Berapa populasi badak bercula satu pada tahun 1967?

Jumlah populasi badak jawa (Rhinoceros Sondaicus Desmarest) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang, Banten terus meningkat. Selama dua tahun terakhir, populasi badak bercula satu tersebut bertambah sebanyak sembilan ekor.

Berdasarkan hasil pemantauan Balai TNUK menggunakan kamera trap, populasi badak jawa pada 2017 mencapai 63 ekor. Kini pada 2019 populasi badak jawa menjadi 72 ekor.

Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Anggodo mengatakan, berdasarkan hasil monitoring selama 2019, sebanyak empat ekor bayi badak lahir terdiri dari dua betina dan dua jantan.

"Kondisi habitat sampai saat ini masih bagus, terbukti bahwa setiap tahun sejak 2012 selalu terekam kelahiran anak badak jawa di Ujung Kulon," kata Anggodo saat dikonfirmasi, Kamis (12/12).

Dari total keseluruhan populasi badak jawa sebanyak 72 ekor yang berada di TNUK saat ini, sebanyak 38 ekor di antaranya jantan, 33 ekor betina, dan satu ekor belum berhasil teridentifikasi jenis kelaminnya.

“Badak jawa yang teridentifikasi terdiri dari 15 anak dan 57 remaja sampai dewasa,” katanya.

Balai TNUK mencatat  jumlah ini merupakan angka tertinggi yang tercatat sejak 1967, 1980, 1983, dan 2007 yang berjumlah 63 ekor. Itulah sebabnya Balai TNUK menyimpulkan habitat badak jawa di Ujung Kulon masih bagus.

Adanya peningkatan jumlah populasi badak jawa memberi harapan besar bagi keberlangsungan hidup satwa langka dan endemik tersebut.

Siapa yang tidak kenal badak? Hewan berkaki empat, bercula yang eksistensinya terancam punah dan dilindungi di dunia. Badak teridentifikasi berasal dari benua Afrika dan Asia. Di dunia terdapat lima jenis badak yang masih eksis, antara lain badak putih (Ceratotherium sp), badak Sumatera (Dicerorhinus sp), badak hitam (Diceros sp), badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak bercula satu berbadan besar/ badak India (Rhinoceros unicornis).

Badak hitam, badak Sumatera dan badak Jawa termasuk dalam status “critically endangered species” yang tingkat kepunahannya sangat tinggi berdasarkan Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN Red List), dengan perkiraan jumlah populasi di dunia sebanyak 5.055 ekor badak hitam, 100 ekor badak Sumatera dan 35-44 ekor badak Jawa. Sedangkan badak putih masih cukup besar populasinya sekitar 20.408 ekor (20.405 di selatan dan 3 ekor di utara). Badak Sumatera dan badak Jawa terrasuk dalam Appendiks I CITES.

Badak Jawa merupakan mamalia berpostur tegap. Tingginya, hingga bahu, sekitar 128-175 sentimeter dengan bobot tubuh 1.600-2.280 kilogram. Meski penglihatannya tidak awas, akan tetapi pendengaran dan penciumannya super tajam yang mampu menangkap sinyal bahaya yang menghampiri kehidupannya. Satu cula berukuran 25 sentimeter berwarna abu-abu gelap atau hitam merupakan ciri khas utama jenis ini. Ciri khas lainnya, badak Jawa memiliki bibir atas yang lebih lancip menyerupai belalai pendek yang berfungsi untuk merenggut makanan.

Secara taksonomi Badak Jawa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Sub Phylum

: Vertebrata

Super Kelas

: Gnatostomata

Kelas

: Mammalia

Super Ordo

: Mesaxonia

Ordo

: Perissodactyla

Super Famili

: Rhinocerptidea

Famili

: Rhinoceratidea

Genus

: Rhinoceros Linnaeus, 1758

Spesies

Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822

Penyebaran badak Jawa cukup luas mulai dari India, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaysia, Jawa, dan Sumatera. Namun sayangnya, badak Jawa yang berada di Vietnam dan Malaysia, punah pada 2010 dan 2015.


