Dalam jenjang grhasta Asrama ada beberapa kewajiban yang perlu dilaksanakan yang terdiri atas

Om Awignamastu Namo Sidham. Umat Sedharma yang mulia. Om Swastyastu. Mimbar Hindu kali ini membahas tema Hubungan Catur Asrama dengan Catur Purusa Artha.

Agama Hindu menuntun umatnya dalam hidup ini melalui ajaran catur asrama. Catur asrama adalah empat fase kehidupan dalam hidup ini yang hendaknya dilalui oleh masing-masing umat, guna mewujudkan tujuan hidupnya dan juga tujuan beragama. 

Keberadaan catur asrama tidak dapat dipisahkan dengan catur purusa artha. Catur purusa artha adalah empat tujuan hidup yang utama bagi umat yang patut dijadikan pedoman moral untuk melaksanakan catur asrama.

Manusia harus menyadari bahwa perjalanan hidupnya pada hakikatnya adalah perjalanan mencari Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa), lalu bersatu dengan-Nya. Perjalanan seperti itu adalah perjalanan yang penuh dengan rintangan, bagaikan mengarungi samudra yang bergelombang. Sudah dikatakan di atas bahwa ajaran agama telah menyiapkan sebuah perahu untuk mengarungi samudra itu, yaitu Dharma. Hanya dengan berbuat berdasarkan Dharma manusia akan dapat dengan selamat mengarungi samudra yang luas dan ganas. 

Bagaimana hubungan catur asrama dengan catur purusa artha? Catur purusa artha merupakan landasan moral bagaimana umat untuk mewujudkan ajaran catur asrama. Dalam satu fase kehidupan, umat Hindu memiliki kewajiban moral untuk mewujudkan tujuan beragama dan bernegara.

Pada fase brahmacari, umat hendaknya lebih mengutamakan untuk melaksanakan dharma dari pada mendapatkan kekayaan "artha". Artha juga penting untuk menunjang memperoleh ilmu mengisi segala keinginan nafsu "kama" dalam  mencapai kebahagiaan "moksa" sebagai tujuan hidup.

Dharma, artha, kama dan moksa merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai unsur-unsur catur purusa artha. Semua unsur-unsur tersebut hendaknya dimanfaatkan secara menyatu dengan tetap memberikan skala dominasi sesuai jenjang yang dilakoni dalam kehidupan ini "brahmacari, grehastha, wanaprastha, dan bhiksuka" oleh umat sedharma.

Demikian pada masa grehastha, umat hendaknya lebih mengusahakan dan mengutamakan artha dan kama, berlandaskan dharma untuk mewujudkan rumah tangganya yang harmonis. Tatkala berada pada masa wanaprastha, pelaksanaan Dharma dengan melepaskan kehidupan duniawi kemudian memperdalam ilmu agama/ kerohanian untuk dijadikan bekal dalam mengabdikan sisa hidup pada umat manusia dan mahkluk hidup. Hal ini sangat penting dalam rangka mencapai moksa. Dengan demikian kebahagiaan hidup yang abadi "moksa" yang dicita-citakan pada masa "bhiksukha" dengan mudah dapat diwujudkan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, untuk dapat mewujudkan tujuan agama dan tujuan hidup umat manusia, dapat dicermati dari terjalinnya hubungan antara catur asrama dengan catur purusa artha. Catur purusa artha adalah merupakan landasan moral umat melaksanakan catur asrama. Tanpa landasan catur purusa artha nampaknya sulit konsep ajaran catur asrama dapat diwujudkan dalam hidup dan kehidupan ini. Catur purusa artha tersebut hendaknya dipandang sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan antara unsur yang satu dengan yang lainnya.

Sebagai dampak positif dari penerapan catur purusa artha secara konsisten adalah dengan mudah dapat terwujudnya tujuan agama dan tujuan hidup umat manusia. Sebaliknya bila hal itu tidak ditepati, maka kehancuran tentu akan terjadi pada setiap umat yang melanggarnya. Demikianlah hubungan catur asrama dengan catur purusa artha sebagai ajaran agama Hindu.

Catur purusa artha memiliki hubungan yang sinergis dengan catur asrama. Bila umat tidak dengan sungguh-sungguh memedomani diri dengan ajaran catur purusa artha dalam melaksanakan catur asrama, maka sikap dan tindakannya yang sedemikian itu adalah sangat sia-sia. Karena sudah barang tentu tidak akan dapat mewujudkan apa yang menjadi tujuan hidupnya dan juga tujuannya beragama.

Dampak yang akan ditimbulkan apabila umat Hindu tidak konsisten memahami dan mengamalkan ajaran catur purusa artha dengan ajaran catur asrama sudah barang tentu adalah kehancuran dalam hidupnya, baik yang bersifat rohani maupun jasmani. Hal yang seperti itu patut dihindari oleh semua umat yang ada di muka perthiwi ini.

Contoh Kehidupan Catur Warna dan Catur Asrama
Banyak dapat kita baca dan mempelajarinya dari berbagai sastra agama Hindu dan kehidupan sehari-hari umat di masyarakat sebagai contoh implementasi ajaran catur warna dan catur asrama. Di antara karya sastra tersebut adalah Itihasa, Purana, dan kitab-kitab agama Hindu lainnya. Salah satu di antara kitab-kitab itu yang mengisahkan tentang kehidupan catur asrama dapat kita ambil dari kitab Mahabharata, bagaimana sosok Panca Pandawa menjalani fase demi fase kehidupan sejalan dengan hukum yang berlaku dan diikutinya

Panca Pandawa adalah sosok "brahmana warna" tatkala di antara mereka menjadi penasehat raja-raja kecil "purohita" yang ada di negeri Bharata. Pelajaran yang diajarkan oleh para Maha gurunya kepada pandawa diikuti dengan penuh ketekunan dan sungguh-sungguh. Saat itu pandawa berada pada masa brahmacari asrama.

Pada saat negerinya diserang oleh musuh-musuhnya, Pandawa maju ke medan perang untuk mempertahankan keselamatan masyarakat, bangsa, dan negaranya dari kejaran pemberontak. Panca Pandawa adalah sosok pemimpin "ksatrya" yang gagah berani. Seiring dengan berputarnya waktu, Panca Pendawa membangun rumah tangga yang harmonis dan utuh dengan tokoh seorang ibu yang utama "grehastha asrama". 

Selama dua belas tahun terbuang di hutan, Panca Pandawa memasuki fase "wanaprastha". Dan saat berupaya memajukan perekonomian negerinya sehingga masyarakatnya menjadi sejahtera ini berarti Panca Pandawa tampil sebagai "Wesya warna". Setelah terbuang selama dua belas tahun dan kembali dari hutan dalam penyamaran Panca Pandawa sebagai pembantu di sebuah kerajuun "Sudra warna" dalam catur warna. Dengan menjadi pengajar berbagai bidang ilmu terutama bidang seni dan agama, ini berarti Panca Pandawa berada pada fase "bhiksukha" dalam catur asrama.

Demikian juga pada saat kita berada di tengah-tengah masyarakat lingkungan kita. Sejak kecil diajar oleh orang tua dan juga disekolahkan sampai tamat dengan jenjang pendidikan tertentu dan dewasa. Dalam catur warna, fase ini adalah tergolong "brahmana warna. Sedangkan dalam catur asrama termasuk sedang mengikuti masa "brahmacari asrama" Dengan memiliki ketrampilan tertentu selanjutnya mampu membangun rumah tangga sekaligus menjadi pemimpin rumah tangga yang dibangunnya adalah tergolong "grehastha" dalam catur asrama dan "ksatrya warna" dalam catur warna. 

Tanggung jawab lahiriah dalam rumah tangga yang dibangun telah selesai, dengan meninggalkan kehidupan berumah-tangga, mengasingkan diri dari keramaian, melepaskan ikatan keduniawian, mengelola pertanian dan perdagangan untuk kemakmuran masyarakat banyak adalah wujud dari fase "wana prastha" dalam catur asrama dan termasuk golongan "wesya warna" dalam catur warna. Dan akhirnya mempersiapkan diri untuk mendalami kerohanian, mengajarkan dan menyebarkan dharma, dengan suatu pelayanan yang tulus adalah merupakan wujud dari "sudra warna" dalam catur warna dan "bhiksukha asrama" dalam catur asrama.

JM Ketut Sedana, M. Pd. H (Rohaniwan Hindu)
 

Full PDF PackageDownload Full PDF Package

This Paper

A short summary of this paper

37 Full PDFs related to this paper

Download

PDF Pack


BAB II
CATUR ASRAMA

A. PENGERTIANCatur Asrama terdiri atas dua kata yakni “ Catur”, yang berarti empat dan “Asrama”, berarti tahapan atau jenjang.Jadi Catur Asrama artinya empat jenjang kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai moksa.Atau catur asrama dapat pula diartikan sebagai empat lapangan atau tingkatan hidup manusia atas dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap- tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai oleh adanya ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkanB. BAGIAN – BAGIAN CATUR ASRAMA1. BRAHMACARI ASRAMA2. GRHASTA ASRAMA3. WANAPRASTA ASRAMA

4. SANIASA / BHIKSUKA

B.1 BRAHAMACARI ASRAMABrahma cari terdiri dari dua kata yaitu Brahma yang berarti ilmu pengetahuan dan cari yang berarti tingkah laku dalam mecari dan menuntut ilmu pengetahuan.Brahmacari berarti tingkatan hidup bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan.Kehidupan para pelajar di mulai dengan upacara Upanayana, sebagai hari kelahirannya yang kedua. Mereka harus dibuat tabah dan sederhana dalam kebiasaan – kebiasaan mereka harus bangun pagi – pagi , mandi melakukakn sandhya & java gayatri serta mempelajari kitab – kitab suci.Menurut ajaran agama hindu, dalam brahmacari asrama, para siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex. Adapun hubungan antara perilaku seksual dan brahmacari dapat di ketahui melalui istilah berikut :1. Sukla brahmacariOrang yang tidak kawin semasa hidupnya, bukan karena tidak mampu, melainkan karena mereka sudah berkeinginan untuk nyukla brahmacari sampai akhir hayatnya.2. Sewala brahmacari

Orang yang menikah sekali dalam masa hidupnya

3. Kresna brahmacariPemberian ijin untuk menikah maksimal 4 kali karena suatu alasan yang tidak memungkinkan diberikan oleh sang istri, seperti isang istri tidak dapat menghasilkan keturunan, sang istri sakit-sakitan, dan bila istri sebelumnya memberikan ijin.

B.1 GRHASTA ASRAMA

Tahapan yang kedua tentang grhasta / berumah tangga .tahapan ini dimasuki pada saat perkawinan. Tahapan ini merupakan hal yang sangat penting, karena menunjang yang lainnya. Perkawinan meerupakan salah satu acara suci bagi seorang Hindu. Istri merupakan rekan dalam kehidupan ( Ardhangini ), ia tidak dapat melakukan ritual agama tanpa istrinya.Sebuah rumah tangga harus mendapatkan artha yang erlandaskan dhrma dan dipergunakan dengan cara yag pantas. Ia harus memberikan 1/10 bagian dari penghasilannya untuk amal.Beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan dalam berumah tangga :1) Melanjutkan keturunan2) Membina rumah tangga3) Bermasyarakat4) Melaksanakan panca yajnya : Dewa Yajna : persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya Rsi Yajna :persembahan pada para rsi, guru, maupun tokoh atau pemuka agama Manusa yajnya :persembahan pada sesama manusia Pitra Yajna : persembahan pada para leluhur Bhuta Yajna :persembahan kepada para bhuta.

B.3 WANAPRASTHA ASRAMA

Tahapan yang ketiga wanaprstha, tahapan ini merupakan suatu persiapan bagi tahap akhir yaitu sannyasa . setelah melepaskan segala kewajiban seorang kepala rumah tangga, ia harus meninggalkanya menuju hutan atau sebuah tempat terpencil di luar kota untuk memulai meditasi dalam kesunyian pada masalah spiritual yang lebih tinggi.Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/ moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.

