Dalam kongres PNI yang pertama di Surabaya 27 30 Mei 1928 disyahkan bahwa ketua PNI adalah

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

4 JULI 1927, Ir Soekarno, Ir Anwari, J. Tilaar, Sudjadi, Mr Iskaq Tjokrohadisurjo, Mr Sartono, Mr Budyardjo Martoatmodjo, Dr Samsi Widagdo dan Mr Sunarjo mendirikan “Perserikatan Nasional Indonesia”disingkat PNI di Bandung. Pengurus Besar (HoofdBestuur), PNI yang  pertama ialah : Ketua (Pemuka) – Ir Soekarno; Sekretaris/Bendahara – Mr Iskaq dan Anggota-anggota terdiri  dari Dr Samsi, Mr Sartono, dan Ir Anwari. Perserikatan tersebut kemudian menyelenggarakan kongresnya yang pertama pada tanggal 28-30 Mei  1928  di Surabaya.  Keputusan dari kongres tersebut adalah:

Nama “Perserikatan Nasional Indonesia” diganti menjadi “Partai Nasional Indonesia; ”

Pengesahan  Anggaran Dasar (Statuten), Azas Organisasi (Self Help);

Susunan  Usaha Partai.

Tanggal 3 Juli 1927 ditetapkan sebagai Hari Kelahiran PNI. Inti dari perjuangan PNI adalah menjadi pelopor usaha persatuan dan kesatuan bangsa dalam perjoangan menentang penjajahan Belanda demi mempercepat Kemerdekaan Bangsa (Semboyan  PNI saat itu: “ Merdeka Sekarang Juga”)

24 APRIL 1929.  Ir. Soekarno, Gatot Mangkupradja, Maskun dan Supriadinata  ditangkap oleh penguasa kolonial Belanda dan kemudian dijatuhi hukuman penjara. Tekanan penguasa kolonial Belanda terhadap aktivis PNI semakin keras. Banyak diantaranya masuk dalam tahanan. Sementara kondisi ekonomi semakin berat (jaman malaise). Untuk menghindari tekanan penguasa kolonial, maka pada 25 April 1931, Pimpinan Pusat PNI mengeluarkan  “Maklumat Kepada Sekalian Rakjat Indonesia”, yang  antara lain menyatakan  pembubaranPNI. Keputusan pembubaran  PNI dinyatakan  dalam  Kongres Luar Biasa (Kongres ke-II) PNI di Jakarta. Setelah PNI dinyatakan bubar, maka  para aktivis/anggota-anggota  PNI melanjutkan perjuangannya dalam PARTINDO (Partai Indonesia), GERINDO (Gerakan Rakyat Indonesia) dan GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang  terus berdjuang hingga masa pendudukan Jepang.

MASA PENDUDUKAN JEPANG. Penguasa militer Jepang melarang adanya partai politik dan membubarkan parpol yang ada. Tapi Jepang membutuhkan dukungan kerja sama dari kaum nasionalis. Untuk itu dibentuk organ-organ semi pemerintah seperti Jawa Hokokai, PUTERA dan sebagainya yang diisi oleh para pimpinan dan aktivis PNI. Sebagian diantaranya memegang jabatan di birokrasi pemerintahan seperti Mr. Soewiryo.

17 AGUSTUS 1945. Indonesia merdeka. Konsep awal penyelenggaraan negara adalah: . Satu Partai (PNI),  Satu Tentara (TNI). Untuk itu, para pemimpin nasionalis di berbagai daerah mendirikan PNI sebagai partai negara (PNI Staatpartij).

NOPEMBER 1945. Terbit Maklumat X dari Wakil Presiden Mohammad Hatta yang menganjurkan pendirian partai-partai politik. Para aktivis nasionalis di pulau Jawa mendirikan SERINDO (Serikar Rakyat Indonesia) di Kediri. Di luar Jawa melanjutkan pembentukan PNI, dan di Sulawesi terbentuk PKR (Partai Kedaulatan Rakyat) berpusat di Makasar

29-31 JANUARI 1946. Atas inisiatif Pengurus SERINDO, maka pada 29-31 Januari 1946 diadakan kongres SERINDO di Kediri yang dihadiri oleh Cabang-Cabang SERINDO, perwakilan PNI dari beberapa daerah, dan  utusan PKR. Dalam kongres ini diputuskan mendirikan kembali   PNI. Kongres ini kemudian ditetapkan  sebagai Kongres Ke-I PNI, sehingga didalam catatan  urutan kongers-kongres yang  diadakan oleh  PNI, kedua Kongres sebelumnya tidak dimasukkan. Kongres juga memutuskan azas PNI adalah  “Sosio-Nasional-Demokrasi.” Asas partai itu  dimanifestasikan dalam Lambang PNI yakni  “segitiga dengan kepala banteng” yang  menggambarkan sintese dari nasionalisme-demokrasi dan sosialisme.

25-26 DESEMBER 1946. PNI mengadakan Kongres Luar Biasa untuk  menyikapi Naskah Persetujuan Linggardjati.  PNI bersikap:  Tidak Menerimanaskah Persetudjuan Linggardjati karena tidak mengandung pengakuan de jure terhadap R.I. PNI bersama partai-partai lain yang menolak-naskah tersebut bergabung di dalam “Banteng Republik Indonesia” melawan “Sayap Kiri”.

Berdirinya partai-partai dalam pergerakan nasional banyak berawal dari studie club dimana para golongan terpelajar menghimpun diri. Di Surabaya timbul Indonesische Studie Club dibawah Dr. Soetomo, di Bandung terdapat Algemeen Studie Club dibawah Ir. Soekarno.

Partai Nasional Indonesia (PNI) yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 tidak terlepas dari keberadaan Algemeen Studie Club. Rapat pendirian partai ini dihadiri Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr. Iskag Tjokrohadisurjo, Mr. Budiarto dan Mr. Soenarjo (Marwati Djoned Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, 1984, jilid v:210).


Dalam kongres PNI yang pertama di Surabaya 27 30 Mei 1928 disyahkan bahwa ketua PNI adalah


Setelah rapat pendirian itu terbentuk susunan pengurus yang kemudian disyahkan dalam kongres Partai Nasional Indonesia yang pertama di Surabaya 27-30 Mei 1928.

Susunan pengurus itu adalah :

1. Ir. Soekarno : Ketua (Pemuka).

2. Mr. Iskag Tjokroharisurjo : Sekertaris/Bendahara.

3. Dr. Samsi Sastrowidagdo : Anggota. 

4. Mr. Sartono ; Anggota.

5. Mr. Soenarjo : Anggota. 

Dalam kongres ini juga disyahkan susunan program yang meliputi bidang politik untuk mencapai perekonomian nasional program dalam bidang ekonomi dan sosial memajukan pelajaran nasional. Garis perjuangan yang dianut adalah non koperasi.

Hal ini disebabkan garis politik yang diletakkan yaitu memperbaiki keadaan politik ekonomi, sosial dengan kekuatan sendiri dan kebiasaan sendiri antara lain dengan mendirikan sekolah-sekolah, poliklinik-poliklinik, bak nasional, perkumpulan koperasi dan sebagainya. Dari segi keanggotaan sebenarnya Partai Nasional Indonesia terbuka bagi semua bangsa Indonesia yang telah berumur 18 tahun, disamping itu orang Asia lainnya dapat menjadi anggota luar biasa. 

Dengan memiliki propagandis yang terkenal (Ir. Soekarno) maka dalam rapat yang diadakan di Bandung 27-28 Desember 1927 atas prakarsa Partai Nasional Indonesia dapat menggalang permufakatan dengan Partai Sarekat Islam Indonesia, Budi Utomo, Pasundan, Sumatransche Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club, Algemeen Studi Club yang dikenal dengan Permufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Tujuan yang diinginkan dengan Permufakatan ini adalah upaya kesatuan aksi dalam rangka menghadapi imperialisme Belanda. Ada dua macam tindakan yang dilakukan untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di masyarakat : mengadakan usaha-usaha terhadap dan untuk lingkungan sendiri, yaitu mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah, bank dan sebagainya, keluar memperkuat publik opini terhadap tujuan PNI antara lain melalui rapat-rapat umum dan penerbitan surat kabar Banteng Priangan (Bandung) dan persatuan Indonesia (Jakarta).

