Kerangka Penguatan Integritas DJPb. Dengan ditetapkannya peraturan ini, menjadi pedoman bagi insan perbendaharaan sehingga mampu menerapkan nilai-nilai Kementerian Keuangan (utamanya nilai integritas) secara konsisten. (srs)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA