Hal hal yang dapat diteladani dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX berdasarkan kutipan di atas adalah

Pemimpin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang mempimpin, sedangkan kepemimpinan dalam Kamus Besar bahasa Indonesia berarti perihal memimpin/cara memimpin. Secara istilah pemimpin dapat diartikan orang yang ditunjuk atau dipercaya untuk memimpin atau memandu demi mencapai sebuah tujuan tertentu.

Tentu arti pemimpin dan kepemimpinan setiap orang berbeda-beda. Jika kembali menelisik sejarah di masa Fir’aun, tentu saja Raja Fir’aun juga dapat disebut sebagai pemimpin, yang kita tahu pada masa kini bahwa peninggalan kejayaan peradaban Fir’aun berupa Piramida, Sphinx, dan mumi yang masih ada hingga saat ini.

Fir’aun memimpin rakyat-rakyat Mesir menuju puncak kejayaan dan membuktikan bahwa peradaban mereka adalah peradaban paling maju pada masanya. Adolf Hitler, yang terkenal dengan genosida holocaust yang menewaskan hingga jutaan orang. Adolf Hitler adalah pemimpin tentara kelompok NAZI, yang paling berpengaruh di wilayah Eropa bahkan dunia pada saat itu.

Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah Fir’aun memimpin rakyat-rakyat Mesir demi kejayaan dan keberlangsungan hidup mereka dan Fir’aun menjadi pemimpin demi tujuan yang baik? Kemudian apakah Adolf Hitler memimpin tentara kelompok NAZI untuk melancarkan aksi genosida holocaust dan Adolf Hitler menjadi pemimpin demi tujuan yang buruk?

Lantas bagaimana arti dari pemimpin dan kepemimpinan yang sesungguhnya? Menurut Duryat (2016), beliau mengemukakan bahwa pemimpin adalah lakon/pelaku memimpin dalam suatu sistem yang bersifat formal, dan belum tentu pelaku tersebut mampu untuk memimpin dan belum tentu juga memiliki keterampilan kepemimpinan.

Perihal kepemimpinan beliau berpendapat bahwa apa yang dikatakan kepemimpinan adalah segala hal yang berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan seberapa besar pengaruh seseorang terhadap orang lain. Beliau juga menyatakan bahwa kepemimpinan dapat dimiliki oleh orang yang bukan pemimpin.

Pada dasarnya pemimpin adalah sosok yang ditunjuk atau dipercaya sebagai panutan dan diharapkan mampu untuk membawa orang-orang yang dipimpinnya ke arah yang lebih baik. Dalam bahasa inggris, kata pemimpin diambil dari kata lead membentuk kata leader. Sedangkan lead sendiri memiliki arti :

  1. Loyality, yakni seorang pemimpin mampu untuk memberikan loyalitas/pengaruh yang baik terhadap orang yang dipimpinnya.
  2. Educate, yakni seorang pemimpin harus mampu mewariskan ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk orang yang dipimpinnya.
  3. Advice, yakni seorang pemimpin harus bisa memberikan nasehat, saran, serta arahan dari setiap permasalahan yang ada.
  4. Discipline, yakni prinsip disiplin yang harus ditegakkan oleh pemimpin dalam setiap aktivitas.

Pemimpin bukan serta merta orang yang ditunjuk atau dipercaya untuk memimpin, namun pemimpin diharuskan memiliki kriteria-kriteria terntu untuk dapat menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin diharuskan memiliki sifat dan karakter tertentu.

Salah satu tokoh yang dapat diteladani sifat dan karakteristik kepemiminannya adalah Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX, yang lahir pada tanggal 12 April 1912 di Ngasem, Yogyakarta. Beliau adalah putra dari R.A Kustilah dan Gusti Pangeran Huruboyo, Sri Sultan Hamengku Buwana ke VIII. Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX memiliki gelar pada waktu kecil yakni “Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senopati Ingalogo Ngabdurrahkman Sayidin Panatagama Khalifatullah IX”.

Gelar tersebut memiliki arti bahwa Sultan adalah seorang penguasa di dunia, serta arti dari Senopati Ingalogo adalah Sultan memiliki kekuasaan untuk menentukan perdamaian atau peperangan dan sebagai panglima perang pada saat terjadi peperangan. Sayidin Panatagama berarti Sultan adalah penata agama karena Sultan diakui sebagai khalifah yang menggantikan kepemimpinan pasca Rasulullah Muhammad SAW. Dapat dipahami bahwa gelar yang dimiliki Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX berarti bahwa Sultan sendiri adalah bentuk anugerah dari Tuhan untuk memegang kekuasaan militer, politik, dan agama.