Gambar 1. Badak Jawa (sumber: medium.com)

Badak Jawa termasuk salah satu satwa yang dilindungi di Indonesia, yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. 

Keberadaan badak Jawa di Indonesia sangat terancam. Beberapa ancaman yang mempengaruhi diantaranya, degradasi dan berkurangnya habitat badak akibat pembukaan lahan pertanian dan penebangan liar. Perburuan cula badak juga dapat menjadi ancaman eksistensi badak Jawa. Perburuan cula ini disebabkan adanya anggapan bahwa cula badak mempunyai khasiat dalam pengobatan tradisional Cina. 

Ancaman lainnya, keragaman genetik badak Jawa yang sempit. Hal ini disebabkan sedikitnya jumlah populasi badak Jawa saat ini serta sempitnya ekosistem yang hanya terdapat di satu lokasi, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Populasi yang terdiri dari sedikit individu dan keragaman ekosistem yang sempit dapat membawa resiko biologis yang sangat besar dalam hal pengurangan variabilitas genetik dan peningkatan inbreeding. Hal ini tentunya akan berkaitan dengan masalah kelangsungan hidup populasi badak Jawa tersebut, sebagai contoh berkurangnya ketahanan hidup, kemampuan beradaptasi, bobot kelahiran, serta kesuburan. 

Konservasi badak Jawa di TNUK juga terhambat oleh invasi pohon langkap. Langkap (Arenga obtusifolia) adalah sejenis palem-paleman (Aracaceae) yang sebenarnya kurang dikenal. Di TNUK, sebenarnya langkap juga bukanlah spesies asing. Namun, dalam perkembangannya, langkap ini menjadi spesies invasive karena pertumbuhannya yang tidak terkendali dan menghambat tumbuhnya tanaman-tanaman local lainnya yang diperlukan untuk pakan badak.

Sebelumnya, sekitar separuh dari 453 jenis tumbuhan yang ada di TNUK adalah pakan badak bercula satu. Saat ini, hanya sedikit sekali tumbuhan pakan badak yang dapat tumbuh di bawah invasi langkap, di antaranya songgom (Barringtonia macrocarpa), kilaja (Oxymitra cunneiformis) dan segel (Dillenia excelsa). Satu tandan buah langkap dapat menghasilkan sekitar 300-1800 butir buah, dengan satu buah menghasilkan tiga biji buah langkap. Langkap juga dapat berkembang-biak secara vegetative dengan akar sulurnya. Kurangnya konsumen buah muda langkap menjadikan regenerasi langkap menjadi sangat cepat. Selanjutnya, ketika langkap sudah dewasa dan kanopinya menjadi rapat satu-sama lain, sehingga menyebabkan jenis-jenis tanaman lain tidak dapat tumbuh.


Gambar 2. Pohon langkap/Arenga obtusifolia (Sumber: plantamor.com)

Berdasarkan data yang ada, jumlah badak Jawa di TNUK sejumlah 64 ekor (Statistik Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2017). Sampai dengan tahun 2019 terjadi penambahan populasi badak Jawa sebanyak 8 ekor, 4 ekor ditahun 2018 dan 4 ekor di tahun 2019. Sehingga total badak Jawa yang masih ada di Indonesia sejumlah 72 ekor. Peningkatan populasi ini perlu terus dilakukan untuk mempertahankan eksistensi badak Jawa agar mencapai angka minimum viable population dalam rangka peningkatan keragaman genetic badak Jawa. Selain itu, perlu juga dilakukan kegiatan translokasi dan reintroduksi untuk membangun populasi kedua (second population) dengan tipe ekosistem yang serupa.

SELAMAT HARI BADAK SEDUNIA, 22 September 2020….safe the rhinos

(Dikutip dari berbagai sumber)

Serly/Anti - Seksi Konservasi Sumberdaya Alam

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA