Di Manakah yang menjadi pusat peradaban Islam pada masa dinasti Umayyah?

Andalusia yang saat ini masih tercatat sebagai salah satu provinsi yang ada di Spanyol, menyisakan jejak-jejak kejayaan Islam pada masa lalu di Eropa. Salah satu kota yang pernah menjadi pusat kejayaan islam di Eropa adalah kota Cordoba atau Kordoba. Kota yang terletak di Andalusia, Spanyol Selatan ini merupakan tempat tinggal para raja atau khalifah Daulah Umayyah II, yang berkuasa pada waktu itu.

Secara umum, kebanyakan penduduk Cordoba atau wilayah Andalusia adalah orang-orang arab terhormat dari kawasan Timur yang berhasil menaklukan Andalusia pada waktu itu.

Pada masa pembentukan Daulah Umayyah II di Spanyol, yang dilakukan oleh Abdul al-Rahman I (al-Dakhil), pada tahun 756 M.  Cordoba dijadikan sebagai pusat pemerintahannya, dengan mempersiapkan diri untuk melawan para pemberontak yang merupakan kelompok dan suku setempat.

Pasca sukses menumpas para pemberontak yang ingin menghancurkan pemerintahannya, Abdul al-Rahman I kemudian membangun Masjid Agung di Cordoba,  yang saat ini terkenal dengan sebutan La-Mezquita.

Cordoba pada pemerintahan Abdul al-Rahman I (756-788M), dijadikan sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang paling menarik di Eropa pada abad pertengahan, di mana eropa pada saat itu mengalami masa kegelapan. Pada saat inilah, seni dan sastra berkembang, dan menarik para cendekiawan untuk datang ke cordoba.

Pada masa Abdul al-Rahman II, Cordoba di sulap menjadi Baghdad kedua. Pada masa inilah banyak dibangun gedung-gedung besar, masjid-masjid dan memperindah kota cordoba. Agar Cordoba menjadi kota yang indah, bersih, santun dan berkebudayaan. Pembangunan-pembangunan terhadap Cordoba tetap dilanjutkan pada masa pemerintahan Daulah Umayyah II.

Cordoba benar-benar menjadi pusat peradaban di eropa pada masa Abdul al-Rahman III, dimana pada pemerintahannya. Daulah Umayyah II mengalami masa kejayaan. Pada masanya lah, uang negara digunakan untuk membangun jalan, jembatan umum, rumah sakit, universitas dan lain lain. Sehingga Cordoba sebagai pusat pemerintahan terlihat megah, dengan banyaknya lampu-lampu di pinggir jalan dan renovasi dengan berbagai desain arsitektur.

Selama pemerintahan Daulah Umayyah II, Cordoba benar-benar mengalami kemajuan yang sangat besar. Tercatat pada saat itu ada 75 Perpustakaan besar, 200 Madrasah, dan hampir 200 Universitas. Bahkan hampir di setiap kota-kota besar maupun kecil yang ada di Cordoba mempunyai Universitas pada saat itu.

Cordoba bercahaya bagaikan mercusuar di atas kegelapan bangsa Eropa. Banyak universitas-universitas yang dibangun oleh para penguasanya, salah satunya adalah Universitas Cordoba. Banyak para mahasiswa dari lintas benua dan lintas agama berdatangan ke Cordoba untuk menimba ilmu di sana. Banyak juga profesor yang didatangkan dari Baghdad untuk mengajar di Cordoba, yang semua biayanya ditanggung oleh negara.

Peradaban keilmuan yang terjadi di Cordoba hampir menyamai peradaban keilmuan yang ada di Baghdad. Di mana kedua kota ini sama-sama menjadi Ibu kota pemerintahan masing-masing daulah. Baghdad sebagai ibu kota Daulah Abbasiyyah, dan Cordoba sebagai ibu kota Daulah Umayyah II Spanyol.

Banyak kemajuan-kemajuan yang terjadi di Cordoba pada masa pemerintahan Daulah Umayyah II. Seperti Filsafat, Sains, Fiqh, Arsitektur, Sejarah dan Geografi, Musik dan Kesenian, Percetakan. Di masa pemerintahan Daulah Umayyah II, banyak para cendekiawan-cendekiawan dari Andalusia dan Timur berkumpul di Cordoba untuk berdiskusi dan belajar, sebagaimana disebut di atas.

Cordoba di masa lalu adalah pusat pemerintahan islam di Spanyol sekaligus pusat peradaban Islam di Eropa yang menyaingi peradaban Islam yang ada di Timur, yaitu Baghdad. Peradaban yang terjadi di Cordoba tidak lain adalah jasa para pemimpin Daulah Umayyah II yang cinta kepada ilmu pengetahuan. Cordoba bahkan menjadi kota terkaya dan termegah di eropa pada masa kejayaannya, bahkan hal ini menginspirasi orang-orang eropa untuk datang dan belajar ke Cordoba.

Selain sebagai pusat peradaban, Cordoba juga mempunyai berbagai keistimewaan, di antaranya penduduk Cordoba terkenal sebagai orang-orang mulia, Cordoba tidak sepi dari tokoh-tokoh ulama, para pemimpin dan pedagang-pedagang kaya raya. Cordoba juga melahirkan seorang filsuf besar dalam sejarah intelektual dunia islam, yaitu Ibnu Rusyd. Dan juga ahli tafsir sekaliber Imam Qurtubi, dan ulama-ulama diberbagai bidang lainnya.

Beberapa bangunan yang menunjukkan kemajuan peradaban islam di Andalusia, terutama di Cordoba adalah Jembatan Cordoba yang mempunyai panjang 400 m dan lebar 40 m,  yang melintasi Sungai Guadalquivir. Walaupun jembatan ini didirikan oleh bangsa romawi, namun pada masa pemerintahan Islam. Jembatan ini dibangun dan direnovasi menjadi megah.

Selain jembatan Cordoba, ada juga  Masjid Cordoba, masjid terbesar di dunia pada waktu itu. Namun kini telah berubah menjadi  sebuah katedral  dengan bentuk dan asitektur yang sama, yaitu perpaduan arsitektur Islam, Romawi dan Ghotic.

Nunzairina Nunzairina



Dalam literatur sejarah Islam, Baghdad dikenal sebagai pusat peradaban Islam, baik dalam bidang sains, budaya dan sastra. Kemajuan peradaban ini menghadirkan Baghdad sebagai kota para intelektual, tidak hanya orang arab yang hadir, bangsa Eropa, Persia, Cina, India serta Afrika turut hadir mengisi atmosfer pengetahuan disini. Masa kekhalifahan Abbasiyah ini lah yang dikenal berkembang pesatnya pengetahuan. Pada masa ini banyak sekali bermunculan intelektual-intelektual muslim baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun ilmu agama. Dalam masa kekhalifahan Abbasiyah keadaaan sosial ekonomi pun berkembang dengan baik. Seperti halnya dalam bidang pertanian maupun perdagangan. Masyarakat pada masa itu mampu mengatur tatanan kehidupannya dengan baik, hingga dikenal sebagai negeri masyhur dan makmur. Pada masa kerajaan Abbasiyah kekuasaan Islam bertambah luas. Masyarakat dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok khusus dan kelompok umum, kelompok umum terdiri dari Seniman, ulama, fuqoha, pujangga, saudagar, pengusaha kaum buruh, dan para petani sedangkan kelompok khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah, para bangsawan, dan petugas-petugas Negara. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, para khalifah banyak mendukung perkembangan tersebut, terlihat dari banyaknya buku-buku bahasa asing yang diterjemahkan kedalam bahasa arab, dan lahirnya para kaum intelektual.

 Kata Kunci: Dinasti Abbasiyah, Baghdad, Kaum Intelektual.



Abdurrahman, D. (2003). Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI.

