Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan

Pada bagian pembangkit listrik, energi yang dihasilkan dari sumber energi yang ada diubah bentuknya menjadi energi listrik oleh sistem turbin – generator. Nah, dari bagian pembangkit listrik ini selanjutnya masuk ke bagian transmisi listrik. Namun, sebelum masuk ke bagian transmisi listrik, tegangan listriknya kembali dinaikkan kembali agar menjadi lebih tinggi dari sebelumnya dengan transformator atau trafo step-up hingga mencapai 150k – 500k V.

Pada bagian distribusi listrik, listrik dialirkan dari gardu induk ke rumah-rumah atau ke industri-industri melewati gardu-gardu trasnsformator yang terpencar letaknya di dalam kota. Di dalam gardu transformator tersebut, terdapat transformator step-down (penurun tegangan) yang akan menurunkan tegangan listrik AC dari 20 kV menjadi 220 V.

Pengetahuan Umum

Pembangkit listrik biasanya berlokasi di tempat yang berjarak cukup jauh dari pemukiman, pabrik maupun daerah komersial. Untuk itu, diperlukan suatu sistem penyaluran listrik untuk mendistribusikan listrik dari pembangkit ke konsumen akhir. Sistem penyaluran listrik terbagi menjadi dua, yaitu sistem transmisi dan sistem distribusi listrik, seperti yang ditunjukan pada Gambar 1. Kedua sistem tersebut terintegrasi menjadi satu kesatuan sistem penyaluran listrik. Perbedaan keduanya terletak pada besar tegangan listrik yang melalui kedua sistem tersebut.

Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan

Gambar 1. Skema Proses pembangkitan, transmisi dan distribusi listrik  

Sistem transmisi listrik merupakan sistem yang berfungsi untuk mengalirkan listrik dari pembangkit ke gardu listrik utama (main substation). Umumnya, pembangkit listrik dan substation terpisah dengan jarak yang cukup jauh, berkisar antara 300 km hingga 3000 km. Akibatnya, panjangnya jarak tersebut dapat berdampak pada besarnya rugi-rugi listrik, salah satunya adalah disipasi panas. Salah satu cara untuk meminimalisir besarnya rugi-rugi listrik saat proses penyaluran adalah dengan memperbesar tegangan listrik. Pada sistem transmisi listrik, tegangan listrik mencapai 550 kV.

 

Listrik yang dihasilkan oleh generator biasanya memiliki tegangan sebesar 15 kV hingga 25 kV. Tegangan ini terbilang rendah untuk dapat ditransmisikan dalam jarak yang sangat jauh. Dua parameter yang menentukan daya listrik adalah tegangan dan arus seperti pada persamaan: Daya = Tegangan x Arus. Dengan demikian, dengan nilai daya tertentu, apabila tegangan rendah, maka arus listrik tinggi. Tingginya arus listrik akan berdampak pada besarnya kerugian listrik saat melalui sistem transmisi, karena kuadrat arus proporsional dengan energi yang terdisipasi dalam bentuk panas. Dengan demikian, listrik yang keluar dari generator akan ditingkatkan tegangannya dengan menggunakan transformator. Ketika tegangan listrik

sudah cukup tinggi, kemudian listrik ditransmisikan melalui overhead lines atau yang dikenal dengan sebutan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) seperti yang ditunjukan pada gambar berikut.

Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan

Gambar 2. Overhead lines atau SUTET sumber: https://www.powerandcables.com/wp-content/uploads/2017/07/Overhead-Lines-Conductors.jpg   Overhead lines terdiri dari tiga komponen utama yaitu konduktor, insulator dan tower. Konduktor merupakan suatu kabel yang memiliki peran sebagai media penyaluran listrik. Material yang digunakan untuk konduktor biasanya merupakan paduan aluminium yang memiliki konduktifitas listrik yang tinggi. Konduktor ini kemudian dibalut oleh insulator listrik dan termal untuk mengurangi listrik yang terbuang ke lingkungan dalam bentuk rugi-rugi listrik seperti panas, dan juga untuk meminimalisir bahaya pada lingkungan sekitar.  

Ujung-ujung konduktor tersambung ke tower. Tower dilengkapi dengan penangkal petir untuk menghindari kerusakan sistem akibat petir yang dapat berdampak pada terhentinya penyaluran listrik. Jarak antara kedua tower tidak boleh terlalu jauh karena dapat berakibat pada melengkungnya konduktor sampai batas yang dianggap tidak lagi aman bagi lingkungan sekitar. Jarak vertikal antara konduktor dengan permukaan tanah (ground clearance) harus dibatasi, biasanya antara 5 m hingga 7 m bergantung pada besarnya tegangan listrik yang melalui sistem transmisi tersebut. Pembatasan ground clearance menjadi sangat esensial karena sistem transmisi listrik dapat berdampak serius pada kesehatan manusia. Salah satu contoh imbasnya pada manusia adalah dapat menimbulkan rasa pusing, insomnia, atau bahkan masalah serius pada kesehatan seperti leukemia dan kanker.

 

Tegangan listrik yang sampai ke konsumen umumnya sebesar 120 V atau 230 V. Tentunya nilai ini sangat jauh lebih kecil dibanding besar tegangan saat awal transmisi (550 kV). Pada proses transmisi listrik, listrik yang disalurkan mengalami tiga tahap proses penurunan tegangan (step down voltage) menggunakan trafo yang terdapat pada gardu listrik. Tahap pertama yaitu ketika listrik bertegangan 550 kV mengalir melaluioverhead lines kemudian sampai ke gardu listrik pertama. Di gardu listrik tersebut, tegangan diturunkan dari 550 kV menjadi 230 kV. Kemudian listrik dialirkan lagi hingga ke gardu kedua yang memungkinkan tegangan listrik diturunkan dari 230 kV ke 69 kV yang seterusnya dialirkan kembali melalui overhead line ke gardu ketiga. Saat keluar dari gardu ini, tegangan listrik menjadi sebesar 12 kV. Proses transmisi listrik berakhir pada tahap ini. Proses penyaluran listrik selanjutnya diteruskan oleh sistem distribusi listrik.

 

Fungsi sistem distribusi listrik adalah untuk menyalurkan listrik ke konsumen akhir. Pada sistem distribusi listrik, media transportasi listrik bisa juga melalui overhead lines, dengan ukuran kabel yang tidak sebesar pada sistem transmisi listrik, dan melalui underground cable. Listrik bertegangan 12 kV mengalir melalui kabel sampai ke gardu listrik untuk menjalani proses penurunan tegangan menjadi 120 V atau 230 V yang siap digunakan oleh konsumen. Dengan demikian, sistem kelistrikan pada prinsipnya terdiri dari tiga proses utama dari hulu ke hilir, yaitu proses pembangkitan listrik (power generation), proses transmisi listrik (power transmission) dan proses distribusi listrik (power distribution).


 

Jakarta, RuangEnergi.Com- Alur distribusi listrik sampai ke rumah kita melalui proses yang cukup panjang, yaitu dari pembangkit, transmisi, distribusi, hingga ke konsumen industri dan rumah tangga.

Pembangkit listrik kapasitas besar biasanya menghasilkan daya listrik dengan tegangan 6-24 kV(kiloVolt), kemudian dinaikan tegangannya di Gardu Induk oleh trafo step-up (penaik tegangan) menjadi 70 kV dan 150 kV untuk tegangan tinggi dan 500 kV untuk tegangan ekstra tinggi (TET).

Dari gardu pembangkit, listrik akan dialirkan ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikan. Alasan menaikan tegangan adalah untuk menurunkan arus agar meminimalisir loss daya. Tegangan 150 kV ini akan masul ke industri skala besar.

Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan

BACA JUGA  Menteri BUMN Pastikan Kesiapan PLN Dukung Era Kendaraan Listrik

Selain langsung ke tegangan besar, tegangan ini masuk ke Gardu Induk untuk diturunkan menjadi 20 kV dan bisa langsung digunakan oleh industri skala menengah.
Alur berikutnya adalah daya listrik dengan tegangan 20 kV dialirkan ke trafo distribusi (step-down) untuk diturunkan lagi menjadi 380 volt atau 220 volt.

Tegangan 220 volt inilah yang masuk ke rumah kita dan dipergunakan untuk menyalakan listrik.

Selamat menikmati listrik dengan berbagai manfaatnya yang luar biasa. Dengan adanya listrik kehidupan kita lebih berwarna, karena dapat membuka jendela informasi dunia dan mencerdaskan anak-anak kita.

14 September 2021

Selama ini ada pemahaman bahwa yang dimaksud transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dengan menggunakan tegangan tinggi saja. Bahkan ada yang memahami bahwa transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dengan menggunakan tegangan tinggi dan melalui saluran udara (overhead Iine). Namun sebenarnya, transrnisi adalah proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, yang besaran tegangannya adalah Tegangan Ultra Tinggi (UHV), Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV),Tegangan Menengah (MHV), dan Tegangan Rendah (LV).

Sedangkan Transmisi Tegangan Tinggi, berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya, yang terdiri dari konduktor yang direntangkan antar tiang-tiang (tower) melalui isolator-isolator, dengan system tegangan tinggi. Dan standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah: 30kV, 70kV, 150kV, 275kV, 500kV (secara berangsur ­angsur untuk 30kV dan 70kV di Indonesia mulai tidak digunakan). Transmisi 70kV dan 150kV terdapat di pulau Jawa dan pulau lainnya di Indonesia. Sedangkan transmisi 275kV dikembangkan di Sumatera. Untuk transmisi 500kV terdapat di Pulau Jawa.

Konstruksi transmisl di Indonesia untuk untuk tegangan rendah dan tegangan tinggi kabel udara dan kabel tanah. Dan untuk tegangan tinggi dan ekstra tinggi menggunakan menggunakan kabel udara.

Berikut ini disampaikan pembahasan tentang transmisi ditinjau dari klasifikasi tegangannya.

Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200kV — 500kV

SUTET 200kV-500kV, pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500kV, dengan tujuan agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien.

Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi memerlukan tapak tanah yang luas, kemudian memerlukan isolator yang banyak, sehingga pembangunannya membutuhkan biaya yang besar. Dan masalah lain yang timbul adalah masalah sosial, yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan antara lain: protes dari masyarakat yang menentang pembangunan, permintaan ganti rugi tanah untuk tapak tower yang terlalu tinggi, kemudian adanya permintaan ganti rugi sepanjang jalur SUTET dan lain sebagainya. Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100km sampai dengan 500km.

Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30kV 150kV

Untuk tegangan operasi antara 30kV sampai dengan 150kV, Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netralnya digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali. Bila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing phasa terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan Berkas konduktor disebut Bundle Conductor.

Jika transmisi ini beroperasi secara parsial, jarak terjauh yang paling efektif adalah 100 km, dan bila jarak transmisi lebih dari 100 km maka tegangan jatuh (drop voltage) terlalu besar, sehingga tegangan diujung transmisi menjadi rendah. Untuk mengatasi hal tersebut maka sistem transmisi dihubungkan secara ring system atau interconnection system, yang telah diterapkan di Pulau Jawa dan akan dikembangkan di pulau-­pulau besar lainnya di Indonesla.

Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 30kV 150kV

Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) dipasang di kota-kota besar di Indonesia (khususnya di Pulau Jawa), dengan beberapa pertimbangan: karena sangat sulit mendapatkan tanah untuk tapak tower untuk pemasangan SUTT, kemudian untuk Ruang Bebas juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena padat bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi. Selain itu adanya pertimbangan keamanan dan estetika,serta permintaan dan pertumbuhan beban yang sangat tinggi.

Jenis kabel yang digunakan: kabel yang berisolasi (berbahan) Poly Ethilene (PE) atau kabel jenis Cross Link Poly Ethilene (XLPE) dan kabel yang isolasinya berbahan kertas yang diperkuat dengan minyak (oil poper impregnated).

Inti (core) kabel dan pertimbangan pemilihan: Single core dengan penampang 240mm2 -300mm2 tiap core. Three core dengan penampang 240mm2 - 800mm2 tiap core. Hal tersebut berkaitan dengan pertimbangan pabrikasi dan pertimbangan pemasangan di lapangan.

Kelemahan SKTT adalah memerlukan biaya yang lebih besar jika dibanding SUTT. Pada saat proses pembangunan memerlukan koordinasi dan penanganan yang kompleks, karena harus melibatkan banyak pihak, misal: pemerintah kota (Pemkot) sampai dengan jajaran terbawah, PDAM, Telkom, Perum Gas, Dinas Perhubungan, Kepolisian, dan lain-lain. Panjang SKTT pada tiap haspel (cable drum), maksimum 300m. Untuk desain dan pesanan khusus, misalnya untuk kabel laut, bisa dibuat tanpa sambungan sesuai kebutuhan.

Pada saat ini di Indonesia telah terpasang SKTT bawah laut (Sub Marine Coble) dengan tegangan operasi 150kV, yaitu: Sub marine cable 150kV Gresik - Tajungan (Jawa - Madura). Sub marine cable 150kV Ketapang - Gilimanuk (Jawa - Bali).

Beberapa hal yang perlu diketahui, Sub marine cable ini ternyata rawan timbul gangguan. Direncanakan akan dibangun sub marine cable Jawa - Sumatera. Sedangkan untuk Jawa - Madura, saat ini sedang dibangun SKTT 150kV yang dipasang (diletakkan) di atas Jembatan Suramadu.

Saluran Udara Tengangan Menengah (SUTM) 6kV - 30kV Di Indonesia, umumnya tegangan operasi Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) adalah 6kV dan 20kV. Namun secara berangsur-angsur tegangan operasi 6kV dihilangkan dan saat ini hampir semuanya menggunakan tegangan operasi 20kV. Transmisi SUTM digunakan pada jaringan tingkat tiga, yaitu jaringan distribusi yang menghubungkan dari Gardu Induk, Penyulang (Feeder), Gardu Distribusi, sampai dengan ke Instalasi Pemanfaatan (Pelanggan/ Konsumen). Berdasarkan sistem pentanahan titik netral trafo, efektifitas penyalurannya hanya pada jarak (panjang) antara 15km sampai dengan 20km. Efektifitasnya akan menurun bila melebihi jarak tersebut karena relay pengaman tidak dapat bekerja secara selektif.

Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) 6kV - 20 kV ditinjau dari segi fungsi, transmisi Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) memiliki fungsi yang sama dengan transmisi SUTM. Perbedaan mendasar adalah, SKTM ditanam di dalam tanah. Beberapa pertimbangan pembangunan transmisi SKTM adalah Kondisi setempat yang tidak memungkinkan dibangun SUTM. Kesulitan mendapatkan ruang bebas karena berada di tengah kota dan pemukiman padat. Pertimbangan segi estetika.

Pembangunan transmisi SKTM lebih mahal dan lebih rumit, karena harga kabelnya jauh lebih mahal dibanding penghantar udara dan dalam pelaksanaan pembangunan harus melibatkan serta berkoordinasi dengan banyak pihak. Pada saat pelaksanaan pembangunan transmisi SKTM sering menimbulkan masalah, khususnya terjadinya kemacetan lalu lintas. Jika terjadi gangguan, penanganan (perbaikan) transmisi SKTM relatif sulit dan memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan SUTM. Hampir seluruh (sebagian besar) transmisi SKTM telah terpasang di wilayah PT. PLN (Persero) Distribusi DKI Jakarta & Tangerang. 

Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) 40V -1 kV

Transmisi Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) adalah bagian hilir dari sistem tenaga listrik pada tegangan distribusi di bawah 1 kV, yang langsung memasok kebutuhan listrik tegangan rendah ke konsumen. Di lndonesia, tegangan operasi transmisi SUTR saat ini adalah 220/ 380 Volt.

Radius operasi jaringan distribusi tegangan rendah dibatasi oleh, Susut tegangan yang disyaratkan, Luas penghantar jaringan, Distribusi pelanggan sepanjang jalur jaringan distribusi, Sifat daerah pelayanan (desa, kota, dan lain-lain).

Susut tegangan yang diijinkan adalah +5% dan - 10 %, dengan radius pelayanan berkisar 350m. Saat ini transmisi SUTR pada umumnya menggunakan penghantar Low Voltage Twisted Cable (LVTC).

Saluran Kabel Tegangan Rendah (SKTR) 40V - 1 kV.

Ditinjau dari segi fungsi, transmisi Saluran Kabel Tegangan Rendah (SKTR) memiliki fungsi yang sama dengan transmisi SUTR. Perbedaan mendasar adalah SKTR di tanam didalam di dalam tanah. Jika menggunakan SUTR sebenarnya dari segi jarak aman/ ruang bebas tidak ada masalah, karena SUTR menggunakan penghantar berisolasi.

Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan

Penggunaan SKTR karena mempertimbangkan: Sistem transmisi tegangan menengah yang ada, misalnya karena menggunakan transmisi SKTM. Faktor estetika. Oleh karenanya transmisi SKTR pada umumnya dipasang di daerah perkotaan, terutama di tengah-tengah kota yang padat bangunan dan membutuhkan aspek estetika.

Dibanding transmisi SUTR, transmisi SKTR memiliki beberapa kelemahan, antara lain: Biaya investasi mahal. Pada saat pembangunan sering menimbulkan masalah. Jika terjadi gangguan, perbaikan lebih sulit dan memerlukan waktu relatif lama untuk perbaikannya.

PT Jembo Cable Company Tbk. sendiri selaku produsen kabel, hingga saat ini telah memproduksi kabel dengan berbagai jenis dan ukuran, dan berkaitan dengan beberapa jenis saluran transmisi yang berdasarkan tegangan di atas, produk kabel dengan merek Jembo Cable telah digunakan untuk di hampir semua saluran transmisi di Indonesia.

Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan

Sumber : Majalah Turbo - Khaerul Fahmi

Baca Juga : Kabel Tegangan Menengah & Sistem Distribusi Tenaga Listrik, Kabel Listrik : Kenali Jenis, Fungsi dan Penghantar Pada Kabel Listrik (bagian 1), Kabel Lead Sheath

Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan
Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan
Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan

Energi listrik dialirkan dari titik-titik ke jaringan transmisi dengan tegangan yang sudah dinaikkan