Rekam jejak peranan Sri Sultan Hamengku Buwana dalam kepemimpinan pada tahun 1950-an hingga tahun 1965 antara lain peranan beliau dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan Republik Indonesia hingga peranan beliau dalam bidang sosial dan budaya. Sosok Sri Sultan Hamengku Buwana memang menjadi panutan dalam hal kepimpinan.

Bagaimana tidak, Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX dipercaya oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai menteri pertahanan. Namun demikian, pemilihan Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX sebagai menteri pertahanan tidak berjalan dengan lancar. Pemerintah pusat lebih menginginkan Amir Syarifudin yang menjabat sebagai menteri pertahanan.

Menurut para tokoh militer, perjuangan yang dilakukan melalui konferensi meja perundingan tidak menguntungkan sama sekali, bahkan lebih banyak merugikan kedudukan negara. Para pepmimpin militer merasa kesal terhadap sikap politisi yang dianggap terlalu lunak dalam menghadapi pihak Belanda.

Namun demikian, Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX yang dari kalangan sipil mampu untuk menghadapi bahkan melunakkan pihak Belanda. Selain persoalan tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwana juga berperan dalam penyelesaian teknis dan administratif pengintegrasian bekas tentara KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) atau yang disebut sebagai Tentara Kerajaan Hindia Belanda ke dalam TNI.

Sangat sukar mencari solusi atas permasalahan-permasalahan yang timbul di bidang kemiliteran. Namun, salah satu saksi hidup yang menyaksikan keahlian Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan-prmasalahan yang ada adalah Jenderal Abdul Haris Nasution. Beliau bersama-sama dengan Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX keliling ke seluruh wilayah Nusantara dan Jenderal A.H. Nasution menyaksikan sendiri bagaimana Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX berdiplomasi untuk menempatkan orang-orang pusat di setiap pucuk pimpinan tentara di daerah. Tak hanya itu, Jenderal A. H. Nasution juga menyaksikan seorang Sri Sultan Hamngku Buwana ke IX menjelma sebagai tokoh nasional yang sangat dicintai oleh rakyat. Saat Sri Sultan datang berkunjung ke suatu wilayah, beliau selalu di elu-elukan dan disambut dengan sangat ramah dan hangat.

Peranan Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX dalam bidang sosial ekonomi dilator belakangi oleh pemikiran beliau untuk mengurangi penderitaan rakyat jika tidak mampu untuk menaikkan kesejahteraan rakyat. Sri Sultan Hamengku Buwana dalam usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat telah ditempuh dengan berbagai cara. Diantaranya melalui pertanian dan perkebunan. Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX mendirikan sebuah yayasan organisasi tani yang diberi nama YAKTI (Yayasan Kredit Tani).

Tujuannya adalah sebagai penyalur kredit bagi petani-petaninya. YAKTI berusaha untuk memperluas usahanya dengan cara menanam tebu dan mendirikan pabrik gula. Namun, permasalahan muncul kembali Belum genap usia YAKTI satu tahun, organisasi tersebut harus dibubarkan. Pasalnya banyak terjadi penyelewengan-penyelewengan oleh oknum tertentu dalam organisasinya, khususnya yang berkaitan dengan keuangan.

Meskipun YAKTI telah resmi dububarkan, Sri Sultan Hamengku BUwana ke IX tetap menghendaki usaha penanaman tebu dan pendirian pabrik gula. Tidak berhenti samapai disitu, permasalahan yang timbul selanjutnya adalah adanya perdebatan oleh partai-partai politik mempersoalkan lokasi pendirian pabrik gula tersebut. Masing-masing partai politik menghendaki supaya pabrik gula nanti dibangun di lokasi yang dekat dengan daerah yang banyak pengikutnya. Perdebatan antar partai semakin hari semakin serius.

Hal tersebut memungkinkan adannya ancaman dalam proses pembangunannya. Oleh karena itu, Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX mengeaskan bahwa penanganan dan pengawasan pembangunan pabrik gula tersebut langsung dibawah wewenang pemerintah pusat. Kemudian diusulkan bahwa pembangunan pabrik gula tersebut didirikan di bekas Pabrik Gula Podakan atau Pabrik Gula Gesikan. Dengan penuh pertimbangan, Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX menentukan bahwa lokasi pabrik gula yang baru berlokasi di bekas pabrik Podakan, dengan nama prabrik gula baru tersebut adalah “Pabrik Gula Madukismo”.

Sebagai penyandang gelar Khalifatullah dan Panetep Panatagama yang beragama Islam, Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX tidak pernah membeda-bedakan agama di dalam pergaulan dengan masyarakat. Semua orang mendapat perhatian yang sama dari sosok Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX tanpa memandang agama yang dipeluknya. Sehingga sosok Sri Sultan Hamengku Buwana adalah sosok panutan antar umat beragama yang bijaksana.