Kegiatan PNI yang cepat menarik massa itu sangat mencemaskan pemerintah kolonial. Perjuangan yang digalang dengan cepat memperoleh simpati rakyat Indonesia. Lebih-lebih lagi adanya pernyataan Ir. Soekarno bahwa akan pecahnya Perang Pasifik seluruh bangsa Indonesia menyiapkan diri agar tidak mendapatkan pengaruh buruk.

Kecemasan pemerintah Belanda semakin bertambah setelah ada laporan bahwa kalangan tentara dan polisi sudah terkena propaganda PNI. Usaha-usaha pencegahan telah dilakukan oleh pemerintah kolonial seperti dilarang membaca berita di surat kabar yang berisi propaganda PNI pada semua pegawai yang berada di bawah departemen Van Oorlog.

Di samping berkembang desas desus bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan. Akibatnya pengawasan politik dilakukan semakin ketat bahkan dengan tindakan-tindakan penggeledahan dan penangkapan. Penangkapan berlangsung pada empat tokoh PNI yaitu Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkuprojo, Markun Sumodirejo dan Supriadinata.

Keempat tokoh ini dijatuhi hukuman oleh pengadilan Bandung. Dalam proses peradilan itu Ir. Soekarno melakukan pembelaan yang berjudul ''Indonesia Menggugat''. Penangkapan para tokoh pemimpin PNI ternyata merupakan pukulan berat. Hal ini amat menggoyahkan kehidupan partai.

Dalam kongres PNI yang pertama di Surabaya 27 30 Mei 1928 disyahkan bahwa ketua PNI adalah
Dalam kongres PNI yang pertama di Surabaya 27 30 Mei 1928 disyahkan bahwa ketua PNI adalah

Pada 4 Juli 1927, tepat di hari ini, 93 tahun yang lalu bertempat di rumah Iskaq Tjokroadisuryo yang terletak di Jalan Regentsweg nomor 22 Bandung didirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Hadir dalam pertemuan itu Sukarno, Iskaq Tjokroadisuryo, Mr. Sartono, Mr. R. S. Budhyarto Martoatmodjo, Soenario, Anwari, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Samsi Sastrowidagdo. Akan tetapi, Tjipto Mangunkusumo tidak menyetujui ide Sukarno untuk mendirikan sebuah partai. Alasannya mendirikan partai politik bakal mengundang reaksi keras pemerintah kolonial yang baru setahun sebelumnya menumpas perlawanan PKI. Pemerintah kolonial di bawah gubernur jenderal Dirk Fock yang kemudian digantikan oleh ACD de Graeff sangat reaktif terhadap gerakan politik nasionalis Indonesia, terutama setelah peristiwa pemberontakan PKI 1926. Namun, Sukarno tetap pada pendiriannya dan tidak memperdulikan ketidaksetujuan dari Tjipto Mangoenkoesoemo.

Sukarno terpilih menjadi ketua dewan pengurus umum PNI yang pertama kali. Alasan pemilihan Sukarno sebagai ketua adalah di antara para pendiri dialah yang paling populer, paling aktif, dan punya segala kemampuan untuk menggaet massa. Sementara itu Iskaq duduk sebagai sekretaris merangkap bendahara. Sebelumnya pada tahun 1926, Sukarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia.

Adapun program dari PNI tertuang dalam pasal 2 anggaran dasarnya yang tujuan utamanya adalah kemerdekaan Indonesia sepenuhnya. Sedangkan pasal 3 berisikan tentang kerjasama dengan semua organisasi di Indonesia untuk mencapai tujuan yang sama yaitu Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Desember 1927, PNI berhasil menghimpun kesepakatan tentang pembentukan suatu wadah kerjasama antar mereka yang dinamai PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia).

Dalam kongres PNI yang pertama di Surabaya 27 30 Mei 1928 disyahkan bahwa ketua PNI adalah
PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia).

Garis perjuangan PNI adalah nonkooperasi dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sejak berdiri, PNI menyelenggarakan kongres dua kali. Kongres pertama diselenggarakan di Surabaya pada 28-30 Mei 1928 dan kongres kedua di Jakarta, 18-20 Mei 1929. Dalam kongres pertama, Sukarno mengemukakan asas nasionalisme PNI ke hadapan ribuan pengikutnya, sekaligus pertemuan resmi pertama antara pemimpin partai dan konstituennya. Bahkan agen Dinas Pengawasan Politik pemerintah pun turut menyusup ke dalamnya. Dalam kongres ini, Sukarno benar-benar menjadi medan magnet bagi massa yang hadir. Seribu orang simpatisan terbuai oleh orasi Sukarno. Sang ketua PNI ini menyerukan bahwa jiwa nasional akan melahirkan tekad nasional yang akan mendorong lahirnya usaha nasional. Seruan yang diucapkan oleh Sukarno ini jelas merupakan suatu ancaman terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kongres yang berlangsung selama tiga hari ini, berjalan dengan lancar dan tertib.

Dalam kongres PNI yang pertama di Surabaya 27 30 Mei 1928 disyahkan bahwa ketua PNI adalah
Partai-Nasional-Indonesia-PNI

Kongres di Surabaya menghasilkan keputusan tentang perubahan nama dari Perserikatan Nasional Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Sukarno selaku ketua umum mempertegas tujuan partai. Berusaha mencapai kemerdekaan politik dengan jalan menghabisi riwayat penjajahan Belanda supaya dapat dimulai pekerjaan membangun negara kebangsaan. Tujuan politik yang tegas ini akan dilaksanakan dengan menggerakkan segenap kekuatan yang dimiliki rakyat. Tanpa usaha kita sendiri sangatlah mustahil pihak kolonial Belanda akan melepaskan bangsa Indonesia dari kekuasaannya. Ketegasan tujuan politik PNI dituangkan dalam program perjuangannya yang meliputi: Pertama: mengenai politik, ialah dengan jalan meneguhkan kesadaran kebangsaan, memperkokoh persatuan dan menghindarkan segala bendungan-bendungan yang menghambat kemajuan politik dan kemerdekaan diri. Kedua: melakukan pembangunan ekonomi, di dalam arti kata yang seluas-luasnya. Ketiga: membentuk susunan pengajaran kebangsaan.

Seiring dinamisnya kegiatan PNI, pengawasan pemerintah kolonial pun semakin ketat. Para pemimpin PNI yang menggalang kekuatan tak hanya di kalangan partai, juga meluaskan perannya dengan mendirikan Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang menjadi motor berbagai pertemuan politik dan Sumpah Pemuda pada 1928. Iklim politik kembali memanas seiring kemunculan pemimpin-pemimpin politik yang baru itu. Ketegangan yang terjadi sejak berdirinya PNI akhirnya berujung pada penangkapan para pemimpin PNI. Pada 29 Desember 1929, Sukarno beserta Maskoen, Soepriadinata dan Gatot Mangkoepradja ditangkap di Yogyakarta usai menghadiri rapat umum yang diselenggarakan PPKI.

Pada tanggal 1 Desember 1930, Sukarno mengucapkan pembelaannya di pengadilan negeri Bandung. Sukarno menegaskan bahwa PNI berusaha menyadarkan rakyat bagi terciptanya perbaikan dengan melalui berbagai kursus-kursus yang kelak akan mendatangkan Indonesia merdeka. Aktivitasnya dalam PNI tidak melanggar hukum yang dituduhkan. Pembelaannya ini dikenal oleh rakyat dengan nama “Indonesia Mengugat”. Bagaimanapun usaha Sukarno yang sangat gigih ini ternyata tidak berhasil menyakinkan hakim pengadilan. Pada tanggal 22 Desember, Sukarno dan kawan-kawannya dinyatakan bersalah oleh pengadilan negeri Bandung dan dijatuhi hukuman pidana selama 4 tahun penjara di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung.

Kontributor: Zulfa Nurdina

Sumber:

Adams, Cindy. 2014. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Yayasan Bung Karno.

Giebels, Lambert. 2001. Sukarno Biografi 1901-1950. Jakarta: Gramedia

Ingleson, John. 1988. Jalan ke Pengasingan: Pergerakan Nasional Indonesia Tahun 1927-1934. Jakarta: LP3ES.

Legge, John D. 2001. Sukarno: Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Sinar Harapan.

Salam, Solichin. 1966. Bung Karno Putera Fajar. Jakarta: Gunung Agung

Triyana, Bonnie. Riwayat Berdirinya PNI. (https://historia.id/politik/articles/riwayat-berdirinya-pni-PGj0V diakses pada 3 Juli 2020).