Adapun ciri-ciri orang yang telah dapat masuki tahap wanapratha ini adalah: usia yang sudah lanjut, mempunyai banyak pengalaman hidup, mampu mengatasi gelombang pahit getirnya kehidupan, serta mempunyai kebijaksanan yang dilandasi oleh ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Telah memiliki keturunan atau generasi lanjutan yang sudah mapan dan mampu hidup mandiri.serta tidak bergantung lagi pada orang tua baik dibidang ekonomi maupun yang lainnya.

B.4 SANNYASIN / BHIKSUKATahap yang terkhir adalah sannyasin. Bila seseorang laki- laki menjadi seorang sannyasin, ia meninggalkan semua miliknya, segala perbedaan golongan,segala upacara ritual dan segala keterikatan pada suatu negara, bangsa atau agama tertentu. Ia hidup sendiri dan menghabiskan waktunya dalam meditasi. Bila ia mencapai keadaan yang indah dari meditasinya yang mendalam, ia mengembirakan dalam dirinya sendiri. Ia sepenuhnyaa tak tertarik pada kenikmatan duniawi. Ia bebas dari rasa suka dan tidak suka, keinginan, keakuan,nafsu ,kemarahan, kesombongan dan ketamakan. Ia memiliki visi yang sama dan pikiran yang seimbang dan ia mencintai semuanya. Ia mengembara dengan bahagia dan menyebarkan brahma jnana atau pengetahuan sang diri. Ia sama ketika dihormati maupun dicaci, dipuja dan dikecam, berhasil maupun gagal. Ia sekarang adalah atiwarnasrami yang mengatasi warna dan asrama. Ia seorang laki – laki yang bebas sepenuhnya. Ia tak terikat oleh sutau kebiasaan adat masyarakat.

Sannyasin adalah seoang laki- laki idaman. Ia telah mecapai kesempurnaan dan kebebasan. Ia adalah Brahman sendiri. Ia seoarang jiwanmukta atau seorang bijak yang bebas. Mulialah tokoh pujaan seperti itu yang merupakan Tuhan yang hidup di dunia.

C. APLIKASI PENERAPAN CATUR ASRAMA PADA JAMAN MODERN

Pada saat ini, asrama tak dapat dihidupkan secara tepat sesuai dengan aturan rincian kuno, karena kondisinya telah banyak sekali berubah, tetapi dapat dihidupkan kembali dalam semangatnya, terhadap kemajuan yang besar dari kehidupan yang modern.Kedamaian dan aturan akan berlaku dalam masyarakat , hanya apabila semua melaksanakan kewajiban masing – masing secara efektif. Penghapusan warna dan asrama akan memotong akar dari kewajiban social masyarakat. Bagaimana bangsa dapat mengharapkan untuk hidup bila warnasrama dharma tidak dilaksanakan secara tegar ? Murid – murid sekolah dan perguruan tinggi seharusnya menjalani suatu kehidupan yang murni , sederhana serta focus pada mengejar ilmu pengetahuan stinggi-tingginya. Kepala rumah tangga seharusnya menjalani kehidupan sebuah grhasta yang ideal, ia seharusnya melaksanakan pengendalian diri, welas asih, toleransi, tidak merugikan, berlaku jujur,dan kewajaran dalam segala hal. Selain itu, dengan berbekal ilmu dan keterampilan yang memadai yang didapat pada masa brahmacari, seseorang diharapkan mendapat profesi menjanjikan sesuai dengan keahliannya atau bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Melalui media itu umat dapat mencari artha dan kama yang didasarkan atas dharma. Sementara pada saat menapaki kehidupan wanaprasta, umat sesungguhnya dituntun untuk mengasingkan diri dari hal-hal yang berbau keduniawian. Dulu, menapaki hidup wanaprasta umat pergi ke hutan untuk menyepikan diri. Tetapi dalam konteks sekarang, ”hutan belantara” itu berada di tengah-tengah kita. Agar umat mampu menghindari diri dari kobaran api hawa nafsu, yang memang memerlukan pengendalian diri.

 Pada tahapan bhiksuka atau sanyasin, umat sangat baik mendalami hal-hal yang bernuasa spiritual untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, dan diharapkan umat sudah harus mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan keinginan duniawi dan dapat menjauhkan diri dari sifat dan musuh yang ada dalam diri seperti sad ripu, sapta timira, sad atatayi, tri mala serta yang sejenisnya.


Page 2