Sebagai seorang muslim, Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX berjasa dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Diantaranya adalah pendirian masjid Sulthoni di empat penjuru wilayah Yogyakarta dan menempatkan takmir masjid yang masih termasuk kerabat keraton. Memang, Sri Sultan Hamengku Buwana menyiarkan agama Islam yang dianutnya. Kendati demikian, beliau tidak pernah melarang orang lain untuk menyebarkan agama yang dianutnya. Semua bebas beragama apapun sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Prinsip toleransi antar umat beragama yang begitu dijunjung tinggi oleh Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX.

Di bidang kesenian, Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX termasuk seorang raja yang mencintai kesenian dan berjiwa kreatif. Berbicara mengenai kreativitas Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX dibuktikan dengan karya-karya tari yang pernah diciptakan oleh beliau. Diantaranya adalah Tari Bedhaya Sapta, Bedhaya Wiwaha Sang Askara, Bedhaya Damarwulan, dan Tari Golek Menak. Begitu banyak karya-karya tari yang belaiu ciptakan dan beliau mampu menyatukan para tokoh pakar tari, karawitan, dan tembang dari Keraton Yogyakarta.

Tak hanya dalam bidang militer, politik, sosial, ekonomi, agama, dan budaya. Keberadaan Sri Sultan Hamengku Buwana nampaknya tidak lepas dari seluruh kegiatan masyarakat, yakni Gerakan Pramuka. Sri Sultan Hamengku Buwana menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka sejak tahun 1968.

Prestasi beliau dalam bidang kepramukaan adalah berhasil menggabungkan sekitar 70 organisasi kepanduan yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Sri Sultan Hamengku Buwana mengemban tugas sebagai Ketua Kwartir Nasional hingga 15 tahun lamanya, berakhir pada tahun 1974. Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX telah berhasil memperkenalkan dan mempopulerkan gerakan pramuka di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Oleh sebab itu, beliau mendapat julukan sebagai Bapak Pramuka Indonesia.

Dapat disimpulkan dari peranan-peranan Sri Sultan hamengku Buwana ke IX, mulai dari peranan beliau dalam bidang militer, sosial, ekonomi, agama, budaya, dan gerakan pramuka, dapat diteladani dan patut dijadikan contoh sifat dan karakteristik dari Sultan Hamengku Buwana ke IX. Dalam bidang politik, militer, dan ekonomi beliau mencerminkan sikap tegas, berwibawa, mampu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan solutif.

Dalam bidang sosial dan agama beliau mencerminkan sikap arif, bijaksana, adil, welas asih, tanpa pamrih, dan pengertian. Dalam bidang budaya dan kepramukaan beliau mencerminkan sikap penuh ide, inovasi, kreativitas, dan kreasi. Hendaknya sebagai seorang pramuka dapat mencontoh sikap dan sifat yang dimiliki oleh Sri Sultan Hamengku Buwana ke IX sebagai suri tauladan dan acuan untuk belajar arti pemimpin dan kepemimpinan.

____
Daftar Pustaka Chirs, Masduki. 2016. Kepemimpinan Pendidikan. Bandung: Alfabeta Darban, Ahmad Adaby., dkk. 1998. Biografi Pahlawan Nasional Sultan Hamengku Buwana IX. Jakarta: CV. Eka Dharma Duryat, Masduki. 2016. Kepemimpinan Pendidikan. Bandung: Alfabeta Fahmi, Irham. 2017. Manajemen Kepemimpinan, Teori, dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta //dinsos.jogjaprov.go.id/?p=8865 (diakses pada 8 April 2021) Sridiyatmiko, Gunawan. 2019. Pribadi Sri Sultan Hamengkubuwana IX sebagai Sososk Inspiring Bagi Bangsa Indonesia dan Nilai-nilai ke IPS an yang Terkandung di Dalamnya”. Jurnal Sosialita. Vol. 11 (1) : 167-187 Swastama, Aditya Ajeng. 2020. “Pemahaman Siswa tentang Nilai Kepahlawanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX di SMA Negeri 10 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2019/2020”. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Sejarah. Universitas Negeri Semarang. Semarang Widiarto, Ony. 2018. “Peranan Hamengku Buwono IX dalam Menegakkan Kemerdekaan Inonesia Tahun 1945-1950”. Proposal Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Jember. Jember

_____ Penulis

Alfrian Decky Mahendra


Anggota Pramuka Pangkalan Gugusdepan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Tags: 109TahunKakSultankwarda diylomba menulispramukadiy

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA