Bahan pewarna buatan dan zat antioksidan yang digunakan pada makanan ringan tersebut adalah

Zat aditif pada makanan berguna untuk menjaga makanan agar tetap segar dan tahan lama, serta meningkatkan cita rasa dan memperindah tampilannya. Zat aditif umumnya aman digunakan, tetapi ada beberapa jenis zat aditif yang diduga dapat menimbulkan efek samping bagi kesehatan.

Zat aditifpada makanan adalah semua bahan yang ditambahkan dan dicampurkan ke dalam produk makanan dan minuman selama proses pengolahan, penyimpanan, dan pengemasan. Di Indonesia, zat aditif pada makanan disebut dengan istilah Bahan Tambahan Pangan (BTP).

Bahan pewarna buatan dan zat antioksidan yang digunakan pada makanan ringan tersebut adalah

Produksi dan penjualan seluruh produk makanan dan minuman yang menggunakan zat aditif harus mendapatkan izin edar dan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar aman dikonsumsi oleh masyarakat.

Kegunaan Zat Aditif pada Makanan

Zat aditif umumnya ditambahkan ke dalam makanan untuk:

  • Memperlambat proses pembusukan
  • Meningkatkan atau menjaga nilai gizi
  • Membuat roti dan kue lebih mengembang
  • Memperkaya rasa, warna, dan penampilan
  • Menjaga konsistensi rasa dan tekstur makanan

Informasi mengenai zat aditif pada makanan biasanya terlampir pada label makanan dengan nama kimiawi. Misalnya,garam adalah sodium atau natrium klorida, vitamin C adalah ascorbic acid atau asam askorbat, dan vitamin E adalah alpha tocopherol.

Produsen biasanya hanya menggunakan zat aditif secukupnya untuk mencapai hasil yang diinginkan. Ada beberapa macam zat aditif yang paling sering digunakan pada makanan, di antaranya:

  • Garam
  • Pemanis buatan, misalnya gula dan sirop jagung
  • Asam sitrat
  • Monosodium glutamat atauMSG
  • Vitamin C dan vitamin E
  • Butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT)

Jenis-Jenis Zat Aditif pada Makanan

Zat aditif pada makanan dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni zat aditif alami dan zat aditif sintetis atau buatan. Zat aditif makanan yang bersifat alami bisa berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, rempah-rempah, dan tanaman herbal yang dapat menambah cita rasa pada makanan.

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dan organisasi pangan dan pertanian internasional (FAO), jenis zat aditif pada makanan dapat digolongkan menjadi 3 kategori utama, yaitu:

Zat perasa makanan

Ini adalah zat yang ditambahkan ke dalam makanan untuk meningkatkan aroma dan memperkuat rasa. Jenis zat aditif ini paling banyak digunakan dalam berbagai produk camilan, minuman ringan, sereal, kue, hingga yoghurt.

Bahan perasa alami bisa berasal dari kacang, buah-buahan, sayuran, hingga rempah-rempah. Zat perasa makanan juga tersedia dalam bentuk sintetis yang mirip dengan rasa makanan tertentu.

Enzyme preparation

Jenis zat aditif ini biasanya diperoleh melalui proses ekstraksi dari tanaman, produk hewani, atau mikroorganisme seperti bakteri.

Enzyme preparation umumnya digunakan sebagai alternatif zat aditif yang berbahan kimia dalam proses pemanggangan kue, pembuatan jus buah, fermentasi anggur dan bir, serta pembuatan keju.

Zat aditif lainnya

Jenis zat aditif ini meliputi zat pengawet, zat pewarna, dan zat pemanis. Zat pengawet dapat memperlambat pembusukan yang disebabkan oleh jamur, udara, bakteri, atau ragi.

Selain itu, pengawet juga mampu menjaga kualitas makanan dan membantu mengendalikan kontaminasi pada makanan yang dapat menyebabkan penyakit, seperti botulisme.

Beberapa jenis BTP pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam produk pangan, yaitu asam sorbat, asam benzoat, etil para-hidroksibenzoat, metil para-hidroksibenzoat, sulfit, nisin, nitrit, nitrat, asam propionate, dan lisozim hidroklorida.

Selain itu, ada berbagai jenis zat aditif lain pada makanan. Masing-masing zat aditif tersebut memiliki kegunaannya tersendiri, yaitu:

  • Antioksidan, untuk mencegah makanan dari proses oksidasi yang menyebabkan makanan menjadi bau atau busuk
  • Pengatur keasaman (acidity regulator), untuk mengasamkan, menetralkan, atau mempertahankan tingkat keasaman (pH) makanan
  • Humektan, untuk menjaga makanan tetap lembap
  • Stabilizer, untuk mempertahankan kelarutan makanan
  • Firming agent, untuk mempertahankan kerenyahan makanan
  • Pengemulsi (emulsifier), untuk mencegah pemisahan bahan dan membantu makanan lebih mudah larut
  • Foaming agent, untuk membentuk buih

Efek Samping Zat Aditif pada Makanan

Untuk memastikan zat aditif pada makanan dapat digunakan tanpa efek berbahaya, maka ditetapkanlah jumlah asupan harian yang layak dikonsumsi (Acceptable Daily Intake/ADI).

ADI adalah perkiraan jumlah maksimal zat aditif pada makanan yang dapat dikonsumsi dengan aman setiap hari selama seumur hidup, tanpa efek kesehatan yang merugikan.

Batas maksimum penggunaan zat aditif pada makanan ini telah ditentukan oleh BPOM. Bagi para produsen yang melanggar batas ketentuan tersebut, mereka bisa dijatuhi sanksi berupa penarikan produk dari peredaran hingga pencabutan izin usaha.

Bagi kebanyakan orang, zat aditif pada makanan dalam jumlah yang aman tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Namun, ada sebagian orang yang dapat mengalami efek samping, sepertidiare, sakit perut, batuk pilek, muntah, gatal-gatal, dan ruam kulit, setelah mengonsumsi makanan dengan kandungan zat aditif.

Efek samping ini bisa saja terjadi jika seseorang memiliki reaksi alergi terhadap zat aditif tertentu atau jika kandungan zat aditif yang digunakan terlalu banyak.

Ada beberapa zat aditif pada makanan yang diduga memiliki efek samping terhadap kesehatan, antara lain:

  • Pemanis buatan, seperti aspartam, sakarin, natrium siklamat, dan sucralose
  • Asam benzoat dalam produk jus buah
  • Lecithin, gelatin, tepung maizena, dan propilen glikol dalam makanan
  • Monosodium glutamate (MSG)
  • Nitrat dan nitrit pada sosis dan produk olahan daging lainnya
  • Sulfit dalam bir, anggur, dan sayuran kemasan
  • Maltodextrin

Reaksi terhadap zat aditif apa pun bisa bersifat ringan atau parah. Misalnya, sebagian orang dapat mengalami gejala asma yang kambuh setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung sulfit. Sementara itu, pemanis buatan aspartam dan MSG dapat menyebabkan efek samping berupa sakit kepala atauChinese restaurant syndrome.

Contoh lainnya, beberapa laporan menyebutkan bahwa kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji dengan kadar nitrat dan nitrit yang tinggi dapat meningkatkan risiko terserang penyakitkanker.

Untuk melindungi diri dari efek buruk kelebihan zat aditif pada makanan, seseorang dengan riwayat alergi atau intoleransi makanan harus lebih cermat dan teliti dalam memeriksa daftar bahan pada label kemasan.

Jika muncul reaksi atau keluhan tertentu setelah mengonsumsi produk makanan dan minuman yang mengandung zat aditif, Anda sebaiknya memeriksakan diri kedokter. Jika perlu, bawa contoh makanan atau minuman yang mungkin menjadi penyebabnya.

Merdeka.com - Produk makanan dalam kemasan sangat rentan terhadap bahan kimia tambahan. Zat-zat tersebut berguna untuk mengubah warna atau mengawetkan makanan. Masalahnya, sebagian besar bahan kimia merupakan senyawa sintetis dengan beberapa efek negatif bagi kesehatan. Berikut adalah sembilan zat aditif dalam makanan kemasan yang perlu Anda hindari, menurut Organicjar.

1. Pemanis buatan. Aspartam adalah jenis pemanis buatan yang sering ditemukan dalam makanan kemasan berlabel "diet" atau "bebas gula". Konsumsi aspartam yang berlebihan bisa menghasilkan efek neurotoksik seperti pusing, sakit kepala, kebingungan mental, migrain, dan kejang.

2. Sirup jagung fruktosa tinggi atau High Fructose Corn Syrup. Pemanis buatan ini bisa ditemukan di hampir semua makanan olahan. Efek samping dari konsumsi sirup jagung fruktosa tinggi adalah perkembangan diabetes dan kerusakan jaringan.

3. Monosodium glutamat. MSG adalah asam amino yang digunakan sebagai penambah rasa dalam sup, saus salad, kentang goreng, dan masih banyak lagi. Sebuah studi menunjukkan bahwa konsumsi rutin MSG mengakibatkan efek samping, seperti depresi, disorientasi, kerusakan mata, kelelahan, sakit kepala, dan obesitas.

4. Trans fat atau lemak trans. Lemak trans digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk makanan dan merupakan salah satu zat paling berbahaya yang sering Anda konsumsi. Banyak studi menunjukkan bahwa lemak trans meningkatkan kadar kolesterol LDL sekaligus mengurangi HDL atau kadar kolesterol baik, meningkatkan risiko serangan jantung, penyakit jantung dan stroke, meningkatkan risiko diabetes, peradangan, dan masalah kesehatan lainnya.

5. Pewarna makanan buatan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pewarna makanan buatan yang ditemukan dalam soda, jus buah, dan salad dressing, bisa menyebabkan masalah perilaku dan penurunan IQ pada anak.

6. Natrium sulfit. Pengawet ini digunakan dalam pembuatan buah kering. Bagi orang yang sensitif terhadap senyawa ini bisa mengalami sakit kepala, masalah pernapasan, dan ruam. Pada kasus yang parah, natrium sulfit dapat menyebabkan kematian dan serangan jantung.

7. BHA dan BHT. Hydroxyanisole butylated (BHA) dan butylated hydrozyttoluene (BHT) adalah pengawet yang ditemukan dalam sereal, permen karet, keripik kentang, dan minyak sayur. Efek samping dari senyawa ini menyebabkan kerusakan sistem saraf otak dan kanker.

8. Sulfur Dioksida. Zat ini sering ditemukan pada buah dan sayuran mentah. Efek samping dari senyawa kimia ini, termasuk masalah bronkial, terutama pada mereka yang rentan terhadap asma, hipertensi (tekanan darah rendah), sensasi kesemutan atau syok anafilaksis.

9. Kalium Bromat. Zat aditif ini digunakan untuk meningkatkan volume tepung atau roti. Ternyata, kandungan kalium bromat dalam jumlah kecil pada roti sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Jadilah pembeli yang pintar dengan lebih teliti terhadap kandungan makanan yang Anda beli. Sebetulnya, makanan atau minuman kemasan memang tidak benar-benar aman bagi kesehatan. Anda sebaiknya membatasi konsumsi makanan dalam kemasan dan menggantinya dengan makanan segar tanpa pengawet.