Bagaimana pendapatanda tentang demokrasi pendidikan saat ini

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol. 1 No. 11 (2021): November /
  4. Articles

Nilai, Demokrasi, Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan pembuatan artikel ini adalah menjabarkan pentingnya nilai demokrasi di sekolah dasar melalui pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan. Metode analisis yang digunakan dalam penulisan artikel ini berupa kajian kepustakaan dengan melihat faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghalang penanaman nilai demokrasi di kelas. Hal yang diharapkan setelah mempelajari materi mengenai nilai demokrasi dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan ini siswa dapat menjadi pribadi yang demokratis dan bisa berpikir kritis dalam penyelesaian masalah. Siswa juga berani dalam menyampaikan pendapat dan bisa menerima perbedaan yang ada tanpa merasa tersinggung. Siswa juga diharapkan bisa menerapkan nilai demokrasi di lingkungan rumahnya dengan baik. Penerapan nilai demokrasi di kelas sekolah dasar dapat berupa pembelajaran mengenai nilai-nilai demokrasi seperti adanya toleransi, keberanian untuk mengeluarkan pendapat di kelas, adanya rasa saling menghargai jika ada pendapat yang berbeda, nilai demokrasi ini akan tumbuh dalam diri siswa jika siswa memiliki sifat positif terhadap nilai dan siswa akan terbiasa dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Abdulkarim, A. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara Yang Demokratis. PT Grafindo Media Pratama.

Gultom, A. F. (2010). Dialog Transformatif Agama Dan Kekerasan. JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 4(2), 279-289.

Gultom, A. F. (2016). Enigma Kejahatan dalam Sekam Filsafat Ketuhanan. Intizar, 22(1), 23-34.

Hasan, Said Hamid. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran PKn. Jakarta: Bumi Aksara.

Isnanda, R. (2015). Struktur dan Nilai-Nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat. Jurnal gramatika, 1(2), 79730.

Kirom, A. (2017). Peran Guru dan Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran Berbasis Multikultural. Al Murabbi, 3(1), 69-80.

Kurniawan, W. A. (2018). Budaya tertib siswa di sekolah. CV Jejak (Jejak Publisher).

Maftuh, B. (2008). Internalisasi Nilai-nilai Pancasila dan Nasionalisme melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Educationist, 2(2), 134-144:

Nasution, W. N. (2016). Kepemimpinan Pendidikan di Sekolah. Jurnal Tarbiyah, 22(1).

Puspitasari, W. D. (2016, December). Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi di Sekolah Dasar. In Repository Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar (Vol. 2)

Rini, N. D. A. (2017). Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Trihayu, 3(3)

Rodiyana, R. (2018). Penerapan Metode Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) untuk Meningkatkan Sikap Demokratis Siswa dalam Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Pendas, 5(1).

Rosyada, Dede. 2007. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Kharisma Putra Utama.

Santoso, M. A. (2010). Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Merupakan Sarana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia. Yuriska: Jurnal Ilmiah Hukum, 2(2), 1-14.

Sanusi, A. 1999. Model Pendidikan Kewarganegaraan Negara Menghadapi Perubahan dan Gejolak Sosial. Makalah yang dipresentasikan pada Conference on Civic Education for Civil Society, di Bandung 16-17 Maret 1999.

Saputro, H., & Talan, Y. O. (2017). Pengaruh Lingkungan Keluarga Terhadap Perkembangan Psikososial Pada Anak Prasekolah. Journal of Nursing Practice, 1(1), 1-8.

Tanu, I. K. (2016). Pembelajaran Berbasis Budaya Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah. Jurnal Penjaminan Mutu, 2(1), 34-43.

Wadu, L. B. (2016). Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bidang Kebudayaan. Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi, 15(2).

Vol. 1 No. 11 (2021): November

Bagaimana pendapatanda tentang demokrasi pendidikan saat ini

Bagaimana pendapatanda tentang demokrasi pendidikan saat ini

Pendidikan demokrasi pada hakekatnya membimbing peserta didik agar semakin dewasa dalam berdemokrasi dengan cara mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi, agar perilakunya mencerminkan kehidupan yang demokratis. Dalam pendidikan demokrasi ada dua hal yang harus ditekankan, demokrasi sebagai konsep dan demokrasi sebagai praksis.

Sebagai konsep berbicara mengenai arti, makna dan sikap perilaku yang tergolong demokratis. Sedang sebagai praksis sesungguhnya demokrasi sudah menjadi sistem. Sebagai suatu sistem kinerja demokrasi terikat suatu peraturan main tertentu, apabila dalam sistem itu ada orang yang tidak mentaati aturan main yang telah disepakati bersama, maka aktivitas itu akan merusak demokrasi dan menjadi anti demokrasi .

Tugas seorang pendidik adalah mensosialisasikan dua tataran tersebut dalam konsep dan fraksisnya, sehingga peserta didik memahami dan ikut terlibat dalam kehidupan demokrasi. Membangun pribadi yang demokratis merupakan salah satu fungsi pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam pasal 3 UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas.

 Selain pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam pembentukan mental peserta didik sesuai nilai-nilai demokrasi, demokrasi di sekolah juga mencakup proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Hal ini diantaranya adalah untuk menyikapi persoalan yang tentunya tekait dengan nilai-nilai demokrasi dalam hal ilmu pengetahuan.

Melalui Kementrian Dalam Negeri, Universitas Paramadina bersama Konrad Adenauer Stiftung salah salu NGO asal Jerman selenggarakan pelatihan pendidikan demokrasi bagi  guru Surabaya, tadi pagi Rabu (24/02) di Hotel Santika, Gubeng.

Acara yang dibuka langsung Kepala Dinas Pendidikan Kota (Dispendik) Surabaya Dr. Ikhsan, S. Psi, MM dihadiri oleh 30 guru perwakilan dari setiap mata pelajaran. Dalam sambutannya Ikhsan, mengemukakan bahwa kesempatan yang baik ini hendaknya dimanfaatkan para guru untuk menimba ilmu sebanyak-sebanyaknya sehingga nantinya setelah mengikuti pelatihan dapat mengimbaskan pengalaman dan pengetahuannya kepada teman seprofesinya ataupun MGMP/KKG, tujuannya ialah meskipun guru lainnya tidak mengikuti pelatihan secara langsung mereka juga mendapatkan pengetahuan yang sama agar peningkatan mutu dan kualitas guru Surabaya bertambah baik dan merata.

Terkait inovasi program pendidikan, mantan Kepala Bapemas dan KB Kota Surabaya menyampaikan bahwa saat ini terdapat terdapat 15 inovasi pengembangan program  pendidikan. Lima belas inovasi program pendidikan di Surabaya, diantaranya Profil Sekolah, Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Sekolah (SIPKS), Seleksi Kepala Sekolah, Jurnal Online, Surabaya Belajar, Multimedia Pembelajaran, Rapor Online, Try Out Online, PPDB Online, Sahabat Dispendik,  Klinik Kurikulum, Kenaikan Pangkat Online, Tantangan Membaca 2015, P2KGS, Profil LKP dan PKBM serta Aplikasi Gaji Online.

“Untuk program tantangan membaca, sampai akhir Desember 2015 buku yang dibaca siswa Surabaya mencapai 1.741.725 buku, melampaui dari 1.000.000 buku yang ditargetkan”.

  Sementara itu, Direktur Universitas Paramadina Muhammad Abdul Zein mengungkapkan pelatihan pendidikan demokrasi ini dirangcang untuk meningkatkan kemampuan guru dalam memahami kehidupan berdemokrasi yang tengah berkembang dewasa ini dui masyarakat.

“Konsep pelatihannya dirancang senyaman mungkin berbasis edutainment”, ujar Zein.

Zein menambahkan, pembelajaran tentang pendidikan demokrasi nantinya lebih mengedepankan penanaman nilai-nilai demokrasi kepada anak, sehingga para siswa akan memahami perilaku-perilaku positif dalam kehidupan berdemokrasi. (Humas Dispendik Surabaya)

Jakarta, 30 Juni 2021 --- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Penelitian dan Kebijakan (Puslitjak) menyelenggarakan diskusi kebijakan tematik, dan meluncurkan buku berjudul “Membentuk Warga yang Demokratis Melalui Pendidikan” secara daring, Rabu (30/6). Diskusi kebijakan tersebut dilakukan untuk memetakan kondisi dan mendiskusikan peran pendidikan dalam membentuk generasi muda yang demokratis.Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Anindito Aditomo mengatakan, pendidikan untuk mengenalkan, mempelajari, dan mempraktikkan prinsip dan nilai-nilai demokrasi adalah salah satu fungsi paling penting dan esensial dari cita-cita kemerdekaan untuk menjadi bangsa yang demokratis. Oleh sebab itu, pendidikan demokrasi didorong untuk dapat diimplementasikan di sekolah.“Sila keempat Pancasila secara jelas mengekspresikan corak demokrasi di negara kita, demokrasi yang ingin diwujudkan dalam bentuk musyawarah untuk mencapai mufakat. Selain memerlukan institusi dan prosedur-prosedur formal, keberhasilan demokrasi sangat tergantung pada kapasitas kita sebagai warga negara untuk turut serta dalam proses negosiasi, berargumentasi, dan berdiskusi,” ungkapnya saat memberikan sambutan secara daring pada Rabu (30/6).Anindito melanjutkan, berargumen secara objektif itu bukan kemampuan yang natural, tetapi harus dilatih dan diasah secara sistematis. Kalau tidak diasah, menurutnya, kualitas penyampaian pendapat akan rendah dan ini tercermin dari diskusi tentang berbagai isu publik di kolom-kolom komentar, baik di media sosial, dan kanal lainnya.“Untuk itu, di mana lagi kalau bukan di sekolah kita bisa mengembangkan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk bisa berpartisipasi secara cerdas dan sehat dalam proses demokrasi. Kita harus mengembangkan kemampuan yang diperlukan itu di ruang-ruang kelas melalui pembelajaran dalam interaksi antara guru dan murid ketika berdiskusi tentang materi pelajaran serta interaksi antarmurid dalam kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler dan organisasi,” ujar Anindito.Menurutnya, suasana yang demokratis di sekolah adalah suasana yang terbuka dan mendorong siswa untuk berani mempunyai pendapat, berani berpikir sendiri dan menyuarakannya. Hal ini idealnya terjadi di semua mata pelajaran, tetapi khususnya di mata pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang idealnya menjadi sumber utama pembelajaran demokrasi di sekolah.Sementara itu, Plt. Kepala Pusat Penelitian Kebijakan, Irsyad Zamjani mengatakan, kegiatan ini merupakan diskusi buku hasil penelitian Puslitjak tentang literasi kewargaan. Penelitian tersebut didanai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dalam payung Prioritas Riset Nasional (PRN) Demokrasi yang dikoordinasi oleh Pusat Penelitian Politik, LIPI.“Literasi kewargaan adalah salah satu tema yang penting dalam masyarakat kita saat ini dan itu sedang kita dorong juga secara serius melalui berbagai kebijakan pendidikan. Kita mempunyai Profi Pelajar Pancasila, di mana semua kebijakan dan hasil pembelajaran akan dimuarakan ke sana,” ujar Irsyad.Ia menambahkan, literasi kewargaan merupakan puncak literasi karena tidak sekadar mendorong keterampilan kognitif untuk menganalisis validitas atau kebenaran informasi, tetapi juga mendorong individu untuk memahami dan menjalankan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara dan warga dunia.“Dengan literasi kewargaan, individu bukan hanya dituntut untuk menjadi cerdas, tetapi juga menjadi bermanfaat dan bertanggung jawab. Jadi, literasi ini juga sangat kental dengan penguatan karakter. Untuk itu, menanamkan literasi ini sejak dini sangat penting, khususnya melalui bangku sekolah. Buku yang ditulis teman-teman ini menganalisis bagaimana literasi kewargaan ini diajarkan di sekolah, khususnya melalui buku teks pelajaran PPKn,” tambahnya.