Arkoun, L. G. M. (1997). Islam Kemarin dan Hari Esok. (A. Mohammad, Trans.). Bandung: Pustaka.

Hasan, I. (1989). Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.

Hitti, P. K. (2002). History of The Arabs. (R. C. L. Y. & D. S. Riyadi, Trans.). Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Karim, M. A. (2009). Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Nata, A. (2011). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Nizar, S. (2009). Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. (S. Nizar, Ed.). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Suwito. (2008). Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Syukur, F. (2009). Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Yatim, B. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Zuhairini, M. K. (1985). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Departemen Agama.

Majalah As-Sunnah Edisi 7 Tahun XV 1432 H/2011 M. Diakses pada 20/04/2019.


DOI: http://dx.doi.org/10.30829/juspi.v3i2.4382

  • There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2020 JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam)

Di Manakah yang menjadi pusat peradaban Islam pada masa dinasti Umayyah?

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Dinasti Abasiyyah. Foto: iraqpics

Sejarah berdirinya Dinasti Abasiyyah tidak terlepas dari runtuhnya Dinasti Umayyah di Damaskus. Hal ini dikarenakan Dinasti Umayyah dinilai memiliki banyak konflik dan menguasai kekhalifahan Islam secara paksa melalui tragedi Perang Siffin.

Kekuasaan Dinasti Abasiyyah berlangsung selama lima abad sejak tahun 750-1258 M. Para penguasanya merupakan keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW yaitu Al Abbas. Pendiri dinasti ini adalah Abdullah al-Saffah, ia diberi gelar Al Saffah yang berarti penumpah atau peminum darah karena ketegasan dan kekejamannya.

Selang wafatnya Al Saffah, kekuasaan dipindahkan ke tangan saudaranya bernama Abu Ja’far dengan gelar Al Mansur yang artinya “sultan Tuhan di atas bumi-Nya”. Di bawah kepemimpinannya, Al Mansur berhasil membawa Dinasti Abasiyyah kepada masa kejayaan dan kemegahan yang tidak ada tandingannya pada abad pertengahan.

Dalam sejarah Islam dikatakan bahwa dua khalifah tersebut yang pertama meletakkan dasar-dasar Dinasti Abbasiyah. Sedangkan, para khalifah selanjutnya membangun pilar-pilar peradaban Islam hingga mencapai puncaknya.

Sebagai Pusat Peradaban dan Pendidikan

Kota Baghdad sebagai pusat peradaban Dinasti Abasiyyah. Foto: Pinterest

Dinasti Abasiyyah berhasil membawa peradaban Islam lebih maju dibanding dinasti sebelumnya. Khalifah Abbasiyah kedua yaitu Al Mansur mencari suatu wilayah untuk dijadikan sebuah ibu kota, pilihannya kemudian terletak pada wilayah di pinggir sungai Tigris yang saat ini dikenal sebagai Kota Baghdad.

Kota Baghdad menjadi pusat peradaban dan perkembangan ilmu pendidikan. Kota ini juga disebut sebagai kota intelektual, karena peran pembangunan dari khalifah setelah Al Manshur yang berkontribusi untuk perkembangan kota tersebut.

Disebutkan dalam sejarah Islam, tiga abad pertama Dinasti Abbasiyah (abad ke VIII sampai ke XI) merupakan masa kejayaan dinasti ini. Mulai dari perkembangan bidang sastra, teologi, filsafat, dan ilmu pengetahuan terus dijalankan sampai hadirnya perpustakaan hingga sistem pendidikan yang bersifat formal dan informal.

Perkembangan yang begitu pesat terjadi tidak terlepas dari adanya era pembauran antara orang-orang Arab dengan bangsa-bangsa lain yang sudah memiliki peradaban maju. Pengaruh besar berasal dari bangsa-bangsa lain seperti Persia, Yunani, dan India.

Dari masa ini pula, ilmu fikih berkembang dan mencetak imam mazhab. Di antaranya yakni Imam Abu Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi'i (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780-855 M).