Memaknai Peran Pendidikan dalam Memperkuat Demokrasi

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penelitian Politik, LIPI, Firman Noor menyampaikan peran pendidikan sebagai instrumen untuk mengisi penguatan demokrasi dari dimensi substansi dan kultural. Menurutnya, tujuan pendidikan demokratik adalah (1) meningkatkan pemahaman dan kesadaran atas nilai-nilai demokrasi sehingga warga negara tercerahkan atas nilai-nilai demokrasi berikut hak dan kewajiban demokratiknya, (2) menguatkan kesadaran dan kepedulian atas apa yang harusnya menjadi perhatian dan bagaimana berkontribusi, dan (3) membuat masyarakat menjadi independen dan memiliki posisi tawar (bargaining position) dengan penguasa karena kecerdasan dan kemakmuran yang dimiliki.“Pendidikan terutama terkait politik, kewargaan, dan demokrasi yang mendapatkan perhatian besar dari pemerintah menghasilkan warga negara yang menyadari nilai-nilai demokrasi, seperti penghargaan kebebasan berpendapat, persamaan hak, keragaman, musyawarah, toleransi, dan penegakan hukum,” tutur Firman.Ia menambahkan, pendidikan yang baik dalam demokrasi itu melibatkan dan menghargai semua kalangan sehingga menghasilkan suatu pendekatan yang lebih komprehensif, deliberatif, dan partisipatif. Ia menilai buku yang diluncurkan ini merupakan hasil kajian yang baik dan membanggakan, serta diharapkan dapat menghasilkan tunas-tunas bangsa yang demokratis demi penguatan demokrasi sebagai salah satu amanat bapak pendiri bangsa, konstitusi, dan reformasi.“Temuan-temuan dalam buku ini sangat menarik karena didasarkan dengan berbagai jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA) sehingga ke depan anggapan bahwa masyarakat kita tidak siap dalam berdemokrasi sudah tidak relevan karena memang sudah ada upaya yang serius untuk mendewasakan mereka (peserta didik) sejak dini dalam berdemokrasi melalui terbitnya buku ini,” tutur Firman.Sementara itu, Peneliti Puslitjak Kemendikbudristek, Lukman Solihin menyampaikan hasil penelitiannya tentang konstruksi literasi kewargaan, khususnya di mata pelajaran PPKn jenjang SD, SMP, dan SMA.“Beberapa saran berdasarkan hasil kajian kami adalah (1) mengakomodasi materi masyarakat sipil secara lebih proporsional di jenjang SMP dan SMA, (2) menyajikan materi mengenai hak dan kewajiban warga negara secara seimbang, dan (3) melengkapi materi dengan isu-isu kewarganegaraan,” ungkap Lukman.Ia menambahkan, salah satu pekerjaan rumah kita adalah tentang penumbuhan kesadaran politik kewargaan, yaitu bagaimana warga berdaya agar demokrasi Indonesia mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan. Artinya, warga yang setara, pendidikannya baik, dan cerdas membuat demokrasi kita menjadi lebih baik. “Partisipasi dan literasi berpengaruh besar terhadap demokrasi,” tuturnya.Pada kesempatan yang sama, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru sekaligus guru PPKn Lab School Jakarta, Satriwan Salim mengatakan, saat ini pendidik tidak bisa lagi mendikte anak-anak untuk menjadi apa di masa depan karena ketika pendidik mendikte anak-anak di kelas, maka yang terbangun adalah relasi kuasa, sedangkan di dalam pembelajaran PPKn yang terpenting adalah membangun kesadaran kritis.“Mendidik itu memupuk serta mengembangkan pemikiran dan potensi murid, bukan menanamkan pemikiran dan kemauan guru,” ujar Satriwan.Pembicara terakhir, peneliti Pusat Penelitian Kependudukan, LIPI, Anggi Afriansyah, mengungkapkan, pendidikan memiliki peran sentral dalam membantu terwujudnya demokrasi partisipatif sehingga mendorong warga untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada keadilan.“Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk membangun iklim demokrasi di dunia pendidikan adalah (1) ruang kelas menjadi arena untuk membangun kemampuan berpikir kritis (critical thinking), (2) ruang kelas menjadi ruang perjumpaan di antara berbagai kelompok (agama, etnis, kelas sosial), dan (3) ruang kelas sebagai arena dialog,” pungkas Anggi

Biro Kerja Sama dan Hubungan MasyarakatSekretariat JenderalKementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan TeknologiLaman: kemdikbud.go.id    Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RIInstagram: instagram.com/kemdikbud.riFacebook: facebook.com/kemdikbud.riYoutube: KEMENDIKBUD RIPertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id#LiterasiKewargaan#CerdasBerliterasi#MerdekaBelajar#KampusMerdekaSumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 308/sipres/A6/VI/2021

Bagaimana pendapatanda tentang demokrasi pendidikan saat ini

 

Penulis : pengelola web kemdikbudEditor :

Dilihat 19766 kali